Al-Faqih ila-Llah Abdul Karim bin Hawazin
al-Qusyairi
(IMAM AL QUSYAIRI)
25. NAFSU
Nafsu syai’ dalam bahasa Arab adalah wujud sesuatu (jati diri). Sedangkan
menurut kaum Sufi, “Ucapan kata nafs bukan dimaksudkan sebagai wujud,
acuan masalah.” Yang mereka maksudkan dangan nafs adalah sesuatu yang tercela
dalam sifat-sifat hamba, akhlak dan perbuatannya.
Perilaku tercela dari sifat-sifat hamba tebagi menjadi dua : Pertama,
bersifat upaya dari hamba, seperti perbuatan maksiat dan pengingkaran terhadap
perintah dan larangan. Kedua, budi pekertinya yang buruk dalam dirinya
yang tercela. Maka terapi dan penyembuhannya pada diri hamba adalah berjuang
melawan kehinaan perilaku tersebut yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Pada sifat yang pertama, termasuk hukum-hukum nafsu adalah hal-hal yang
dilarang setara dengan keharaman atau larangan yang besifat dibenci. Sedangkan
pada sifat kedua, berupa keburukan dan kehinaan akhlak. Inilah batasan
globalnya. Kemudian rinciannya, seperti takabur, amarah, dendam, dengki, buruk
akhlak, sedikit bersyukur, dan yang lainnya. Yang tergolong akhlak tercela.
Hukum nafsu terburuk adalah berupa khayalan bahwa sesuatu perbuatan yang
muncul dari nafsu dianggap baik. Atau perbuatan nafsu itu sebagai bagian
takdir. Karena itulah perbuatan nafsu seperti itu tergolong syirik
khafy atau syirik yang samar. Karena itu, terapi akhlak dalam
menyingkirkan nafsu lebih penting daripada berlapar-lapar, haus atau berjaga
(tanpa tidur) dan sebagainya yang mengandung unsur penyusutan kekuatan fisik.
Walaupun cara seperti itu juga termasuk meninggalkan kesenangan nafsu.
Nafsu itu sendir merupakan nuansa lembut yang ada dalam hati, sebagai
tempat akhlak yang tercela. Sebagaimana ruh yang merupakan nuansa lembut dalam
hati, namun sebagai tempat akhlak terpuji. Dalam gambaran yang umum,
masing-masing saling meundukkan. Semuanya, merupakan bagian dari kesatuan
manusia. Eksistensi ruh dan nafsu tergolong wadag lembut dalam rupa,
sebagaimana eksistensi malaikat dan setan, dengan sifat-sifat kelembutan.
Seperti benarnya mata sebagai tempat memnadang, telinga sebagai tempat
mendengar, hidung sebagai tempat penciuman, mulut sebagai tempat rasa, maka,
begitu pun orang yang mendengar, yang melihat, yang mencium dan yang merasakan,
semuanya termasuk dalam bagan manusia. Demikian pula, tempat sifat-sifat yang
terpuji, tempatnya adalah hati dan ruh. Sedangkan sifat-sifat tercela tempatnya
adalah nafsu. Nafsu sendiri sebagai bagian dari keseluruhan tersebut, begitu
pula hati, hukum dan nama, kembali pada keseluruhan kesatuan sosok manusia.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan