Al-Faqih ila-Llah Abdul Karim bin Hawazin
al-Qusyairi
(IMAM AL QUSYAIRI)
10. SHAHW DAN SUKR
Shahw adalah
kesadaran hamba kepada rasa setelah mengalami kegaiban (ghaibah). Dan Sukr
adalah mabuk ruhani akibat sesuatu yang datang dengan sangat kuat. Sukr berati
tambahan bagi ghaibah di satu sisi. Karena itu orang sukr, kadang-kaang
terhamparkan dirinya, manakala berlum terpenuhi dalam sukr-nya. Kadang-kadang
apda tahap sukr, segala kekhawatiran berguguran dari kalbunya. Itulah perilaku
orang yang menampakkan sukr, karena tidak mampu memenuhi datangnya bisiskan
yang luhur. Kdang, dalam kesadaran ada kesegran, lalu mabuk pesonanya bertambah
atas ghaibah-nya. Terkadang seorang yang sukr lebih ghaibah
ketimbang orang yang sedang berada dalam ghaibah itu sendiri mana kala sukr-nya
lebih kuat. Dan tidak jarang orang yang ghaibah itu lebih sempurna dalam
ghaibah-nya dibanding orang yang sukr, manakala sukr-nya tidak mencapai apa
yang diinginkan.
Sedangkan ghaibah,
terkadang datang kepada para hamba karena adanya sesuatu yang mengalahkan
kalbunya, disebab disiplin cinta sukacita, khauf dan raja’. Sementara sukr
tidak akan terwujud, kecuali kepada orang yang memiliki keseuaian- kesusaian
ruhani. Apabila Allah swt. membuka hamba melalui sifat Keindahan (al-Jamal),
maka hamba akan mabuk kepayang (sukr), dan ruhnya menjdai gembira, sementara
kalbunya terpesona. Dalam sukr yang muncul akibat mukasyafah Jamal, mereka
mendengarkan syair :
Kesadaranmu dari
kata-Ku,
Adalah sambung semuanaya
Dan mabuk kepayangmu
dari bagian-Ku
Memperkenankan bagimu,
meneguk minuman
Tak bosan-bosan
peminumnya
Tak bosan-bosan peenguk
minumnya
Menyerah pada bagian,
Yang gelas pialanya
memabukkan jiwa.
Merek masih bersyair :
Orang-orang menjadi
mabuk memutari gelas piala
Sedang mabukku datang
dari Yang Memutarnya
Ada dua kemabukan bagiku
Dan bagi dua penyessal
hanya satu
Yang dikhususkan bagiku
di antara mereka
Hanya untukku
Dua mabuk kepayang
Mabuk cinta
Mabuk abadi
Ketika siuman
Tiba-tiba telah bugas si
pemabuk
Anda perlu mengetahui
bahwa, derajat kesadaran (Shahw) tergantung pada frekuensi mabuk kepayang
ruhani (sukr). Siapa yang sukr-nya bersama Al-Haq, maka Shahw-nya juga bersama
Al-Haq, barangsiapa sukr-nya masih diliputi oleh dunia, maka Shahw nya juga
disertai dunia yag benar. Barangsiapa menepati kebenaran dalam sikap perilaku,
maka ia terjaga dalam sukr-nya. Sukr dan Shahw mengisyaratkan pada ujung dari
pemisahan. Manakala tampak dari kekuasaan hakikat, mka sifat hamba diketahui
dalam kesirnaan dan keterpaksaan. Mereka bersyair :
Apabila pagi telah
terbit dengan bintang yang gembira di dalamnya telah seimbang kemabukan dan
kesukacitaan
Allah swt. berfirman :
“Tatkala Tuhannya
menampak pada gunung itu, kejadian itu membuat gunung itu hancur luluh dan Musa
pun jatuh pingsan.” (Qs. Al-A’raaf :143).
Itulah pengalaman dalam
Risalah Musa as, dan apalagi gunung dan kekuatannya menjadi lebur
berkeping-keping.
Sang hamba dalam kondisi
sukr-nya menyaksikan kondisi ruhani itu sendiri, dan dalam dalam Shahw-nya ia
menyaksikan ilmu. Hanya saja dalam tingkah sukr-nya terjaga, tidak melalui
beban yang diupayakan. Sedangkan dalam Shahw-nya terjaga melalui upayanya.
Shahw dan Sukr terjadi setelah Dzauq dan Syurb.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan