Catatan Popular

Sabtu, 6 Mei 2017

KITAB MUKASYAFATUL QULUB BAB 6 LALAI (MENYINGKAP RAHSIA KALBU)



Sifat lalai menambah penyesalan dan menghilangkan kenikmatan, mengurangi jati diri kehambaan, serta menambah rasa kekecewaan.

Kisah:

Ada orang shaleh melihat gurunya dalam mimpi. Ia bertanya pada gurunya:
"Penyelasan apa yang paling besar?"
Guru menjawab:
"Menyesal akibat lalai".

Diriwayatkan:

Sebagian mereka ada yang bermimpi melihat Dzunnun Al Mishri. Orang itu berkata:
"Bagaimana Allah memperlakukan kamu".
Al Mishri menjawab:
Dia meletakkan aku dihadapan-Nya, kemudian berfirman kepadaku:
"Wahai orang yang terdakwa, orang pembohong; engkau mengaku cinta kepada-Ku, sementara engkau selalu lalai dari-Ku..."
"Engkau selalu lalai dan hatimu sangat pelupa; umurmu sudah hilang, sementara dosamu tetap seperti semula".
Kisah:
Ada lelaki shaleh bermimpi melihat ayahnya. Ia bertanya:
"Wahai ayah, bagaimana keadaan ayah?"
Jawab ayah:
"Kami hidup didunia selalu lalai, bahkan matipun tetap dalam kelalaian".
Kitab tersebut menerangkan; Malaikat maut dengan Nabi Yaqub AS hampir seperti saudara. Dan suatu saat malaikat malaikat maut mendatangi Nabi Yaqub AS. Nabi Yaqub AS bertanya:
"Wahai malaikat maut, engkau datang menjenguk aku atau mau mencabut nyawaku?"
Jawabnya:
"Aku datang berkunjung".
Pinta Nabi Yaqub AS:
"Kalau begitu aku minta engkau mau mengabulkan hajatku".
Sela malaikat maut:
"Maksudnya?"
Jawab Nabi Yaqub AS:
"Beritahukanlah kepadaku kalau kamu mau mencabut nyawaku".
Kata Malaikat:
"Ya. Aku akan mengirim 2 atau 3 malaikat utusanku".
Dan suatu saat malaikat maut datang. Nabi Yaqub AS bertanya seperti biasanya:
"Engkau datang berkunjung padaku atau mencabut nyawaku".
Jawab malaikat maut:
"Mencabut nyawamu".
Jawab Nabi Yaqub AS:
"Bukankah engkau dulu pernah memberitahuku akan mengirim 2 atau 3 malaikat utusan".
Bantah malaikat maut:
"Bukankah aku sudah melakukan! Rambutmu yang memutih, lemahnya tubuhmu, dan bungkuknya tubuhmu; bukankah semuanya sebagai utusan pada seluruh anak cucu adam kalau menjelang ajalnya".

"Sudah lewat waktu dan hari, padahal dosa masih dikerjakan; bahkan datang utusan kematian, namun hati masih saja lalai.
Kenikmatanmu didunia hanya tipuan belaka; bahkan kehidupanmu didunia hanyalah semu yang tidak bisa dibenarkan".

Abul Ali Addaqooqi RA berkata:
Aku pernah memasuki rumah orang saleh yang sakit. Dia termasuk guru besar dan banyak sekali orang yang berkunjung menjenguk sakitnya. Dia menangis dalam umurnya yang tinggal sedikit. Aku bertanya:
"Kenapa tuan menangis Apa karena urusan duniawi?"
Dia menjawab:
"Bukan. Tapi karena tertundanya sholatku".
Kataku:
"Bagaimana bisa terjadi, bukankah engkau orang yang rajin sholat?"
Ia berkata:
"Hari ini keadaanku tidak bertambah. Aku tidak sujud, kecuali selalu lalai (tidak khusuk), begitu pula ketika mengangkat kepalaku. Dan aku menjelang mati pun dalam keadan lengah".
Lalu ia meniup debu sambil melantunkan sya'ir:
"Aku berfikir tentang pertemuanku dihari kiamat kelak; serta menyentuhnya pipiku dikuburan.
Seorang diri, padahal sebelumnya ia mulia dan luhur; semua iti diimpaskan dengan dosaku, sementara debu merupakan bantalku.
Aku memikirkan betapa lamanya hisab; dan sangat hinanya diriku ketika diberi catatan amal, namun aku hanya punya harapan kepada-Mu wahai Tuhan-Ku yang menciptakan aku; hanya Engkaulah Tuhanku yang bisa mengampuni kesalahanku".
Kitab tersebut menerangkan; melalui Syaqiq Al Balkhi. Ia berkata:
"Manusia mengucapkan 3 hal yang selalu diingkari dengan perbuatannya:

Mereka berkata: "Kami adalah hamba-hamba Allah...." Tapi mereka berbuat amat bebas yang jelas menyalahi ucapannya.
"Allah menanggung semua rizki kami", Tapi hatinya tidak tenang dan selalu mengumpulkan harta kekayaan.
Terakhir mereka mengucapkan; "Kematian adalah hal yang pasti". Namun mereka berbuat seolah-olah tidak bisa mati.
Sekarang berfikirlah whai saudaraku, dengan tubuh mana lagi engkau menghadap Tuhan-Mu! dengan lidah mana lagi engkau akan menjawab! Apa yang kau katakan kalau Dia mempertanyai sesuatu yang sedikit menjadi banyak! Dan jawaban yang benar ialah; Takutlah kepada Allah, karena Dia selalu Mengetahui apa yang kau kerjakan dari yang jelek atau baik. Kemudian berikan nasehat kepada orang mukmin agar tidak meninggalkan perintah-Nya, agar selalu meng-Esakan Tuhan dikala sepi atau banyak orang.

Ada hadits bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Allah sudah menulis di-Tiang-nya 'Arsy; 'Aku mengabulkan orang yang taat kepada-Ku, mencintai orang yang mencintai-Ku, mengabulkan orang yang berdo'a kepada-Ku, dan mengampuni orang yang minta ampun kepada-Ku'".

Bagi yang bisa berfikir, seharusnya taat kepada Allah, ikhlas dan ridho terhadap Keputusan-Nya, sabar akan cobaan-Nya dan bersyukur atas semua nikmat-Nya. Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa yang tidak ridho dengan keputusan-Ku, tidak sabar dengan cobaan-Ku, tidak syukur atas nikmat-Ku, juga tidak menerima Pemberian-Ku; maka hendaknya dia mencari Tuhan selain Aku".


Ada seorang lelaki berkata kepada Abu Yazid RA:
"Aku tidak merasakan sedikitpun nikmatnya taat".
Abu Yazid RA menjawab:
"Karena engkau menyembah ketaatan itu, bukan menyembah Allah. Maka sembahlah Allah sampai engkau merasakan nikmatnya taat".

Kisah:

Ada seorang lelaki shalat dan samapai pada lafadz ayat:
"Iyyaka na'budu...";
Dan yang bergerak dalam hatinya ialah mengabdi kepada Allah. Namun ada gerakan batin yang membantah:
"Engkau bohong, sebenarnya engkau mengabdi kepada makhluk".
Ia pun bertobat dan menjauhkan diri dari manusia. Ia shalat lagi dan sampai pada ayat:
"Iyyaka na'budu...."
Pun ada yang membantah:
"Engkau bohong, sebenarnya engkau mengabdi pada harta".
Lalu semua hartanya disedekahkan. Ia sholat lagi, juga sampai pada ayat:
"Iyyaaka na'budu...."
Ada bantahan lagi,
"Engkau bohong, sebenarnya engkau mengabdi pada pakaian".
Lantas semua pakaiannya disedekahkan, hanya tinggal yang dipakai saja. Lalu ia sholat lagi, dan sampai pada ayat:
"Iyyaaka na'budu..."
Barulah ada panggilan:
"Engkau baru benar, sesungguhnya engkau sudah mengabdi kepada Allah".

Dimana ada kisah seorang lelaki yang kehilangan beberapa barangnya, ia lupa siapa yang mengambil. Ketika sholat ia ingat siapa yang mengambil, dan setelah salam memerintah pelayannya untuk mengambil barang itu. Tanya pelayan:
"kapan kamu ingat, tuan?"
Jawab Tuan:
"Ketika aku sholat".
Kata pelayan:
"Wahai Tuan, engkau adalah orang yang mencari barang itu, bukan mencari Tuhan".
Dengan ucapan si budak, budak tersebut dibebaskan oleh tuannya berkat keyakinannya yang kuat.

Memang seharusnya orang berakal mau meninggalkan urusan duniawi, kemudian mengabdi kepada Allah dan memikirkan masa depan kelak di akherat. Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa yang menghendaki tanaman (pahala) akherat, akan Kami tambah-tambah pahalanya. Dan barangsiapa yang menghendaki tanaman dunia, Kami pun akan memberikan kepadanya, tapi tak ada bagian untuk di akherat. (QS.42 Asy Syuuraa:20)"

Maksud tanaman dunia misalnya pakaian atau makanan. Dan tanaman akherat bekalnya ialah menanam rasa cinta dihati mengenai akherat. Dasar ini sehingga Abu Bakar Ash Shidiq pernah sedekah kepada Nabi SAW 40.000 dirham secara sembunyi-sembunyi dan 40.000 dirham secara terang-terangan, sehingga hartanya sedikitpun tidak tersisa.
Keluarga Nabi Muhammad SAW dan Nabi SAW sendiri adalah orang yang tidak mencintai kelezatan dan kesenangan dunia. Lihatlah pelaminan tuan putri Fatimah Az Zahro sewaktu Nabi SAW menikahkan dia dengan Ali KW hanya berasal dari kulit domba yang sudah disamak (dicuci), berikut bantal kulit binatang yang sudah diberi 'Laif" (sebangsa serabut akar-akaran)

Tiada ulasan: