Al-Faqih ila-Llah Abdul Karim bin Hawazin
al-Qusyairi
(IMAM AL QUSYAIRI)
15. LAWAIH, LAWAMI’ DAN
THAWALI’
Kata-kata tersebut
makananya saling berdekatan, nyaris tidak ada perbedaan besar. Kata tersebut
merupakan sifat-sifat dari orang yang sedang dalam tahap permulaan (bidayat).
Mereka yang sedang menaiki tahap dalam kalbu. Sehingga cahaya matahari ma’rifat
tidak menetap abadi dalam diri mereka. Namun Allah swt. mendatangkan rezeki
kalbunya dalam setiap saat.
Sebagaimana Allah swt.
berfirman :
“Bagi mereka rezeki mereka di dalam surga, pagi dan petang.” (Qs. Maryam :
62).
Apabila langit kalbu
dipenuhi mega dunia, terbayanglah kilatan kasyaf bagi mereka, dan tampaklah
kilatan taqarrub. Mereka dalam zaman yang menutup mereka, sedang mereka
mengintai ekjutan kilatan itu. Mereka seperti digambarkan dalam syair :
Wahai kilatan yang
cemerlang
Dari sayap-sayap
lagnit yang benderang
Lawaih sebagai
tahap pertama, disusul Lawami’, kemudian Thawali’. Lawaih seperti kilatan
cahaya, tidak akan tampak sehingga cahayanya tertutup. Dalam syair dikatakan :
Kami berpisah setahun
Ketika kami bertemu
Seakan salamnya padaku
Salam selamat tinggal
Mereka berkata :
Wahai orang yang
berjalan,
Dan bukan pezarah
sebenarnya
Seakan ia terkena api
Lewat di depan pintu
rumah tergesa-gesa
Padahal tak ada bencana
Jika ia memasukinya
Sedangkan Lawami’ lebih
jelas daripada Lawaih. Hilangnya cahaya tidak secepat itu. Lawami’ disinari
cahaya beberapa waktu. Namun seperti ucapan syair : Dan mata menangis, tak
puas-puasnya memandang.
Dalam syair mereka
berkata pula :
Tak sampai
air wajahnya di mata
Kecuali telah penuh
Sebelum puasnya mendekat
Bila telah tampak
cahayanya, ia memutus dirimu dan mengumpulkanmu dengan cahaya itu. Tetapi
cahaya siangnya tidak berlalu sampai pasukan-pasukan malam menyerang. Mereka
beada di antara pasukan Ruh dan Nuh. Karena mereka berada di antara Kasyaf dan
Sitr. Mereka bersyair :
Sedang malam mengandung
kita
Dengan dinginnya yang
mencekam
Sementara subuh,
menyingkap selimut kita.
Thawali’ lebih lama
dan abadi waktunya, lebih kuat dominasinya dan lebih abadi ketetapannya. Thawali’
mampu menghapus kegelapan dan menyirnakan keraguan. Tetapi tetap berada dalam
bisikan yang lenyap. Tidak terlalu tinggi, tidak pula berdiam abadi.
Waktu-waktu memperolehnya dengan perjalanan yang cepat dan ihwal lenyapnya
berbuntut panjang.
Makna-makna dari Lawaih,
Lawami’ dan Thawali’ tersebut berbeda-benda disiplinnya. Antara laian, ketika
kehilangan jejak, tidak sedikitpun memberkas. Sepeti kilatan-kilatan, ketika
lenyap, seakan-akan malam panjang nan abadi yang ada. Ada pula yang
meninggalkan bekas, apabila hllang angkanya, yang ada tinggal dukanya.
Apabila
cahaya-cahayanya asing, yang tetap beks-bekasnya. Orang akan berada di tahap
tersebut setelah menghuni luapannya, hidup dalam sorotan berkatnya. Lanatas
pada hamparan ke dua kalinya, ia berharap dengan waktunya untuk menunggu
kembalinya cahaya itu, dan ia hidup dengan sesuatu yang ditemui, pada saat
adanya itu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan