Suatu ketika Nabi SAW memanggil Abdullah bin Unais dan
berkata, "Aku memperoleh kabar bahwa Khalid bin Sufyan bin Nubayh al
Hudzali telah mengumpulkan banyak orang
untuk menyerangku. Sekarang ini ia ada di Uranah (suatu tempat dekat
Arafah), pergilah engkau ke sana untuk membunuhnya."
Abdullah bin Unais berkata, “Wahai Rasulullah,
jelaskanlah kepada saya ciri-cirinya agar saya boleh mengenalinya!!”
Tetapi Nabi SAW tidak menjelaskan ciri-ciri fisiknya,
beliau hanya berkata, "Apabila kamu melihatnya, kamu akan menggigil
karenanya..!"
Boleh dibayangkan, bagaimana dengan melihatnya saja
boleh menggigil, itu artinya Khalid bin Sufyan ini seorang yang sangat
berwibawa, malah mungkin menakutkan.
Tetapi Rasulullah SAW telah memberikan tugas ini
kepadanya dan bukan kepada sahabat lainnya, tentunya dengan pertimbangan dan
doa, bahwa ia bisa melakukannya.
Tanpa banyak pertanyaan lagi, ia segera berangkat
menuju Uranah, dengan menyandang pedang di pinggangnya. Sambil berjalan,
otaknya terus berputar menyusun rencana dan strategi, bagaimana caranya
membunuh musuh Allah dan Rasulullah SAW tersebut
Ibnu Unais sampai di Uranah pada waktu ashar, dan ia
melihat seorang lelaki yang dikelilingi beberapa wanita. Memang benar perkataan
Nabi SAW, begitu melihatnya ia merasa benar-benar menggigil, tetapi sama sekali
tidak ada ketakutan di hatinya.
Tiba-tiba ia sadar kalau harus shalat ashar, dan tidak
mungkin ia membuka jati dirinya sebagai seorang muslim dengan melakukan shalat,
karena sudah dalam jarak pandang Khalid. Ia berijtihad melakukan shalat sambil
berjalan, ruku dan sujud dilakukan dengan isyarat kepala.
Ketika sampai di hadapannya, Khalid bertanya,
“Siapakah engkau ini”
Ibnu Unais berkata, "Aku hanyalah seorang lelaki Arab
biasa, tetapi kudengar engkau sedang mengumpulkan orang banyak untuk membunuh
lelaki itu (yakni Nabi SAW), aku datang untuk membantu usahamu itu, kalau diizinkan."
Khalid sangat senang mendengar ucapan Ibnu Unais
tersebut, "Silakan bergabung, aku memang telah merencanakannya."
Ibnu Unais bergabung dan berbincang-bincang dengan
Khalid sambil terus berjalan bersama. Begitu ahlinya Ibnu Unais ‘berlakon’
sehingga dalam beberapa saat saja mereka berdua tampak sangat akrab layaknya
seorang sahabat lama.
Sampai suatu ketika ada kesempatan seperti yang
direncanakannya, dan ia segera memancung Khalid hingga terbunuh seketika tanpa
sedikitpun perlawanan. Para wanita yang mengikutinya menangis dan Ibnu Unais
meninggalkannya begitu saja.
Ketika Abdullah bin Unais tiba di hadapan Nabi SAW,
beliau langsung berkata, "Inilah wajah yang telah mendapat
kemenangan!!"
"Aku telah membunuhnya, wahai Rasulullah!"
Kata Ibnu Unais.
Beliau sangat gembira dengan hasil kerjanya itu, dan
mendoakannya dengan kebaikan, dan para sahabat lain juga memberi ucapan selamat
kepadanya.
Kemudian Nabi SAW bangkit dan mengajaknya masuk ke
dalam rumah dan beliau memberinya sebatang tongkat. Beliau berpesan agar ia
menyimpan tongkat itu dengan sebaik-baiknya.
Ibnu Unais keluar menemui orang banyak, dan mereka
menanyakan tentang tongkat tersebut. Ia hanya menjawab kalau Nabi SAW yang
memberikannya dan memintanya untuk
menyimpannya dengan baik. Mereka berkata, "Mengapa engkau tidak
kembali kepada Rasulullah SAW dan menanyakan kegunaan tongkat tersebut?"
Suatu saran yang masuk akal, maka Ibnu Unais mengikuti
saran tersebut, dan ia kembali menemui Nabi SAW dan menanyakan tentang tongkat
tersebut.
Beliau bersabda, "Ini adalah sebagai tanda antara
diriku dan kamu pada hari kiamat, karena pada hari itu sedikit sekali orang
yang datang dengan membawa amal salih."
Ia keluar lagi dan menyampaikan penjelasan Rasulullah
SAW tersebut. Mereka berkata, “Sungguh beruntung engkau ini, ya Ibnu Unais!!”
Sejak
saat itu, Abdullah bin Unais tidak pernah berpisah dengan tongkat dari Nabi SAW
tersebut, dan ia menyatukannya dengan pedangnya, yang selalu menyertainya dalam
berbagai perjuangan jihad di jalan Allah.
Ketika hampir meninggal, ia mewasiatkan agar tongkat
tersebut juga ikut dikafani bersama jenazahnya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan