(Percikan Cahaya Ilahi)
SULTHANUL AULIYA SYEIKH ABD QADIR AL JAILANI
Pada Hari Selasa, 11 Jumadil Akhir 545
Hijriyah di Madrasah Sl Ma’murahnya.
Syeikh Abdul Qadir Al Jalani bertutur :
Dengan menengahkan Hadis Nabi saw :
“Barangsiapa menjunjung (menyanjung) orang kaya karena terdorong
ingin memperoleh apa yang ada padanya, maka hilanglah sepertiga agamanya.”(Riwayat
Ahmad)
Dengarlah, wahai orang munafiq,
demikian akibat perendahan diri di hadapan orang kaya, maka bagaimana hasil
shalat, puasa dan haji orang yang berbuat seperti ini, bahkan mereka menerima
cerca mereka. Wahai pemusyrik Allah, tidakkah kau terima berita Dia dan
rasul-Nya; Islamlah, taubatlah dan ikhlaslah dalam bertaubat hingga imanmu
kembali dan keyakinanmu terjunjung, tauhidmu tumbuh maka cabang-cabangnya pun
naik ke arasy.
Wahai sahaya,
bila kau pelihara iman, kau tumbuhkan (persubur) batangnya tentu diperkaya
Allah untuk dirimu sendiri dari segala ciptaan Allah menghias jiwa, hati dan
sirrimu lalu menempatkanmu pada pintu-Nya, memperkaya pikirmu dengan ingat
dekat dan berjinak bersama-Nya; ketika itu kamu tidak peduli lagi terhadap
orang gyang bersimbah dunia atau tersibukkan olehnya; juga tidak memperdulikan
orang-orang yang haus menguasai dunia.
Wahai orang yang mengaku berilmu,
sedang ia giat mencari dunia tanpa perduli dengan atau jatuh untuk mereka,
sungguh kamu disesatkan Allah karena ilmu itu; lenyaplah keberkahan ilmumu;
lenyap akalmu tinggal kulut saja. Dan kamu, wahai pengaku ahli ibadah, sedang
hatimu giat menyembah ciptaan, takut mereka dan mengharap mereka; secara lahiri
kamu memang penyembah Allah, tapi batinmu menyembah ciptaan; setiap apa yang
kau cari atau yang kau tuju semata dari mereka termasuk kepingan-kepingan
mutiara, uang dan dunia; kau mengharap pujian mereka tapi takut cela dan
pemalingan mereka, rupanya kau takut jika subsidi dari mereka tertutup, karena
itu mereka selalu kau harapkan; bahkan kau tak malu-malu bicara lembut di
hadapan mereka.
Celaka kamu; menurut pengamatanku kau
termasuk pemusyrik, munafik bahkan zindik. Sungguh celaka; kau lakukan shalat,
mulutmu mengucapkan Takbir (Allahu
Akbar), tapi ucapan itu kau dustai sendiri; sebenarnya kedudukan ciptaan di
hatimu itu lebih besar daripada Allah; bertaubatlah kepada Allah; kau jangan
beramal baik kecuali untuk-Nya; jangan peruntukkan dunia atau akhirat; jadilah
seperti orang yang berhasrat kepada-Nya semata; berikan hak Ketuhanan-Nya –
harus kau sembah – janganlah beramal untuk mencari pujian; karena diberi atau
dicegah; sadarlah rizkimu itu tidak bertambah juga tidak berkurang; sesuatu
yang telah diputus untukmu – kebaikan atau keburukan – pasti datang;
persempitlah lobamu dan perpendek punyamu; jadikanlah mati sebagai rujukan
penglihatanmu; niscaya beruntung jika bersedia menerapkan syarat dalam segala
aktivitas.
Wahai manusia,
bukankah syara’ sudah ditetapkan untukmu, dan kau tetapkan pada sikap lahiri
dan batini, lalu kau jual nafsu, hawa dan kau perdayakan kebesaran Allah, suatu
saat sikssa dan belenggu jiwa tentu tersembul darimu; segala sifatmu niscaya
diperlihatkan semua lalu mencengkeram dan menyerangmu, berakhir dengan kematian
yang pedih, di sana (kubur); dirimu
dipersempit dan disiksa oleh-Nya sampai kiamat sambil menunggu keputusan
Mahkamah Agung; di sana kau diperhitungkan meliputi segala aktivitas hidup;
kamu diminta untuk mempertanggungjawabkan
berbagai masalah besar atau kecil; jika demikian gambarmu, maka tak jauh
berbeda dengan patung yang tak bernyawa, kulit kering mengisut tidak berarti
yang sama artinya tidak berkekuatan lagi; di saat itu tiada balasan terbaik
untukmu kecuali neraka; karena ibadahmu di dunia tidak ikhlas, maka tiada
balasan baik kecuali luapan api neraka.
Kembalilah kepada Allah dengan pembaruan
Islam taubat yang baik serta ikhlas di dunia sebelum mati menjemputmu; sebab,
jika satu perkara itu sudah tertutup pintunya berati kau tidak bisa bertaubat
lagi; kembalilah kepaa-Nya dengan kelurusan hati sehingga pintu keutamaan tidak
tertutup untukmu.
Celaka, mengapa kau tidak malu kepada Tuhan,
sedang kau jadikan kepinga-kepingan uang sebagai Tuhan, hari-harimu sebagai
tujuan akhir dan kau lupakan Tuhanmu secara umum. Dalam waktu dekat niscaya kau
melihat hasil perbuatanmu.
Serahkan kedai-kedai, hartamu untuk
membantu keluarga, untuk kasab mereka berdasar syara’ sedang hatimu tetap
tawakal kepada Allah, carilah rizkimu dan rizki mereka dari Allah, bukan dari
harta atau kedaimu dan perputaran rizkimu dan rizki mereka.
Jadikanlah fadilah dan kejiwaan
bersama-Nya, niscaya kau terkayakan dari keluargamu dan Dia memperkaya mereka
dengan sesuatu yang dikehendaki; dikatakan pada hatimu ini untuk dirimu dan ini
untuk keluargamu; tapi bagaimana kamu bisa memperoleh perkara ini sedang selama
perjalanan hidupmu bercabang-cabang, tertutup lagi menjauh dari-Nya; janganlah
kau berkenyang diri dengan dunia dan isinya; tutuplah pintu hatimu rapat-rapat;
putuskanlah segala keberadaan yang hendak memasukinya; lalu terapkan di
dalamnya kenangan untuk Allah; taubatlah sebenar-benarnnya; menyesallah atas
laku dan adabmu yang buruk sepenuh penyesalan; orang beriman yang yakin dengan
perselisihan dunia dan akhirat tidaklah menjadi bakhil.
Nabi Isa a.s.; berkata kepada iblis :
“Siapakah di antara sekian banyak manusia yang kau sukai?” Jawab Iblis : “Orang
beriman yang bakhil.” Kata Nabi Isa a.s.; : “Siapa pula di antara mereka yang
kau benci?” Jawab iblis : “Orang fasiq yang mulia.” Kata Nabi Isa a.s. kepada
iblis : “Mengapa demikian?” Jawab Iblis : “Karena aku amat mengharap orang
beriman yang bakhil akan menerapkan bakhilnya dalam laku maksiat; dan aku takut
si fasiq yang mulia jika sampai terhapus sifat buruknya oleh sifat mulianya.
Wahai di mana orang-orang bertaubat
yang menekuni taubatnya; mana orang yang malu dan takut kepada Tuhan dalam
segala aktivitasnya; wahai, di manakah orang yang membersihkan diri dari
perkara haram – baik waktu sunyi atau terangnya; di manakah orang yang
mendahulukan sikap malu hati dan memutarnya? Sabda Nabi saw. : “Sesungguhnya
kedua mata tentu diperhias, sedang penghiasnya adalah melihat hal-hal yang
haram.” Berapa kali kau perzinakan
matamu dengan memandang perkara haram – seperti wanita dan lainnya. Padahal
Allah telah berrfirman :
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman supaya mereka menahan
sebahagian penglihatan mereka.” (Q.S. An-Nur : 30).
Wahai sahaya,
selagi dalam hatimu terbersit rasa cinta dunia, kamu tak bisa melihat sesuatu
pun ikhwal orang-orang shalih; selagi kau dusta dan bersirkah kepada manusia
tidak mungkin mata hatimu terbuka; tiada kata yang mengantarmu hingga berzuhud dari
ciptaan; jadilah mujtahid; persibuk dirimu dengan ddisiplin taubat; kembalikan
segala kebutuhanmu kepada-Nya; sesungguhnya Dia itu lebih utama daripada yang
lain; peliharalah hukum-hukum syara’-Nya; biasakan bertaqwa kepada-Nya dan
tinggalkan dunia serta akhirat; karena kedua masalah yang ada itu akan terus
mendatangimu sampai tak ada masalah yang ada itu ahdap sesuatu selain Dia itu
bisa menjernihkan hati dari berbagai keruhnya; Jika kamu tidak segera
menunjukkan hati kepada-Nya, maka sesungguhnya kamu seperti hewan – tak
berakal.
Wahai, rizkimu tidak dimakannya selain kamu
sendiri; tempatmu di surga dan neraka – tidak di tempatnya selain kamu; tapi
sungguh kamu dikendalikan pelupa dan didikte hawa; setiap kali hikmah kau
pasang dalam bentuk makanan, minuman, kawin, tidur dan tesalurnya sasaran
ekonomi, tujuan cenderung kepada orang-orang kafir dan munafik, setelah kau
peroleh kepuasan barang halal atau haram, masih diragukan apakah dalam hatimu
terbersit rasa agama atau tidak.
Wahai para miskin,
tangisilah jiwamu; jika anakmu mati di hari kiamat akan bangkit untukmu, tetapi
kalau agamamu padam tak ambil pdeuli dan kau tidak menangisinya; maka para
Malaikatlah yang mewakilimu sama memangisi dirimu karena menyesal melihat
kerendahan semangat agamamu. Kamu ternyata tak berakal; seandainya akau berakal
tentu akan menangisi kelenyapan agama bersama sumber-sumber kekayaan, sedang
kau tidak kena coba; inilah akal dan kemalu-maluan; keduanya itulah sumber
kekayaan yang benar; ilmu tidak berguna dan akal tidak bermanfaat untuknya;
hidup tidak berfaedah; rumah tak terhuni; harta benda tak diketahui dan makanan
tak termakan bila kau tak mengetahui sesuatu yang ada pada diri sendiri sungguh
aku mengetahui; aku bersama pengacara syara’, yang dengannya menjadi hakim lahiri,
dan pengacara ilmu Allah yang ia sebagai ilmu batin; bangunlah dari
ketertiduran pelupa; basuhlah wajahmu dengan air pembangun, lalu lihatlah,
apakah kamu Muslim atau kafir, beriman atau munafik, bertauhid atau pemusyrik,
periya’ atau pemukhlis, penyama atau pembeda, ridla atau benci; Allah tidak
akan ambil peduli dirimu atas kerelaan atau kebencian itu; karena kduanya itu
sendiri berada di antara dlar dan naf’ (sengsara atau manfaat) sama-sama
kembali untuk dirimu sendiri. Mahasuci Dzat yang Mulia; yang Halim; yang Utama;
segala keberadaan bagaimana pun juga berada di bawah kelembutan-Nya; seandainya
Dia tidak berlembut kepada kita, niscaya kita terlantar binasa.
Wahai sahaya,
kau berharap kepada Allah melalui ibadah, tetapi kau iringai syahwat, riya’ dan
munafiq, bahan kamu benci mencari kemuliaan-Nya; engkau perumpil orang-orang
shalih beserta kerusakanmu; apa yang kau andalkan, padahal dzikir mereka punya;
pengajak untuk mengikuti pengetahuan mereka juga merreka punya; wahai pelari
dari Tuhan; wahai manusia sesat; wahai penjauh dari lingkungan orang shalih!
Celaka kamu, mana sesuatu yang keua perhatikan; mana sesuatu yang mampu
merangsangmu untuk berakal; pada siapa kau mengadu; pada siapa kau minta
tolong; bersama siapa kau hanyut; kala kau tertimpa derita dengan siapa kau
berteguh hati?; ceritakan padaku, karena aku sudah tahu kedustaan dan
munafiqmu; kau dan manusia lainnya bagiku laksana kepinding; jika di antaramu
terdapat orang-orang yang benar, aku tetap mengetahui dan aku juga yang sanggup
menjadi pelayannya; kalaupun ia hendak membawaku ke pasar, lalu menjual kau
atau menjadikan daku sebagai tanggungan hutang, silahkan; Jika ia hendak
mengambil busanaku atau apa saja yang aku miliki, atau ia hendak memerintah aku
hingga aku jadi peminta, silahkan; tapi nyatanya kamu tak punya kebenaran tahid
atau iman yang menunjang tujuan itu; mana kau punya amal; kau tak berbeda
seperti kayu bakar yang tidak pantas kecuali untuk dijadikan santapan api.
Manusia itu sama, sukan menjadikan tujuan
pertama utuk dunia; bebaskanlah hatimu dari apa pun dan tempatkan di sana satu
masalah yang tidak berbentuk seperti keberadaan ini; bersihkanlah ibadah dari
riya; nifaq dan sum’ah; luruskanlah ibadah hanya untuk Tuhan semata; tapi
ternyata kau masih suka menyembah ciptaan, pembawa riya’, hawa nafsu dan
pujian; tiada di antaramu yang benar mampu beribadah kecuali yang dikehendaki
Allah; tapi sebagian besar di antara mereka suka menyembah dunia, dan takut
jika sampai lenyap; inilah penyembah surga yang mengharap memperoleh kenikmatannya
dan tidak mengharap Penciptanya; dan inilah penyembah neraka yang takut darinya
tapi tidak takut Penciptanya : siapakah sebenarnya manusia; apakah sebenarnya
surga itu; apakah sebenarnya neraka dan apa pula sebenarnya selain-Nya itu?
Firman Allah :
“Dan mereka hanya diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
tulus ikhlas beragama untuk Allah semata-mata.” (Q.S. Al-Baiyinah : 5)
Orang-orang arif lagi beriman tentu sama
menghamba Allah bukan yang lain; berikanlah hak penuhanan dan penyembahan sebagaimana
mestinya; sembahlah dia dengan mengikuti segala perintah-Nya, cintailah tapi
tidak menurut arti lain dan tinggalkan apapun selain Dia; rupanya kau berupa
patung-patung tak bernyawa; kau seperti bangunan-bangunan sedang orang lain
isinya; kamu tampak sedang mereka sirr; orang shalih adalah para pejuang Nabi;
penguat tangan kanan atau kirinya; muka atau belakang, sisa makanan para Nabi
itu hanya terlimpah untuk mereka; mereka beramal menurut ilmu mereka, maka
praktis mereka sebagai pewarisnya.
Sabda Nabi saw. :
“Ulama adalah pewaris nabi-nabi.”(Riwayat Ibnu Majah)
Kala mereka beramal berdasar ilmu mereka,
maka menjadi pengganti Nabi-Nabi, sekaligus mewarisi kenabian mereka.
Janganlah kau datang hanya untuk membawa
sepucuk ilmu lalu merasa cukup; yang demikian tak berbeda seperti dakwah yang
tidak disertai niat, tentu tidak bermanfaat; halnya ilmu tidak bermanfaat tanpa
disertai amal. Nabi Muhammad saw. bersabda :
“Ilmu itu hanya terpanggil dengan amal, kalau sesuai ia
bersambut, kalau tidak ia berpisah.”
Artinya berpindah barakahnya sedang
pemelajarannya tetap; kulitnya tetap tapi akalnya lenyap.
Wahai para penjual amal dengan ilmu,
di antaramu terdapat orang yang pandai berpantun disertai ibarat-ibarat dan
kebenaran-kebenaran meliputi Balaghohnya, namun ia tidak beramal bahkan tak
punya rasa ikhlas; seandainya kau mau melatih hati; niscaya terlatih pula organ
tubuhmu, karena hati itu sentral organ tubuh yang ada; karena itu jika kau
melatihnya tentu kerucuknya terlatih pula.
Ilmu itu diumpamakan kulit dan amal sebagai
kerangka; hanyalah kulit itu bisa terpelihara jika kerangkanya juga
terpelihara; hanyalah melalui penjagaan kerangka jika mengharap pelumas keluar
darinya; maka bila tidak ada kerangka dalam kulit itu apa yang akan kau perbuat
untuknya; jika kerangka itu tidak berminyak lalu apa yang akan kau perbuat
untuknya; ilmu telah lenyap, karena bila amal tidak ada, maka ilmu pun pergi
dengan sendirinya; mana mungkin bermanfaat bagimu atau pemeliharaan itu sedang
pelajaranmu tidak kau sertai amal; wahai orang berilmu, jika ku ingin baik di
dunia dan akhirat amalkanlah ilmumu, ajarilah manusia; wahai orang kaya, jika
kau ingin baik di dunia dan akhirat, peringanlah beban orang-orang fakir. Nabi
saw. bersabda :
“Manusia itu adalah keluarga Allah dan manusia yang paling
dicintai Allah Adalah mereka yang mau menafkahkan (hartanya) untuk keperluan
keluarga.”(Riwayat Thabarani)
Bahwa Ibrahim a.s.; bila mengetahui orang
kafir yang sedikit sabarnya, beliau segera berkata : “ Wahai Allah,
lapangkanlah pada diri kami di dunia dan zuhud kami di dalamnya, janganlah
Engkau mencabutnya, maka hancurkanlah kebatilannya.
Wahai Allah, lembutkanlah untuk kaji dalam
ketentuan dan ketetapan-Mu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan