(Bagian 3)
Oleh:
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali
Agar
dapat keluar dan terbebas dari dosa, maka ketahuilah bahwa dosa itu, secara
garis besar ada 3 macam, yaitu:
Pertama: Dosa meninggalkan
kewajiban-kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allah kepada Anda, seperti
meninggalkan shalat, puasa, kaffarat dan lain sebagainya. Maka Anda harus
mengganti atau mengqadhakannya.
Kedua: Dosa Anda terhadap
Allah s.w.t. seperti dosa minum khamar, bermain seruling (alat musik yang
membuat lalai kepada Allah apalagi sampai disertai melakukan kemaksiatan),
makan riba dan lain sebagainya. Maka Anda harus menyesali hal tersebut dan
mengokohkan komitmen di dalam hati Anda untuk meninggalkan dosa ini dan tidak
akan mengulanginya lagi.
Ketiga:
Dosa Anda terhadap sesama hamba Allah.
Bentuk dosa inilah yang paling berat dan paling sulit mentobatinya. Dosa yang
ketiga ini, bermacam-macam bentuknya, adakalanya terkait dengan harta benda,
jiwa, kehormatan maupun yang berhubungan dengan keagamaan.
Untuk dosa sesama hamba Allah yang terkait dengan harta
benda, maka Anda berkewajiban mengembalikan padanya, jika memungkinkan. Jika
Anda tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan, karena ketidakmampuan dan
kefakiran Anda, maka Anda harus meminta kehalalan padanya. Jika Anda tidak
dapat melakukan hal itu, karena tidak menemukan orangnya atau karena ia telah
mati, sementara Anda mampu menyedekahkannya, maka sedekahkanlah untuknya.
Apabila tidak memungkinkan bagi Anda menyedekahkan untuknya, maka perbanyaklah
berbuat kebajikan, kembalikan persoalan itu kepada Allah. Berdoalah dan
merendahlah di hadapan Allah dengan berharap agar Ia berkenan membuat orang itu
ridha dan tidak melakukan tuntutan padanya di hari kiamat.
Adapun dosa yang menyangkut jiwa orang lain, maka hendaklah
Anda mempersilakan kepadanya atau pada walinya untuk melakukan qisas, atau
dengan memohon kehalalannya, sehingga persoalannya menjadi selesai. Jika Anda
tidak mampu melakukan hal itu, maka serahkan persoalan itu sepenuhnya kepada
Allah, dengan menjadikan orang itu ridha dan tidak melakukan tuntutan kepadanya
kelak di hari kiamat.
Sedangkan yang menyangkut harga diri, seperti Anda
menggunjing, menuduh dan memaki seseorang, maka seharusnya Anda memberitahukan
kepada orang yang mendengar pergunjingan dan tuduhan Anda akan seseorang itu,
bahwa apa yang Anda lakukan itu adalah kebohongan dan tidak benar. Atau jika
memungkinkan mintalah maaf dan kehalalan orang yang Anda pergunjingkan dan caci
maki itu. Yang demikian itu, apabila Anda tidak khawatir, justru ia akan
bertambah marah karena keterusterangan Anda bahwa Anda telah menggunjing dan
mencaci makinya. Tetapi jika Anda khawatir dia bertambah marah, masalahnya
semakin runyam dan menimbulkan fitnah, maka hendaklah Anda menyerahkan kepada
Allah. Berdoalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, agar orang itu rela
kepada Anda, dan sebagai perimbangannya agar kiranya Anda menjadikan kebajikan
yang banyak buat orang itu, serta mohonkanlah ia ampunan sebanyak-banyaknya kepada
Allah.
Adapun dosa yang menyangkut kehormatan diri seseorang,
seperti Anda telah melakukan pengkhianatan terhadap teman Anda berkenaan dengan
istri, anak atau yang semisalnya, maka tindakan berterus terang dengan meminta
maaf dan kehalalannya, kiranya tidaklah tepat, sebab hal itu akan menimbulkan
fitnah dan kemarahan yang besar. Namun Anda harus tadharru‘ (merendahkan diri
kepada Allah) dan memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh, agar Allah
menjadikan orang itu rela kepada Anda dan menjadikan baginya kebaikan yang
banyak sebagai perimbangannya. Jika Anda merasa aman dari fitnah, maka
memohonlah kehalalannya. Namun tidak timbulnya fitnah dan kemarahan atas
keterusterangan Anda itu, sangat langka.
Sementara dosa yang menyangkut soal keagamaan, seperti Anda
menyatakan akan kekafiran seseorang atau menuduh orang lain membuat bid‘ah atau
menuduhnya tersesat, maka untuk membebaskan diri dan bertobat dari dosa ini
lebih sulit. Anda perlu menyatakan bahwa Anda telah melaksanakan kebohongan di
hadapan orang yang ketika itu Anda melakukan kebohongan tersebut di hadapannya.
Di samping itu Anda masih dituntut untuk meminta maaf dan kehalalan orang yang
Anda tuduh itu, jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, maka berdoalah,
memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan menyesali perbuatan Anda itu,
agar kiranya orang tersebut dijadikan bisa merelakan dan memaafkan kesalahan
Anda.
Kesimpulannya, manakala meminta maaf dan kehalalan atas
kesalahan dan dosa Anda kepada orang yang bersangkutan itu memungkinkan, maka
lakukanlah. Tetapi jika tidak memungkinkan, maka lakukanlah pendekatan kepada
Allah secara benar dan sungguh-sungguh dengan berharap akan kebesaran anugerah
dan kebaikan-Nya yang meliputi segala sesuatu secara umum, agar Ia membuat
orang itu rela dan tidak melakukan tuntutan kepada Anda kelak di hari kiamat.
Atas kehendak Allah, yang demikian itu mudah saja terjadi, ketika Allah
mengetahui kebenaran dan kesungguhan hati hamba-Nya ini, sehingga Allah
berkenan menjadikan orang itu rela, dengan memberikan kepadanya anugerah yang
lebih besar dari gudang anugerah kelaziman, yang menjadi hak dan wewenang
Allah. Oleh sebab itu Anda perlu mengetahui hal ini.
Apabila Anda telah melakukan, sebagaimana yang telah kami
kemukakan tersebut, dan Anda benar-benar telah membebaskan hati dari keinginan
melakukan dosa semisal di masa mendatang, maka Anda telah keluar dari semua
dosa-dosa Anda. Bila Anda telah melepaskan (membersihkan) hati, sementara Anda
belum mengqadhakan kewajiban-kewajiban Anda yang tertinggal, dan belum
memperoleh kerelaan atas kezaliman Anda, maka Anda masih akan dituntut hingga
Anda mendapatkan pengampunan dan kerelaannya. Persoalan ini, memerlukan
pembahasan yang panjang lebar, tidak cukup memadai dikemukakan dalam kitab yang
ringkas ini.
Mengenai masalah ini, Anda bisa melihat pada:
1. Kitab (Bab) Tobat dalam kitab Iḥyā’ Ulūmiddīn
2. Kitab al-Qurbah Ilallāhi ta‘ālā
3. Kitab al-Ghāyat-ul-Qashawa.
Maka Anda akan mendapatkan manfaat dan faedah yang besar dan
penjelasan yang memadai di dalam kitab tersebut. Sementara yang kami kemukakan
dalam kitab ini, hanyalah pokok-pokoknya terpenting yang menjadi keniscayaan
saja. Kepada Allah kita memohon taufiq dan petunjuk.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan