Oleh Syeikh Abdul Wahhab As-Sya'rani
(Tokoh Sufi Mesir)
MENJAGA DARI MAKANAN TIDAK HALAL
Untuk mencapai Hadlirat Ilahi,
seseorang mesti menjaga diri dari makanan
yang tidak halal. Makanan yang
tidak halal akan mengeraskan dan mematikan
hati. Ia juga menyebabkan
terhijabnya manusia untuk masuk dalam Hadlirat Ilahi.
Imam Abu Hanifah pernah berkata,
"Seandainya seseorang terus beribadah
kepada Allah sehingga seperti
tonggak, namun ia tidak perduli makanan apa yang
masuk dalam perutnya; halal atau
tidak, maka semua ibadahnya sia-sia. Tidak
diterima".
Abu Ishaq Ibrahim ibn Adham
menyatakan, yang terpenting seseorang
harus meneliti dan membersihkan
makanannya dari makanan yang tidak halal.
Setelah itu, tidak ada lagi
beban, walau tidak berpuasa disiang hari dan tidak
bangun malam.
Makanan adalah sesuatu yang
sangat penting dalam keselamatan dan
kehidupan ruhani manusia. Abu
Bakar At-Turmudzi menyatakan, seseorang tidak
akan terhalang maksudnya kepada
Allah kecuali dengan tiga masalah;
1. Menggunakan hujjah pada
sesuatu yang sebenarnya tidak bisa
digunakan.
2. Tergesa-gesa dalam jalan
thoriqot, karena menurutkan hawa nafsu.
3. Makan makanan haram dan
subhat).
Makanan yang tidak halal membawa
pengaruh yang sangat besar. Imam
Sahal menyatakan, orang yang
makan makanan tidak halal tidak akan terbuka
hijab hatinya. Sholat, puasa dan
sedekahnya tidak diterima oleh Tuhan. Bahkan,
dengan makanannya itu, ia akan
cepat mendapatkan siksanya. Sedang Ali Al-
Khowash menyatakan, beribadah
dengan modal makanan tidak halal adalah
seperti merpati yang mengerami
telur busuk. Berarti menyusahkan diri sendiri
dengan diam lama ditempat itu,
padahal tidak akan ada satupun telur yang
menetas. Sebaliknya, yang keluar
justru barang busuk.
Selain itu, makanan yang tidak
halal akan berubah menjadi api yang
membakar ketajaman berfikir,
menghilangkan kenikmatan dzikir, membakar
kesucian niat, membutakan mata
hati, merapuhkan agama, menghalangi
datangnya makrifat dan hikmah,
dan lain-lain.
"Secara umum, segala bentuk
kemaksiatan yang dilakukan manusia, pada
dasarnya, adalah disebabkan
makanan yang masuk dalam perutnya. Karena itu, siapa
yang makan makanan tidak halal
kemudian berniat melakukan ketaatan, maka itu sama
artinya dengan mengharapkan
sesuatu yang mustahil".
Sebagai perbandingan dengan
makanan yang halal, Ali Al-Khowas
menyatakan, seseorang yang makan
makanan halal, hatinya menjadi lunak, tipis
dan bersinar. Sedikit tidurnya
dan tidak terhalang hatinya untuk masuk dalam
Hadlirat Ilahi. Sebaliknya, orang
yang makan makanan tidak halal, anggota
badanya cenderung mudah melakukan
maksiat. Sedemikian, sehingga Allah
memberi rahmat dengan tidur agar
ia bisa istirahat dari perbuatan maksiatnya,
sebagaimana Allah memberikan
anugerah kepada mereka yang taat dengan
makanan halal agar bisa bangun
malam dan ibadah kepada-Nya.
Sufyan berkata, "Carilah
makanan halal dan hindari yang haram. Saya
sendiri, ketika makan makanan yang halal kemudian membaca
Alqur'an, terbukah
bagiku 70 macam ilmu. Sebaliknya, ketika ikut makan orang yang
tidak meneliti
makanannya, tidak satupun ilmu yang terbuka bagiku".
Bila seseorang terlanjur
kemasukan makanan haram, segeralah berusaha
untuk memuntahkannya. Bila tidak
bisa, segera beristighfar dan bertaubat kepada
Tuhan.
Diantara tanda-tanda bahwa
makanan yang telah masuk dalam perut tidak
halal, adalah munculnya rasa
gelap dalam hati, merasa berat (malas) ketika akan
beribadah, malas bangun malam,
badan menjadi tidak enak tanpa diketahui sebab
musababnya, dan lain-lain.
Karena itu, seseorang senantiasa
harus meneliti dan menjaga makanannya.
Tidak bisa ikut makan makanan
yang belum jelas --apalagi yang telah jelas haram-
- hanya karena sungkan atau takut
pada orang yang memberi. Inilah yang sering
dilupakan orang-orang sekarang.
Mereka, dengan mudah ikut makan makanan
yang belum jelas, dengan alasan
takut menyinggung perasaan orang yang memberi.
Kondisi itu, sebenarnya, sama
artinya dengan seorang pemuda yang ikut
mabuk bersama teman-temannya
dengan alasan solidaritas teman. Ini alasan yang
tidak bisa diterima. Kita tetap
harus menghajarnya dan menghukuminya sebagai
orang fasik.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan