OLEH HUJJATUL ISLAM IMAM AL GHAZALI
Ditetapkan oleh Al
Qodli Imam Abu Tayyib Ath Thabrani, dari Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Abu
Hanifah dan Imam Sofyan, beberapa ulama dan lafadz yang bisa dibuat dalil,
menerangkan dan menetapkan akan haramnya sebuah lagu atau nyanyian. Imam Syafi'i
berkata dalam Kitab 'Adabil Qodlo':
"Sesungguhnya
nyanyian adalah senda gurau yang dibenci dan mendekati kebatilan. Barangsiapa
yang memperbanyak, maka dia bodoh dan ditolak kesaksiannya".
Qodli Abu Thayyib Ath
Thabrani berkata:
"Mendengarkan
suara wanita yang bukan mahramnya hukumnya haram, menurut Imam Syafi'i secara
transparan atau di belakang tabir, wanita budak atau merdeka. Bila mendatangkan
manusia untuk mendengarkan nyanyian, dia orang safih (bodoh) yang ditolak
kesaksiannya".
Dia berkata dari Imam
Syafi'i bahwa sesungguhnya ia membenci ketukan dengan tongkat dan berkata:
"Orang-orang
Zindiq telah memulainya sampai sibuk dan mengabaikan Al Quran".
Kata Imam Syafi'i:
"Benci bermain
dengan Nardi (Mainan Persi) melebihi benciku terhadap musik. Aku tidak senang
dengan catur, bahkan benci terhadap semua yang dibuat mainan manusia. Sebab
permainan bukanlah perbuatan orang-orang beragama dan bukan sifat perwiranya
seseorang".
Demikian juga pendapat
Imam Malik dan semua ulama Madinah, kecuali Ibrahim bin Sa'id.
Pendapat Abu Hurairah
RA:
"Sesungguhnya dia
membenci dan mendengar nyanyian termasuk dosa".
Demikian juga semua
ulama Kufah; Sufyan Ats Tsauri, Hammad, Ibrahim, Asy Sya'bi dan lain-lain.
Pendapat-pendapat ini dinukil oleh Imam Al Qodli Abuth Thayyib Ath Tabrani.
Dan Imam Abu Thalib Al
Maliki memperbolehkan nyanyian. Dia berkata:
"Telah bernyanyi
para sahabat seperti Abdullah bin Ja'far, Abdullah bin Zubair, Al Mughiroh bin
Syu'bah, Mu'awiyah dan lain-lain".
Dia berkata:
"Sebagian besar
ulama tetap melakukan, yakni orang-orang salaf yang shaleh, sahabat maupun
tabi'in dengan tujuan kebaikan".
Dia berkata:
"Para ulama Hijaz
tidak henti-henti disamping kami, di Mekkah, menyanyikan pada hari-hari utama
dalam setahun, yakni pada hari yang dihitung diperintahkan Allah kepada
Hamba-Nya agar berdzikir kepadaNya pada hari Tasyriq. Ulama-ulama di Madinah
tidak henti-hentinya bernyanyi seperti orang-orang Mekkah sampai saat ini".
Kami menemukan Abu
Marwan Al Qodli memiliki budak-budak wanita yang menyanyikan lagu-lagu buat
manusia. Dia telah bernyanyi untuk orang-orang sufi. Abu Thalib Al Maliki
berkata:
"Atha' punya 2
budak wanita yang bernyanyi, dan teman-temannya mendengarkan".
Kata Yahya bin Mu'adz:
"Aku melihat dalam
kitab menerangkan kenyataan dari harta Al Muhasibi. Disana ada hal yang
menunjukkan tentang bolehnya bernyanyi bila disertai dengan kezuhudan, menjaga
dan mencurahkan perhatian terhadap agama dengan bersemangat".
Ada yang berkata:
"Imam Mujahid
tidak menghadiri undangan kalau disana tidak ada nyanyian".
Abul Hasan As Qolani Al
Aswad dari golongan auliya' sedang asyik bernyanyi. Dia menyusun buku mengenai
bernyanyi dan menolak pendapat yang mengingkarinya. Demikian pula para ulama,
mereka menyusun karangan untuk menolak orang-orang yang mengingkari nyanyian.
Nabi SAW bersabda:
"Aku sama sekali
tidak mengingkari nyanyian, namun katakanlah kepada mereka agar sebelumnya,
mereka memulai dengan Al Quran dan mengakhiri dengan Al Quran,,,".
Semua ini dinukil dari
beberapa pendapat. Barangsiapa yang mencari kebenaran dalam taqlid, maka
selamanya mereka meneliti dan menemukan pendapat-pendapat yang bertentangan.
Mereka akan bingung dan akan condong kepada salah 1 pendapat. Sikap seperti ini
amat sempit, dan seharusnya ia mencari kebenaran dengan caranya sendiri; yakni
meneliti lebih dalam dasar-dasar yang melarang atau yang memperbolehkan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan