(Bagian
2)
Oleh:
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali
Kedua: Alasan kedua mengapa ilmu harus didahulukan,
adalah karena ilmu yang bermanfaat akan membuahkan rasa takut kepada Allah dan
mengagungkan-Nya.
Allah s.w.t. berfirman:
Artinya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya,
hanyalah ulama.” (Fāthir: 28)
Demikian itu karena orang yang tidak mengenal Allah
dengan baik dan yang sebenar-benarnya, maka dia tidak akan takut kepada-Nya
dengan ketakutan yang sebenarnya, dan tidak pula dia mengagungkan-Nya dengan
yang sebenar-benarnya. Dengan ilmu dia bisa mengenal dan mengagungkan-Nya. Maka
ilmu menjadi membuahkan segala ketaatan dan menjauhkan dari segala kemaksiatan,
berkat pertolongan dan petunjuk Allah s.w.t. Selain dua hal itu, bukanlah
merupakan maksud dan tujuan bagi seorang hamba dalam menjalankan ibadah kepada
Allah s.w.t.
Maka, adalah menjadi keharusan bagi Anda untuk
menuntut ilmu terlebih dahulu – semoga Allah menunjukkan kepada Anda – wahai
orang yang menempuh jalan menuju akhirat, sebelum Anda beribadah. Dialah Allah
yang memberikan pertolongan, petunjuk, anugerah dan rahmat.
Mungkin Anda bertanya tentang hadis Nabi s.a.w.:
Artinya:
“Menuntut
ilmu itu, wajib bagi setiap Muslim.”
Ilmu apakah yang wajib dipelajari? Bagaimana batasan
akan ilmu yang harus dikuasai oleh seorang hamba dalam urusan ibadah?
Ketahuilah, sesungguhnya ilmu yang wajib dipelajari
itu, secara garis besar ada tiga, yaitu:
1. Ilmu Tauḥīd
2. Ilmu
Sirri, yakni ilmu yang berhubungan dengan hati dan pekerjaan-pekerjaannya.
3. Ilmu Syarī‘ah
Sedangkan batasan kewajiban dari masing-masing ilmu
itu, ialah:
Pertama: Yang wajib dipelajari dari ilmu tauhid itu,
setidaknya adalah mengetahui pokok-pokok ilmu agama (ushūluddīn).
Anda harus tahu bahwa Anda mempunyai Tuhan, Allah Yang Maha Kuasa, Maha
Berkehendak, Yang Maha Hidup dan berfirman, Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah Tuhan yang
bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna. Maha Suci dari kekurangan dan
kerusakan juga suci dari segala indikasi sebagai yang baru (diciptakan), Dia
Maha Dahulu tanpa adanya penciptaan dan pendahuluan.
Dan sesungguhnya Muḥammad
s.a.w. adalah seorang hamba dan Rasūl-Nya yang benar
dan tepercaya yang datang dengan membawa risalah dari Allah ta‘ala, kebenaran
dan keorisinalan berita yang disampaikan melalui lisannya akan kehidupan
akhirat adalah hak. Kemudian masalah-masalah yang terkait dengan syi‘ar sunah
wajib Anda ketahui, janganlah Anda membuat bid‘ah dalam urusan agama Allah
s.w.t. apabila perkara itu tidak dijelaskan di dalam al-Qur’ān,
Sunah dan Atsar, agar Anda tidak berada dalam sebuah kondisi yang sangat
mengkhawatirkan.
Semua dalil-dalil Tauhid, pokoknya bersumber dari
al-Qur’ān. Semuanya telah diterangkan oleh guru-guru kami di
dalam kitab-kitab yang ditulisnya, mengenai pokok-pokok keagamaan (Ushūl-ud-Diyanāt).
Walhasil, setiap hal yang membuat Anda merasa tidak aman dari kerusakan, karena
ketidaktahuan, maka mengetahui ilmunya. Demikianlah, semoga Allah memberikan
pertolongan dan taufiq kepada kita.
Kedua: Ilmu Sirri, atau ruang lingkup ilmu hati yang
wajib Anda ketahui adalah mengetahui kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan
bagi hati, sehingga Anda berhasil, benar-benar mengagungkan Allah, berlaku
ikhlas kepada-Nya, niat dan amal Anda selamat. Semua ini, akan kami jelaskan di
dalam kitab ini, insya Allah ‘azza wa jalla.
Ketiga: Ruang lingkup ilmu syari‘at yang wajib Anda
ketahui segala ilmu yang memungkinkan bagi Anda untuk dapat melakukan
kefardhuan yang wajib Anda lakukan, seperti bersuci (thahārah),
shalat dan ilmu puasa. Sementara yang berkenaan dengan haji, zakat dan jihad,
jika memang telah nyata Anda wajib melakukannya, maka Anda pun dituntut harus
mengetahui ilmunya, agar Anda dapat melakukannya dengan benar, jika tidak, maka
tidaklah wajib bagi Anda.
Inilah batasan atau ruang lingkup yang menjadi
keharusan bagi seseorang untuk mengetahui ilmu akan sesuatu yang fardhu, agar
ia memiliki ilmunya dan dapat menunaikan hal itu dengan yang semestinya.
Jika Anda bertanya, apakah aku wajib mempelajari
sesuatu dari ilmu tauhid yang dapat aku gunakan untuk menghancurkan semua
agama-agama yang kafir, dan menanamkan hujjah Islam terhadap mereka, serta
menghancurkan semua bentuk bid‘ah, lalu menanamkan argumentasi sunah kepada
mereka.
Ketahuilah, sesungguhnya yang demikian itu adalah
fardhu kifāyah. Yang pasti Anda berkewajiban membenahi dan
membenarkan akidah Anda di dalam persoalan pokok-pokok agama (ushūluddīn),
bukan yang lainnya.
Demikian pula, tidak menjadi keharusan bagi Anda
untuk mengetahui cabang-cabang ilmu tauhid, kedalaman dan kerumitannya serta
masalah-masalahnya secara detil dan terperinci. Ya, jika Anda menghadapi
persoalan subhat, dalam pokok-pokok agama, sementara Anda takut hal itu akan
mengotori i‘tikad dan keyakinan Anda, maka nyatalah bagi Anda keharusan untuk
memperoleh solusi dan jawaban yang benar terhadap masalah yang membingungkan
Anda itu, tanpa harus melewati perdebatan yang sengit, pembicaraan yang
meluap-luap, karena hal itu akan mengundang penyakit yang tidak ada obatnya.
Jagalah dan tahanlah diri Anda sekuat tenaga agar tidak melakukan dekat kusir,
karena perdebatan semacam itu tidak akan menguntungkan, kecuali bila Allah
menganugerahkan rahmat dan kehalusan kasih sayang-Nya.
Kemudian ketahuilah, sesungguhnya apabila di setiap
daerah telah ada seorang da‘i dari golongan Ahlus Sunah yang memberikan
penerangan dan penjelasan mengenai masalah-masalah yang tidak jelas dan
membingungkan (syubhat) dan menghadapi ahli bid‘ah, dia memiliki kemampuan yang
cukup dalam menangani masalah ini, sehingga dapat menjaga dan memelihara
kemurnian ahli kebenaran dari gangguan ahli bid‘ah, maka gugurlah kewajiban
bagi yang lainnya dalam menyelesaikan masalah tersebut, karena hukumnya adalah
fardhu kifāyah.
Begitu pula, Anda tidak berkewajiban mengetahui
secara mendalam ilmu sirri dan semua kejelasan akan keajaiban-keajaiban hati,
kecuali hal-hal yang dapat merusak ibadah Anda. Terhadap hal-hal yang dapat
merusak ibadah Anda, maka Anda berkewajiban untuk mengetahuinya, agar Anda
dapat menjauhinya. Dan akan hal-hal yang menjadi keharusan bagi Anda untuk
melakukannya, seperti ikhlas, memuji syukur, tawakal dan lain sebagainya, maka
Anda harus mengetahuinya, agar Anda bisa merealisasikannya. Adapun yang selain
itu, tidaklah wajib bagi Anda.
Demikian pula, Anda juga tidak berkewajiban
mengetahui semua bab-bab dalam pembahasan ilmu fikih, seperti bab jual beli (buyū‘), sewa-menyewa,
pernikahan, dan tindak pidana. Karena menguasai masing-masing dari semua itu
adalah fardhu kifāyah.
Jika Anda bertanya, bahwa kadar pengetahuan akan ilmu
tauhid yang demikian itu, apakah dapat dihasilkan melalui perenungan manusia tanpa
melalui proses belajar dari guru?
Maka, ketahuilah bahwa kedudukan guru adalah sebagai
pembuka dan orang yang mempermudah, proses menghasilkan ilmu tersebut bersama
guru jauh akan lebih mudah dan lebih enak. Guru itu hanyalah sebagai perantara,
berkat rahmat dan anugerah Allah, Dia menjadikan seseorang di antara para
hamba-Nya, yang Dia kehendaki menjadi berilmu, sementara pada hakikatnya Dialah
Allah s.w.t. sebagai gurunya.
Kemudian ketahuilah, bahwa tahapan ilmu ini merupakan
tahapan yang sulit dan melelahkan. Tetapi melewati tahapan ini, dapat
dihasilkan apa yang dimaksud dan dicita-citakan. Manfaatnya begitu besar,
tetapi sulit menempuhnya dan besar pula resikonya, betapa banyak orang yang
melaluinya, tetapi kemudian menyimpang; betapa banyak orang yang menempuhnya,
namun tergelincir; betapa banyak orang yang kebingungan melaluinya, banyak pula
yang terputus di tengah jalan dalam waktu yang singkat, akhirnya ia
mondar-mandir pada tanjakan yang sulit ini selama tujuh puluh tahun. Semua
perkaranya berpulang pada kekuasaan Allah s.w.t.
Adapun manfaat ilmu, sebagaimana yang telah kami
kemukakan, merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia, atau dasar
untuk memenuhi kebutuhan semua perintah ibadah yang diperintahkan kepadanya,
utamanya ilmu tauhid dan ilmu sirri (ilmu yang berkenaan dengan hati).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan