Diantara kondisi-kondisi yang
ditekankan agar kita bersabar adalah :
1.Sebab Meraih Kemuliaan
Di dalam Taisir Lathifil Mannaan
Syaikh As Sa’di rahimahullah menyebutkan sebab-sebab untuk menggapai berbagai
cita-cita yang tinggi. Beliau menyebutkan bahwa sebab terbesar untuk boleh
meraih itu semua adalah iman dan amal shalih.
Di samping itu, ada sebab-sebab lain
yang merupakan bagian dari kedua perkara ini. Di antaranya adalah kesabaran.
Sabar adalah sebab untuk bisa mendapatkan berbagai kebaikan dan menolak
berbagai keburukan. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala,
“Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS. Al Baqarah [2]: 45).
Yaitu mintalah pertolongan kepada
Allah dengan bekal sabar dan shalat dalam menangani semua urusan kalian. Begitu
pula sabar menjadi sebab hamba bisa meraih kenikmatan abadi yaitu surga. Allah
ta’ala berfirman kepada penduduk surga, “Keselamatan atas kalian berkat
kesabaran kalian.” (QS. Ar Ra’d [13] : 24).
Allah juga berfirman, “Mereka itulah
orang-orang yang dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan
sebab kesabaran mereka.” (QS. Al Furqaan [25] : 75).
Selain itu Allah pun menjadikan sabar
dan yakin sebagai sebab untuk mencapai kedudukan tertinggi yaitu kepemimpinan
dalam hal agama. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala, “Dan Kami menjadikan di
antara mereka (Bani Isra’il) para pemimpin yang memberikan petunjuk dengan
titah Kami, karena mereka mau bersabar dan meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As
Sajdah [32]: 24)
2.Sabar Dalam Ketaatan
• Sabar Dalam Menuntut Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, “Betapa
banyak gangguan yang harus dihadapi oleh seseorang yang berusaha menuntut ilmu.
Maka dia harus bersabar untuk menahan rasa lapar, kekurangan harta, jauh dari
keluarga dan tanah airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya menimba ilmu
dengan cara menghadiri pengajian-pengajian, mencatat dan memperhatikan
penjelasan serta mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.
Semoga Allah merahmati Yahya bin Abi
Katsir yang pernah mengatakan, “Ilmu itu tidak akan didapatkan dengan banyak
mengistirahatkan badan”, sebagaimana tercantum dalam shahih Imam Muslim.
Terkadang seseorang harus menerima gangguan dari orang-orang yang terdekat
darinya, apalagi orang lain yang hubungannya jauh darinya, hanya karena
kegiatannya menuntut ilmu. Tidak ada yang bisa bertahan kecuali orang-orang
yang mendapatkan anugerah ketegaran dari Allah.”
• Sabar Dalam Mengamalkan Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, “Dan orang
yang ingin beramal dengan ilmunya juga harus bersabar dalam menghadapi gangguan
yang ada di hadapannya. Apabila dia melaksanakan ibadah kepada Allah menuruti
syari’at yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida’ wal ahwaa’ yang
menghalangi di hadapannya, demikian pula orang-orang bodoh yang tidak kenal
agama kecuali ajaran warisan nenek moyang mereka.
Sehingga gangguan berupa ucapan harus
diterimanya, dan terkadang berbentuk gangguan fisik, bahkan terkadang dengan
kedua-keduanya. Dan kita sekarang ini berada di zaman di mana orang yang
berpegang teguh dengan agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api,
maka cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita, Dialah sebaik-baik penolong”
• Sabar Dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Syaikh Nu’man mengatakan, “Begitu
pula orang yang berdakwah mengajak kepada agama Allah harus bersabar menghadapi
gangguan yang timbul karena sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah
menempati posisi sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang
dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti
orang.”
Sehingga jika dia mengajak kepada
tauhid didapatinya para da’i pengajak kesyirikan tegak di hadapannya, begitu
pula para pengikut dan orang-orang yang mengenyangkan perut mereka dengan cara
itu. Sedangkan apabila dia mengajak kepada ajaran As Sunnah maka akan
ditemuinya para pembela bid’ah dan hawa nafsu. Begitu pula jika dia memerangi
kemaksiatan dan berbagai kemungkaran niscaya akan ditemuinya para pemuja syahwat,
kefasikan dan dosa besar serta orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok
mereka.
Mereka semua akan berusaha
menghalang-halangi dakwahnya karena dia telah menghalangi mereka dari
kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan yang selama ini mereka tekuni.”
3. Sabar dan Kemenangan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Allah ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, “Dan
sungguh telah didustakan para Rasul sebelummu, maka mereka pun bersabar
menghadapi pendustaan terhadap mereka dan mereka juga disakiti sampai tibalah
pertolongan Kami.” (QS. Al An’aam [6]: 34).
Semakin besar gangguan yang diterima
niscaya semakin dekat pula datangnya kemenangan. Dan bukanlah
pertolongan/kemenangan itu terbatas hanya pada saat seseorang (da’i) masih
hidup saja sehingga dia bisa menyaksikan buah dakwahnya terwujud. Akan tetapi
yang dimaksud pertolongan itu terkadang muncul di saat sesudah kematiannya.
Yaitu ketika Allah menundukkan hati-hati umat manusia sehingga menerima
dakwahnya serta berpegang teguh dengannya. Sesungguhnya hal itu termasuk
pertolongan yang didapatkan oleh da’i ini meskipun dia sudah mati.
Maka wajib bagi para da’i untuk
bersabar dalam melancarkan dakwahnya dan tetap konsisten dalam menjalankannya.
Hendaknya dia bersabar dalam menjalani agama Allah yang sedang didakwahkannya
dan juga hendaknya dia bersabar dalam menghadapi rintangan dan gangguan yang
menghalangi dakwahnya. Lihatlah para Rasul shalawatullaahi wa salaamuhu
‘alaihim. Mereka juga disakiti dengan ucapan dan perbuatan sekaligus.
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Demikianlah, tidaklah ada seorang Rasul pun yang datang sebelum mereka
melainkan mereka (kaumnya) mengatakan, ‘Dia adalah tukang sihir atau orang
gila’.” (QS. Adz Dzariyaat [51]: 52). Begitu juga Allah ‘azza wa jalla
berfirman, “Dan demikianlah Kami menjadikan bagi setiap Nabi ada musuh yang
berasal dari kalangan orang-orang pendosa.” (QS. Al Furqaan [25]: 31). Namun,
hendaknya para da’i tabah dan bersabar dalam menghadapi itu semua…”
4. Sabar di atas Islam
Ingatlah bagaimana kisah Bilal bin
Rabah radhiyallahu ‘anhu yang tetap berpegang teguh dengan Islam meskipun harus
merasakan siksaan ditindih batu besar oleh majikannya di atas padang pasir yang
panas. Ingatlah bagaimana siksaan tidak berperikemanusiaan yang dialami oleh
Ammar bin Yasir dan keluarganya. Ibunya Sumayyah disiksa dengan cara yang
sangat keji sehingga mati sebagai muslimah pertama yang syahid di jalan Allah.
Lihatlah keteguhan Sa’ad bin Abi
Waqqash radhiyallahu ‘anhu yang dipaksa oleh ibunya untuk meninggalkan Islam
sampai-sampai ibunya bersumpah mogok makan dan minum bahkan tidak mau
mengajaknya bicara sampai mati. Namun dengan tegas Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan,
“Wahai Ibu, demi Allah, andaikata ibu memiliki seratus nyawa kemudian satu
persatu keluar, sedetikpun ananda tidak akan meninggalkan agama ini…”
Inilah akidah, inilah kekuatan iman,
yang sanggup bertahan dan kokoh menjulang walaupun diterpa oleh berbagai badai
dan topan kehidupan.
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya
cobaan yang menimpa kita pada hari ini, baik yang berupa kehilangan harta,
kehilangan jiwa dari saudara yang tercinta, kehilangan tempat tinggal atau
kekurangan bahan makanan, itu semua jauh lebih ringan daripada cobaan yang
dialami oleh salafush shalih dan para ulama pembela dakwah tauhid di masa
silam.
Mereka disakiti, diperangi,
didustakan, dituduh yang bukan-bukan, bahkan ada juga yang dikucilkan. Ada yang
tertimpa kemiskinan harta, bahkan ada juga yang sampai meninggal di dalam
penjara, namun sama sekali itu semua tidaklah menggoyahkan pilar keimanan
mereka.
Ingatlah firman Allah ta’ala yang
artinya, “Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai
seorang muslim.” (QS. Ali ‘Imran [3] : 102).
Ingatlah juga janji Allah yang
artinya, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya akan Allah berikan
jalan keluar dan Allah akan berikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka.”
(QS. Ath Thalaq [65] : 2-3).
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya
datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran. Bersama kesempitan pasti
akan ada jalan keluar. Bersama kesusahan pasti akan ada kemudahan.” (HR. Abdu
bin Humaid)
5. Sabar Menjauhi Maksiat
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al
Madkhali mengatakan, “Bersabar menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah,
sehingga dia berusaha menjauhi kemaksiatan, karena bahaya dunia, alam kubur dan
akhirat siap menimpanya apabila dia melakukannya. Dan tidaklah umat-umat
terdahulu binasa kecuali karena disebabkan kemaksiatan mereka, sebagaimana hal
itu dikabarkan oleh Allah ‘azza wa jalla di dalam muhkam al-Qur’an.
Di antara mereka ada yang
ditenggelamkan oleh Allah ke dalam lautan, ada pula yang binasa karena disambar
petir, ada pula yang dimusnahkan dengan suara yang mengguntur, dan ada juga di
antara mereka yang dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi, dan ada juga di
antara mereka yang di rubah bentuk fisiknya (dikutuk).”
Pentahqiq kitab tersebut memberikan
catatan, “Syaikh memberikan isyarat terhadap sebuah ayat, “Maka masing-masing
(mereka itu) kami siksa disebabkan dosanya, Maka di antara mereka ada yang kami
timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa
suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke
dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah
sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 40).
“Bukankah itu semua terjadi hanya
karena satu sebab saja yaitu maksiat kepada Allah tabaaraka wa ta’ala. Karena
hak Allah adalah untuk ditaati tidak boleh didurhakai, maka kemaksiatan kepada
Allah merupakan kejahatan yang sangat mungkar yang akan menimbulkan kemurkaan,
kemarahan serta mengakibatkan turunnya siksa-Nya yang sangat pedih. Jadi, salah
satu macam kesabaran adalah bersabar untuk menahan diri dari perbuatan maksiat
kepada Allah. Janganlah mendekatinya.
Dan apabila seseorang sudah terlanjur
terjatuh di dalamnya hendaklah dia segera bertaubat kepada Allah dengan taubat
yang sebenar-benarnya, meminta ampunan dan menyesalinya di hadapan Allah. Dan
hendaknya dia mengikuti kejelekan-kejelekannya dengan berbuat
kebaikan-kebaikan. Sebagaimana difirmankan Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya
kebaikan-kebaikan akan menghapuskan kejelekan-kejelekan.” (QS. Huud [11] :
114).
Dan juga sebagaimana disabdakan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan,
niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya.” (HR. Ahmad)
6. Sabar Menerima Takdir
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al
Madkhali mengatakan, “Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah Bersabar
dalam menghadapi takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada
hamba-hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu
pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang
mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah
yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain
sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam
semesta…”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan