Menurut Kalam Hikmah ke 5 , Imam Ibnu Athaillah Askandary
“Usahamu untuk meraih apa yang telah dijamin
untukmu, dan teledormu terhadap apa yang diminta darimu, ialah bukti akan
butanya mata hatimu”
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka menyembah kepadaKu. Aku tidak menghendaki rezeki
dari mereka dan tidak pula agar mereka memberi-Ku makan. Allah adalah Zat yang
memberi rezeki, dan memiliki kekuatan lagi sangat kokoh”
“Dan perintahlah keluargamu untuk mengerjakan salat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya”
“Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu.
Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”
Ayat-ayat di atas membicarakan hal berikut: Bahwa Allah menciptakan manusia
untuk satu tugas khusus, yaitu beribadah kepada-Nya. Sedang yang menjamin
rezeki adalah murni tugas Allah. Manusia tak diminta memikirkan urusan rezeki
itu. Lho, kalau kita tak memikirkan urusan rezeki, lantas bagamana kita bisa
makan? Bahkan tanpa makan, bagamana kita bisa beribadah?
So, untuk kejanggalan itu, marilah kita kembali pada kajian bab sebelumnya,
bahwa“mikir” beda dengan “kerja”. Gimana, masih ingat
kan? Ya! Tentu saja kita harus bekerja, jika kita kebetulan ada dalam keadaan
asbab (bukan tajrid). Sebab bekerja itu bagian dari ibadah juga. Tapi jangan
sampai bekerja itu kemudian jadi tujuan. Setelah kita kerja (mencari rezeki),
kita harus alihkan fokus pada tugas yang lebih besar, di mana manusia
diciptakan karenanya Tugas itu tak lain beribadah kpd Allah SWT.
Kita tak perlu mikir bagamana usaha kita, berhasil apa tidak, laba apa tidak,
dst. Sebab yang memberi hasil, sukses/gagal, laba/rugi, kaya/miskin, semuanya
dari Allah. Yang penting kita usaha. Titik.
Jadi jika ada orang yang seharian sudah kerja, lalu pulang masih pening
mikir kerja, bahkan saat solat pun mikirin kerja. Maka jenis orang seperti
itulah yang oleh Ibnu Atha’illah disebut “orang
yang buta mata hatinya”. Mengapa begitu? Ya, sebab tugas utama manusia
bukan bekerja, tapi beribadah kepada Allah. Yang menjamin rezeki itu ya Allah,
bukan pekerjaan. Maka yang terpenting bagi kita saat ini, adalah mengetahui apa
saja hal-hal penting yang dibebankan Allah pada kita.
Kita perlu tahu apa saja kewajiban individu kita, apa saja hal yang sunah,
dan apa saja yang merupakan peyempurna. Setelah itu, barulah kita menunaikan
kewajiban-kewajiban kita sesuai ketetapan yang semestinya, supaya tidak
kebalik-balik.
Misal: Allah berfirman “Dan perintahlah keluargamu untuk mengerjakan salat
dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya”
Lantas kita abai pada anak-anak dan keluarga kita. Tak perduli urusan salat
mereka. Tidak memberi pendidikan pd mereka. Dengan alasan bahwa kita sibuk
kerjaan. Urusan kantor. Urusan bisnis, dll. Ini namanya orang yang buta mata
hatinya.
Misalnya lagi: Allah perintahkan kita ununtuk jauhi riba, tipu-menipu, suap
dll. Tapi malah kita lakukan perbuatan itu. karena ambisinya menumpuk kekayaan.
Padahal Allah perintah kita untuk jauhi riba. Allah tak perintahkan kita untuk
jadi kaya.
Allah perintahkan kita untuk bayar zakat, rajin sedekah, berderma, sebagai
ibadah yang bermanfaat bagi kita di dunia dan akhirat. Tapi kita malah kikir,
dengan dalih ini jerih payahku, agar orang tak malas, dll. Padahal perintahnya:
“bersedekahlah!” Urusan orang yang diberi jadi malas itu bukan urusanmu. Kita
hanya diminta bersedekah jika berkelebihan rezeki. Titik.
Dan begitu seterusnya. Kenali tugas pokok kita, lalu laksanakan!
Tiada ulasan:
Catat Ulasan