Mu’adzah binti Abdullah Al ‘Adawiyyah Al Bashiriyyah Radhiyallahu'anha adalah
perempuan ahli ibadah pada masanya.
Tak jarang ia dipanggil Ummu Sahba. Mu’adzah dikenal sebagai
sosok wanita yang terpercaya, cerdas, berilmu dan senantiasa beribadah kepada
Allah.
Mu’adzah merupakan istri dari seorang tabi’in yakni Shilah bin
Asyyam. Setelah sang suami wafat di medan perang, Mu’adzah hidup sendiri. Ia
kemudian wafat pada usia 83 tahun.
Sebagai wanita yang dikenal sebagai sosok yang cerdas, Mu’adzah
beberapa kali meriwayatkan hadits. Ahli ilmu (Al Sayyidatul alimah) ini
sempet berguru dengan Aisyah Radhiyallahu’anha dan beberapa
sahabat di antaranya Sayyidina Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu’anhu dan
Ummu Amr binti ‘Abdillah bin Zubair.
Mu’adzah memiliki beberapa murid laki-laki, di antaranya Abu
Qilabah Al Jarmiyy, Yazid Al Risyk, ‘Ashim Al Ahwal, Umar bin Dzar, Ishaq bin
Suwaid, dan Ayyub Al Sikhtiyaniyy yang kemudian semuanya menjadi tabi’in. Tak
sedikit pula murid Mu’adzah datang dari kalangan perempuan.
Selain cerdas, Mu’adzah juga merupakah sosok yang zuhud.
Baginya, kenikmatan dunia hanyalah kenikmatan semu, sementara kenikmatan
akhiratlah yang abadi. Suatu ketika ia berkata, “Aku telah menjalani kehidupan
di dunia ini selama 70 tahun. Selama itu pula aku tak pernah melihat sesuatu
yang dapat menggembirakan hati dan mataku.”
Mu’adzah tak akan membiarkan waktunya terbuang selain untuk
beribadah kepada Allah. Bahkan pada saat malam sekalipun, Mu’adzah enggan tidur
nyenyak dan memilih untuk menghidupinya dengan shalat dan dzikir. Apa yang
dilakukan Mu’adzah tak lain agar ia meninggal dalam keadaan mengingat Allah.
Dalam sehari semalam, Mu’adzah mampu mendirikan shalat sebanyak
600 rakaat. Pada 40 tahun terakhir dalam hidupnya, Mu’adzah tak pernah
mendongakkan pandangannya ke langit seakan takzim. Menurutnya, memandang ke
langit merupakan bentuk ketidaksopanan dan sombong terhadap Allah.
Semenjak kepergian sang suami, ia tak lagi tidur beralasan kasur
empuk dan memilih tidur di tanah dengan harapan dapat bertemu dengan suaminya
di mimpi. Sementara bila malam datang, ia sengaja memakai pakaian tipis agar
dinginnya malam membuat ia terus terjaga.
Bila kantuk menyerangnya di malam hari, ia akan berkata pada
dirinya sendiri, “Hai nafsu, tidur panjang (kematian) mengintai di depanmu.”
Kemudian ia akan berjalan-jalan di dalam rumah untuk menghilangkan mengantuk.
Pada riwayat lain diceritakan pada siang hari, Mu’adzah berkata,
“Ini adalah hari di saat aku akan mati.” Maka ia akan melakukan ibadah dan
terjaga hingga sore hari. Kemudian pada malam hari, ia berkata, “Ini adalah
malam di saat aku akan mati.” Maka ia akan melakukan ibadah dan terjaga hingga
subuh datang.
Suatu hari, az-Zhahabi datang dan berkata pada Mu’adzah, “Aku
telah mendengar kabar engkau senantiasa melakukan ibadah malam.”
Muadzah menjawab, “Aku sungguh heran dengan mata yang senantiasa
tertidur. Bagaimana tidak, padahal ia tahu seberapa lama kita akan tertidur dan
tak bisa melakukan ibadah lagi saat di kubur nanti.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan