Al-Faqih ila-Llah Abdul Karim bin Hawazin
al-Qusyairi
(IMAM AL QUSYAIRI)
11. DZAUQ DAN SYURB
Di antara bagian yang
berlaku dalam tradisi Sufi adalah Dzauq dan Syurb. Mereka mengonotasikan
istilah tersebut dari peristiwa yang mereka temukan dari buah tajali dan buha
mukasyaah serta kejutan-kejutan yang muncul. Tahap pertama adalah Dzauq,
kemudian Syurb, lalu Irtiwa’.
Kejernihan muamalat
mereka mendatangkan rasa (dzauq) makanwi, dan ketepatan tahap-tahap mereka
mengharuskan adanya minum (syurb). Sementara keabadian hubungan mereka (wushul)
mengharusskan adanya kesegaran (irtiwa’).
Orang yang memliki dzauq
menampakkan sukr-nya. Dan orang yang sedang syurb melahirkan kemabukkan. Orang
yang irtiwa’ selalu menjerit. Dan siapa yang kuat cintanya, maka abadi pula
minum-nya. Apabila sifat-sifat seperti itu abadi, syurb tidak melahirkan mabuk
(sakran). Dan ia selalu menjerit bersama Al-Haq sebagai orang yang fana’ dari
segala jagad makhluk, sama sekali tidak berbpengaruh baginya apa yang datang,
dan tidak berubah, apa yang menyertainya. Barangsiapa jernih sirr-nya, maka
minum-nya tidak akan pernah keruh. Dan siapa yang menjadi peminum (ruhani)
sebagai konsumsi, ia tidak akan pernah sabar dan tidak pernah abadi tanpa
konsumsi itu. Mereka bersyair :
Gelas minuman adalah
susuna kita
Kalau tak kita rasakan
Tak hidup pula ita
Dalam syair mereka :
Aku heran orang yang
bicara : Aku inngat Tuhanku
Apakah aku alpa, lalu
aku ingat apa yang kulupa?
Kuminum cita, gelas demi
gelas piala
Tuntas habis minuman,
tak puas dahaga pula
Yahay bin Mu’adz menulis surat kepda Abu Yazid
al-Bisthamy, “Di sana, orang yang meminum gelas dari kecintaan, tiada dahaga
usainya.” Lalu Abu Yazid menulis surat kembali. “Aku heran atas kelemahan
dirimu di sana. Sebab siapa yang merasa di samudera jagad raya, ia akan hilang
keberuntungannya.”
Ingatlah, bahwa
piala-piala taqarub tampak dari kegaiban. Dan Anda tidak bisa mengelilingi,
kecuali dengan rahasia-rahasia kemerdekaan dan ruh-ruh bebas dari segala
belenggu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan