TEMPAT-TEMPAT PERSINGGAHAN IYYAKA NABUDU WA IYYAKA NASTAIN
IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH
Itsar (mengutamakan kepentingan orang lain) termasuk salah satu tempat persinggahan iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. Allah telah befirman tentang hal ini,
"Dan, mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri
merekasendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).Dan,
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang
beruntung." (Al-Hasyr: 9).
Jadi itsar kebalikan dari kikir. Orang
yang mengutamakan orang lain berarti meninggalkan apa yang sebenarnya dia perlukan.
Sedangkan orang kikir adalah orang yang menginginkan apa yang tidak ada di
tangan-nya. Jikasudah mendapatkan apa yang diinginkannya, maka dia tidak mau mengeluarkannya
atau bakhil. Jadi bakhil merupakan hasil dari kikir. Kikirmenyuruh kepada bakhil,
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi waSallam,
"Jauhilah oleh kalian kikir, karena
kikir itu membinasakan orang-orang sebelum kalian. la menyuruh mereka kepada
kebakhilan hingga merekapun bakhil, dan menyuruh mereka kepada pemutusan
hubungan persaudaraan, hingga mereka pun memutuskan hubungan
persaudaraan."
Orang yang bakhil ialah yang memenuhi
ajakan kikir, sedangkan mu'tsir (orang yang mengutamakan kepentingan orang
lain) memenuhi ajakan kemurahan hati dan kedermawanan. Kebalikan itsar adalah
atsa-rah,artinya tidak peduli keperluan saudaranya karena dia juga
memerlukannya atau lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri. Inilah yang
disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada orang-orang An-shar, "Sepeninggalku kalian akan menemui
orang-orang yang suka mengutamakan kepentingan diri sendiri. Maka bersabarlah
kalian hingga kalian bersua akudi alam kubur."
Orang-orang Anshar adalah mereka yang
disifati Allah sebagai itsar, seperti firman-Nya di dalam ayat di atas. Mereka
disifati dengan tingkatan kedemawanan yang paling tinggi.
Sebab
dermawan itu ada tiga macam:
- Miliknya tidak merasa terkurangi dan
tidak keberatan untuk mengeluarkannya, atau disebut sakha'.
- Memberikan lebih banyak dari miliknya
dan menyisakan sedikit atau menyisakan jumlah yang sama dengan yang
dikeluarkan, yang disebutjud.
- Memberikan semua miliknya kepada orang
lain sekalipun dia memerlukannya,yang disebut itsar.
Qais bin Sa'd bin Ubadah adalah orang
yang paling dermawan diantara orang-orang yang dikenal dermawan. Suatu hari dia
jatuh sakit, sementara saudara-saudaranya tidak segera menjenguknya. Maka dia
menanyakan kemana mereka itu? Ada yang menjawab, bahwa mereka sedang mengurus
hutang yang dia salurkan kepada orang-orang. Maka dia
berkata, "Semoga Allah menghinakan harta
yang telah menghalangi parasa udara untuk menjenguk orang yang sakit."
Kemudian dia menyuruhs eseorang untuk menyerukan pernyataan, "Siapa yang
mempunyai hutangkepada Qais, maka hutangnya dianggap lunas." Pada sore
harinya daun pintu rumah Qais jebol, karena banyaknya orang yang hendak menjenguknya.
Suatu hari orang-orang bertanya kepada
Qais, "Apakah engkau tahu orang yang lebih dermawan daripada engkau?"
Qais menjawab, "Ya, ada. Suatu kali
kami berada di sebuah perkampungan dan kami singgah di rumah seorang wanita.
Ketika suaminya tiba, wanita itu berkata, "Ada beberapa orang tamu yang
singgah di rumah-mu."
Maka orang itu langsung menghela seekor
onta dan menyembelihnya. Dia berkata, "Kalian diam saja di tempat."
Besoknya dia menghela onta lain dan menyembelihnya.
Kami pun berkata, "Onta yang engkau sembelih semalam pun hanya sedikit
yangkami makan."
Orang itu berkata, "Aku tidak
memberi makan tamu-tamuku yanghanya bermalam saja."
Kami berada di rumahnya dua atau tiga
hari, dan selama itu hujan turun terus menerus. Ketika kami hendak melanjutkan
perjalanan, kamitinggalkan wang seratus dinar di rumahnya, dan kami katakan
kepada wanita itu, "Sampaikan pamit kami kepada suamimu." Lalu kami
langsungmeninggalkan rumahnya, karena orang itu sedang keluar rumah. Padatengah
hari kami mendengar teriakan dari arah belakang, "Berhentilah kalian hai
para pengembara yang terlaknat. Apakah kalian mem-bayar jamuanku? "
Setelah kami saling berhadapan, dia berkata, "Ambil lagi wang kalian ini,
atau lebih baik aku menghunjamkan tombakku ini kepada kalian."
Maka kami pun mengambil lagi uang kami,
dan setelah itu orang tersebut balik lagi.
Kedermawanan
itu ada sepuluh macam, yaitu:
1. Kedermawanan dengan pengorbanan jiwa.
Ini merupakan tingkatan yang paling tinggi, seperti yang dikatakan dalam syair,
"Kedermawanan dengan jiwa yang dihindari orang bakhil pengorbanan jiwa
adalah puncak tertinggi kedermawanan."
2. Kedermawanan dengan kekuasaan.
Kedermawanan orang yang memiliki kekuasaan membuatnya tidak mempedulikan
kekuasaannya dan dialebih mengutamakan keperluan orang lain yang perlu dibantu.
3. Kedermawanan dengan kesenangan,
ketenangan dan istirahatnya. Dia mengabaikan waktu istirahatnya untuk
berpayah-payah demi kemaslahatan orang lain, sampai-sampai dia tidak sempat
tidur.
4. Kedermawanan dengan ilmu. Ini juga
termasuk tingkatan yang paling tinggi, karena mendermakan ilmu lebih baik
daripada mendermakan harta, karena ilmu lebih mulia daripada harta.
5. Kedermawanan dengan memanfaatkan
kedudukan, seperti meminta tolong kepada seseorang untuk menemui seorang
pemimpin.
6. Kedermawanan dengan memanfaatkan badan
dengan berbagai jenis-nya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,"Pada
setiap persendian salah seorang seorang di antara kalian ada shadaqahnya.
Setiap hari yang padanya matahari terbit, lalu dia bertindak secara adil di
antara dua orang adalah shadaqah. Membantu orang berkaitan dengan hewan
tunggangannya, lalu dia menaikkannya ke atas punggungnya atau dia mengangkatkan
barang dagangannya ke atasnya adalah shadaqah. Kata-kata yang baik adalah
shadaqah. Setiap langkahkaki waktu seseorang berjalan menuju shalat adalah
shadaqah. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah shadaqah."
(MuttafaqAlaihi).
7. Kedermawanan dengan kehormatan diri,
seperti yang dilakukan Abu Dhamdham, seorang sahabat. Setiap pagi dia berkata,
"Ya Allah, aku tidak mempunyai harta yang bisa ku shadaqahkan kepada
manusia.Maka aku bershadaqah kepada mereka dengan kehormatan diriku. Siapa yang
mencaciku atau menuduhku, maka sudah terbebas dari pembayaran tebusan
kepadaku."
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
mendengarnya bersabda, "Siapakah di antara kalian yang bisa berbuat
seperti Abu Dhamdham?"
Kedermawanan seperti ini bisa
membersihkan dada, menenangkan hatidan membuat seseorang tidak ingin bermusuhan
dengan orang lain.
8. Kedermawanan dengan kesabaran dan
menahan diri. Ini merupakan tingkatan yang mulia dan lebih bermanfaat bagi
pelakunya daripada mendermakan harta. Tidak ada yang bisa melakukannya kecuali
orangyang memiliki jiwa besar. Siapa yang tidak bisa menjadi dermawan
dengan hartanya, maka dia bisa bederma
dengan kesabarannya. Allah menetapkan hukum qishash. Namun siapa yang
melepaskan hak tebusan, maka itu merupakan tebusan bagi dosanya. Dengan
kedermawanan ini seseorang bisa merasakan pahalanya di dunia dan di akhirat.
9. Kedermawanan dengan akhlak, perilaku
dan budi pekerti yang baik. Inidi atas tingkatan kedermawanan dengan sabar,
menguasai diri dan maaf.
Tingkatan ini dapat mengangkat pelakunya
ke derajat orang yang puasa pada siang harinya dan shalat tahajjud pada malam
harinya, serta dapat memberatkan timbangan. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,"janganlah sekali-kali engkau menghina sedikit pun dari hal
yangma'ruf, sekalipun engkau menemui saudaramu dengan wajah yang berseri."
10. Kedermawanan dengan membiarkan apa
yang ada di tangan manusia dan tidak menengok kepadanya serta tidak mengusiknya
dengan apa pun.
Menurut
pengarang Manazilus-Sa'irin, ada tiga derajat
itsar, yaitu:
1. Engkau lebih mengutamakan manusia daripada
dirimu sendiri, dalam perkara yang tidak mengusik agamamu, tidak memotong
jalanmu dan tidak merusak waktumu.
Dengan kata lain, engkau mendahulukan
kemaslahatan mereka daripada kemaslahatanmu, seperti membuat mereka kenyang
sekalipun engkauharus lapar, memberikan pakaian kepada mereka sekalipun
pakaianmu compang-camping, memberikan minuman kepada mereka sekalipun engkau
dahaga, selagi hal itu tidak berpengruh terhadap munculnyapenyimpangan yang
tidak diperkenankan agama, seperti engkau memberikan seluruh hartamu kepada
mereka, lalu engkau duduk duduk saja dan menjadi beban bagi orang lain atau
meminta-minta kepada orang lain. Mengutamakan kemaslahatan orang lain namun justru
merusak agama orang yang diutamakan, juga dicela di sisi Allahdan di tengah
manusia.
Mengutamakan kemaslahatan manusia ini
juga tidak boleh memutuskan perjalananmu kepada Allah, seperti mementingkan
pergaulan dengan teman lalu engkau melupakan dzikir kepada Allah atau
engkausibuk mengurusi kelompokmu dan lalai ibadah kepada Allah.
Perumpamaandirimu seperti seorang musafir yang bertemu seseorang ditengah
perjalanan, lalu orang itu menghentikannya dan mengajak-nya mengobrol ke sana
ke mari, hingga musafir itu ketinggalan dari rombongannya. Itsar ini dapat
dilakukan dengan tiga cara:
- Mengagungkan hak. Siapa yang melihat
besarnya hak yang harus dipenuhi, tentu dia akan melaksanakannya, memperhatikan
hak tersebut dan tidak akan menyia-nyiakannya. Dia juga akan tahu bahwa jika
dia tidak memenuhi hak itu sebagaimana mestinya, berartidia belum mencapai
derajat itsar.
- Membenci sifat kikir. Sebab jika dia
membenci kikir tentu bisa mengutamakan kemaslahatan orang lain.
- Mencintai akhlak yang mulia. Sejauh
mana dia mencintai akhlakyang mulia, maka sejauh itu pula dia mengutamakan
kemaslahatan orang lain.
2. Mengutamakan ridha Allah daripada
ridha selain-Nya, sekalipun berat cobaannya, berat kesulitannya, dan lemah
usaha dan badannya.
Artinya, seorang hamba harus berkehendak
dan melakukan sesuatu yang dimaksudkan untuk mendapatkan ridha-Nya sekalipun
membuat manusia marah. Ini merupakan derajat para nabi. Di atasnya lagi para rasul
dan di atasnya lagi Ulul-Azmi dan di atasnya lagi adalah Nabikita Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam, karena beliau menegakkan kehidupan untuk seluruh
alam, harus memurnikan dakwah
kepada Allah, menghadapi permusuhan
orang-orang yang dekat dan jauh karena agama Allah. Beliau lebih mengutamakan
ridha Allah daripada ridha manusia dalam segala segi, dan dalam hal ini beliau tidak
peduli terhadap celaan orang-orang yang suka mencela. Semua hasrat, kehendak
dan niat semata tertuju pada ridha Allah, menyampaikan risalah-Nya, meninggikan
kalimat-Nya dan memerangi musuh-musuh-Nya, sampai akhirnya agama Allah dapat
mengalahkan semuaagama, hujjah-Nya tegak di seluruh alam dan nikmat-Nya menjadi
sempurna atas orang-orang Mukmin.
Cobaan memang besar pada awal mulanya.
Tapi jika tetap sabar, teguh dan maju terus, tentu cobaan itu akan berubah
menjadi karunia dan rintangan berubah menjadi pertolongan. Yang demikian ini
seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Selagi seseorang lebih
mengutakan ridha Allah daripada ridha manusia, mampu menahan diri dalam menghadapi
cobaan dan sabar, niscaya Allah akan merubah cobaan dan rintangan itu menjadi
kenikmatan, kegembiraan dan pertolongan,tergantung dari kadar ridhanya, merubah
ketakutan menjadi rasa aman, keletihan menjadi ketenangan, ujian menjadi
nikmat, kebencian menjadi cinta.
Ini merupakan sunnatullah yang tidak bisa
dirubah-rubah, bahwa sia-payang lebih mengutamakan ridha manusia daripada ridha
Allah, maka
Allah akan murka kepadanya dan
menghinakannya serta menyerahkan cobaan ke tangannya sendiri, sehingga hanya
penyesalan yang akan dia dapatkan.
Sedangkan orang mengutamakan ridha Allah
dengan terpaksa dan hati yang mengganjal, maka dia tidak akan meraih tujuan yang
dikehendakinya dari manusia dan tidak mendapatkan ridha Allah.
Pasalnya, ridha manusia tidak terukur,
tidak diperintahkan dan tidak bisa diprioritikan. Berarti ini adalah sesuatu
yang mustahil. Kalau perlu engkau harus lebih banyak marah kepada mereka. Jika
merekamembencimu dan marah kepadamu, tapi engkau mendapatkan ridha Allah, maka
itu lebih baik bagimu daripada mereka suka kepadamu tapi Allah tidak ridha
kepadamu. Jika engkau dihadapkan pada dua pilihankemarahan, maka pilihlah
kemarahan mereka asalkan engkau mendapatkan ridha Allah, karena boleh jadi
mereka akan ridha kepada musetelah itu.
Asy-Syafi'y pernah berkata, "Ridha
manusia itu merupakan sasaran yang tidak bisa diukur. Maka ikutilah ridha yang
mendatangkan kemaslahatan bagi dirimu." Sementara itu, tak ada
kemaslahatan yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba kecuali dengan
mementingkan ridha Allah daripada ridha selain-Nya.
3. Menisbatkan itsar kepada Allah dan
bukan kepada dirimu. Sebab orang yang terjun dalam itsar mengaku memiliki
kekuasaan. Kemudian dia harus meninggalkan kesaksian itsar itu, kemudian tidak
merasa memiliki hak untuk meninggalkan atau mengerjakan. Artinya, Allahlah yang
membuatmu bisa mengutamakan ridha Allah. Jadi, seakan-akan engkau telah menyerahkan
masalah ini kepada-Nya. Jika selainmu yang engkau utamakan, berarti dialah yang
lebih ber-hak, dan bukan dirimu.
Apabila seorang hamba mengaku bisa
mengutamakan selainnya, berarti dia mengaku memiliki kekuasaan. Padahal
kekuasaan yang hakiki adalah milik Allah dan Allahlah yang berkuasa atas segala
sesuatu. Jika hamba keluar dari pengakuan ini, berarti dia benar dalam
itsar-nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan