Ibrahim ditanya, "Sejak engkau menapaki jalan ini (jalan sufi),
pernahkah engkau mengalami kebahagiaan?"
"Beberapa
kali," jawabnya.
"Suatu kali, aku berada di atas kapal dan kaptennya tidak mengenaliku.
Aku mengenakan pakaian penuh tambalan, rambutku tidak dipangkas, dan aku sedang
mengalami ekstasi spiritual, yang mana semua orang di kapal itu tidak menyadarinya.
Mereka menertawakan dan mengejekku. Ada seorang pelawak di kapal itu,
sekali-sekali ia menghampiriku, menjambakku, mencabut rambutku, dan menampar
leherku. Di saat itu, aku merasa bahwa aku telah memuaskan hasratku, dan merasa
sangat bahagia karena begitu dipermainkan."
"Tiba tiba, gelombang besar muncul, dan semua orang dikapal itu takut
bahwa mereka akan mati, 'Kita harus melemparkan seseorang ke laut agar beban
kapal menjadi lebih ringan' pekik nakhoda. Mereka pun mencengkram tubuhku lalu
melemparkanku ke laut. Gelombang pun mereda, dan kapal itu kembali stabil. Saat
itu, ketika mereka menarik telingaku untuk melemparkanku ke laut, aku merasa
bahwa aku telah memuaskan hasratku, dan aku merasa bahagia."
"Pada kesempatan lain, aku menuju sebuah masjid untuk tidur di sana.
Mereka tidak membiarkanku tidur, sedangkan aku begitu lemah dan letihnya hingga
tak bisa bangun. Maka, mereka pun memegang kakiku dan menyeretku keluar. Masjid
itu memiliki tiga anak tangga; kepalaku membentur masing-masing anak tangga
itu, dan darah pun mengalir keluar. Aku merasa bahwa aku telah memuaskan
hasratku. Pada setiap anak tangga yang kulewati, misteri dari keseluruhan iklim
menjadi terbuka untukku. Aku berkata, 'Andai masjid ini memiliki lebih banyak
anak tangga untuk menambah kebahagiaanku!"'"Di waktu yang lain, aku
tengah asyik dalam keadaan ekstasi. Seorang datang dan mengencingiku. Saat itu
aku pun merasa bahagia."
"Pada kesempatan yang lain lagi, aku mengenakan sebuah jaket bulu yang
dipenuhi dengan kutu. Kutu-kutu itu menyantapku tanpa belas kasihan. Seketika
aku ingat akan pakaian pakaian bagus yang telah aku simpan di perbendaharaan
hartaku. Jiwaku berteriak di dalam diriku, 'Mengapa, derita apa ini?' Saat itu
pun aku merasa bahwa aku telah memuaskan hasratku."
Tiada ulasan:
Catat Ulasan