(Bagian 3)
Oleh:
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali
Diriwayatkan bahwa Allah s.w.t. memberikan wahyu
kepada Nabi Dāūd a.s. Ia berfirman: “Wahai Dāūd, belajarlah
ilmu yang bermanfaat.”
Daud berkata: “Wahai
Tuhanku, apakah ilmu yang bermanfaat itu?” Allah berfirman, “Ketahuilah akan keagungan dan kebesaran-Ku,
kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu, karena hal itu akan mendekatkan
Anda kepada-Ku.”
Diriwayatkan dari ‘Alī
Karramallāhu Wajhah, ia berkata: “Tidaklah menggembirakanku, seandainya aku mati dalam
keadaan masih anak-anak, lalu dimasukkan ke dalam surga sebelum dewasa dan
mengenal Tuhanku. Sesungguhnya manusia yang paling mengenal Allah adalah yang
paling takut kepada-Nya, yang paling banyak ibadah dan yang paling bagus dalam
menjalin hubungan baik dengan-Nya, di antara mereka.”
Adapun kesulitan dalam melewati tanjakan ilmu ini,
adalah mencurahkan keikhlasan jiwa Anda di dalam mencari ilmu, dan hendaklah
pencarian itu terfokus pada ilmu pengetahuan, bukan berorientasi untuk mengejar
kedudukan dan popularitas.
Ketahuilah, adalah menjadi kekhawatiran yang sangat
membahayakan bagi orang yang menuntut ilmu agar menjadi pusat perhatian
manusia, bisa duduk bersama para penguasa, menjadi public figure yang
membanggakan, untuk mencari kekayaan dan kedudukan, ahli dalam perdebatan yang
mengalahkan lawannya. Maka usaha dan perniagaannya semacam itu akan bangkrut
dan mengalami kerugian yang besar. Perhatikan sabda Rasūlullāh
s.a.w. berikut ini:
Artinya:
“Barang siapa yang mencari ilmu, agar bisa
membanggakan diri dengan ilmunya terhadap ulama, atau agar bisa berdebat
memamerkan ilmunya terhadap orang-orang yang bodoh, atau agar menjadi perhatian
manusia (public figure), maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.”
Abū Yazīd
al-Bisthāmī r.a. berkata: “Aku telah melakukan mujāhadah
selama 30 tahun, namun aku tidak mendapatkan sesuatu yang lebih berat bagiku
daripada menuntut ilmu dan menghindari bahayanya.”
Waspadalah terhadap ucapan manis mulut setan yang
hendak menipu Anda: “Jika dalam menuntut ilmu itu terdapat bahaya yang besar,
maka lebih baik tinggalkan saja.” Sekali-kali janganlah Anda menduga ucapan
setan itu benar.
Diriwayatkan dari Rasūlullāh
s.a.w., bahwa beliau bersabda:
Artinya:
“Pada malam Mi‘rāj, aku
diperlihatkan neraka, ternyata aku melihat bahwa mayoritas penghuninya adalah
orang-orang fakir.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasūlullāh,
apakah mereka miskin (fakir) harta?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi mereka fakir ilmu.”
Barang siapa yang tidak mempelajari ilmu, tentu dia
tidak mengerti hukum-hukumnya dan aturan-aturan ibadah, sehingga tidak bisa
menjalankan hak-hak ibadah sebagaimana mestinya. Seandainya seseorang beribadah
kepada Allah, sebagaimana ibadahnya malaikat di langit, tanpa didasari ilmu,
maka dia termasuk, golongan orang-orang yang merugi.
Oleh sebab itu, singsinglah lengan baju Anda,
bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu, dengan melakukan kajian-kajian,
belajar dengan rajin dan tekun, jauhilah kemalasan dan kejenuhan. Jika tidak,
maka Anda berada dalam bahaya kesesatan. Semoga Allah ‘azza wa jalla,
melindungi dan menjauhkan kita dari bahaya kesesatan itu.
Walhasil, apabila Anda melihat petunjuk-petunjuk pada
ciptaan Allah, lalu Anda melakukan perenungan, maka Anda menjadi tahu, bahwa
kita mempunyai Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Hidup, Maha
Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat, Yang berfirman, kalam-Nya suci dan
bukan bersifat baru, begitu pula ilmu dan kehendak-Nya. Dia Maha Suci dari
segala kekurangan dan cacat, Dia tidak bersifat sebagaimana sifat-sifatnya
hal-hal baru (makhluk), Dia tidak mungkin terkena sesuatu yang mungkin terjadi
pada makhluk. Dia tidak serupa dengan sesuatu pun dari makhluk ciptaan-Nya, dan
tidak pula ada sesuatu yang menyerupai-Nya. Dia tidak menempati tempat dan
tidak pula diliputi arah, tidak mengalami perubahan dan tidak pula terkena
afat(kebinasaan).
Ketika Anda merenungkan mukjizat-mukjizat Rasūlullāh
s.a.w. dan tanda-tanda kenabiannya, tentu Anda menjadi tahu bahwa beliau adalah
Rasūlullāh, kepercayaan Allah
untuk mengemban wahyu-Nya. Dan kiranya Anda pun tahu apa yang dii‘tiqadkan oleh
orang-orang saleh terdahulu (salafush-shāliḥ),
bahwa Allah s.w.t. dapat dilihat di akhirat nanti, Dia adalah ada, namun tidak
menempati tempat dan ruang, serta tidak pula arah tertentu.
Sesungguhnya al-Qur’ān
itu adalah Kalam Allah bukan makhluk, bukan yang berupa huruf-huruf yang
terpisah-pisah, dan tidak pula berupa suara. Karena jika demikian, maka berarti
ia tergolong makhluk. Dan tidaklah terjadi di alam malak dan malakūt
getaran yang tergerak di hati dan sorot pandangan mata, kecuali atas qadha dan
qadar Allah serta kehendak-Nya.
Segala yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan
yang bahaya, keimanan dan kekafiran adalah daripada-Nya pula. Allah tidak
berkewajiban berbuat sesuatu pun buat makhluk-Nya. Barang siapa yang diberi
pahala oleh Allah s.w.t. itu semata-mata karena anugerah Allah, dan barang siapa
yang disiksa oleh-Nya, adalah semata-mata karena keadilan-Nya.
Apa saja yang datang melalui lisan pembawa syari‘at,
Rasūlullāh s.a.w. mengenai
perkara akhirat, seperti penghimpunan makhluk di padang Maḥsyar,
hari kebangkitan, adanya siksa kubur, pertanyaan Mungkar dan Nakir, mengenai
neraca amal (mīzān), dan jembatan (shirāth).
Semua itu merupakan perkara gaib yang diyakini oleh semua ulama salaf yang
saleh (salaf-ush-Shāliḥ),
dan mereka selalu pegang teguh keyakinan itu. Hal itu juga menjadi konsensus
para ulama (ijma‘) sebelum lahirnya berbagai jenis bid‘ah, munculnya dominasi
hawa nafsu. Semoga Allah melindungi kita dari sikap membuat-buat bid‘ah di
dalam agama dan menurut kemauan nafsu tanpa didasari dalil.
Kemudian renungkanlah mengenai aktivitas hati dan
kewajiban-kewajiban batin dan larangan-larangannya yang akan dikemukakan di
dalam kitab ini, agar Anda memperoleh ilmu tentang hal itu. Hingga secara garis
besar Anda akan dapat mengetahui apa yang Anda perlukan untuk diamalkan,
sebagaimana halnya bersuci (thahārah), puasa,
shalat dan lain sebagainya.
Dengan demikian, berarti Anda telah menunaikan
kefardhuan yang diwajibkan oleh Allah kepada Anda. Di mana pelaksanaan
kefardhuan ibadah Anda itu menuntut Anda untuk berilmu, dan Anda telah
menunaikan, serta melaluinya. Maka jadilah Anda sebagai ulama umat Nabi Muḥammad
s.a.w. (ulamā’-ul-ummah),
sebagai ulama yang berilmu tinggi dan kuat. Jika Anda mengamalkan ilmu, dan
memfokuskan orientasi untuk meramaikan negeri tempat Anda pulang (akhirat),
maka jadilah Anda sebagai seorang hamba yang alim dan mengamalkan ilmu karena
Allah ta‘ala dengan penuh kewaspadaan, tidak bodoh dan tidak pula ikut-ikutan
serta bukan pula sebagai orang yang lalai.
Anda menyandang kemuliaan yang besar, ilmu Anda
bernilai tinggi dan mendapatkan pahala yang agung. Anda telah melewati tanjakan
atau tahapan ini (Tahapan Ilmu). Anda telah menguasainya dan memenuhi
hak-haknya atas izin Allah s.w.t. Kepada-Nya kita tengadah memohon pertolongan,
karena Dia-lah sebaik-baik pemberi pertolongan dan kemudahan. Dia-lah Tuhan
Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Tiada daya dan kekuatan melainkan
atas pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan