Kitab Riyadhus Shalihin
(Taman Orang-orang Shalih)
IMAM NAWAWI
IMAM NAWAWI
Allah Ta’ala
berfirman:
“Dialah yang melihatmu ketika engkau berdiri dan juga gerak tubuhmu di antara orang-orang
yang bersujud.” (asy-Syu’ara’: 218-219)
Allah Ta’ala berfirman pula:
“Dan Dia adalah besertamu di mana saja engkau semua berada.” (al-Hadid: 4)
Allah Ta’ala berfirman lagi:
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu yang tersembunyi baik di bumi ataupun di
langit.”(ali-lmran: 5)
Lagi firmannya Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya Tuhanmu itu niscaya tetap mengintipnya.” (al-Fajar: 14)
“Dialah yang melihatmu ketika engkau berdiri dan juga gerak tubuhmu di antara orang-orang
yang bersujud.” (asy-Syu’ara’: 218-219)
Allah Ta’ala berfirman pula:
“Dan Dia adalah besertamu di mana saja engkau semua berada.” (al-Hadid: 4)
Allah Ta’ala berfirman lagi:
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu yang tersembunyi baik di bumi ataupun di
langit.”(ali-lmran: 5)
Lagi firmannya Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya Tuhanmu itu niscaya tetap mengintipnya.” (al-Fajar: 14)
Juga
firmannya Allah Ta’ala:
“Dia Maha Mengetahui akan kekhianatan mata – maksudnya pandangan mata kepada sesuatu
yang diiarang atau kerlingan mata sebagai ejekan dan lain-lain perbuatan yang tidak baik – dan apa
saja yang tersembunyi dalam hati.” (al-Mu’min: 19)
Ayat-ayat yang mengenai bab ini banyak sekali dan kiranya dapat dimaklumi.
Adapun Hadis-hadisnya ialah:
“Dia Maha Mengetahui akan kekhianatan mata – maksudnya pandangan mata kepada sesuatu
yang diiarang atau kerlingan mata sebagai ejekan dan lain-lain perbuatan yang tidak baik – dan apa
saja yang tersembunyi dalam hati.” (al-Mu’min: 19)
Ayat-ayat yang mengenai bab ini banyak sekali dan kiranya dapat dimaklumi.
Adapun Hadis-hadisnya ialah:
60. Pertama:
Dari Umar bin Alkhaththab r.a., katanya: “Pada suatu ketika kita semua
duduk di sisi Rasulullah s.a.vv. yakni pada suatu hari, tiba-tiba muncullah di muka kita
seorang lelaki yang sangat putih pakaiannya dan sangat hitam warna rambutnya, tidak
timpak padanya bekas bepergian dan tidak seorangpun dari kita semua yang mengenalnya,
sehingga duduklah orang tadi di hadapan Nabi s.a.w. lalu menyandarkan kedua lututnya
pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri dan
berkata: “Ya Muhammad, beritahukanlah padaku tentang Islam.”
duduk di sisi Rasulullah s.a.vv. yakni pada suatu hari, tiba-tiba muncullah di muka kita
seorang lelaki yang sangat putih pakaiannya dan sangat hitam warna rambutnya, tidak
timpak padanya bekas bepergian dan tidak seorangpun dari kita semua yang mengenalnya,
sehingga duduklah orang tadi di hadapan Nabi s.a.w. lalu menyandarkan kedua lututnya
pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri dan
berkata: “Ya Muhammad, beritahukanlah padaku tentang Islam.”
Rasulullah s.a.w. lalu bersabda:
“Islam, yaitu hendaknya engkau menyaksikan bahwa tiada piihan kecuali Allah dan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah pula engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan melakukan haji ke Baitullah jikalau
engkau kuasa jalannya ke situ.”
Orang itu berkata: “Tuan benar.”
Kita semua heran padanya, karena ia bertanya dan juga membenarkannya. Ia berkata
lagi: “Kemudian beritahukanlah padaku tentang Iman.”
Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-
kitabNya, rasul-rasulNya, hari penghabisan – kiamat – dan hendaklah engkau beriman pula
kepada takdir, yang baik ataupun yang buruk – semuanya dari Allah jua.”
Orang itu berkata: “Tuan benar.” Kemudian katanya lagi: “Kemudian beritahukanlah padaku tentang Ihsan.”
Rasulullah s.a.w. menjawab: “Yaitu hendaklah engkau menyembah kepada Allah
seolah-olah engkau dapat melihatNya, tetapi jikalau tidak dapat seolah-olah melihatNya,
maka sesungguhnya Allah itu dapat melihatmu.”
Ia berkata: “Tuan benar.” Katanya lagi: “Kemudian beritahukanlah padaku tentang hari
kiamat.”
Rasulullah s.a.w. menjawab: “Orang yang ditanya – yakni beliau s.a.w. sendiri -
tentulah tidak lebih tahu dari orang yang menanyakannya – yakni orang yang datang tiba-
tiba tadi.
Orang itu berkata pula: “Selanjutnya beritahukanlah padaku tentang alamat-alamatnya
hari kiamat itu.”
Rasulullah s.a.w. menjawab:
“Yaitu apabila seorang hamba sahaya wanita melahirkan tuan puterinya – maksudnya
hamba sahaya itu dikawin oleh pemiliknya sendiri yang merdeka, lalu melahirkan seorang
anak perempuan. Anaknya ini dianggap merdeka juga dan dengan begitu dapat dikatakan
hamba sahaya perempuan melahirkan tuan puterinya – dan apabila engkau melihat orang-
orang yang tidak beralas kaki, telanjang-telanjang, miskin-miskin dan sebagai penggembala
kambing sama bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang besar – karena sudah
menjadi kaya-raya dan bahkan menjabat sebagai pembesar-pembesar negara.”
Selanjutnya orang itu berangkat pergi. Saya – yakni Umar r.a. – berdiam diri beberapa
saat lamanya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hai Umar, adakah engkau mengetahui
siapakah orang yang bertanya tadi?” Saya menjawab: “Allah dan RasulNyalah yang lebih
mengetahuinya.” Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: “Sesungguhnya orang tadi adalah malaikat
Jibril, ia datang untuk memberikan pelajaran tentang agama kepadamu semua.” (Riwayat
Muslim)
Makna Talidulamatu rabbatahaa, yakni tuan puterinya. Adapun pengertiannya ialah
oleh sebab banyaknya hamba sahaya perempuan sehingga budak-budak tersebut melahirkan
puteri untuk tuan yang memilikinya. Puteri tuannya itu sama kedudukannya dengan
tuannya sendiri. Tetapi ada sebagian ulama yang mengatakan tidak sedemikian itu
maksudnya. Al-’Aalah, ialah golongan orang-orang fakir. Adapun kata Maliyyan artinya
waktu yang lama, yaitu sampai tiga hari tiga malam lamanya.
Sebabnya Sayidina Umar terheran-heran karena orang yang bertanya itu semestinya
belum mengerti apa yang ditanyakan, tetapi anehnya setelah diberi jawaban, tiba-tiba
penanya itu berkata: “Tuan benar,” dan kata-kata sedemikian ini tentulah menunjukkan
bahwa penanya itu telah mengerti. Barulah keheranan Sayidina Umar itu lenyap setelah
diberitahu bahwa yang bertanya tadi sebenarnya adalah Jibril a.s. yang kedatangannya
memang sengaja hendak mengajarkan soal-soal keagamaan kepada para sahabat Rasulullah
s.a.w.
Dalam Hadis di atas, ada beberapa hal yang penting kita ketahui, yaitu:
(a) Mendirikan shalat artinya tidak semata-mata menjalankan shalat saja, tetapi harus
dipenuhi pula syarat-syarat serta rukun-rukunnya dan ditepatkan selalu menurut waktu-
waktunya.
(b) Percaya kepada Allah yakni meyakinkan bahwa Allah itu ada (jadi jangan
beranggapan bahwa Allah itu tidak ada seperti faham komunis), dan lagi Allah itu bersifat dengan semua sifat kemuliaan, keagungan dan kesempurnaan serta terjauh dari semua sifat
kekurangan, kehinaan dan kerendahan.
(c) Malak ialah makhluk Allah yang dibuat daripada nur (cahaya) dan tidak berjejal-
jejal seperti cahaya lampu yang memenuhi rumah. Dengan cahaya seribu lampu, belum juga
sesak rumah itu. Dengan ini teranglah apa yang dimaksud dalam sebuah Hadis:
Artinya:
“Bahwasanya Allah itu mempunyai malaikat, ada yang memenuhi sepertiga alam, ada yang
memenuhi dua pertiga alam dan ada yang memenuhi alam seluruhnya.”
Adapun arti iman kepada malaikat ialah harus percaya bahwa mereka itu benar-benar
ada dan bahwa mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Malak itu
sebenarnya kata mufrad dan jamaknya berbunyi malaikat.
(d) Percaya kepada kitab-kitab Allah ialah meyakinkan betul-betul bahwa kitab-kitab
suci itu adalah firman Allah yang sebenar-benarnya yang diturunkan pada Rasul-rasulNya
dengan jalan wahyu dan meyakinkan pula bahwa isi yang terkandung di dalamnya ttu
semua benar.
(e) Percaya kepada para Rasul artinya beri’tikad seteguh-teguhnya bahwa apa yang
mereka bawa itu memang sebenarnya dari Allah Ta’ala.
(f) Hari Akhir ialah hari Kiamat. Iman dengan hari kiamat artinya mempercayai betul-
betul akan terjadinya hari penghabisan itu dan apa saja yang terjadi sesudahnya, misalnya
Hasyar (akan dikumpulkannya semua makhluk di padang mahsyar), Hisab (semua amal
akan diperhitungkan), Mizan (amal-amal akan ditimbang dalam neraca), menyeberangi
jembatan yang disebut Shirath dan kemudian ada yang masuk Jannah (syurga), ada pula
yang terus terjun ke (neraka) dan lain-lain hal lagi.
(g) Qadar ialah ketentuan dari Allah sebelum Allah membuat semua makhluk ini,
yang baik maupun yang jahat. Jadi segala macam adalah dengan kehendak Allah yang telah
dipastikan sejak zaman azali dulu yaitu zaman sebelum Allah membuat apa-apa. Tetapi kita
jangan lupa berikhtiar, karena kita telah diberi akal oleh Allah untuk mengusahakan
bagaimana jalannya agar kita tetap bernasib baik dan terjauh dari nasib buruk. Kita tetap
harus berdaya upaya selama hayat dikandung badan.
(h) Dengan cara ibadat sebagaimana yang terkandung dalam arti kata Ihsan ini, maka
tentu akan khusyuklah kita sewaktu menyembah Allah itu. Kalau dapat seolah-olah tahu
pada Allah, ini namanya Mukasyafah (terbuka dari semua tabir yang menutup) dan kalau
mengangan-angankan bahwa Allah tetap melihat kita, ini namanya Muraqabah (mengintai-
intainya Allah pada kita).
(i) Tanda-tanda yang dimaksud ini ialah tanda-tanda kecil sebab datangnya hari
kiamat itu ada tanda-tandanya yang kecil dan ada tanda-tandanya yang besar. Tanda-tanda
kecil artinya datangnya itu masih agak jauh, tetapi bila tanda-tanda besar telah nampak,
maka itulah yang menunjukkan bahwa hari kiamat telah sangat dekat sekali saat terjadinya.
(j) Hamba sahaya perempuan meiahirkan tuannya – artinya, banyak sahaya
perempuan itu yang dikawin oleh raja-raja atau pejabat-pejabat tinggi lalu meiahirkan anak-
anak perempuan sehingga anak-anaknya itu pun akan berkedudukan sebagaimana ayahnya.
(k) Orang yang tak beralas kaki, telanjang, miskin serta penggembala kambing sama
bermegah-megah dalam gedung-gedung besar, maksudnya ialah bahwa yang asalnya hanya
penggembala yang miskin hingga seolah-olah tak pernah beralas kaki dan pakaiannya
hampir-hampir tidak ada (boleh dikata telanjang) tiba-tiba menjadi pembesar-pembesar
negeri dan mendiami gedung-gedung besar lagi indah dan sama berkuasa serta kaya raya. Dengan demikian, keadaan negeri lalu rusak binasa sebab sesuatu perkara semacam
pemerintahan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, sebagaimana dalam sebuah
Hadis diterangkan:
Artinya:
“Apabita sesuatu perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah
saat kerusakannya.”
Dengan initahulah kita bahwa Islam itu mengandung tiga unsur yang utama yakni:
A. 5 Arkanul Islam,
“Islam, yaitu hendaknya engkau menyaksikan bahwa tiada piihan kecuali Allah dan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah pula engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan melakukan haji ke Baitullah jikalau
engkau kuasa jalannya ke situ.”
Orang itu berkata: “Tuan benar.”
Kita semua heran padanya, karena ia bertanya dan juga membenarkannya. Ia berkata
lagi: “Kemudian beritahukanlah padaku tentang Iman.”
Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-
kitabNya, rasul-rasulNya, hari penghabisan – kiamat – dan hendaklah engkau beriman pula
kepada takdir, yang baik ataupun yang buruk – semuanya dari Allah jua.”
Orang itu berkata: “Tuan benar.” Kemudian katanya lagi: “Kemudian beritahukanlah padaku tentang Ihsan.”
Rasulullah s.a.w. menjawab: “Yaitu hendaklah engkau menyembah kepada Allah
seolah-olah engkau dapat melihatNya, tetapi jikalau tidak dapat seolah-olah melihatNya,
maka sesungguhnya Allah itu dapat melihatmu.”
Ia berkata: “Tuan benar.” Katanya lagi: “Kemudian beritahukanlah padaku tentang hari
kiamat.”
Rasulullah s.a.w. menjawab: “Orang yang ditanya – yakni beliau s.a.w. sendiri -
tentulah tidak lebih tahu dari orang yang menanyakannya – yakni orang yang datang tiba-
tiba tadi.
Orang itu berkata pula: “Selanjutnya beritahukanlah padaku tentang alamat-alamatnya
hari kiamat itu.”
Rasulullah s.a.w. menjawab:
“Yaitu apabila seorang hamba sahaya wanita melahirkan tuan puterinya – maksudnya
hamba sahaya itu dikawin oleh pemiliknya sendiri yang merdeka, lalu melahirkan seorang
anak perempuan. Anaknya ini dianggap merdeka juga dan dengan begitu dapat dikatakan
hamba sahaya perempuan melahirkan tuan puterinya – dan apabila engkau melihat orang-
orang yang tidak beralas kaki, telanjang-telanjang, miskin-miskin dan sebagai penggembala
kambing sama bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang besar – karena sudah
menjadi kaya-raya dan bahkan menjabat sebagai pembesar-pembesar negara.”
Selanjutnya orang itu berangkat pergi. Saya – yakni Umar r.a. – berdiam diri beberapa
saat lamanya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hai Umar, adakah engkau mengetahui
siapakah orang yang bertanya tadi?” Saya menjawab: “Allah dan RasulNyalah yang lebih
mengetahuinya.” Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: “Sesungguhnya orang tadi adalah malaikat
Jibril, ia datang untuk memberikan pelajaran tentang agama kepadamu semua.” (Riwayat
Muslim)
Makna Talidulamatu rabbatahaa, yakni tuan puterinya. Adapun pengertiannya ialah
oleh sebab banyaknya hamba sahaya perempuan sehingga budak-budak tersebut melahirkan
puteri untuk tuan yang memilikinya. Puteri tuannya itu sama kedudukannya dengan
tuannya sendiri. Tetapi ada sebagian ulama yang mengatakan tidak sedemikian itu
maksudnya. Al-’Aalah, ialah golongan orang-orang fakir. Adapun kata Maliyyan artinya
waktu yang lama, yaitu sampai tiga hari tiga malam lamanya.
Sebabnya Sayidina Umar terheran-heran karena orang yang bertanya itu semestinya
belum mengerti apa yang ditanyakan, tetapi anehnya setelah diberi jawaban, tiba-tiba
penanya itu berkata: “Tuan benar,” dan kata-kata sedemikian ini tentulah menunjukkan
bahwa penanya itu telah mengerti. Barulah keheranan Sayidina Umar itu lenyap setelah
diberitahu bahwa yang bertanya tadi sebenarnya adalah Jibril a.s. yang kedatangannya
memang sengaja hendak mengajarkan soal-soal keagamaan kepada para sahabat Rasulullah
s.a.w.
Dalam Hadis di atas, ada beberapa hal yang penting kita ketahui, yaitu:
(a) Mendirikan shalat artinya tidak semata-mata menjalankan shalat saja, tetapi harus
dipenuhi pula syarat-syarat serta rukun-rukunnya dan ditepatkan selalu menurut waktu-
waktunya.
(b) Percaya kepada Allah yakni meyakinkan bahwa Allah itu ada (jadi jangan
beranggapan bahwa Allah itu tidak ada seperti faham komunis), dan lagi Allah itu bersifat dengan semua sifat kemuliaan, keagungan dan kesempurnaan serta terjauh dari semua sifat
kekurangan, kehinaan dan kerendahan.
(c) Malak ialah makhluk Allah yang dibuat daripada nur (cahaya) dan tidak berjejal-
jejal seperti cahaya lampu yang memenuhi rumah. Dengan cahaya seribu lampu, belum juga
sesak rumah itu. Dengan ini teranglah apa yang dimaksud dalam sebuah Hadis:
Artinya:
“Bahwasanya Allah itu mempunyai malaikat, ada yang memenuhi sepertiga alam, ada yang
memenuhi dua pertiga alam dan ada yang memenuhi alam seluruhnya.”
Adapun arti iman kepada malaikat ialah harus percaya bahwa mereka itu benar-benar
ada dan bahwa mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Malak itu
sebenarnya kata mufrad dan jamaknya berbunyi malaikat.
(d) Percaya kepada kitab-kitab Allah ialah meyakinkan betul-betul bahwa kitab-kitab
suci itu adalah firman Allah yang sebenar-benarnya yang diturunkan pada Rasul-rasulNya
dengan jalan wahyu dan meyakinkan pula bahwa isi yang terkandung di dalamnya ttu
semua benar.
(e) Percaya kepada para Rasul artinya beri’tikad seteguh-teguhnya bahwa apa yang
mereka bawa itu memang sebenarnya dari Allah Ta’ala.
(f) Hari Akhir ialah hari Kiamat. Iman dengan hari kiamat artinya mempercayai betul-
betul akan terjadinya hari penghabisan itu dan apa saja yang terjadi sesudahnya, misalnya
Hasyar (akan dikumpulkannya semua makhluk di padang mahsyar), Hisab (semua amal
akan diperhitungkan), Mizan (amal-amal akan ditimbang dalam neraca), menyeberangi
jembatan yang disebut Shirath dan kemudian ada yang masuk Jannah (syurga), ada pula
yang terus terjun ke (neraka) dan lain-lain hal lagi.
(g) Qadar ialah ketentuan dari Allah sebelum Allah membuat semua makhluk ini,
yang baik maupun yang jahat. Jadi segala macam adalah dengan kehendak Allah yang telah
dipastikan sejak zaman azali dulu yaitu zaman sebelum Allah membuat apa-apa. Tetapi kita
jangan lupa berikhtiar, karena kita telah diberi akal oleh Allah untuk mengusahakan
bagaimana jalannya agar kita tetap bernasib baik dan terjauh dari nasib buruk. Kita tetap
harus berdaya upaya selama hayat dikandung badan.
(h) Dengan cara ibadat sebagaimana yang terkandung dalam arti kata Ihsan ini, maka
tentu akan khusyuklah kita sewaktu menyembah Allah itu. Kalau dapat seolah-olah tahu
pada Allah, ini namanya Mukasyafah (terbuka dari semua tabir yang menutup) dan kalau
mengangan-angankan bahwa Allah tetap melihat kita, ini namanya Muraqabah (mengintai-
intainya Allah pada kita).
(i) Tanda-tanda yang dimaksud ini ialah tanda-tanda kecil sebab datangnya hari
kiamat itu ada tanda-tandanya yang kecil dan ada tanda-tandanya yang besar. Tanda-tanda
kecil artinya datangnya itu masih agak jauh, tetapi bila tanda-tanda besar telah nampak,
maka itulah yang menunjukkan bahwa hari kiamat telah sangat dekat sekali saat terjadinya.
(j) Hamba sahaya perempuan meiahirkan tuannya – artinya, banyak sahaya
perempuan itu yang dikawin oleh raja-raja atau pejabat-pejabat tinggi lalu meiahirkan anak-
anak perempuan sehingga anak-anaknya itu pun akan berkedudukan sebagaimana ayahnya.
(k) Orang yang tak beralas kaki, telanjang, miskin serta penggembala kambing sama
bermegah-megah dalam gedung-gedung besar, maksudnya ialah bahwa yang asalnya hanya
penggembala yang miskin hingga seolah-olah tak pernah beralas kaki dan pakaiannya
hampir-hampir tidak ada (boleh dikata telanjang) tiba-tiba menjadi pembesar-pembesar
negeri dan mendiami gedung-gedung besar lagi indah dan sama berkuasa serta kaya raya. Dengan demikian, keadaan negeri lalu rusak binasa sebab sesuatu perkara semacam
pemerintahan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, sebagaimana dalam sebuah
Hadis diterangkan:
Artinya:
“Apabita sesuatu perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah
saat kerusakannya.”
Dengan initahulah kita bahwa Islam itu mengandung tiga unsur yang utama yakni:
A. 5 Arkanul Islam,
B. 6 Arkanul
lman dan
C. 2 Arkanul
Ihsan.
61. Kedua:
Dari Abu Zar, yaitu Jundub bin Junadah dan Abu Abdur Rahman yaitu
Mu’az bin Jabal radhiallahu ‘anhuma dari Rasulullah s.a.w. sabdanya:
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan ikutilah perbuatan jelek
itu dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu dapat menghapuskan kejelekan tadi dan
pergaulilah para manusia dengan budi pekerti yang bagus.”
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Keterangan:
Hadis ini mengandung tiga macam unsur, yakni bertaqwa kepada Allah, kebaikan
diikutkan sesudah mengerjakan kejelekan dan perintah bergaul dengan baik antara seluruh
ummat manusia. Mengenai yang ketiga tidak kami jelaskan lebih panjang, sebab masing-
masing bangsa tentu memiliki cara-cara atau adat-istiadat sendiri. Namun demikian juga
mesti dilaksanakan dengan mengikuti ajaran-ajaran yang ditetapkan oleh agama Islam,
sehingga tidak melampaui batas, akhirnya terperosok dalam hal-hal yang diharamkan oleh
Allah Ta’ala. Jadi di bawah ini akan diuraikan periha! yang dua buah unsur saja, yaitu:
(a) Takut pada Allah atau Taqwallah adalah satu kata yang menghimpun arti yang
sangat dalam sekali, pokoknya ialah mengikuti dan mengamalkan semua perintah Allah dan
menjauhi serta menahan dir idari melakukan larangan-laranganNya. Dengan demikian
terjagalah jiwa dan terpeliharalah hati manusia dari kemungkaran, kemaksiatan,
kemusyrikan yang terang (jali) atau yang tidak terang (khafi), juga terhindar dari kekufuran
dan kemurtadan. Tuhan tentu akan melindungi orang yang taqwa itu dari semuanya tadi.
Tentang ini Allah telah berfirman:
“Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang taqwa dan orang-orang yang sama
berlaku baik.”
(b) Mengikutkan kebaikan sesudah melakukan kejahatan itu misalnya ialah bertaubat,
karena dengan demikian lenyaplah segenap kesalahan yang kita lakukan, asalkan kita
bertaubat itu dengan sebenar-benarnya, sebagaimana firman Allah:
Artinya:
“Melainkan orang yang bertaubat dan beriman dan beramal shalih, maka mereka itu kejelekan-kejelekannya akan diganti oleh Allah dengan kebaikan-kebaikan.”
Mu’az bin Jabal radhiallahu ‘anhuma dari Rasulullah s.a.w. sabdanya:
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan ikutilah perbuatan jelek
itu dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu dapat menghapuskan kejelekan tadi dan
pergaulilah para manusia dengan budi pekerti yang bagus.”
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Keterangan:
Hadis ini mengandung tiga macam unsur, yakni bertaqwa kepada Allah, kebaikan
diikutkan sesudah mengerjakan kejelekan dan perintah bergaul dengan baik antara seluruh
ummat manusia. Mengenai yang ketiga tidak kami jelaskan lebih panjang, sebab masing-
masing bangsa tentu memiliki cara-cara atau adat-istiadat sendiri. Namun demikian juga
mesti dilaksanakan dengan mengikuti ajaran-ajaran yang ditetapkan oleh agama Islam,
sehingga tidak melampaui batas, akhirnya terperosok dalam hal-hal yang diharamkan oleh
Allah Ta’ala. Jadi di bawah ini akan diuraikan periha! yang dua buah unsur saja, yaitu:
(a) Takut pada Allah atau Taqwallah adalah satu kata yang menghimpun arti yang
sangat dalam sekali, pokoknya ialah mengikuti dan mengamalkan semua perintah Allah dan
menjauhi serta menahan dir idari melakukan larangan-laranganNya. Dengan demikian
terjagalah jiwa dan terpeliharalah hati manusia dari kemungkaran, kemaksiatan,
kemusyrikan yang terang (jali) atau yang tidak terang (khafi), juga terhindar dari kekufuran
dan kemurtadan. Tuhan tentu akan melindungi orang yang taqwa itu dari semuanya tadi.
Tentang ini Allah telah berfirman:
“Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang taqwa dan orang-orang yang sama
berlaku baik.”
(b) Mengikutkan kebaikan sesudah melakukan kejahatan itu misalnya ialah bertaubat,
karena dengan demikian lenyaplah segenap kesalahan yang kita lakukan, asalkan kita
bertaubat itu dengan sebenar-benarnya, sebagaimana firman Allah:
Artinya:
“Melainkan orang yang bertaubat dan beriman dan beramal shalih, maka mereka itu kejelekan-kejelekannya akan diganti oleh Allah dengan kebaikan-kebaikan.”
62. Ketiga:
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Saya berada di belakang
Nabi s.a.w. – dalam kendaraan atau membonceng – pada suatu hari, lalu beliau bersabda:
“Hai anak, sesungguhnya saya hendak mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yaitu: Peliharalah Allah – dengan mematuhi perintah-perintahNya serta menjauhi larangan-
laranganNya, pasti Allah akan memeliharamu, peliharalah Allah, past! engkau akan dapati
Dia di hadapanmu. Jikalau engkau meminta, maka mohonlah kepada Allah dan jikalau
engkau meminta pertolongan, maka mohonkanlah pertolongan itu kepada Allah pula.
Ketahuilah bahwasanya sesuatu ummat – yakni makhluk seluruhnya – ini, apabila
berkumpul – bersepakat – hendak memberikan kemanfaatan padamu dengan sesuatu -
yang dianggapnya bermanfaat untukmu, maka mereka itu tidak akan dapat memberikan
kemanfaatan itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untukmu. Juga
jikalau ummat-seluruh makhluk – itu berkumpul – bersepakat – hendak memberikan bahaya
padamu dengan sesuatu – yang dianggap berbahaya untukmu, maka mereka itu tidak akan
dapat memberikan bahaya itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah
untukmu. Pena telah diangkat – maksudnya ketentuan – ketentuan telah ditetapkan – dan
lembaran-lembaran kertas telah kering – maksudnya catatan-catatan di Lauh Mahfuzh sudah
tidak dapat diubah lagi.”
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan
shahih.
Dalam riwayat selain Termidzi disebutkan:
“Peliharalah Allah, maka engkau akan mendapatkanNya di hadapanmu.
Berkenalanlah kepada Allah – yakni tahulah kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan
untuk Allah – di waktu engkau dalam keadaan lapang – sihat, kaya dan lain-lain, maka Allah
akan mengetahuimu – memperhatikan nasibmu – di waktu engkau dalam keadaan kesukaran
- sakit, miskin dan lain-lain.
Ketahuilah bahwa apa-apa yang terlepas daripadamu itu -keuntungan atau bahaya,
tentu tidak akan mengenaimu dan apa-apa yang mengenaimu itu pasti tidak akan dapat
terlepas daripadamu.
Ketahuilah bahwa pertolongan itu beserta kesabaran dan bahwasanya kelapangan itu
beserta kesukaran dan bahwasanya beserta kesukaran itu pasti ada kelonggaran.”
Nabi s.a.w. – dalam kendaraan atau membonceng – pada suatu hari, lalu beliau bersabda:
“Hai anak, sesungguhnya saya hendak mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yaitu: Peliharalah Allah – dengan mematuhi perintah-perintahNya serta menjauhi larangan-
laranganNya, pasti Allah akan memeliharamu, peliharalah Allah, past! engkau akan dapati
Dia di hadapanmu. Jikalau engkau meminta, maka mohonlah kepada Allah dan jikalau
engkau meminta pertolongan, maka mohonkanlah pertolongan itu kepada Allah pula.
Ketahuilah bahwasanya sesuatu ummat – yakni makhluk seluruhnya – ini, apabila
berkumpul – bersepakat – hendak memberikan kemanfaatan padamu dengan sesuatu -
yang dianggapnya bermanfaat untukmu, maka mereka itu tidak akan dapat memberikan
kemanfaatan itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untukmu. Juga
jikalau ummat-seluruh makhluk – itu berkumpul – bersepakat – hendak memberikan bahaya
padamu dengan sesuatu – yang dianggap berbahaya untukmu, maka mereka itu tidak akan
dapat memberikan bahaya itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah
untukmu. Pena telah diangkat – maksudnya ketentuan – ketentuan telah ditetapkan – dan
lembaran-lembaran kertas telah kering – maksudnya catatan-catatan di Lauh Mahfuzh sudah
tidak dapat diubah lagi.”
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan
shahih.
Dalam riwayat selain Termidzi disebutkan:
“Peliharalah Allah, maka engkau akan mendapatkanNya di hadapanmu.
Berkenalanlah kepada Allah – yakni tahulah kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan
untuk Allah – di waktu engkau dalam keadaan lapang – sihat, kaya dan lain-lain, maka Allah
akan mengetahuimu – memperhatikan nasibmu – di waktu engkau dalam keadaan kesukaran
- sakit, miskin dan lain-lain.
Ketahuilah bahwa apa-apa yang terlepas daripadamu itu -keuntungan atau bahaya,
tentu tidak akan mengenaimu dan apa-apa yang mengenaimu itu pasti tidak akan dapat
terlepas daripadamu.
Ketahuilah bahwa pertolongan itu beserta kesabaran dan bahwasanya kelapangan itu
beserta kesukaran dan bahwasanya beserta kesukaran itu pasti ada kelonggaran.”
Keterangan:
Hal-hal yang perlu dimaklumi dalam Hadis ini ialah:
(a) Ada di belakang Nabi s.a.w. maksudnya ialah membonceng waktu naik bighal
(semacam kuda) dengan duduk di belakang beliau.
(b) Peliharalah Allah, yakni peliharalah perintah-perintah dan larangan-larangan
Allah serta berhati-hatilah pada kedua macam hal itu, pasti engkau dijaga olehNya dalam
duniamu, agamamu, dirimu dan keluargamu.
(c) Ummat ialah semua makhluk yang dimaksudkan.
(d) Pena-pena telah diangkat, artinya ketentuan-ketentuan telah tetap.
(e) Kertas-kertas telah kering maksudnya catatan-catatan semua yang ada di dalam
dunia semesta ini (sebagaimana yang tertera di
Lauh Mahfuzh) tentu saja tak ada yang dapat mengubah takdir-takdir dari Allah itu
kecuali yang dikehendaki olehNya sendiri sebagaimana firmanNya:
Artinya:
“Allah menghapus serta menetapkan apa saja yang dikehendaki olehNya dan di sisi Allahlah
ummut kitab atau pokok Catalan. Ummul kitab ini adalah ilmu Allah yang qadim (dahulu) sejak zaman azali (sebelum ada apa-apa kecuali Allah).”
Hal-hal yang perlu dimaklumi dalam Hadis ini ialah:
(a) Ada di belakang Nabi s.a.w. maksudnya ialah membonceng waktu naik bighal
(semacam kuda) dengan duduk di belakang beliau.
(b) Peliharalah Allah, yakni peliharalah perintah-perintah dan larangan-larangan
Allah serta berhati-hatilah pada kedua macam hal itu, pasti engkau dijaga olehNya dalam
duniamu, agamamu, dirimu dan keluargamu.
(c) Ummat ialah semua makhluk yang dimaksudkan.
(d) Pena-pena telah diangkat, artinya ketentuan-ketentuan telah tetap.
(e) Kertas-kertas telah kering maksudnya catatan-catatan semua yang ada di dalam
dunia semesta ini (sebagaimana yang tertera di
Lauh Mahfuzh) tentu saja tak ada yang dapat mengubah takdir-takdir dari Allah itu
kecuali yang dikehendaki olehNya sendiri sebagaimana firmanNya:
Artinya:
“Allah menghapus serta menetapkan apa saja yang dikehendaki olehNya dan di sisi Allahlah
ummut kitab atau pokok Catalan. Ummul kitab ini adalah ilmu Allah yang qadim (dahulu) sejak zaman azali (sebelum ada apa-apa kecuali Allah).”
(f) Selain
Termidzi yakni ‘Abd bin Humaid dan juga Imam Ahmad.
(g) Suka mengenai pada Allah artinya senantiasa mendekat dan taat padaNya. Kalau
kita suka demikian ketika kita dalam keadaan lapang (banyak rezeki dan badan sihat), maka
Allah pasti suka melihat kita yakni mau memberi pertolongan pada kita apabila kita dalam
keadaan sukar pada suatu waktu.
(h) Suatu yang telah ditentukan oleh Allah (sejak zaman azali) akan lepas dari kita,
(tidak dapat kita capai), sudah tentu selamanya barang itu tetap lepas dari kita yakni tidak
dapat mengenai kita (kita peroleh). Demikian pula sebaliknya, yaitu bahwa sesuatu yang
telah ditentukan akan kita dapatkan, maka bagaimanapun juga tidak akan lepas dari kita.
(i) Pertolongan Allah beserta kesabaran yakni bila kita ingin pertolongan dari Allah,
haruslah kita sabar.
(j) Kelapangan beserta kesusahan dan nanti pasti ada kelonggaran yakni manusia itu
tidak mungkin akan terus menerus susah dan sukar, insya Allah pada suatu ketika ia akan
menemui kelapangan dan kelonggaran juga.
(g) Suka mengenai pada Allah artinya senantiasa mendekat dan taat padaNya. Kalau
kita suka demikian ketika kita dalam keadaan lapang (banyak rezeki dan badan sihat), maka
Allah pasti suka melihat kita yakni mau memberi pertolongan pada kita apabila kita dalam
keadaan sukar pada suatu waktu.
(h) Suatu yang telah ditentukan oleh Allah (sejak zaman azali) akan lepas dari kita,
(tidak dapat kita capai), sudah tentu selamanya barang itu tetap lepas dari kita yakni tidak
dapat mengenai kita (kita peroleh). Demikian pula sebaliknya, yaitu bahwa sesuatu yang
telah ditentukan akan kita dapatkan, maka bagaimanapun juga tidak akan lepas dari kita.
(i) Pertolongan Allah beserta kesabaran yakni bila kita ingin pertolongan dari Allah,
haruslah kita sabar.
(j) Kelapangan beserta kesusahan dan nanti pasti ada kelonggaran yakni manusia itu
tidak mungkin akan terus menerus susah dan sukar, insya Allah pada suatu ketika ia akan
menemui kelapangan dan kelonggaran juga.
63. Keempat:
Dari Anas r.a., katanya: “Sesungguhnya engkau semua pasti melakukan
berbagai amalan – yang diremehkannya sebab dianggap dosa kecil-kecil saja, yang amalan-
amalan itu adalah lebih halus – lebih kecil – menurut pandangan matamu daripada sehelai
rambut. Tetapi kita semua di zaman Rasulullah s.a.w. menganggapnya termasuk golongan
dosa-dosa yang merusakkan – menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan.”
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan ia mengatakan bahwa arti Almubiqat ialah apa-
apa yang merusakkan.
berbagai amalan – yang diremehkannya sebab dianggap dosa kecil-kecil saja, yang amalan-
amalan itu adalah lebih halus – lebih kecil – menurut pandangan matamu daripada sehelai
rambut. Tetapi kita semua di zaman Rasulullah s.a.w. menganggapnya termasuk golongan
dosa-dosa yang merusakkan – menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan.”
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan ia mengatakan bahwa arti Almubiqat ialah apa-
apa yang merusakkan.
64. Kelima:
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Sesungguhnya Allah
Ta’ala itu cemburu dan kecemburuan Allah Ta’ala itu ialah apabila seseorang manusia
mendatangi -mengerjakan – apa-apa yang diharamkan oleh Allah atasnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Ta’ala itu cemburu dan kecemburuan Allah Ta’ala itu ialah apabila seseorang manusia
mendatangi -mengerjakan – apa-apa yang diharamkan oleh Allah atasnya.” (Muttafaq ‘alaih)
65. Keenam:
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya
ada tiga orang dari kaum Bani Israil, yaitu orang supak – yakni belang-
belang kulitnya, orang botak dan orang buta. Allah hendak menguji mereka itu, kemudian
mengutus seorang malaikat kepada mereka. Ia mendatangi orang supak lalu berkata:
“Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?” Orang supak berkata: “Warna
yang baik dan kulit yang bagus, juga lenyaplah kiranya penyakit yang menyebabkan orang-
orang merasa jijik padaku ini.” Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah kotoran-
kotoran itu dari tubuhnya dan dikaruniai -oleh Allah Ta’ala – warna yang baik dan kulit yang
bagus. Malaikat itu berkata pula: “Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Orang
itu menjawab: “Unta.” Atau katanya: “Lembu,” yang merawikan Hadis ini sangsi – apakah
unta ataukah lembu. Ia lalu dikaruniai unta yang bunting, kemudian malaikat berkata:
“Semoga Allah memberi keberkahan untukmu dalam unta ini.”
Malaikat itu seterusnya mendatangi orang botak, kemudian berkata: “Keadaan yang
bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?” Orang botak berkata: “Rambut yang bagus dan
lenyaplah kiranya apa-apa yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini.” Malaikat
itu lalu mengusapnya dan lenyaplah botak itu dari kepalanya dan ia dikarunia rambut yang
bagus. Malaikat berkata pula: “Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Ia berkata: “Lembu.” lapun lalu dikarunia lembu yang bunting dan malaikat itu berkata: “Semoga Allah
memberikan keberkahan untukmu dalam lembu ini.”
Akhirnya malaikat itu mendatangi orang buta lalu berkata: “Keadaan bagaimanakah
yang amat tercinta bagimu?” Orang buta menjawab: “Yaitu hendaknya Allah mengembalikan
penglihatanku padaku sehingga aku dapat melihat semua orang.” Malaikat lalu
mengusapnya dan Allah mengembalikan lagi penglihatan padanya. Malaikat berkata pula:
“Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Ia menjawab: “Kambing.” lapun
dikarunia kambing yang bunting – hampir beranak.
Yang dua ini – unta dan lembu melahirkan anak-anaknya dan yang ini – kambing -
juga melahirkan anaknya. Kemudian yang seorang – yang supak – mempunyai selembah
penuh unta dan yang satunya lagi – yang botak – mempunyai selembah lembu dan yang
lainnya lagi – yang buta – mempunyai selembah kambing.
Malaikat itu lalu mendatangi lagi orang – yang asalnya – supak dalam rupa seperti
orang supak itu dahulu keadannya – yakni berpakaian serba buruk – dan berkata: “Saya
adalah orang miskin, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki
bagiku dalam bepergianku ini. Maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada
hari ini kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan
atas nama Allah yang telah mengaruniakan padamu warna yang baik dan kulit yang bagus
dan pula harta yang banyak, sudi kiranya engkau menyampaikan maksudku dalam
bepergianku ini – untuk sekedar bekal perjalanannya.” Orang supak itu menjawab:
“Keperluan-keperluanku masih banyak sekali.” Jadi enggan memberikan sedekah padanya.
Malaikat itu berkata lagi: “Seolah-olah saya pernah mengenalmu. Bukankah engkau dahulu
seorang yang berpenyakit supak yang dijijiki oleh seluruh manusia, bukankah engkau dulu
seorang fakir, kemudian Allah mengaruniakan harta padamu?” Orang supak dahulu itu
menjawab: “Semua harta ini saya mewarisi dari nenek-moyangku dulu dan merekapun dari
nenek-moyangnya pula.” Malaikat berkata pula: “Jikalau engkau berdusta dalam
pendakwaanmu – uraianmu yang menyebutkan bahwa harta itu adalah berasal dari warisan,
maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali seperti keadaanmu semula.
Malaikat itu selanjutnya mendatangi orang – yang asalnya -botak, dalam rupa – seperti
orang botak dulu – dan keadaannya -yang hina dina, kemudian berkata kepadanya
sebagaimana yang dikatakan kepada orang supak dan orang botak itu menolak
permintaannya seperti halnya orang supak itu pula. Akhirnya malaikat itu berkata: “Jikalau
engkau berdusta, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali sebagaimana
keadaanmu semula.”
Seterusnya malaikat itu mendatangi orang – yang asalnya – buta dalam rupanya -
seperti orang buta itu dahulu – serta keadaannya – yang menyedihkan, kemudian ia berkata:
“Saya adalah orang miskin dan anak jalan – maksudnya sedang bepergian dan kehabisan
bekal, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam
bepergianku ini, maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini, kecuali
Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama
Allah yang mengembalikan penglihatan untukmu yaitu seekor kambing yang dapat saya
gunakan untuk menyampaikan tujuanku dalam bepergian ini.” Orang buta dahulu itu
berkata: “Saya dahulu pernah menjadi orang buta, kemudian Allah mengembalikan
penglihatan padaku. Maka oleh sebab itu ambillah mana saja yang engkau inginkan dan
tinggalkanlah mana saja yang engkau inginkan. Demi Allah saya tidak akan membuat
kesukaran padamu – karena tidak meluluskan permintaanmu -pada hari ini dengan sesuatu
yang engkau ambil karena mengharapkan keridhaan Allah ‘Azzawajalla.” Malaikat itu lalu berkata: “Tahanlah hartamu – artinya tidak diambil sedikitpun, sebab
sebenarnya engkau semua ini telah diuji, kemudian Allah telah meridhai dirimu dan
memurkai pada dua orang sahabatmu – yakni si supak dan si botak.”
(Muttafaq alaih)
Dalam riwayat Imam Bukhari kata-kata: La ajhaduka, yang artinya: “Aku tidak akan
membuat kesukaran padamu”, itu diganti: La ahmaduka, artinya: “Aku tidak memujimu -
menyesali diriku – sekiranya hartaku tidak ada yang engkau tinggalkan karena engkau
membutuhkannya.”
66. Ketujuh: Dari Abu Ya’la yaitu Syaddad bin Aus r.a.dari Nabi s.a.w., sabdanya:
“Orang yang cerdik – berakal – ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya
dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah
orang yang dirinya selalu mengikuti hawanafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan
atas Allah – yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa
beramal shalih.”
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Imam Termidzi dan lain-lain ulama mengatakan bahwa makna Daana nafsahu artinya
membuat perhitungan pada diri sendiri.
belang kulitnya, orang botak dan orang buta. Allah hendak menguji mereka itu, kemudian
mengutus seorang malaikat kepada mereka. Ia mendatangi orang supak lalu berkata:
“Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?” Orang supak berkata: “Warna
yang baik dan kulit yang bagus, juga lenyaplah kiranya penyakit yang menyebabkan orang-
orang merasa jijik padaku ini.” Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah kotoran-
kotoran itu dari tubuhnya dan dikaruniai -oleh Allah Ta’ala – warna yang baik dan kulit yang
bagus. Malaikat itu berkata pula: “Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Orang
itu menjawab: “Unta.” Atau katanya: “Lembu,” yang merawikan Hadis ini sangsi – apakah
unta ataukah lembu. Ia lalu dikaruniai unta yang bunting, kemudian malaikat berkata:
“Semoga Allah memberi keberkahan untukmu dalam unta ini.”
Malaikat itu seterusnya mendatangi orang botak, kemudian berkata: “Keadaan yang
bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?” Orang botak berkata: “Rambut yang bagus dan
lenyaplah kiranya apa-apa yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini.” Malaikat
itu lalu mengusapnya dan lenyaplah botak itu dari kepalanya dan ia dikarunia rambut yang
bagus. Malaikat berkata pula: “Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Ia berkata: “Lembu.” lapun lalu dikarunia lembu yang bunting dan malaikat itu berkata: “Semoga Allah
memberikan keberkahan untukmu dalam lembu ini.”
Akhirnya malaikat itu mendatangi orang buta lalu berkata: “Keadaan bagaimanakah
yang amat tercinta bagimu?” Orang buta menjawab: “Yaitu hendaknya Allah mengembalikan
penglihatanku padaku sehingga aku dapat melihat semua orang.” Malaikat lalu
mengusapnya dan Allah mengembalikan lagi penglihatan padanya. Malaikat berkata pula:
“Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?” Ia menjawab: “Kambing.” lapun
dikarunia kambing yang bunting – hampir beranak.
Yang dua ini – unta dan lembu melahirkan anak-anaknya dan yang ini – kambing -
juga melahirkan anaknya. Kemudian yang seorang – yang supak – mempunyai selembah
penuh unta dan yang satunya lagi – yang botak – mempunyai selembah lembu dan yang
lainnya lagi – yang buta – mempunyai selembah kambing.
Malaikat itu lalu mendatangi lagi orang – yang asalnya – supak dalam rupa seperti
orang supak itu dahulu keadannya – yakni berpakaian serba buruk – dan berkata: “Saya
adalah orang miskin, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki
bagiku dalam bepergianku ini. Maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada
hari ini kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan
atas nama Allah yang telah mengaruniakan padamu warna yang baik dan kulit yang bagus
dan pula harta yang banyak, sudi kiranya engkau menyampaikan maksudku dalam
bepergianku ini – untuk sekedar bekal perjalanannya.” Orang supak itu menjawab:
“Keperluan-keperluanku masih banyak sekali.” Jadi enggan memberikan sedekah padanya.
Malaikat itu berkata lagi: “Seolah-olah saya pernah mengenalmu. Bukankah engkau dahulu
seorang yang berpenyakit supak yang dijijiki oleh seluruh manusia, bukankah engkau dulu
seorang fakir, kemudian Allah mengaruniakan harta padamu?” Orang supak dahulu itu
menjawab: “Semua harta ini saya mewarisi dari nenek-moyangku dulu dan merekapun dari
nenek-moyangnya pula.” Malaikat berkata pula: “Jikalau engkau berdusta dalam
pendakwaanmu – uraianmu yang menyebutkan bahwa harta itu adalah berasal dari warisan,
maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali seperti keadaanmu semula.
Malaikat itu selanjutnya mendatangi orang – yang asalnya -botak, dalam rupa – seperti
orang botak dulu – dan keadaannya -yang hina dina, kemudian berkata kepadanya
sebagaimana yang dikatakan kepada orang supak dan orang botak itu menolak
permintaannya seperti halnya orang supak itu pula. Akhirnya malaikat itu berkata: “Jikalau
engkau berdusta, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali sebagaimana
keadaanmu semula.”
Seterusnya malaikat itu mendatangi orang – yang asalnya – buta dalam rupanya -
seperti orang buta itu dahulu – serta keadaannya – yang menyedihkan, kemudian ia berkata:
“Saya adalah orang miskin dan anak jalan – maksudnya sedang bepergian dan kehabisan
bekal, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam
bepergianku ini, maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini, kecuali
Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama
Allah yang mengembalikan penglihatan untukmu yaitu seekor kambing yang dapat saya
gunakan untuk menyampaikan tujuanku dalam bepergian ini.” Orang buta dahulu itu
berkata: “Saya dahulu pernah menjadi orang buta, kemudian Allah mengembalikan
penglihatan padaku. Maka oleh sebab itu ambillah mana saja yang engkau inginkan dan
tinggalkanlah mana saja yang engkau inginkan. Demi Allah saya tidak akan membuat
kesukaran padamu – karena tidak meluluskan permintaanmu -pada hari ini dengan sesuatu
yang engkau ambil karena mengharapkan keridhaan Allah ‘Azzawajalla.” Malaikat itu lalu berkata: “Tahanlah hartamu – artinya tidak diambil sedikitpun, sebab
sebenarnya engkau semua ini telah diuji, kemudian Allah telah meridhai dirimu dan
memurkai pada dua orang sahabatmu – yakni si supak dan si botak.”
(Muttafaq alaih)
Dalam riwayat Imam Bukhari kata-kata: La ajhaduka, yang artinya: “Aku tidak akan
membuat kesukaran padamu”, itu diganti: La ahmaduka, artinya: “Aku tidak memujimu -
menyesali diriku – sekiranya hartaku tidak ada yang engkau tinggalkan karena engkau
membutuhkannya.”
66. Ketujuh: Dari Abu Ya’la yaitu Syaddad bin Aus r.a.dari Nabi s.a.w., sabdanya:
“Orang yang cerdik – berakal – ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya
dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah
orang yang dirinya selalu mengikuti hawanafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan
atas Allah – yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa
beramal shalih.”
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Imam Termidzi dan lain-lain ulama mengatakan bahwa makna Daana nafsahu artinya
membuat perhitungan pada diri sendiri.
67.
Kedelapan: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Setengah daripada kebaikan keislaman seseorang ialah apabila ia suka meninggalkan
apa-apa yang tidak memberikan kemanfaatan padanya – yakni ia tidak memerlukan untuk
mencampuri urusan itu. Ini adalah Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan
lain-lain.
Keterangan:
Meninggalkan sesuatu yang tidak berfaedah misalnya sesuatu yang memang bukan
urusan kita atau sesuatu yang terang salah dan batil, maka tidak berguna kita membela atau
menolongnya. Demikian pula sesuatu yang bila kita campuri, maka bukan makin baik dan
mungkin mencelakakan diri kita sendiri. Semua itu baiklah kita tinggalkan, kalau kita ingin
jadi orang Islam yang baik.
“Setengah daripada kebaikan keislaman seseorang ialah apabila ia suka meninggalkan
apa-apa yang tidak memberikan kemanfaatan padanya – yakni ia tidak memerlukan untuk
mencampuri urusan itu. Ini adalah Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan
lain-lain.
Keterangan:
Meninggalkan sesuatu yang tidak berfaedah misalnya sesuatu yang memang bukan
urusan kita atau sesuatu yang terang salah dan batil, maka tidak berguna kita membela atau
menolongnya. Demikian pula sesuatu yang bila kita campuri, maka bukan makin baik dan
mungkin mencelakakan diri kita sendiri. Semua itu baiklah kita tinggalkan, kalau kita ingin
jadi orang Islam yang baik.
8 Sabdanya
Nabi s.a.w. An-naaqatut ‘usyara, dengan dhammahnya ‘ain dan fathahnya syin
serta dengan mad (yakni dibaca panjang dengan diberi hamzah di belakang alif),
artinya: bunting. Sabdanya Antaja dalam riwayat lain berbunyi Fanataja,
artinya: Menguasai di waktu keluarnya anak unta. Natij bagi unta adalah sama
halnya dengan Qabilah bagi wanita. Jadi natij, artinya penolong unta betina
waktu beranak, sedang qabilah, artinya penolong wanita waktu melahirkan atau
biasa dinamakan bidan.
Sabda Wallada haadzaa dengan disyaddahkan lamnya, artinya: Menguasai waktu melahirkannya ini, Jadi sama halnya dengan Antaja untuk unta. Oleh sebab itu kata-kata Muwallid, Natij dan Qabilah adalah sama maknanya, tetapi muwallid dan natij adalah untuk binatang, sedang qabilah adalah untuk selain binatang.
Adapun sabda beliau s.a.w.: Inqatha-’at biyal hibaalu, yaitu dengan ha’ muhmalah (tanpa bertitik) dan ba’muwahhadah (bertitik sebuah), artinya: beberapa sebab. Jadi jelasnya: Sudan terputus semua sebab (untuk dapat memperoleh bekal guna melanjutkan perjalananku).
Sama halnya dengan yang biasa diucapkan oleh orang banyak: “Laisa ‘alaatbuulil hayaati nadamun,” artinya:
Tidaklah selain timbul penyesalan dalam sepanjang kehidupan ini, maksudnya ialah oleh sebab sangat panjangnya masa hidupnya itu.
Sabda Wallada haadzaa dengan disyaddahkan lamnya, artinya: Menguasai waktu melahirkannya ini, Jadi sama halnya dengan Antaja untuk unta. Oleh sebab itu kata-kata Muwallid, Natij dan Qabilah adalah sama maknanya, tetapi muwallid dan natij adalah untuk binatang, sedang qabilah adalah untuk selain binatang.
Adapun sabda beliau s.a.w.: Inqatha-’at biyal hibaalu, yaitu dengan ha’ muhmalah (tanpa bertitik) dan ba’muwahhadah (bertitik sebuah), artinya: beberapa sebab. Jadi jelasnya: Sudan terputus semua sebab (untuk dapat memperoleh bekal guna melanjutkan perjalananku).
Sama halnya dengan yang biasa diucapkan oleh orang banyak: “Laisa ‘alaatbuulil hayaati nadamun,” artinya:
Tidaklah selain timbul penyesalan dalam sepanjang kehidupan ini, maksudnya ialah oleh sebab sangat panjangnya masa hidupnya itu.
68.
Kesembilan: Dari Umar r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Janganlah seseorang
lelaki
itu ditanya apa sebabnya ia memukul isterinya – sebab mungkin ia akan malu jikalau
sebab pemukulannya diketahui oleh orang lain.”
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lainnya.
itu ditanya apa sebabnya ia memukul isterinya – sebab mungkin ia akan malu jikalau
sebab pemukulannya diketahui oleh orang lain.”
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lainnya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan