(Percikan Cahaya Ilahi)
SULTHANUL AULIYA SYEIKH ABD QADIR AL JAILANI
Pada Pagi, 30 Dzulqaidah, 545 Hijriyah Madrasah Al Ma’murahnya.
Syeikh Abdul Qadir Al Jalani bertutur :
Ada seorang bertanya : Bagimana aku harus
mengusir rasa kecintan dunia dari hatiku? Ia (Abdul qadir) menjawab :
perhatikanlah kegoncangannaya beserta tuhan-tuhannya, dan bangunan-bangunannya,
bagaimana engkau berhilah kepada mereka, bertuhan mereka dan surut ke
belakangnya, lalu memperlambat mereka dari satu derajat ke lain derajat hingga
kedudukanmu terpandang di mata manusia dan berlenggang di muka mereka
memperlihatkan harta kekayaannya serta keajaiban-ajaibannya; maka suatu ketika
mereka bergelanyut bergembira atas kedudukannya yang tinggi; kehidupan mereka
baik dan pelayanan untuk mereka sempurna; pabila mereka tercabut terpateri
tebenam dan terlempar dari belenggu ketinggian derajat di atas-atas tempat fital mereka, maka
menyebabkan keterputusan mereka kegoncangannya dan kehancurannya, sedang ia
berhenti sambil menertawakan dirimu dan iblis berada di sisinya tertawa juga
bersamanya.
Nah, demikian lukisan tindak tanduk
sebahagian besar para pemimpin dan orang kaya sejak masa Adam sampai hari
kiamat? Dengan demikian ia terangkat lalu dijatuhkan, didahulukan lalu
dikessampingkan, diperkaya kemudian dipermiskin, didekatkan lalu dijegal.
Keganjilan merak adalah terletak pada manusia yang menyerahkan dirinya
mengalahkan, dan tidak mampu mengalahkannya, menolong dan menerima
keburukannya, yang menerima keburukan di samping takut akan tipu dayanya.
Peminta, jika kamu menatap sesuatu dengan
mata hatimu sampai batas keburukan dunia tentu kau mampu mengeluarkan dunia
dari hati, tetapi jika keu tetap dunia
hanya mengunakan mata kepala tentu tertipu oleh warn warni yang menghias
keburukannya, sudah barang tentu kau tidak akan pernah mampu mengusir dunia
dari hati dan berzuhud di dunia, padahal dia membunuhmu seperti pra pembunuh;
perangi nafsu sampai tenteram benar, jika kau merasa tenteram niscaya kau akan
mampu melihat aib dunia bahkan mampu menerapkan zuhud di sana. Ketenteramannya
adalah kau mampu menerima bisikan hati, berkait dengan sirr; sedangkan
ketenteraman kedua-duanya terletak menurut perintahnya menahan dunia di samping
berkenaan atas pelimpahan nya dan sabar atas penolakannya (dunia akhirat). Jika
ketenteraman telah tercipta baru kau bisa bersandar pada hati dan
ketenangannya,
Aku lih (pembenaran) takzib (pembual) di
hadapan para ulama dan berdialog bersama mereka; janganlah saling kontra dengan
mereka karena mereka adalah para penguasa dunia dan akhirat, mereka penguasa
yang dekat dengan Allah, maka mereka pun mampu menguasai segala keberadaan ini
selain Dia.
Allah sungguh memberi kecukupan hati mereka
memenuhi dengan kedekatan, berjinak di samping terpenuhi juga dengan nur dan
kemuliaan-Nya; mereka tidak diuji melalui orang yang berdunia atau orang yang
memakannya. Mereka tidak melihat kemuliaan tetapi melihat akibat atau akhir
peristiwanya. Mereka jadikan Allah sebagai
tolok rujuk mata sirr mereka; mereka tidak bersembah karena takut binasa
tidak pula karena harapan agar bisa menguasai keberadaan mereka kepadanya atau
untuk melanggengkan persahabatannya dan bertahluk pada sesuatu yang tidak
mereka ketahui; Dia adalah maha pelaksana atas hal yang dikehendaki; orang
munafik bila bicara suka membual, jika berjanji tidak ditepai dan jika
dipercaya berhianat; siapa terlepas dari sifat ini maka sungguh terlepas dari
sifat munafik.
Nah,
ini sifat pembeda antara mukmin dan munafik, genggamlah pembeda dan
cermin ini, tataplah permukaan hatimu kemudian lihat apakah dirimu mukmin atau
munafik; pentauhid atau pemusyrik, setiap dunia berisi fitnah dan pengridu
kecuali dunia yang terambil dengan niat baik semata untuk tujuan akhirat; bila
dirimu telah berniat dalam pengembaraan di dunia, maka jadilah akhirat sebagai
nikmat yang kosong dari syukur ke hadirat Allah; genggamlah nikmat Allah
terdorong oleh rasa syukur kepada-Nya; syukur kepada Allah adalah proyeksi
syukur kepada-Nya.
Syukur
kepaa Allah, ada dua bagian :
Pertama : Istianah dengan nikmat atas dasar
taat dan muwassa’at kepada kaum fakir.
Kedua : i’tiraf kepada sang pemberi nikmat
dan syukur atas turunnya, pemegangannya adalah Allah.
Sebagaian ulama berkata : “setiap sesuatu
yang membuat kerepotan dari Allah bisa membawa keuntungan bagimu, dan kalaupun
dirimu terepotkan oleh kenangan kepada Dia, maka bagimu mendapat keuntungan
pula. Shlat, puasa, haji dan segala perbuatan baik maka setiap perbuatan itu
membawa keuntungan. Bagaimana kamu berkata : Allah Maha Besar sedang kamu
dusat, betapa banyak tuhan berendam dalam hatimu – selain Allah – termasuk
setiap apa yang kau gantungi keu pertuhankan, setiap yang kau harapi kau
pertuhankan; hatimu tidak sejalan dengan lisan, lakumu tak sesuai dengan
ucapan; betapa tidak memalukan kau berucap Laa Ilaah Illallah, tapi berribu
tuhan masih tersimpan di hati; taubatlah kepada Allah – lekas – meliputi jiwa
dan dari apa pun yanng tersimpan dalam jiwamu.
Wahai oang yang berilmu
sungguh qana’ahmu terletak dalam nama bukan disertai amal, mana mungkin bisa
membawa manfaat bila kau berkata “aku orang alim” sedang kau tetap dusta;
bagaimana kau rela terlantarkan jiwa sendiri sedang kau suruh hal baik lainnya
yang tidak kau laksanakan. Kelakuanmu seperti yang difirmankan Allah :
“Mengapa kamu mengucapkan (sesuatu) yang tidak kamu perbuat?
(Q.S As-Shaf : 2)
Celaka kau erintah manusia agar berlaku
benar sedang dirimu sendiri dista; kau perintahkan mereka agar bertauhid tapi
kau bersyirik; engkau perintah mereka supaya ikhlas tapi kau sendiri suka
beriya dan munafik; kau perintah manusia agar tinggalkan maksiat, tapi kau
justru memupuknya; sungguh telah sirna sifat malu dari matamu; kendati kau
katakan iman, ternyata kau tak punya rasa malu. Bukankah Nabi bersabda
“Malu adalah sebagian dari iman.” (Riwayat Muslim)
Tiada iman bagimu, tiada yakin dan amant
bagimu, kau sembunyikan ilmu maka amalmu pun lenyap bahkan kau ditulis oleh
Allah sebagai penghianat! Aku tak tahu tentang terapi mujarab untukmu kecuali
takwa dan menetapi taubat; siapa bersih imannya selamatlah setiap urusannya, kaitannya
jangan sampai berlaku syirik dengan ciptaan, causalita atau bergantung kuat
dengannya, jika nyata demikian niscaya segala tindakan akan selamat dari
bencana berlanjut mengoper iman pada yaqin.
Iman kepada Allah, Rasul-Nya dan
membenarkan keduanya menjadi landasan dasar permasalahan ini; Islam kemudian
iman lalu bertindak menurut standar Kitab Allah dan syari’at Rasul-Nya,
kemudian menetapkan ikhlas dalam beramal seiring bersama tauhid qalbi ini
adalah satu konsep untuk mencapai iman sempurna; orang beriman yang kosong dari
konsep tersebut, dari amaliahnya atau dari setiap apa pun kecuali Allah maka
pelaksanaan amaliahnya itu terlepas dari dunia; tidaklah henti-hentinya ia
lakukan jihad melawan nafsu beserta segala keberadaan ini – yang datang dari mereka
– di sisi Tuhan Al Haq sampai mendapat petunjuk ke jalan-Nya. Dia berfirman :
“Dan orang-orang yang berjihad dalam (urusan) Kami niscaya
akan Kami tunjukkan mereka pada jalan Kami.” (Q.S Al-Ankabut : 69).
Jadilah kamu orang-orang zuhud dalam hal
apa pun, relakan ketentuan Dia yang mengolah dirimu dalam Kuasa Qadae-Nya, jika
kau ikuti dia niscaya teralih pada kekuasaan-Nya; amat beruntung orang yang
tidak bergeming dari qadar Allah, dan menunggu ketentuan apa yang akan terjadi,
beramal dengan ketentuan Allah, berkemajuan bersama ketentuan Allah dan tidak
kafir atas nikmat yang ditentukan Allah; adapun tanda-tanda nikmat yang
ditentukan adalah kedekatan dengan-Nya dan bekerja bersama-Nya; jika hati
seseorang telah terrpagut dengan Tuhan niscaya ia merasa berkaya (tidak
membutuhkan) makhluk lain; bahkan ia diperdekat, diberi penguasaan oleh Allah.
Dia berfirman :
“Sesungguhnya engkau mulai hari ini mempunyai kedudukan tinggi
dan kepercayaan di sisi kami.” (Qs.12 : 54).
Penghibahan kuasa dalam kerajaannya seperti
yang dilakukan penguasa Mesir kepada Yusuf a.s.; praktis urusan kerajaan berada
di tanagnnya, sehingga hal itu mengangkat Yusuf sebagai orang terpercaya dan
penguasa lumbung negara.
Nah, demikian gambaran hati jika sudah
bersih, tampaklah perangai terpuji dan hatinya suci pula dari selain Allah.
Adapun jalur untuk mencapai tujuan ini melalui ilmu dan amal, karena hanya
menggunakan ilmu lahiri saja tidak mungkin bisa merubah kebatilan, bahkan bisa
juga membawa kemalasan tunduk kepada Allah – yang menyebabkan dirimu diuji
dengan siksa. Nabi saw. bersabda :
“Jika seorang meringkas dalam hal amanat
niscaya Allah mengujinya dengan dukacita.”
Firman Allah : “Allah tidak akan menyiksa kamu jika kamu bersyukur
dan beriman.” (Q.S. An-Nisa’ : 147).
Celaka, samapai kapan engkau mempersibuk
diri dan oleh keluargamu smpai lupa menyembah Allah. Ada Ulama berkata : Jika
kamu mengajar anakmu maka sertakan niat dan sibukkan ia bersama Allah. Artinya
jika kamu tahu bahwa niat itu bisa membuat kebaikan sesuatu dan berharga
tinggi; ajarilah anakmu ilmu cipta dan akhiri dengan ilmu yag menjurus ibadah
kepada Allah, karena keluarga dan anak itu tidak membawa pengaruh apa pun
bagimu dari ketentuan Dia; tradisikan dirimu, keluarga serta anakmu untuk
berqana’ah dan usaikan agar mereka terbawa oleh ta’at kepada Allah.
Engkau jangan mencari kaya melalui agama
Allah, riya’ dengan agama-Nya dan berrmunafiq atas nama agama Dia – sebagaimana
perlakuan orang-orang munafiq; riya, munafiq, dan maksiat menjadi sebab fakir,
hina dan jauh dari pintu Allah; orang munafiq lagi riya’ itu bisa saja mencari
dunia dengan kedok agama, bersikap seperti orang shalih, padahal ia tak punya
kepandaian tentang hal itu; ia bicara seperti orang shalih, berbusana seperti
mereka tapi ia tadak beramal seperti amalan mereka; ia mengaku anak turun
mereka padahal nasabnya bukan dari mereka.
Wahai para dusta, berlaku bernarlah, wahai
penjauh dari Tuhan kembalilah, tujulah pintu Allah dengan sepenuh hati;
rujuklah dengan-Nya, takutlah kepada-Nya dalam keadaan iman ambillah dunia
menurut syara’; dan untuk tingakt walayah ambillah melalui kuasa Allah beserta
penyaksian ata skeduanya yakni penyaksian Kitab dan Sunnah.
Wahai sahaya,
betapa tangismu memalukan atas dirimu, karenanya engkau mengharamkan kebenaran
dan taufiq, alangkah memalukan, hari ini kau tunduk kepada Allah esok hari
telah maksiat kembali; hari ini kau ikhlas hari esok telah bersyirik, Nabi
Muhammad saw. bersabda :
“Barangsiapa hari-harinya sama berarti ia tertipu, dan
barangsiapa hari kemarinnya lebih baik daripada harinya (hari ini) berarti ia
tertutup dari rahmat”
Wahai sahaya,
bermujahadahlah, mohonlah pertolongan dari Tuhan, kau kan terombang-ambing
dalam gelombang ssamudera mengangkat lalu melemparmu ke pantai; doa harus kau
tinggikan untuk mencari keterkabulan; mujahadah darimu dan taufiq dari-Nya;
luruskan pencarianmu niscaya kau lihat pintu memperdekat dirimu dengan-Nya; kau
harap rahmat-Nya mengalir untukmu kelembutan, kemuliaan dan cinta-Nya tersebar
padamu; demikianlah tujuan yang dikehendaki manusia normal.
Wahai penghamba nafsu,
hawa dan setan, di sisiku tiada sesuatu pun kecuali kebenaran mutlak, hati
dalam hati, jernih dalam jernih, pemutus dan penyambung, yaitu pemutus selain
Allah dan penyambung dengan-Nya, aku tidak akan mengharap kegilaanmu; wahai
orang munafiq, wahai para pendusta; tidak; sekali-kali aku tidak malu
dihadapanmu mengatakan itu; bagaimana aku malu sedang kau tidak pernah malu
kepada Tuhan dan merendah diri dari padangan-Nya; penyebab utama setiap
perbuatan kafir dan munafik adalah sikap pembual yang tidak diikuti taubat atau
tidak segera kembali kepada Allah berlandas taubat secara total serta takut
kepada-Nya.
Ada Ulama’ berkata bahwa : Benar itu pedang
Allah di bumi-Nya, tiada sesuatu diletakkan di atasnya kecuali terpotong.
Kemarilah karena aku membawa nasihat untukmu, aku ingin meluruskan dirimu;
kendati bagimu aku mati tapi sebenarnya aku tetap hidup bersama Allah; siapa
membenarkan daku dalam pergaulan tentu memperoleh manfaat dan beruntung; siapa
mendustakan dan membohongi persahabatan denganku ditolak dan tersiksa di dunia
akhirat.
Kata Malik bin Dinar kepada muridnya : Jika
kamu ingin mengenal Allah, maka relakan pengolahan dan taqdir-Nya, dan kamu
jangan menghidupkan nafsu, hawa, tabiat dan kehendak untuk menserikatkan-Nya.
Wahai manusia
dalam masa dekat kau akan mati; ratapilah jiwamu sebelum diratapi orang;
sungguh kamu menyimpan dosa-dosa membayang di atas siksa yang menghinakan;
hatimu terlalu menderita karena cinta dunia atau loba padanya. Tinggalkan
pencarian yang menganiayamu; terimalah apa pun yang mempercukup ddiriu; akal
tidak mungkin pernah gembira dengan sesuatu yang didapat; halalnya dihisab dan
haramnya disiksa; tapi sebagian besar manusia telah lupa siksa dan hisab.
Wahai sahaya,
jika dunia datanng di hadapanmu sedang hatimu melihatnya tidak tenteram
lepaskan ia’ tapi jangan kau ratapi penuh keberatan hati; ikutilah kendali hati
sehingga hatimu tetap menempatkan pengajaran bijak yang mengamalkan hukum-hukum
Allah lalu mengajarmu dan menasehatimu. Wahai penjual sesuatu tanpa sesuatu dan
membeli seuatu tanpa sesuatu, sungguh kamu pembeli dunia dengan akhirat dan
menjual akhirat dengan dunia ternyata kamu dalam puncak kefusian (bingung)
kebinasaan dan ketololan yang amat; tampak makanmu laksana binatang bila sedang
makan, tanpa memilah-milah, tanpa perhitungan dan tanpa tanya, tanpa niat,
tanpa perkara, tanpa kerja, orang beriman sesungguhnya hanya makan sesuatu yang
diperbolehkan syara’; bagi para wali makannya diperintah dan dilarang; mereka
berbuar begitu dari sudut hati; adapun Badal tidak mengambil kepentingan dengan
sesuatu sebliknya ia berbuat sesuatu itu dalam ketiadaannya bersama Allah. Dari
sini bisa difahami jika wali itu tetap tegar bersama ketentuan-ketentuan yang
berrlaku, sedang badal masih diselimuti oleh rasa ikhtiar, tetapi setiap
perbuatan itu selalu disertai landasan hukum syara’ lalu menarik dalam samudera
qudrah, gelombangnya sesekali meninggi di lain waktu tenang, sesekali pasang ke
pantai di lain waktu surut ke tengah-tengah gelombang; jadi ia seperti Ashabul
Kahfi, sebagaimana disinyalir Allah :
“Dan kami bolak-balikkan mereka ke sebelah kanan dan ke sebelah
kiri.” (Q.S. Al-Kahf : 18).
Tidak ada akal bagi mereka angn-angan dan
perasaan; mereka berada dalam tempat kelembutan dan kedekatan yang memejamkan
mata, baik lahiri atau batini. Nah, inilah gambaran orang terdekat memejamkan
mata hatinya kepada selain Allah, maka ia tidak melihat apa pun kecuali Tuhan,
tidak bisa mendengar kecuali melalui-Nya; wahai Allah fana’kanlah kami kecuali
untuk-Mu dan temukanlah kami dengan-Mu.
Dan berikanlah kepada kami kehidupan yang
baik di dunia dan kehidupan yang baik di akhirat, dan perihalah kami dari siksa
neraka.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan