TEMPAT-TEMPAT PERSINGGAHAN IYYAKA NABUDU WA IYYAKA NASTAIN
IMAM IBN QAYYIM AL JAUZIYAH
Tahdzib dan tashfiyah ini artinya melebur ubudiyah dalam tungku
ujian, untuk menghilangkan segala kotoran dan kerak yang ada di dalamnya.
Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Tahdzib merupakan
ujian bagi para pemula, yang merupakan salah satu aturan dalam riyadhah."
Artinya, tahdzib ini cukup sulit bagi pemula, yang bisa diibaratkan ujian
bagi-nya.
Tapi tahdzib ini merupakan jalan bagi orang-orang yang sudah
melatih dirinya, sehingga mereka sudah terbiasa dengannya.
Menurutnya, tahdzib ini ada tiga derajat:
1. Mendidik pengabdian, tidak memenuhinya dengan kebodohan,
tidak mencampurinya dengan kebiasaan dan tidak menghentikan hasrat. Artinya,
pengabdian harus dibersihkan dan dibebaskan dari tiga perkara ini: Memenuhinya
dengan kebodohan, mencampurinya dengan kebiasaan dan menghentikan hasrat.
Selagi kebodohan memenuhi ubudiyah, maka seorang hamba akan mendatangkan
sesuatu yangtidak layak untuk didatangkan kepada ubudiyah, meletakkannya tidak
pada tempatnya, mengerjakannya tidak seperti lazimnya, melakukan
perbuatan-perbuatan yang diyakininya baik, padahal itu justru merusak pengadian
dan ubudiyahnya. Jika pengabdian tidak disertai ilmu,maka ia akan menyimpang
dari adab dan hak-haknya, yang justru bisa menjauhkan pelakunya, sekalipun
sebenarnya dia bermaksud mendekatkan dirinya. Kalaupun dia tetap mendapatkan
pahala dan balasannya, tapi minimal akan menjauhkan dirinya dari kedudukan
taqarrub. Ubudiyah juga bisa dicampuri kebiasaan yang senantiasa dilakukan,yang
kemudian kebiasaan ini dianggap sebagai taqarrub atau ketaatan, seperti
seseorang yang terbiasa berpuasa dan dia terus-menerusberpuasa. Kemudian dia
mengira bahwa kebiasaannya ini dianggap sebagai ubudiyah. Tandanya yang paling
nyata, jika dia ditawari untuk melakukan ketaatan yang lebih ringan dan lebih
mudah serta lebih nyata kemaslahatannya, maka dia menolaknya dan meremehkan-nya, karena
dia sudah terbiasa berpuasa terus-menerus.
Padahal ini hanya sekedar kebiasaan semata.Tanda menghentikan
hasrat dalam pengabdian ialah melemahnya hasrat itu. Seorang hamba yang murni
dan tulus tidak akan berhentimengabdi. Bahkan hasratnya lebih tinggi dari
sekedar pengabdian,yaitu mendapatkan keridhaan tuannya. Jika hasrat hamba
berhenti,maka akan merendahkan kedudukannya.
2. Mendidik keadaan, yaitu tidak mencondongkan keadaan kepada
ilmu, tidak tunduk kepada rupa dan tidak menengok ke bagian.
Mencondongkan keadaan kepada ilmu ada dua macam: Terpuji dan
tercela. Yang terpuji ialah memperhatikan apa yang diperintahkan ilmudan
mengangkat ilmu sebagai hakim atas keadaan. Jika tidak adakecenderungan seperti
ini, maka itu merupakan kecondongan yangtercela dan menjauhkan pelakunya dari
Allah. Setiap keadaan yangtidak disertai ilmu, bisa dikhawatirkan merupakan
tipuan syetan danjustru menjauhkannya dari Allah, karena dia tidak
menghakimikeadaan dengan ilmu, hingga akhirnya dia menyimpang dari hakikatiman
dan syariat Islam. Mereka inilah seperti yang dikatakan Al-Junaidbin Muhammad,
yaitu ketika ada seseorang yang mengatakan kepadanya, bahwa di antara ahli
ma'rifat ada yang tidak mau beramalkarena menganggapnya sebagai pengabdian dan
taqarrub kepada Allah.
Maka Al-Junaid berkata, "Ini adalah anggapan orang-orang
yangmembebaskan amal anggota tubuh. Bagi saya ini merupakan masalahyang sangat
besar. Orang yang mencuri dan berzina, jauh lebih baikkeadaannya daripada
orang-orang ini. Sebab orang yang memilikima'rifat tentang Allah seharusnya
mengambil amalan dari Allah danmengembalikan amal kepada-Nya. Andaikan saya
hidup seribu tahun,maka saya tidak akan mengurangi pengabdian sedikit pun,
kecuali jika memang saya tidak sanggup lagi mengerjakannya." Dia juga
pernah berkata, "Semua jalan terhalang dari manusia, kecuali orang
yangmengikuti jejak Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam." Ada
punkekeliruan yang mereka lakukan, karena hukum-hukum ilmu dikaitkan dengan
ilmu, dan hukum-hukum keadaan dikaitkan dengan pengungkapan batin. Orang yang
mengandalkan keadaan tidak bera-dadalam lingkup ilmu dalam menghadapi berbagai
hal.
Jika digunakantimbangan ilmu, muncul pertentangan antara ilmu
dan keadaan. Sementara tidak ada hukum untuk menggugurkan salah satu di antara
keduanya. Maka barangsiapa telah mencapai tingkatan pengungkapan batin, namun
kemudian dia cenderung kepada hukum-hukum ilmu, berarti dia dipaksa untuk
mundur ke belakang. Perhatikanlah ungkapan dan syubhat yang mengandung racun
yang ganas ini, yang dapat mengeluarkan pelakunya dari ma'rifat dan agama tanpa
terasa, seperti sehelai rambut yang ditarik dari tepung. Ketahuilah bahwa
ma'rifat yang benar adalah ruh ilmu, dan keadaan yang benarmerupakan ruh amal
yang lurus. Setiap keadaan yang bukan merupakanhasil amal yang lurus, sesuai
dengan ilmu, maka keduduk-annya sepertiruh yang jahat. Memang tidak dipungkiri
bahwa keadaan ruh ini bisabermacam-macam. Tapi yang harus dipertimbangkan
adalah derajat dari keadaan itu. Selagi suatu keadaan bertentangan dengan salah
satuhukum ilmu, maka keadaan itu rusak atau kurang dan sama sekali tidak lurus.
Ilmu yang benar dan amal yang lurus merupakan timbangan ma'rifat yang benar dan
keadaan yang benar. Keduanya seperti dua badan yang menjadi tempat ruh
masing-masing. Tidak tunduk kepada rupa artinya tidak ada sedikit pun keduniaan
yang menguasai hati dan hati itu tidak tunduk kepadanya. Orang yang mempunyai
suatu keadaan hanya memohon kepada DzatYang Maha-hidup dan tidak selayaknya
mengandalkan rupa-rupa yang gemerlap dari keduniaan.
Tidak menengok ke bagian artinya jika keadaan sudah menjadi
sempurna, maka pelakunya tidak boleh larut dalam kegembiraan karenakeadaannya
itu dan kenikmatannya, karena yang demikian ini merupakanbagian nafsu.
3. Mendidik tujuan, yaitu dengan membersihkannya dari kehinaan
keterpaksaan,menjaganya dari penyakit loyo dan membantunya agar tidak terjebak
dalam kontradiksi ilmu. Membersihkan tujuan dari kehinaan keterpaksaan artinya
jangan lahdirinya digiring kepada Allah secara paksa, tak ubahnya buruh yang
harus tunduk kepada juragan. Tapi seluruh relung hatinya dibawa kepada Allah
dengan patuh, cinta dan suka, layaknya aliran air kepermukaan yang rendah.
Inilah keadaan orang-orang yang mencinta secara tulus, bahwa ubudiyah mereka
itu dilandasi cinta, ketaatan dan keridhaan, yang sekaligus merupakan
kegembiraan, kesenangan hati dan kedamaian jiwa, sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu Alaihi waSallam,
"Dan, kegembiraanku dijadikan dalam shalat."
Begitu pula sabda beliau kepada Bilal, "Hai Bilal, buatlah
kami beristirahatdengan shalat."
Tentang kehinaan paksaan di sini terkandung sentuhan makna
yangamat lembut, bahwa orang yang taat karena terpaksa, melihat bahwa kalau
tidak karena kehinaan paksaan dan hukuman tuannya, tentu dia tidak mau taat
kepadanya. Dia membawa ketaatannya seperti orang yang hina di hadapan orang
yang memaksanya. Berbeda dengan orang yang mencintai, yang menganggap ketaatan
kepada kekasihnya se-bagai kekuatan dan kenikmatan serta tidak merasa hina sama
sekali. Menjagatujuan dari penyakit loyo artinya menjaga agar tujuan itu
tidakmelemah dan api pencariannya tidak padam. Hasrat merupakan ruhtujuan dan
semangatnya seperti kesehatan. Sementara keloyoan-nya merupakan penyakit. Maka
mendidik tujuan ialah menjaganya dari sebab-sebab penyakit.
Sedangkan membantu tujuan agar tidak terjebak dalam kontradiksi
ilmu artinya membantu tujuan itu dengan penguasaan ilmu secaramen detail dan
menghadapkan seluruh hati kepada Allah. Dengan kata lain, ilmu ini menuntut
hamba untuk beramal, yang dilandasi ketaatan, suka rela, mengharapkan pahala
dan takut akan siksa.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan