Al-Faqih ila-Llah Abdul Karim bin Hawazin
al-Qusyairi
(IMAM AL QUSYAIRI)
18. QURB DAN BU’D
Awal tahap dalam
taqarrub atau al-qurb (kedekatan) adalah kedekatan hamba dalam taatnya dan
disiplin waktu melalui ibadat-ibadatnya. Sedangkan tahap al-bu’d (penjauhan)
adalah pengotoran diri dengan menentang dan menghampakan diri terhadap taat
kepada Allah swt. Awal dari bu’d adalah jauh dari taufiq, kemudian jauh dari
pembenaran (tahqiq). Bahkan jauh dari taufiq adalah jauh dari tahqiq itu
sendiri.
Dalam Hadits Qudsi
dijelaskan, Nabi.s aw. Mengabarkan dari Allah swt.
“Para hamba senantiasa
bertaqarrub kepada-Ku, sebagaimana aturan yang Aku wajibkan kepada mereka. Dan
seorang hamba senantiasa bertaqarrub kepada-Ku melalui ibadat-ibadat sunnah,
sampai si hamba menyintai-Ku dan Aku mencintainya. Apabila Aku telah
mencintainya, Diri-ku sebagai pendengaran dan penglihatan baginya. Maka
dengan-Ku ia melihat, dan dengan-Ku ia mendengar.” (H.r. Bukhari dan Tirmidzi).
Kedekatan hamba pada
Tuhannya, mula-mula dengan iman dan pembenarannya. Kemudain kedekatannya
melalui ihsan dan hakikatnya. Sedang kedekatan Al-Haq saat di dunia ini
didapati melalui kema’rifatan. Kelak di akhirat, hamaba dimuiakan untuk
menyaksikan-Nya secara nyata. Di antara masing-masing kedekatan itu, melalui
kelembutan dan anugerah.
Kedekatan hamba kepada
Allah swt. tidak akan terwujud kecuali kajuhan hamba dari makhluk. Predikat ini
ada dalam hati, bukan hukum-hukum fisikal lahriah dan alam.
Kedekatan Allah swt.
termanifestasi melalui sifat Ilmu dan Qudrat yag bersifat universal dan umum.
Sedangkan melalui Maha Lembut dan Maha Penolong-Nya, sifatnya hanya khusus bagi
orang-orang beriman. Kemudian dengan pemberian anugerah “Kesukacitaan ruhani”,
kedekatan-Nya tertentu bagi para Wali-Nya. Allah swt. berfirman : “Dan
kami lebih dekat kepadanya dibanding urat lehernya.” (Qs. Qaaf : 16) dan
firman-Nya pula : “Dan kami lebih dekat kepadanya dibanding diri kamu
(sendiri).” (Qs. Al-Waqi’ah : 85). Pada ayat lain : “Dan Dia bersama kamu,
di mana pun kamu berada.” (Qs. Al-Hadid : 4) “Tiada pembicaraan rahasia antara
tiga orang, kecuali Dia-lah yang keempatnya.” (Qs. Al-Mujaadilah : 7). Siapapun
yang secara hakiki dekat dengan Allah swt. minimal ia harus muraqabah
kepada-Nya. Karena dengan Muraqabah, sang hamba akan senantiasa mawas iri
dengan takwa, kemudian mawas diri pada hukum Allah swt. dan kesetiaan, disusul
kemawasan tehadap rasa malu. Mereka mendengarkan nada-nada syair :
Seakan si Raqib menjaga
getaran hatiku
Yang lain menjaga
pandangan dan ucapanku
Tak ada selayang pandang
di kedua mataku
Yang memburamkan Diri-Mu
Melainkan engkau katakan
Benar-benar engkau
memandang-Ku
Tiada yang cemerlang
kata yang meluncur
Dari mulutku selain
Diri-Mu
Melainkan Engkau
katakan, benar, engkau mendengar
Dengan pendengaran-Ku
Tiada getar hati dalam
rahasia
Getran selain Diri-Mu
Melainkan engkau telah
naik dengan pertolongan-Ku
Sahabatku telah
membosankan ucapannya
Aku membisu dari mereka,
pandangan dan lisanku
Bukanlah pelarianku dari
dunia
Yang melupakan diriku
dari mereka
Hanya saja aku telah
tenggelam dalam penyaksianku
Di mana pun jua
Salah seorang syeikh
menguji para santrinya. Masing-masing santrinya diberi seekor burung. Kata
syeikh itu : “Sembelihlah burung ini, namun jangan diketeahui oleh siapa pun
!.” Mereka pun pergi ke suatu tempat, dimana tak seorang pun melihatnya, lalu
disembelihlah burung itu di tempat yang sepi. Namun ada salah seorang yang
datang menghadap kepada syeikh tersebut, dengan membawa burungnya semula, tanpa
disembelih. Syeikh itu menanyakan kepada si murid, mengapa hingga ia tidak
menyembelih burung tersebut. Ia menjawab, “Engkau memerintahkan diriku untuk
menyembelih burung itu, dengan syarat tidak diketahui siapa pun. Tetapi tidak
satu pun tempat, kecuali Allah swt. melihatnya.” Syeikh itu berkata, “Dengan
ini, kehormatan kuberikan kepada muridku ini. Sebab pada umumnya di antara
kalian hanya bertumpu pada makhluk. Sedangkan ia tidak melalaikan Allah swt.
Dan memandang kedekatan berarti hijab bagi kedekatan itu sendiri.”
Siapa yang memandang dirinya
sebagai tempat berpijak atau bernafas, maka dirinya terkena makar. Karena itu
para Sufi berkata “Semoga Allah swt. menjagamu dari kedekatan-Nya.” Yakni,
mengisyaratkan atas musyahadah Anda karena dekat-Nya.” Yakni, mengisyaratkan
atas musyahadah Anda karena dekat-Nya, apabila Anda menemui-Nya. Hal ini
mengingat bahwa anugerah kebahagiaan spiritual yang disebabkan kedekatan-Nya
merupakan perlambang keagungan. Karena Allah swt, itu sendiri berada di
belakang setiap puncak kebahagiaan. Sedangkan wilayah-wilayah hakikat
mengharuskan munculnya kedahsyatan dan keleburan ruhani.
Mereka bersyair :
Cobaanku padamu, bahwa
diriku
Tak peduli dengan
cobaanku
Dekatmu bagai jauhmu
Kapankah tiba, waktu
istirahatku?
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq
r.a. sering menyenandungkan bait-bait ini :
Kinasihmu adalah
perpisahan
Cintamu adalah kebencian
Dekatmu adalah jauh
Damaimu adalah perang
SIfat keagungan Shamadiyah-Nya jauh dari temu dan pisah. Dekat sebagaimana kedekatan materi, dalah mustahil. Sedangkan dekat di sini adalah keharusan sifat-Nya yaitu dekat melalui Ilmu dan Pandangan. Dekat adalah kewenangan dalam Sifat-Nya, yang dikhususkan kepada hamba yang dikehendaki-Nya, yakni dekat dalam perspektif keutamaan melalui sifat kelembutan
Tiada ulasan:
Catat Ulasan