Dalam
kitab Musyawarah Burung (Mantiqu’t Thair) mahakarya Fariduddin Attar,
seorang guru sufi Persia abad ke-12, diceriterakan tentang berkumpulnya segala
jenis burung menyelenggarakan musyawarah. Makhluk bersayap ini sadar bahwa
ternyata kerajaan burung tak memiliki raja. Padahal tegaknya pemerintahan suatu
negeri tergantung kepemimpinan sang raja. Hal ini sungguh menggelisahkan para
burung.
Lalu
tampillah Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman, memimpin mereka. “Aku
memiliki pengetahuan tentang Tuhan dan rahasia-rahasia ciptaan,” kata Hudhud di
tengah majelis. Ia bercerita bahwa sebenarnya mereka mempunyai raja sejati,
Simurgh namanya, tinggal di balik gunung Kaf. Ia raja segala burung. Raja
burung yang perkasa ini dekat dengan mereka, tapi mereka jauh darinya. Tempat
persemayamnya tak dapat dicapai karena jalan menujunya tidak dikenal, dan tak
ada yang berteguh hati mencarinya, meskipun ribuan makhluk melewatkan hidupnya
dalam kerinduan. Ia bermandikan kesempurnaan, keagungan, dan kesucian. Di muka
Simurgh tergantung seratus ribu tabir cahaya dan kegelapan. Ia tak menampakkan
diri sepenuhnya meski di tempat persemayamannya sendiri, bahkan jiwa yang
paling suci pun tak dapat melukiskannya, dan akal budi tak pula dapat memahami.
Uraian
Hudhud memikat majelis burung. Dengan penuh semangat, majelis membicarakan
keagungan raja mereka. Lalu mereka tak sabar lagi, ingin segera berangkat
bersama-sama mencarinya. Tapi ketika menyadari betapa jauh dan sulitnya
perjalanan yang akan ditempuh, banyak yang jadi ragu. Mereka mengurungkan niat
berangkat dengan dalihnya masing-masing. Bulbul, misalnya, tak mungkin
meninggalkan tempat karena begitu besar hasratnya untuk menyanyikan senandung
cinta. Merak dan burung Hantu enggan meninggalkan harta dan kemewahannya.
Rajawali tak ingin melewatkan kegembiraan melayani raja maupun berburu menurut
kesukaannya. Burung Gereja mengeluhkan keadaan fisiknya yang lemah. Itik dan
bangau sudah merasa puas di permukaan air. Namun, akhirnya Hudhud mampu
meyakinkan mereka.
Perjalanan
menuju Simurgh satu-satunya tujuan dalam hidup, meski amat sukar ditempuh
karena melewati tujuh lembah, yakni lembah pencarian, lembah cinta, lembah
keinsyafan, lembah kebebasan dan keterlepasan, lembah keesaan, lembah keheranan
dan kebingungan, lembah keterampasan dan kematian. Hanya dengan cinta dan
penyerahan diri segala kesulitan dapat diatasi. Mereka pun berangkat.
Ribuan burung tidak
berhasil sampai di tujuan akhir perjalanan, sebagian mati kehausan atau
dimangsa harimau, sebagian tersesat di hutan dan di gunung, sebagian lagi letih
dan tak sanggup melanjutkan perjalanan. Akhirnya tinggal 30 ekor saja yang
sampai di istana Simurgh. Dan ketika tabir demi tabir dibuka dan mereka
bertatap muka dengan Sang Raja, mereka pun takjub dengan pemandangan yang
dilihatnya. Ternyata mereka tak berbeda dengan-Nya. Tiga puluh (si-murgh)
burung adalah Simurgh, dan Simurgh adalah tiga puluh burung itu sendiri
Tiada ulasan:
Catat Ulasan