Terjemahan Kitab Tajul ‘Arus Alhawiy li tahdzibin Nufus Karya Syeikh Ibnu ‘Atha’illah
Apabila kamu terpaksa maksiat, maka carilah tempat yang tidak ada
seorangpun yang melihatmu.
Dan carilah orang lain yang kuat bermaksiat, sedang kamu tidak
mampu untuk melakukan maksiat tersebut.
Kamu itu orang yang mengambil kenikmatan dari Alloh, dan kamu
bermaksiat dengan nikmat tersebut. Kamu itu orang yang membuat macam-macam
perkara yang bertentangan dengan Alloh. Satu ketika dengan ghibah, satu ketika
dengan adu domba/namimah, satu ketika dengan melihat perkara yang diharamkan
oleh Alloh.
Perkara yang kau bangun dalam waktu 70 tahun kamu robohkan hanya
dalam satu nafas.
Wahai orang yang merobohkan ketaatan, Alloh tidak memberikan kamu
kesempitan/kesusahan kecuali untuk mengngkat derajatmu kepada Alloh, dan supaya
kamu sadar dan sowan kepada Alloh.
Wahai orang yang tenggelam dalam syahwat (kesenangan nafsu) dan
maksiat. Alangkah baiknya kalau syahwat dan maksiat itu kau gunakan untuk
perkara yang di bolehkan oleh Alloh.
Orang yang kau ajak bergaul dengan tingkah yang tidak baik (dunia),
lalu orang tersebut mengajak mu dengan macam-macam kenikmatan (kebaikan),
bagaimana kamu tidak suka dia? Orang yang mengajak kamu bergaul dengan
kemuliaan, sedang kamu mengajak dia bergaul dengan sifat-sifat yang tercela,
bagaimana kamu tidak suka pada dia?
Tidak ada seorangpun yang mau menemanimu itu memberi manfaat kepadamu, semua orang yang bersahabat dengan kamu itu sesungguhnya dia mencari manfaat untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya cinta istrimu kepadamu itu hanya supaya dia bisa mengambil manfaat darimu, seperti kehidupan dan pakean.
Begitu juga anak yang berkata, “diriku sungguh untuk (kebutuhan)
ayah”. Maka ketika kamu sudah tua dan sudah tidak punya kekuatan, dan
tidakpunya kemampuan, mereka akan meninggalkan kamu.
Apabila kamu mau memutuskan hubungan (bergantung) pada makhluk,
Alloh akan membukakan pintu kedamaian kepadamu. Karena para wali Alloh itu
memaksa dirinya dengan menyepi (kholwat) dan menghindar dari bersama masyarakat
(uzlah). Sehingga mereka dapat mendengar dawuh dari Alloh (lewat ilham), dan damai
menghadap Alloh.
Apabila kamu ingin membersihkan cermin hatimu dari kotoran, maka
buanglah perkara, seperti yang dibuang para wali. Yaitu merasa damai bersama
makhluk. Damai/tenang berjalan menuju seseorang, dan cocok dengan seseorang.
Dan jangan kau duduk dipintu-pintu kampung.
Siapa saja yang sudah membuat persiapan, maka dia harus minta
pertolongan Alloh swt. Dan ketika Alloh telah memberi persiapan padamu, Alloh
akan membukakan pintu bantuan kepadamu. Siapa yang membaguskan cara mengetuk
pintu, dia akan dibukakan pintu tersebut. Karena banyak orang yang menginginkan
dibukakan pintu, tapi dia tidak membaguskan cara mengetuk pintunya, orang
tersebut akan ditolak karena jeleknya adab, maka pintu tidak akan dibuka.
Banyak hamba menerima pemberian itu karena sedikitnya diam. Apabila
kamu taqorrub kepada Alloh, tentu kamu mendengar dawuhnya Alloh secara
terus-menerus, baik di pasar atau dirumahmu. Akan tetapi orang yang
terjaga tentu dia akan menyaksikan, dan
siapa yang tidur, maka telinga hatinya tidak akan mendengarkan. Dan penglihatan
hatinya tidak akan bisa menyaksikan. Karena hijab-hijab hatinya terlalu banyak.
Apabila hamba itu cerdas, tentu tidak akan menghadap kecuali kepada
Alloh ta’ala, dan tidak akan duduk kecuali dihadapan Alloh, dan tidak akan
minta fatwa selain kepada Alloh. Karena kanjeng Nabi saw. Telah bersabda
“mintalah fatwa kepada hatimu, walaupun banyak orang memberi fatwa kepadamu”.
Karena khotir (krentek) ilahiyyah, itu pasti dating dari Alloh. Dan itu pasti
cocok. Terkadang orang yang memberi fatwa itu salah, sedangkan hati tidak akan
salah. Ini dikhususkan hati yang bersih/suci. Dan mintalah fatwa kepada orang
yang alim, dan tidak ada orang yang alim yang lupa kepada Alloh ta’ala.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan