Abu Yazid al Bisthami
lahir pada tahun 874 M adalah seorang Persia, berasal dari Bistham, wilayah
Qum, di mana dia menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai guru di
sana. Dia adalah seorang asketik yang menyendiri dengan satu tujuan, yakni
mengejar pengalaman tentang hakikat Ilahi. Dia banyak dikutip oleh
penulis-penulis selanjutnya dan memiliki pengaruh yang luas terhadap perkembangan
sufisme, khusunya yang mengarah pada doktrin panteistis. Ia disebut-sebut
sebagai guru sufi yang pertama kali mengajarkan faham fana' dan baqa.
Pengalaman Abu Yazid yang ucapannya (pada saat sukr) kadang-kadang sulit
dipahami oleh orang awam, menyebabkan sebagian ulama menentangnya. Berikut ini
beberapa ujaran Abu Yazid :
Awalnya aku melakukan
empat kesalahan. Aku menyuntukkan diri untuk mengingat Tuhan, untuk
mengenal-Nya, untuk mencintai-Nya dan mencari-Nya. Ketika aku telah sampai di
ujung perjalanan, aku menyaksikan bahwa Dia telah mengingatku sebelum aku
mengingat-Nya. Pengetahuan-Nya tentang aku telah mendahului pengetahuanku
tentang Dia. Cinta-Nya terhadapku telah lama ada sebelum cintaku kepada-Nya dan
Dia telah mencari aku sebelum aku mencari-Nya.
Ketika aku tertidur,
tampak bagiku telah kudaki langit untuk mencari Tuhan, mencari kemanggulan
Tuhan Yang Maha Mulia, sehingga aku bisa bersemayam bersama-Nya untuk
selamanya, dan aku diuji dengan satu cobaan. Tuhan memperlihatkan semua jenis
hadiah dan menawariku penguasaan seluruh semesta langit. Tetapi aku palingkan
mataku, karena aku tahu bahwa Dia sedang mengujiku, dan aku sama sekali tidak
melihatnya, karena takzimku kepada kesucian Tuhanku.
Kemudian aku mendaki
Langit Kedua dan melihat malaikat-malaikat bersayap, yang terbang ratusan ribu
kali setiap harinya ke bumi, untuk mengamati wali-wali Tuhan, dan wajah-wajah
mereka bersinar laksana matahari. Kuteruskan perjalanan, dan ketika sampai ke
Langkit Ketujuh, seseorang menyentakku, "Wahai Abu Yazid, berhenti, karena
kau telah sampai pada tujuanmu." Tetapi aku tak menghiraukan kata-katanya
dan meneruskan pengembaraanku.
Ketika Tuhan Yang Maha
Tinggi merasakan sentuhan ketulusan hasrat jiwaku kepada-Nya, Dia mengubahku
menjadi seekor burung, dan aku pun terbang melewati kerajaan demi kerajaan,
gurun demi gurun, dan daratan demi daratan, lautan demi lautan, dan selubung
demi selubung, sampai akhirnya menyaksikan malaikat di kaki Tuhan menemuiku
dengan seberkas cahaya dan berkata kepadaku, "Ambillah," dan aku
mengambilnya. Dan demikianlah, langit-langit dan semua yang ada di sana mencari
perlindungan dalam teduh bayang ma'rifatku, dan mencari cahaya dalam cahaya
kerinduanku.
Aku melanjutkan
penerbanganku sampai aku tiba di atas samudera cahaya, lalu kulanjutkan lagi
hingga aku meraih samudera terbesar yang di atasnya berdiri Singgasana Yang
Maha Pengampun. Dan ketika Tuhan Yang Maha Agung melihat ketulusanku
mencarinya, Dia mendekatiku dan berkata, "Wahai manusia pilihan-Ku,
mendekatlah ke arah-Ku dan dakilah ketinggian kemuliaan-Ku dan daratan
kemegahan-Ku dan duduklah di atas karpet kesucian-Ku, agar kau bisa menyaksikan
karya keagungan-Ku.
Kemudian aku mulai
meleleh, seperti timah meleleh dalam panasnya bara. Kemudian Dia memberiku
minuman dari sumber Keagungan dalam cangkir keintiman dan mengubahku ke dalam
keadaan yang tak tergambarkan dan membawaku mendekat kepada-Nya, sedemikian
dekatnya sehingga aku menjadi lebih dekat dengan-Nya daripada ruh dalam tubuhku
sendiri. Aku terus berlanjut bahkan sampai aku menjadi jiwa-jiwa manusia
sebelumnya, sebelum adanya keberadaan dan Tuhan berdiam dalam kesendirian yang
sunyi, tanpa makhluk ciptaan atau ruang, Maha Suci Allah lagi Maha Mulia
Tiada ulasan:
Catat Ulasan