Adalah sosok yg begitu
teguh memegang prinsip istiqomah sehingga wajar apabila kemudian Allah SWT
memberinya beberapa karamah (kekeramatan) langka yang jarang di miliki orang lain.
Dialah Sayyidah
(sebutan untuk keturunan Nabi) Nafisah puteri dari Sayyid Hasan Al Anwar bin
Sayyid Zaid Al Ablaj bin Sayyidina Hasan (Cucu Nabi) bin Ali bin Abu Thalib
KRW.
Sosok perempuan tegar
dalam menghambakan diri kepada Sang Khaliq ini layak di jadikan panutan oleh
umat Islam pada umumnya dan Kaum Hawa pada khususnya.
Wanita mulia yang
lahir di Mekkah tahun 145H& tumbuh besar di Madinah ini begitu getol &
Istiqomah dalam kegiatan beribadah yang total dan berperilaku Zuhud(menghindari
gemerlap duniawi)
Tak jarang beliau
meneteskan deraian air matanya saat bermunajat kepada Allah SWT dan memegang
erat-erat satir Ka’bah seraya mengucapkan untaian doa,”Ya Tuhanku, Ya Tuanku
dan Penguasaku, berikan aku anugerahMu. Dan gembirakan aku dengan ridhaMu kepadaku,
tiada jalan yang aku tempuh yang akan jadi penghalang antara Engkau dan aku.”
Zainab puteri dari
Yahya Al Mutawwaj (Saudara Sayyidah Nafisah) pernah mengatakan , ”Aku pernah
berkhidmat kepada bibiku Nafisah selama 40 tahun. Dan selama itu pula tak
pernah sekalipun aku melihatnya tidur malam atau tidak berpuasa sewaktu siang.
Sehingga aku bilang kepadanya,’ Bibi, apa engkau tidak kasihan pada dirimu?’
Dia pun menjawab,
‘Bagaimana aku akan
meninggalkan kebiasaanku ini. Sementara kakiku akan menjadi jejak-jejak yg
tiada di tempuh melainkan orang-orang yang beruntung.’
Menurut riwayat Al-Qusha’i bahwa suatu ketika
Zainab pernah di tanya mengenai cara makannya Sayyidah Nafisah.
Dia menjawab, ”Sayyidah
Nafisah itu makanya satu kali setiap tiga hari. Sayyidah Nafisah memiliki
keranjang yang beliau letakkan di depan Mushallanya. Dan setiap ia menginginkan
seseatu maka pasti tahu-tahu telah tersedia dalam keranjang tersebut.
Dan aku juga
menyaksikan hal itu sungguh tak pernah terbayangkan oleh benakku. Dan aku tak
pernah tahu siap yang memberinya. Aku merasa heran sekali atas kejadian itu.”
Sayyidah Nafisah
berkata, ”Hai Zainab, barangsiapa istiqamah bersama Allah niscaya dunia ini
berada dalam genggamannya dan tunduk kepadanya.”
Wanita yang masih
keturunan Nabi ini tidak hanya hafal Al Qur’an saja, tapi juga hafal tafsirnya.
Dia begitu istiqomahnya dalam mengaji Al Qur’an seraya berdo’a, ”Ya Tuhanku, Ya
Tuanku, berikan aku kemudahan untuk berkunjung ke (maqam) kekasih-Mu Ibrahim
As.”
Maka tak selang lama
beliau bersama suami tercintanya, Ishaq Al Mu’taman bin Ja’far As-Shadiq
mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji. Dan setelah beribadah
haji keduanya menuju Mesir (Kairo) untuk tinggal di sana. Untuk sementara
beliau tinggal di Al-Manshushah tepatnya di rumah seorang bernama Umi Hani’
(Salah satu familinya)
Di sekitar kediaman
beliau tinggallah keluarga Yahudi bersama puterinya yang lumpuh. Suatu ketika
ibunya berkata, ”Saya akan pergi ke Al Hamam dan saya tidak tahu harus berbuat
apa dengan mu, apakah kami harus meendukungmu?”
Anaknya menjawab, ”Saya
tak bisa membiarkan ibu merepotkan diri seperti itu.” Ibunya berkata,”Atau
mungkin kamu tinggal saja di rumah hingga kami kembali?” Anaknya menjawab, ”Jangan,
Bu. Titipkan saja aku di rumah Sayyidah Nafisah.”
Dan ibu anak lumpuh
tersebut setuju. Kemudian diapun mendatangi kedìaman Sayyidah Nafisah seraya
menitipkan putrinya tersebut dan kemudian diapun berlalu pergi.
Ketika waktu shalat
Dhuhur tiba, Sayyidah Nafisah mengambil air untuk berwudlu’ dan tiba-tiba dari
air wudhu tersebut ada sesuatu yang keluar dan mendekati si budak lumpuh itu.
Maka beliau
mengurutkan sesuatu itu pada beberapa bagian tubuh si bocah dan secara ajaib
dengan seizin Allah SWT si bocah sembuh dari kelumpuhannya.
Ketika keluarganya
pulang si bocahpun menyambut mereka dengan berjalan kaki dan tentu saja
keluarga Yahudi tersebut terheran-heran melihat peristiwa ajaib itu.
Bagaimana anaknya yang
selama lumpuh itu tiba-tiba bisa berjalan normal. Dan setelah anaknya
menceritakan kejadian yang di alaminya maka mereka pun masuk islam.
Menurut Al Hasan bin
Zulaq, selepas peristiwa menggemparkan itu banyak orang yang berdatangan ke
kediaman Sayyidah Nafisah.
Beritapun kian
tersebar dan orang-orangpun kian berdatangan. Namun hal itu malah membuat
Sayyidah Nafisah merasa kurang enak, sehingga diapun meminta untuk pindah dari
Kairo menuju Hijaz (Mekkah & sekitarnya), tempat di mana sanak saudaranya
tinggal di sana.
Namun atas bujukan Al
Sariy bin Hakam, penguasa Mesir saat itu agar Sang Sayyidah berkenan tinggal di
Mesir, maka beliaupun berkenan tinggal di sana sampai wafat, di Kairo.
Menurut Ibnu Al
Mulaqqin bahwa ketika Imam Syafi’i tiba di Mesir, beliau sering berkunjung ke
kediaman Sayyidah Nafisah. Dan bahkan As-Syafi’i pernah shalat Tarawih di
masjidnya Sayyidah Nafisah dan mengunjungi beliau dalam rangka meminta doa
kepada Sayyidah yang di kenal dengan Istiqomah dan karomahnya tersebut.
Wallahu A’laam
Tiada ulasan:
Catat Ulasan