(Percikan Cahaya Ilahi)
SULTHANUL AULIYA SYEIKH ABD QADIR AL JAILANI
Pada hari Selasa, 17 Ramadhan, tahun 545 H.
di Madrasah Al Ma’murahnya.
Syeikh Abdul Qadir Al Jalani bertutur :
Ada keharusan ujian dan cobaan, terutama bagi mereka yang mengklaim dan mengaku-aku. Tanpa adanya cobaan dan ujian, banyak orang mengaku jadi wali. Oleh sebab itu, salah satu Sufi mengatakan, “Ujian diberikan dalam kewalian, agar tidak diaku-aku (kewalian itu)”.
Diantara tanda kewalian adalah kesabarannya
menghadapi derita dari makhluk, dan memaafkan mereka. Para wali itu bahkan
membutakan diri dari apa yang dipandang publik, dan menulikan diri dari apa
yang terdengar dari hiruk pikuk mereka. Mereka telah menyerahkan harga dirinya
pada publik.
Rasulullah Saw, bersabda: “Cintamu pada
sesuatu telah membutakan dan menulikanmu”.
Para wali itu mencintai Allah Azza
wa-Jalla, lalu mereka buta dan tuli dari selainNya. Mereka berjumpa dengan orang lain melalui
ucapan yang bagus, kasih sayang dan peduli. Namun kadang mereka marah karena
kecemburuan Allah Azza wa-Jalla pada mereka, kemarahan sebagai manifestasi
keserasian dengan kemarahanNya.
Mereka adalah para dokter, bahwa setiap
penyakit itu ada obatnya. Seorang dokter tidak mengobati setiap pasien dengan
satu obat. Mereka ini mengobati menurut penyakit hati masing-masing dan kondisi
batin mereka di hadapan Al-Haq Azza wa-Jalla, seperti Ashabul Kahfi, dimana
Jibril as, membalik situasi hati mereka. Dan para kekasih pun merupakan tangan Kuasa, Rahmat
dan Kasih Sayang.
Tangan cinta telah membalik hati mereka dan
mentransformasi dari kondisi batin ruhani menuju kondisi ruhani yang lain.
Dunia mereka, justru mereka bagi untuk orang yang butuh dunia, akhirat mereka
diberikan kepada yang butuh akhirat, karena mereka hanya bagi Allah Azza wa-Jalla. Mereka tidak sama
semakin pelit jika dunianya diminta, bahkan kalau pahala akhiratnya diminta pun
diberikan semuanya. Mereka berikan dunianya bagi para fakir miskin, dan pahala
akhiratnya diberikan pada mereka yang menginginkan akhirat. Yang berupa makhluk
diberikan pada makhluk pula, dan Sang Khaliq hanya bagi diri mereka. Mereka
serahkan semua yang kulit, karena selain Allah Azza wa-Jalla hanyalah kulit
belaka. MencariNya dan dekat padaNya, itulah isi.
Sebagian mereka –semoga rahmat Allah Azza
wa-Jalla melimpah pada mereka– mengatakan, “Tak ada yang tersenyum dalam
menghadapi orang fasik, kecuali orang yang ma’rifat kepada Allah Azza
wa-Jalla.” Memang dia memerintah dan melarangnya dan menanggung beban
deritanya, dan tak ada yang mampu kecuali orang yang Arif Billah Azza wa-Jalla.
Sedangkan ahli zuhud dan ahli ibadah serta
para penempuh tidak akan mampu. Bagaimana para arifun tidak menyayangi ahli
maksiat? Sedangkan mereka inilah tempatnya rahmat, tempatnya taubat dan
pengakuan dosa. Orang arif itu diciptakan Allah Azza wa-Jalla dari Akhlaq Allah
Azza wa-Jalla, ia akan berusaha keras dalam membersihkan dosa ahli maksiat dari
kekuasaan syetan dan hawa nafsu.
Bila salah satu kalian anaknya ada yang
ditahan oleh orang kafir, bukankah kalian berusaha keras membebaskannya? Begitu
pula sang arif. Semua manusia seperti
anak sendiri. Ia menasehati makhluk
dengan ucapan hikmah, lalu mengasihi mereka, karena pengetahuan mereka,
sehingga mereka melihat tindakan-tindakan Allah Azza wa-Jalla pada
makhluk-makhluk itu, dengan memandang adanya ketentuan dan takdir yang keluar
dariNya dari pintu hukum dan pengetahuan. Namun ia merahasiakannya, lalu ia
menasehati manusia dengan hokum yang merupakan perintah dan larangan, namun
tidak menasehati dengan pengetahuan rahasianya.
Allah Azza wa-Jalla mengutus para Rasul,
menurunkan kitab-kitab, memperingatkan, memotivasi semata karena membangun
argumentasi terhadap makhluk dan mengajari mereka. Janganlah anda menentangnya,
karena didalamnya ada pemberhentian. Di
dalamnya ada ketetapan ilmu, yang butuh ketetapan aturan yang berintegrasi
dengan dirimu dan yang lain. Dan kamu pun butuh pengetahuan khusus untukmu
saja.
Bila salah satu dari kalian mengamalkan ilmu lahiriyah, Rasulullah Saw,
menyuapimu dengan ilmu batin, menyuapi hukum batin sebagaimana burung menyuapi
anak-anaknya. Itu dilakukan semata agar dibenarkan dan diamalkan melalui
ucapannya yang bersifat lahiriyah, berupa syariatnya.
Manusia,
bila benar, maka tidak ada kebenaran yang sebanding. Jika bersih tak ada
bersih yang sebanding dengannya. Jika dekat kepadaNya tak ada yang sebanding
dengan dekatnya.
Manusia bodoh, memandang dengan mata
kepalanya. Sedang manusia cerdas memandang dengan mata akal sehatnya. Sang arif
memandang dengan mata hatinya penuh dengan mutiara pengetahuan, maka demi
menegakkan makhluk dengan total yang
membuatnya sirna dari semua makhluk, kecuali hanya ada Allah Azza wa-Jalla.
Maka disinilah Allah Swt berfirman:
“Dialah Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Maha
Dzahir dan Maha Batin.”
Ia konsentrasikan dirinya, dhahirnya,
batinnya, awalnya dan akhirnya, rupa dan maknanya, hanya bagi Allah Azza
wa-Jalla, dan karena itu abadilah cintanya padaNya, dunia hingga akhirat
berserasi denganNya dalam seluruh tingkah laku jiwanya.
Ia lebih memilih ridhoNya, dan ia tak mau
yang lain nya, sama sekali tidak tercederai oleh cacian para pencaci,
sebagaimana sebagian mereka mengatakan, “Berserasilah dengan Allah Azza
wa-Jalla dalam bergaul dengan makhluk, dan jangan berserasi dengan makhluk
dalam berhubungan dengan Allah Azza wa-Jalla.”
Runtuhlah orang yang runtuh dan terdesaklah
orang yang terdesak. Syetanmu, hawa nafsumu, watakmu dan teman-teman burukmu,
sesungguhnya adalah musuh-musuhmu. Waspadalah agar kalian tidak terjerumus
dalam kehancuran. Belajarlah sampai kalian tahu bagaimana menghadapi
musuh-musuhmu itu, lalu kalian waspada, lantas kamu mengerti bagaimana kamu
beribadah kepada Tuhanmu Azza wa-Jalla. Sedangkan orang bodoh, tidak akan diterima ibadahnya. Sebagaimana sabda Nabi
Saw, “
“Siapa yang beribadah kepada Allah dengan
cara yang bodoh, maka ibadahnya akan
lebih banyak merusaknya dibanding memperbaiki dirinya.”
Orang yang bodoh sama sekali ibadahnya
tidak baik, bahkan malah menjurus pada kerusakan dan kegelapan total. Sedangkan
ilmu itu pun tidak akan berguna melainkan jika diamalkan. Amal tidak ada gunanya
kecuali dengan ikhlas. Setiap amal tanpa keikhlasan pelakunya, tidak akan
berguna dan tidak diterima. Namun bila anda mengetahui tetapi tidak
mengamalkan, justru ilmu anda akan menuntut anda nantinya. Dalam sabda Nabi
Saw:
“Orang yang bodoh hanya disiksa sekali,
tetapi orang alim disiksa tujuh kali.”
Karena orang bodoh tidak mau belajar,
sedangkan orang pandai mau belajar tapi tidak mengamalkan ilmunya. Belajarlah,
dan amalkan, lalu ajarkan. Karena semua itu adalah padual total dari kebajikan.
Bila anda belajar, lalu mengamalkan, kemudian mengajarkan, anda mendapatkan dua
pahala. Pahala ilmu dan pahala belajar. Dunia ini gelap, sedangkan ilmu adalah
cahayanya. Siapa yang tidak berilmu akan tertutup di dunia ini, dan
kerusakannya lebih banyak dibanding kebaikannya.
Wahai orang yang mengaku berilmu, janganlah
anda meraihnya dengan tangan nafsumu, watakmu, syetanmu, wujudmu, jangan kau
ambil dengan tangan riya’mu dan kemunafikanmu. Secara lahir anda tampak zuhud,
tapi batinmu kosong. Itulah zahid yang batil. Anda menyiksa diri di hadapan
Allah Azza wa-Jalla, Dia Maha Tahu apa yang ada dalam dirimu ketika engkau
sendiri, ketika engkau bersama publik, ketika engkau dengan hatimu. Di
hadapanNya, tak ada sunyi, terang-terangan atau tirai. Katakan, “Duh, betapa
malunya, betapa susahnya, betapa terhinanya, bagaimana Allah Azza wa-Jalla
melihat seluruh perbutanku malam dan
siang. Dia melihat tapi aku tidak malu dari pandanganNya.”
Taubatlah padaNya atas luka dosamu,
berdekatlah padaNya dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi laranganNya.
Tinggalkan dosa-dosa lahir dan batin, berbuat baiklah yang nyata, karena itulah
yang bisa mengantarmu ke pintuNya, mendekat padaNya, dan Dia mencintaimu,
membuat dirimu cinta pada sesama, rasa cinta padaNya yang kemudian menimbulkan
transformasi cinta kepada sesama makhluk.
Bila Allah Azza wa-Jalla dan semua
malaikatNya mencintaimu, seluruh makhluk akan mencintaimu, kecuali orang-orang
kafir dan munafik, karena mereka ini tidak akan berserasi dengan cintamu kepada
Allah Azza wa-Jalla
Setiap orang yang dihatinya ada iman, pasti
mencintai sesama orang beriman. Sedangkan orang yang didalam hatinya ada
kemunafikan pasti membenci orang
beriman. Karena itu tidak perlu dipikir, kalau orang kafir, orang munafik,
syetan dan Iblis, mereka itu adalah syetan-syetan berkepala manusia.
Orang beriman yang yaqin dan arif, hati dan
batinnya serta hakikatnya lepas dari
makhluk, sampai pada situasi dimana makhluk itu memang tidak memiliki kekuatan
yang membahayakan dan kekuatan memberi manfaat, karena jiwanya bersimpuh di
hadapan Allah Azza wa-Jalla, sama sekali dirinya tidak memiliki daya dan upaya.
Bila kondisi ruhaninya benar dari hal
demikian, khabar akan tiba dari berbagai sisi yang sama sekali tidak dicampuri
oleh bentuk klaim pengakuan, klaim takhally dan harapan kosong, bahkan ia buta
dari sebab akibat, sampai engkau tidak lagi mendatangi pintu-pintu sesama
(untuk minta tolong). Engkau tak menghiraukan, sampai hatimu, akalmu dan
wajahmu berbalik dari makhluk menuju Khaliq. Sehingga wajahmu bertemu dan
berhadapan dengan makhluk, sedangkan hatimu menghadap Al-Khaliq. Sampai hatimu
menjadi hati seperti hatinya para Malaikat dan para Nabi, hatimu minum dari
hati mereka, makan dari hati mereka (Malaikat dan para Nabi). Semua itu
berkaitan dengan hati dan rahasia hati serta hakikat, bukan berkaitan dengan
rupa.
Ya Allah baguskan hati kami, pakaikan pada
rahasia jiwa kami, jernihkan akal kami, yang terjadi antara diri kami dan
DiriMu dibalik akal makhluk dan akal kami.
Wahai orang-orang hadir, wahai orang-orang
yang tidak hadir, kelak di hari kiamat
kalian akan tahu apa yang datang dariku ada sesuatu yang menakjubkan, karena
aku memberi penjelasan yang ada dalam diri kaum munafik, lalu bagaimana dengan
hak kewajiban kaum beriman.
Ya Allah, cukupkan diriku dari semuanya,
dan cukupkan diriku hanya padaMu jauhkan dari selain DiriMu. Berikan kecukupan
pada pengajar dari memikirkan anak-anak dan keluarganya di rumah, agar rumahnya
menjadi rumah hidangan pendidikan. Ya
Allah Engkau Tahu ucapan ini sesungguhnya telah mengalahkan diriku, maka
maafkanlah aku. Sudah cukup dan berhasil bagiku dariMu, berkaitan dengan soal
upah anak-anak, para pengikut, para penempuh jalan. Dan aku memohonMu agar
semua itu dimudahkan dengan hati yang indah dan batin yang bening.
Wahai kaumku…Kalian menyangka kalau aku
mengambil keuntungan darimu. Sungguh sama sekali tidak. Aku mengambil
keuntungan hanya dari Allah Azza wa-Jalla, bukan darimu, bahkan dari Allah Azza
wa-Jalla mengalir pada kalian karena kebersamaanku dengan kalian, sepanjang aku
mengenal kalian. Ketika aku keluar dari kalian, aku memperlihatkan pada kalian,
bahwa aku sedang membantah orang-orang munafik, dan menjadi pengetahuan bagi
orang-orang arif.
Aku tidak menyerang orang-orang munafik
kecuali dengan sikap tegas dan berani. Bukan dengan pedang tajamku pada kalian.
Aku juga tidak butuh makanan dari kalian. Karena aku meraihnya dari selain
kalian (Allah Azza wa-Jalla). Aku ada tugas, setelah kalian keluar dari berguru
padaku, dimana aku menjadi pemukanya. Tidakkah kalian tahu wahai orang-orang
yang melihat dengan mata hati, bahwa lengan bajuku tersingsing, dan perutku
terikat ketat?
Ada yang bertanya, bila utusan Allah Azza wa-Jalla, Jibril
Alaihis salaam untuk para NabiNya. Lalu siapakah utusanNya untuk para wali-waliNya? Dijawab,
“Jibrillah utusanNya pada mereka tanpa perantara, melalui rahmatNya, kasih
sayangNya, ilhamNya, pandanganNya kepada hati mereka, pada batin mereka,
kelembutanNya pada mereka. Karena mereka memandangNya baik dalam sadar maupun
tidur melalui matahati mereka, dan kebeningan rahasia batin mereka serta
abadinya kesadaran mereka.
Wahai kaumku…! Sesungguhnya yang membuatmu
putus dari ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla dan mengenal para waliNya,
semata karena kesenanganmu pada dunia, ambisimu pada dunia, kecintaanmu pada
berlomba menumpuk kekayaan. Ingatlah kalian pada akhirat, tinggalkan dunia,
dengan kemurahan yang bagus, penuh kebajikan dan kedermawanan yang muncul dari
sifat-sifatmu. Ya Allah, kami hanyalah hambamu yang kecil, berikanlah kami keberkahan
keduanya. Amin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan