KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI
Carilah ilmu, ajarkan kepada manusia; agungkanlah kalam Tuhanmu dan bersucilah, pasti engkau terjaga dari bencana.
PETUNJUK:
Mencari ilmu
Sabda Rasulullah saw riwayat dari Abdullah bin Mas'ud:
Barang siapa yang mempelajari satu bab dari ilmu yang dia dapat memperoleh manfaat dunia akhirat, maka hal itu lebih baik baginya dari pada umur dunia 70.000 tahun yang dipergunakan puasa pada siang hari dan salat pada malam hari dalam keadaan diterima, tidak ditolak.
Dari Mu'adz bin Jabal katanya: Rasulullah saw bersabda:
Pelajarilah ilmu, sebab mempelajari ilmu karena Allah adalah kebaikan, mendaras ilmu sama dengan bertasbih, membahas ilmu sama dengan berjuang, mencari ilmu adalah ibadah, mengajarkan ilmu adalah sedekah, memberikan ilmu kepada yang memerlukan adalah pendekatan diri kepada Allah, memikirkan ilmu sebanding dengan pahala puasa dan memusyawarahkan ilmu sebanding pahala salat malam.
Rasulullah saw bersabda:
Tuntutlah ilmu, meskipun di antara kamu dan ilmu terbentang lautan api.
Sabda Rasulullah saw:
Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat.
Mempelajari ilmu adalah wajib setiap saat dan keadaan. Sebagian dari para ulama salaf (ulama dahulu) berpendapat bahwa ilmu ada empat macam:
Ilmu dapat dihasilkan dengan dua cara:
Orang yang menuntut ilmu wajib berniat dalam usaha menghasilkan ilmu tersebut:
Ia tak boleh berniat agar manusia menghadap kepadanya, mencari kesenangan dunia dan kemuliaan di depan pejabat dsb.
Menyebarkan ilmu agama
Nabi Muhammad saw bersabda:
Hendaklah orang yang hadir di antara kamu sekalian menyampaikan kepada orang yang tidak hadir.
Wajib bagi seseorang yang mendengarkan untuk menyampaikan segala sesuatu yang didengarkan kepada orang yang tidak hadir. Hadits ini ditujukan kepada para sahabat dan orang-orang sesudah mereka sampai hari kiamat. Jadi wajib bagi seseorang yang memiliki (ahli) ilmu untuk bertabligh. Setiap orang yang mengetahui satu masalah adalah ahli ilmu dalam masalah tersebut. Setiap orang awam yang mengetahui syarat salat, wajib mengajarkan kepada orang lain. Jika ia tidak mau mengajarkan, maka ia bersekutu dalam dosa dengan orang yang belum mengetahuinya.
Pada setiap masjid dan tempat wajib ada seorang ahli agama yang mengajar kepada manusia dan memberikan pemahaman kepada mereka mengenai masalah-masalah agama. Demikian juga halnya di setiap desa. Setiap ahli agama setelah selesai melaksanakan fardlu 'ain, yaitu mengajar di daerahnya sendiri, melakukan fardlu kifayah, yaitu keluar ke daerah yang berdekatan dengan daerahnya, untuk mengajarkan agama dan kewajiban syariat kepada penduduk desa tersebut. Ahli agama tersebut wajib membawa bekal untuk dimakan sendiri, dan tidak boleh ikut makan makanan orang yang diajar.
Jika sudah ada salah seorang yang menunaikan kewajiban ini, maka gugurlah dosa dari para ahli ilmu yang lain. Jika tidak ada sama sekali orang yang menunaikan kewajiban ini, maka dosanya akan menimpa semua orang. Orang yang alim berdosa karena keteledorannya tidak mau pergi ke daerah tersebut; sedangkan orang yang bodoh berdosa karena keteledorannya dalam meninggalkan menuntut ilmu. Ini adalah pendapat Syeikh Ahmad as-Suhaimi yang dinukil oleh Imam al-Ghozali.
Ada 3 tanda bagi orang alim yang ingin mencari kebahagiaan akhirat:
Tanda orang yang tidak mencari kesenangan dunia dengan ilmunya ada lima:
Mengagungkan dan menghormati al-Quran
Mengagungkan dan menghormati Al-Quran harus dilakukan dengan jalan:
Bersuci
Dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 6 Allah swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan mata kaki. Jika kamu junub, mandilah. Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (WC) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia ingin membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Rasulullah saw bersabda:
Bersuci itu separuh dari iman.
Menurut Syeikh Suhaimi hadits ini berarti bahwa berwudlu lahir batin dilihat dari pahalanya adalah separoh dari iman. Syeikh Hatim al-Asham berkata kepada 'Ashim bin Yusuf: "Apabila waktu salat telah datang, berwudlulah engkau dengan dua wudlu, yaitu wudlu lahir dan batin!" 'Ashim bin Yusuf berkata: "Bagaimana wudlu tersebut?" Syeikh Hatim al-Asham berkata: "Wudlu lahir sudah engkau ketahui. Sedangkan wudlu batin ialah dengan bertaubat, menyesali perbuatan dosa, meninggalkan perasaan dendam, menipu, keragu-raguan, kesombongan, dan meninggalkan kesenangan kepada penampilan dunia, pujian manusia, dan politik praktis.
Sahabat 'Umar bin Khattab berkata: "Wudlu yang bagus dapat menolak kejahatan syaithan dari Anda".
Cabang iman 17-20,
disebutkan dalam bait syair:
وَاطْلُبْ لِعِلْمٍ ثُمَّ لَقِّـنْهُ الْوَرَى * عَظِّمْ كَلاَمَ الرَّبِّ
وَاطْهُر تُعْصَمُ
Carilah ilmu, ajarkan kepada manusia; agungkanlah kalam Tuhanmu dan bersucilah, pasti engkau terjaga dari bencana.
PETUNJUK:
1.
Mencari
ilmu
4.
Bersuci
Mencari ilmu
Sabda Rasulullah saw riwayat dari Abdullah bin Mas'ud:
مَنْ تَعَلَّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ يَنْتَفِعُ
بِهِ فِى آخِرَتِهِ وَدُنْيَاهُ كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنْ عُمْرِ الدُّنْيَا سَبْعَةَ
آلاَفِ سَنَةٍ صِيَامَ نَهَارِهَا وَقِيَامَ لَيَالِيْهَا مَقْبُوْلاً غَيْرَ مَرْدُوْدٍ
Barang siapa yang mempelajari satu bab dari ilmu yang dia dapat memperoleh manfaat dunia akhirat, maka hal itu lebih baik baginya dari pada umur dunia 70.000 tahun yang dipergunakan puasa pada siang hari dan salat pada malam hari dalam keadaan diterima, tidak ditolak.
Dari Mu'adz bin Jabal katanya: Rasulullah saw bersabda:
تَعَلَّمُوْا الْعِلْمَ فَاِنَّ تَعَلُّمَهُ
ِللهِ حَسَنَةٌ وَدِرَاسَتَهُ تَسْبِيْحٌ وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ
وَتَعْلِيْمَهُ صَدَقَةٌ وَبَذْلَهُ ِلاَهْلِهِ قُرْبَةٌ وَالْفِكْرَ فِى الْعِلْمِ
يَعْدِلُ الصِّيَامَ وَمُذَاكَرَتَهُ تَعْدِلُ الْقِيَامَ
Pelajarilah ilmu, sebab mempelajari ilmu karena Allah adalah kebaikan, mendaras ilmu sama dengan bertasbih, membahas ilmu sama dengan berjuang, mencari ilmu adalah ibadah, mengajarkan ilmu adalah sedekah, memberikan ilmu kepada yang memerlukan adalah pendekatan diri kepada Allah, memikirkan ilmu sebanding dengan pahala puasa dan memusyawarahkan ilmu sebanding pahala salat malam.
Rasulullah saw bersabda:
اُطْلُبِ الْعِلْمَ وَلَوْ كَانَ بَيْنَكَ
وَبَيْنَهُ بَحْرٌ مِنَ النَّارِ
Tuntutlah ilmu, meskipun di antara kamu dan ilmu terbentang lautan api.
Sabda Rasulullah saw:
اُطْلُبِ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى اللَّحْدِ
Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat.
Mempelajari ilmu adalah wajib setiap saat dan keadaan. Sebagian dari para ulama salaf (ulama dahulu) berpendapat bahwa ilmu ada empat macam:
1.
Ilmu untuk membetulkan amalan agama.
2.
Ilmu kedokteran untuk menyehatkan badan.
3.
Ilmu falak untuk menentukan waktu salat.
4.
Ilmu nahwu untuk membetulkan bacaan.
Ilmu dapat dihasilkan dengan dua cara:
- Usaha,
yaitu ilmu yang dapat diperoleh dengan jalan belajar dan membaca secara
terus menerus.
- Mendengarkan,
yaitu belajar dari para ulama dengan mendengarkan permasalahan agama dan
dunia. Hal ini tidak dapat berhasil kecuali dengan mencintai para ulama,
bergaul dengan mereka, menghadiri majlis-majlis taklim mereka dan meminta
penjelasan dari mereka.
Orang yang menuntut ilmu wajib berniat dalam usaha menghasilkan ilmu tersebut:
- mencari
keridlaan Allah,
- mencari
kebahagiaan akhirat,
- menghilangkan
kebodohan dirinya dan semua orang yang bodoh,
- menghidupkan
agama,
- mengabadikan
agama dengan ilmu, dan
- mensyukuri
kenikmatan akal dan kesehatan badan
Ia tak boleh berniat agar manusia menghadap kepadanya, mencari kesenangan dunia dan kemuliaan di depan pejabat dsb.
Menyebarkan ilmu agama
Nabi Muhammad saw bersabda:
لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الْغَائِبَ
Hendaklah orang yang hadir di antara kamu sekalian menyampaikan kepada orang yang tidak hadir.
Wajib bagi seseorang yang mendengarkan untuk menyampaikan segala sesuatu yang didengarkan kepada orang yang tidak hadir. Hadits ini ditujukan kepada para sahabat dan orang-orang sesudah mereka sampai hari kiamat. Jadi wajib bagi seseorang yang memiliki (ahli) ilmu untuk bertabligh. Setiap orang yang mengetahui satu masalah adalah ahli ilmu dalam masalah tersebut. Setiap orang awam yang mengetahui syarat salat, wajib mengajarkan kepada orang lain. Jika ia tidak mau mengajarkan, maka ia bersekutu dalam dosa dengan orang yang belum mengetahuinya.
Pada setiap masjid dan tempat wajib ada seorang ahli agama yang mengajar kepada manusia dan memberikan pemahaman kepada mereka mengenai masalah-masalah agama. Demikian juga halnya di setiap desa. Setiap ahli agama setelah selesai melaksanakan fardlu 'ain, yaitu mengajar di daerahnya sendiri, melakukan fardlu kifayah, yaitu keluar ke daerah yang berdekatan dengan daerahnya, untuk mengajarkan agama dan kewajiban syariat kepada penduduk desa tersebut. Ahli agama tersebut wajib membawa bekal untuk dimakan sendiri, dan tidak boleh ikut makan makanan orang yang diajar.
Jika sudah ada salah seorang yang menunaikan kewajiban ini, maka gugurlah dosa dari para ahli ilmu yang lain. Jika tidak ada sama sekali orang yang menunaikan kewajiban ini, maka dosanya akan menimpa semua orang. Orang yang alim berdosa karena keteledorannya tidak mau pergi ke daerah tersebut; sedangkan orang yang bodoh berdosa karena keteledorannya dalam meninggalkan menuntut ilmu. Ini adalah pendapat Syeikh Ahmad as-Suhaimi yang dinukil oleh Imam al-Ghozali.
Ada 3 tanda bagi orang alim yang ingin mencari kebahagiaan akhirat:
1.
Ia tidak mencari kesenangan dunia dengan
ilmunya.
2.
Kesibukannya dalam ilmu dimaksudkan
untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat, sehingga ia memperhatikan ilmu yang
dapat dipergunakan untuk memperbaiki batin dan hatinya.
3.
Ia menyandarkan ilmunya pada taklid
(mengikuti) kepada Pemilik Syariat, Nabi Muhammad saw, dalam ucapan dan
perbuatannya.
Tanda orang yang tidak mencari kesenangan dunia dengan ilmunya ada lima:
1.
Ucapannya tidak menyalahi perbuatannya,
sehingga ia menjadi orang yang pertama kali melakukan perintah dan meninggalkan
larangan.
2.
Ia memperhatikan ilmu menurut kadar
kemampuannya, dan senang kepada ketaatan serta menjauhi ilmu yang memperbanyak
perdebatan.
3.
Ia menjauhi kemewahan dalam makanan,
tempat tinggal, perkakas rumah tangga dan pakaian.
4.
Ia menahan diri dari mempergauli para
pejabat, kecuali untuk memberi nasihat kepadanya atau untuk menolak kedlaliman,
atau untuk memberikan pertolongan dalam hal yang diridlai oleh Allah Ta'ala.
5.
Ia tidak cepat-cepat memberikan fatwa
kepada orang yang bertanya, tetapi mengatakan: "Tanyakan kepada orang yang
ahli memberi fatwa!", karena kehati-hatiannya. Ia mencegah diri dari
berijtihad dalam sesuatu masalah, jika masalah tersebut tidak jelas bagi
dirinya. Bahkan ia mengatakan: "Saya tidak tahu!" apabila ijtihad
tersebut tidak mudah baginya.
Mengagungkan dan menghormati al-Quran
Mengagungkan dan menghormati Al-Quran harus dilakukan dengan jalan:
- Membacanya
dalam keadaan suci.
- Tidak
menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci.
- Bersikat
gigi pada waktu ingin membacanya.
- Duduk
dengan lurus dan tidak boleh bertelekan pada waktu membaca al-Quran selain
dalam salat.
- Memakai
pakaian yang bagus, karena orang yang membaca al-Quran pada hakekatnya
beraudiensi dengan Tuhannya.
- Menghadap
kiblat pada waktu membaca al-Quran.
- Berkumur
setiap kali berdahak.
- Berhenti
membaca al-Quran pada waktu menguap (angop = Jw).
- Membaca
al-Quran dengan serius (bersungguh-sungguh) dan tartil.
- Membaca
setiap huruf dengan benar.
- Tidak
meninggalkan al-Quran dalam keadaan terbuka pada waktu meletakkannya.
- Tidak
meletakkan sesuatu di atas al-Quran, sehingga mushaf al-Quran selamanya
berada di atas segalanya.
- Meletakkan
mushaf Al-Quran di pangkuannya atau di atas sesuatu di mukanya dan jangan
meletakkannya di atas lantai ketika membacanya.
- Tidak
menghapus tulisan al-Quran dengan ludah, tetapi harus dengan air.
- Tidak
mempergunakan mushaf yang telah rusak dan kertasnya telah rapuh, agar
mushaf tetap utuh dan tidak menyia-nyiakannya.
- Tidak
membaca al-Quran di pasar, tempat keramaian, dan tempat pertemuan
orang-orang bodoh.
- Tidak
membuang basuhan tulisan al-Quran untuk berobat di tempat sampah, tempat
najis, atau tempat yang diinjak-injak, tetapi harus dibuang di tempat yang
tidak diinjak oleh orang, atau menggali lubang di tempat yang suci dan
menyiram badannya di lubang tersebut, lalu lubang tersebut ditutup
kembali, atau menyiram badannya di sungai yang besar, sehingga airnya
mengalir bercampur dengan air sungai.
- Menyebut
nama Allah (membaca basmalah) pada waktu menulis al-Quran atau meminum
tulisan al-Quran dan mengagungkan niat dalam hal tersebut, karena Allah
akan memberinya menurut kadar niatnya.
Bersuci
Dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 6 Allah swt berfirman:
يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ
اِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا
بِرُؤُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا
وَاِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى اَوْ عَلَى سَفَرٍ اَوْ جَاءَ اَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
اَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا
فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيْدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ
عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلكِنْ يُرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan mata kaki. Jika kamu junub, mandilah. Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (WC) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia ingin membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Rasulullah saw bersabda:
Bersuci itu separuh dari iman.
Menurut Syeikh Suhaimi hadits ini berarti bahwa berwudlu lahir batin dilihat dari pahalanya adalah separoh dari iman. Syeikh Hatim al-Asham berkata kepada 'Ashim bin Yusuf: "Apabila waktu salat telah datang, berwudlulah engkau dengan dua wudlu, yaitu wudlu lahir dan batin!" 'Ashim bin Yusuf berkata: "Bagaimana wudlu tersebut?" Syeikh Hatim al-Asham berkata: "Wudlu lahir sudah engkau ketahui. Sedangkan wudlu batin ialah dengan bertaubat, menyesali perbuatan dosa, meninggalkan perasaan dendam, menipu, keragu-raguan, kesombongan, dan meninggalkan kesenangan kepada penampilan dunia, pujian manusia, dan politik praktis.
Sahabat 'Umar bin Khattab berkata: "Wudlu yang bagus dapat menolak kejahatan syaithan dari Anda".
Tiada ulasan:
Catat Ulasan