Ilmu agama yang mengangkat derajat
hidup Abidah al-Madaniyyah.
Ia awalnya hanya seorang hamba
sahaya budak dari saudagar bernama Muhammad bin Yazid. Namun kegigihannya
mempelajari ilmu sangat kuat. Pada akhir hayatnya, ia terus dikenang sebagai
ulama wanita dan ahli Hadis terkemuka.
Al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh
Baghdad dan Ibn Hibban dalam ats-Tsiqaat memasukkan
Abidah sebagai satu dari tiga nama
perawi Hadis wanita pada kurun abad 3 Hijriyah.
Ia dikenal memiliki hafalan yang
kuat dan kecerdasan di atas rata-rata.
Abidah kecil adalah budak di rumah
Muhammad bin Yazid di Madinah. Namun statusnya sebagai hamba sahaya tak
menghalanginya untuk menuntut ilmu. Ia aktif belajar dari ulama Hadis
Madinah. Setiap hari selepas menyelesaikan pekerjaan rumah, ia berangkat menuju
majelis ilmu. Aktivitas itu terus ia lakukan hingga ia bisa menghafal hampir
10.000 Hadis yang memiliki sanad dari guru-gurunya di Madinah. Subhanallah.
Suatu ketika, Muhammad bin Yazid
bertemu dengan ulama Hadis dari Andalusia bernama Habib Dahhun, saat menunaikan
ibadah haji. Muhammad bin Yazid menceritakan tentang sosok Abidah yang sangat
cerdas dan menguasai banyak jalur periwayatan Hadis. Habib Dahhun tertarik dengan
sosok Abidah. Ia pun meminta agar Abidah mengikuti majelis ilmu yang digelar
Habib Dahhun selama menunaikan ibadah haji.
Mengetahui bakat dan kecerdasan
budaknya, Muhammad bin Yazid merasa sosok Habib Dahhun tepat menjadi guru
Abidah. Ia pun memerdekakan Abidah. Setelah merdeka, Habib Dahhun lantas
menikahi Abidah. Sepasang suami istri ahli Hadis ini pun kembali ke
Andalusia, Spanyol, serta menjalani kehidupan di sana. Abidah meninggalkan
tempat kelahirannya untuk mengembangkan ilmu bersama suaminya.
Berkat bimbingan sang suami,
keilmuan Abidah di bidang Hadis kian diakui. Dr. Mohammad Akram Nadwi dalam
bukunya Al-Muhaddithat:
The Women Scholars in Islam mengungkapkan ada hampir 8.000
Muslimah yang menjadi perawi Hadis. Ia
menempatkan sosok Abidah sebagai wanita dari kalangan atba’ tabiin keempat
yang paling banyak meriwayatkan Hadis setelah Rubiyya Muawidh, Ummu Darda’ dan
‘Amrah binti Abdurrahman.
Periwayatan Hadis dari Abidah
diterima karena ia adalah sosok perawi yang tepercaya. Abidah tumbuh menjadi
ulama yang saleh, alim, jujur, dan jauh dari dusta. Pada masanya, banyak sosok
perempuan yang mengukir prestasi sebagai ulama Hadis. Mereka berasal dari latar
belakang yang sangat beragam, termasuk Abidah yang awalnya adalah seorang
budak.
Sosok seperti Abidah dan perawi
Hadis wanita dari eranya, semisal Abdah bin Bishr, Ummu Umar ath-Thaqafiyyah,
Khadijah Ummu Muhammad, Abdah binti Abdurrahman dan lainnya, membuktikan ilmu
Islam bisa dipelajari siapa saja. Termasuk dari kalangan wanita. Tidak sedikit
laki-laki yang berguru untuk mengambil Hadis dari para perawi Hadis Muslimah
ini. Bahkan Imam asy-Syafi’i pun berguru Hadis kepada Sayyidah Nafisah binti
al-Hasan.
Abidah kerap menjadi teladan bagi
umat Islam agar memberikan porsi besar kepada wanita dalam hal pendidikan. Ilmu
Hadis yang mensyaratkan sosok perawi secara ketat membuktikan, Abidah dan
perawi Hadis Muslimah lainnya bisa menyamai laki-laki dalam hal ilmu.
Setelah hidup di Andalusia, tidak
banyak catatan yang mengisahkan kehidupan Abidah ini hingga akhir. Dalam
kitab-kitab biografi, tidak diketahui secara pasti, kapan Abidah wafat dan di
mana tempat dia dimakamkan.
Dari uraian di atas, terbuka satu
cakrawala baru bahwa dalam konteks khazanah keilmuan Islam, perempuan juga
memainkan peran penting transmisi informasi ilmu pengetahuan agama, khususnya
Hadis, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perempuan juga tidak hanya
menjadi murid. Mereka juga menjadi guru dari para ulama laki-laki terkemuka.
Terakhir, sebagai ulama para wanita ini juga dikenal sangat menjaga akhlak,
syariah dan perilaku Islam yang ideal.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan