Dikisahkan, ada seorang mantan budak
dimerdekakan oleh tuannya. Namanya Abdullah al Mubarak. Setelah merdeka, dia
bekerja pada seorang pemilik kebun sebagai buruh.
Suatu hari, sang tuan mengunjungi
kebunnya bersama dengan beberapa sahabtnya. Dipanggillah Abdullah al Mubarak,
“petikkan kami beberapa buah delima yang manis!,” pintanya.
Bergegaslah Mubarak melaksanakan perintah
sang tuan. Dia memetik beberapa buah delima dan diserahkannya kepada sang
majikan dan beberapa sahabatnya tadi.
Namun, ketika majikannya mencicipi delima
yang dipetik Mubarak, tak satupun ada yang manis. Semuanya masam. Sang majikan
marah dan menanyai mubarak, “apa kamu tak boleh membedakan delima yang manis
dan yang masam?”
“Maafkan saya tuan, selama ini tuan belum
pernah mempersilahkan dan mengizinkan saya makan sebuahpun, bagaimana saya
boleh membedakan yang delima yang manis dan yang masam?,” jawab Mubarak.
Sang tuan merasa kaget dan tak percaya,
bertahun-tahun bekerja di kebun itu, tapi Mubarak tak pernah makan satu
buahpun. Maka ia menanyakan hal itu kepada tetangga-tetangganya. Mereka semua
menjawab, Mubarak tak pernah makan delima barang sebuahpun.
Singkat cerita, selang beberapa hari,
sang tuan datang menemui Mubarak untuk dimintai pendapatnya. “Aku hanya punya
seorang anak perempuan, dengan siapa aku harus menikahkannya?”
Mubarak menjawab dengan tenang, “tuan,
orang Yahudi menikahkan karena kekayaan, orang Nashrani menikahkan karena
ketampanan, orang Jahiliyah menikahkan karena nasab kebangsawanan, sedangkan
orang Islam menikahkan karena ketakwaan. Tuan termasuk golongan mana, dan
silahkan tuan menikahkan putri tuan dengan cara mereka!”
Pemilik kebun itu berkata, “demi Allah,
aku hanya akan menikahkan putriku atas dasar ketakwaan. Dan aku tidak mendapati
laki-laki yang lebih bertakwa kepada Allah melebihi dirimu. Maka aku akan
menikahkan putriku denganmu.”
Subahanallah, Mubarak menjaga dirinya
dari makan buah delima di kebun yang dia bekerja di sana karena belum pernah
diizinkan oleh pemiliknya, padahal ia telah bekerja beberapa tahun lamanya,
namun akhirnya Allah anugerahkan kebun itu beserta pemiliknya kepadanya. Itulah
hadiah yang pantas untuk penjaga kebun tersebut.
Dikemudian hari dari pasangan tukang
kebun yang bertaqwa dan puteri pemilik kebun itu terlahir seorang tokoh sufi
terkenal bernama Abdullah bin Mubarak ra.
Balasan memang sesuai dengan amal.
Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya
dengan yang lebih baik.
Dan orang-orang yang beriman itu memiliki
logika dan cara pandang yang berbeda, yaitu bahwa dengan meninggalkan cara yang
haram, niscaya Allah akan memberikan kemudahan untuk mendapatkan rejeki yang
halal dan lebih bernilai.
Kita harus yakin akan janji Allah
Subhanahu Wata’ala,
”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari
arah yang tidak disangka-sangkanya. (QS. ath-Thalaq 2-3)
Kita juga harus yakin akan janji
Rasul-Nya,
”Sesungguhnya, tidaklah engkau
meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan pasti Allah akan
menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik bagimu.” (HR Ahmad, al-Albani
mengatakan, sanadnya shahih sesuai syarat Muslim)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan