Bahasan kali ini merupakan kelanjutan dari bahasan
yang lalu yang berjudul “Yahudi dan Percaturan Dunia”, yaitu agar kita dapat
memahami lebih jauh dan secara mendasar apakah yang menjadi sebab Yahudi itu
sampai hari ini sedemikian “ganas”-nya kepada masyarakat dunia. Hendaknya kita
mempelajari akar permasalahannya berdasarkan Al Qur’an.
Allah سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Hadiid
(57) ayat 26 sebagai berikut:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحاً وَإِبْرَاهِيمَ وَجَعَلْنَا
فِي ذُرِّيَّتِهِمَا النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ فَمِنْهُم مُّهْتَدٍ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ
فَاسِقُونَ
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrohim dan Kami
jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al Kitab, maka di antara mereka
ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasiq.”
Ayat tersebut maksudnya menjelaskan kepada kita
bahwa Nabi Nuh عليه السلام dan Nabi Ibrahim عليه السلام adalah bapak para Nabi
dan para Rasuul. Tetapi sayangnya, karunia Allah سبحانه وتعالى yang sedemikian
besarnya itu, hanya sedikit daripada keturunannya itu yang mengikuti petunjuk
Allah سبحانه وتعالى. Kebanyakan dari mereka adalah fasiq.
Apabila kita renungkan, maka sampai sekarang pun
adalah lebih banyak kaum Muslimin yang tidak mengindahkan apa yang menjadi
aturan Allah سبحانه وتعالى dan Rasuulullah صلى الله عليه وسلم, mereka lebih
cenderung kepada hawa nafsunya. Bahkan ada kecenderungan bahwa Islam saat ini
sudah mulai dianggap aneh.
Keanehan itu disebabkan karena orang kebanyakan,
pada dasarnya tidak mengenal Islam dengan cara yang benar (– sesuai Al Qur’an
dan As Sunnah dengan pemahaman Pendahulu Ummat yang shoolih –). Lalu yang
mengenal Islam pun banyak yang tidak tahan dalam mengamalkan Islam-nya secara
istiqomah. Bagaimana tidak, karena orang yang berusaha untuk mengamalkan ajaran
Islam sesuai tuntunan Allah سبحانه وتعالى dan Rasuulullah صلى الله عليه وسلم
mengalami berbagai macam tuduhan. Dituduh “terorisme”, dituduh “terbelakang”,
dituduh “ketinggalan zaman” atau “kuno” atau “ikut zaman onta”, dan berbagai
tuduhan buruk lainnya yang memang sengaja dihembuskan oleh musuh-musuh Islam
agar kaum Muslimin itu takut kepada ajaran Islam-nya sendiri. Semua itu
menyebabkan orang Islam menjadi tidak istiqomah (teguh) dalam mengamalkan
dien-nya, apalagi kalau orang itu imannya pas-pasan.
Sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas, bahwa Nabi
Ibrohim عليه السلام adalah bapak dari sekian banyak para Nabi dan Rasuul. Dari
silsilah para nabi sejak Nabi Adam عليه السلام, ternyata asal-usul Yahudi itu
berasal dari Nabi Ibrahim عليه السلام dan Nabi Ishaq عليه السلام. Sebagaimana
kita pelajari dari sejarah, bahwa Nabi Ibrahim عليه السلام memiliki anak
bernama Ismail عليه السلام dan Ishaq عليه السلام.
Nabi Ismail عليه السلام tidak banyak menurunkan
nabi-nabi, hanya dalam urutan keturunan Nabi Ismail عليه السلام yang terakhir
lalu muncul keturunannya yang merupakan seorang Nabi dan Rasuul Penutup yakni
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Sedangkan Nabi Ishaq عليه السلام langsung menurunkan
secara berturut-turut para nabi dan Rosuul, yakni Nabi Ya’qub عليه السلام, Nabi
Yusuf عليه السلام, Nabi Ayyub عليه السلام, Nabi Musa عليه السلام, Nabi Harun عليه
السلام, Nabi Ilyas عليه السلام, Nabi Ilyasa عليه السلام dan seterusnya hingga
sampai kepada Nabi ‘Isa عليه السلام.
Pada kali ini, kita akan membahas tentang Nabi
Ibrohim عليه السلام, Nabi Ismail عليه السلام dan Nabi Ishaq عليه السلام
terlebih dahulu. Lalu pada kajian mendatang insya Allooh akan kita bahas
tentang Nabi Ya’qub عليه السلام dan Nabi Yusuf عليه السلام; kemudian Nabi Musa عليه
السلام dan Nabi Harun عليه السلام; dan selanjutnya adalah Nabi Daawud عليه السلام
dan Nabi Sulaiman عليه السلام. Dan dari mereka itulah akan kita kenal apa yang
disebut dengan Haikal Sulaiman. Dalam rangka membangun Haikal Sulaiman itulah
maka Yahudi sampai saat ini memiliki rencana yang Mega-Besar (antara lain
dengan meruntuhkan Masjid Al Aqsa milik kaum Muslimin Maka segala sesuatu itu tergantung kepada
landasan dasar filosofi berfikir yang pada akhirnya adalah menjadi suatu
ideologi.
Sesuai ayat diatas, maka asal usulnya adalah bermula
dari Nabi Nuh عليه السلام dan Nabi Ibrohim عليه السلام. Nabi Nuh tidak akan
kita bahas karena keturunan-keturunannya tidak bermasalah dan tidak bersambung
kepada Israil (Bani Israil).
Adapun Isroil adalah nama lain dari Nabi Ya’qub عليه
السلام, putra dari Nabi Ishaq عليه السلام dan yang merupakan cucu dari Nabi Ibrahim
عليه السلام.
Kajian kita ini adalah berdasarkan ‘Aqidah kita
sebagai ummat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Allooh سبحانه وتعالى memberitahukan kepada kita
dalam Al Qur’an bahwa Nabi Ismail عليه السلام adalah putra dari Nabi Ibrahim عليه
السلام. Namun dalam Kitab Perjanjian Lama (Taurat), ada upaya dari Yahudi untuk
melakukan Tahriif (mengubah, mengganti dan menukar) serta membalikkan fakta
agar terkesan bahwa Nabi Ismail عليه السلام bukanlah putra Nabi Ibrohim عليه السلام.
Oleh karenanya ketika pada akhirnya muncul Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم,
maka kaum Yahudi tidak mau mengakui kenabian dan ke-rasuulan beliau صلى الله عليه
وسلم, karena beliau صلى الله عليه وسلم adalah berasal dari keturunan Nabi
Ismail عليه السلام, dan bukan berasal dari keturunan Nabi Ishaq عليه السلام
sebagaimana para Nabi dan Rosuul lainnya.
Dalam Al Qur’an Surat Ibrahim (14) ayat 39, Allooh سبحانه
وتعالى berfirman:
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاء
Artinya:
“Segala puji bagi Allooh yang telah menganugerahkan kepadaku di
hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Robb-ku, benar-benar Maha
Mendengar (memperkenankan) do`a.”
Jadi jelaslah bahwa Nabi Ismail عليه السلام adalah
putera Nabi Ibrahim عليه السلام. Dan dalam urutannya adalah bahwa Nabi Ismail عليه
السلام adalah anak pertama dan Nabi Ishaq عليه السلامadalah anak kedua.
Kemudian perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى
dalam QS. Huud (11) ayat 71:
وَامْرَأَتُهُ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ
وَمِن وَرَاء إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ
Artinya:
“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia
tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran)
Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir puteranya) Ya`qub.”
Yang dimaksud “istrinya” dalam ayat diatas adalah
Sarah, istri pertama Nabi Ibrohim عليه السلام. Dari Sarah, Nabi Ibrohim عليه السلام
memiliki putra bernama Ishaq عليه السلام, yang kemudian dari Ishaq عليه السلام
akan lahir cucunya yang bernama Ya’qub عليه السلام. Maka kita mengenal bahwa
Nabi Ya’qub عليه السلام adalah putra dari Nabi Ishaq عليه السلام dan cucu dari
Nabi Ibrahim عليه السلام. Bayangkan, betapa besar ni’mat Allah سبحانه وتعالى
kepada Nabi Ibrahim عليه السلام; dimana mulai dari bapak, anak lalu cucu itu
semuanya adalah menjadi Nabi.
Kemudian dalam QS Maryam (19) ayat 49, Allah سبحانه وتعالى
berfirman :
فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ
وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلّاً جَعَلْنَا نَبِيّاً
Artinya:
“Maka ketika Ibrohim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari
apa yang mereka sembah selain Allooh, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq, dan
Ya`qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi.”
Juga dalam QS. Al Anbiyaa (21) ayat 72 :
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً وَكُلّاً
جَعَلْنَا صَالِحِينَ
Artinya:
“Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrohim) Ishaq dan Ya`qub,
sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan
orang-orang yang shoolih.”
Dan dalam QS Al An’aam (6) ayat 84-86 :
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلاًّ هَدَيْنَا
وَنُوحاً هَدَيْنَا مِن قَبْلُ وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ
وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿٨٤﴾ وَزَكَرِيَّا
وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِّنَ الصَّالِحِينَ ﴿٨٥﴾ وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ
وَيُونُسَ وَلُوطاً وَكُلاًّ فضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ ﴿٨٦﴾
Artinya:
(84) Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya`qub kepadanya.
Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum
itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya
(Ibrohim) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik,
(85) dan Zakaria, Yahya, `Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk
orang-orang yang shoolih.
(86) dan Ismail, Alyasa`, Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami
lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).
Demikianlah, ayat-ayat tersebut diatas memberikan
bukti kepada kita bahwa Nabi Ibrahim عليه السلام memiliki 2 putra, yakni dari
istri pertamanya (Sarah) terlahir Nabi Ishaq عليه السلام dandari istrinya yang
kedua (Haajar) terlahir Nabi Ismail عليه السلام.
Kemudian dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 133, Allah سبحانه
وتعالى berfirman :
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ
إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ
آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ
مُسْلِمُونَ
Artinya:
“Adakah kamu hadir ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut,
ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”
Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim,
Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya (Muslimun).”
Dari ayat diatas, sangatlah jelas bahwa Allah سبحانه
وتعالى memberitakan kepada kita (termasuk juga kepada seluruh ummat manusia)
bahwa keturunan Nabi Ya’qub عليه السلام itu TIDAK ADA yang beragama Yahudi atau
Nashrani; tetapi semuanya adalah Islam (Muslimun).
Nabi Ibrahim عليه السلام pada mulanya berasal dari
Iraq (Babylonia), kemudian beliau pergi keMesir. Istri Nabi Ibrahim عليه السلام
(Sarah) adalah sangat cantik jelita. Raja Mesir ketika itu tertarik kepada
Sarah عليه السلام. Maka Nabi Ibrahim عليه السلام sangat khawatir dan cemburu (–
dan itu memang haknya untuk cemburu, karena Sarah adalah istrinya –). Nabi
Ibrohim عليه السلام sadar kalau seandainya ia mengaku sebagai suami Sarah, maka
ia pasti akan dibinasakan oleh Raja Mesir tersebut. Maka ia pun menyuruh kepada
Sarah : “Wahai Sarah, bila Raja bertanya, maka katakanlah olehmu bahwa kamu
adalah saudaraku.”
Menurut para ‘Ulama Ahlus Sunnah, maka yang dimaksud
“saudara” diatas, dalam hal ini bisa berarti “saudara se-‘aqidah” atau bisa
pula berarti “saudara sekandung”.
Demikianlah, ketika Sarah didekati oleh Raja Mesir,
maka ia pun berpura-pura sedih, bahkan menangis, tidak mau berhias dan
sebagainya; sehingga sang Raja pun tidak lagi berselera kepadanya karena Sarah
selalu murung dan hal itu menjadikannya tidak menarik lagi bagi sang Raja. Pada
akhirnya mereka disuruh pulang saja oleh Raja Mesir tersebut, dengan dihadiahi
100 (seratus) ekor kambing dan seorang perempuan pembantu (seorang wanita
Mesir) bernama Haajar (– “Haajar” artinya adalah “Orang yang hijrah” –).
Mereka bertiga kemudian pulang ke daerah yang
sekarang dikenal sebagai Palestina. Setelah mereka kembali ke tempatnya
(Palestina), maka beberapa tahun kemudian Nabi Ibrahim عليه السلام sangat
menginginkan anak. Sarah pun menganjurkan kepada Nabi Ibrahim عليه السلام untuk
menikahi Haajar agar memiliki anak keturunan. Ternyata dengan kehendak Allah سبحانه
وتعالى maka Haajar pun hamil, dan tidak lama kemudian lahirlah Ismail عليه السلام.
Setelah Ismail lahir, ternyata Sarah merasa iri.
Lalu Sarah meminta kepada suaminya, Nabi Ibrohim عليه السلام, agar suaminya
membawa Haajar dan anaknya Ismail عليه السلام pergi menjauh.
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhary
no: 3364 dijelaskan sebagai berikut;
Artinya:
Dari Shahabat Ibnu Abbas رضي الله عنه , beliau
berkata, “Cara berfikir wanita pertama kali diambil dari Ummu Ismail (Haajar)
ketika ia mengambil taktik agar terbebas dari Sarah. Kemudian Ibrahim عليه السلام
membawanya serta anaknya Ismail عليه السلام yang dikala itu Haajar masih
menyusuinya.
Kemudian Ibrahim عليه السلام meninggalkannya di
Ka’bah, di suatu bukit diatas Zam-Zam, disebelah atas dari Masjid, dimana
ketika itu disana tidak dihuni seorang pun dan tidak ada air. Kemudian Ibrahim عليه
السلام meninggalkan mereka berdua disana, dengan memberi bekal sedikit kurma
dan sekantong air. Lalu Ibrahim عليه السلام beranjak kembali mengarah ke negeri
asalnya.
Maka Ummu Ismail pun mengikuti dari belakang seraya
berkata, “Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi meninggalkan kami di lembah
ini, yang tak ada manusia dan apa pun?”
Dikatakannya lah hal ini pada Ibrohim عليه السلام
berkali-kali. Dan Ibrahim عليه السلام sama sekali tidak menggubrisnya. Maka
Haajar berkata, “Apakah Allooh سبحانه وتعالى yang menyuruhmu begini?”
Ibrohim عليه السلام menjawab, “Ya.”
Maka Haajar berkata, “Kalau begitu Allah سبحانه وتعالى
tidak akan menyia-nyiakan kita.”
Lalu Haajar pun kembali ke tempat semula, dan
Ibrohim عليه السلام melanjutkan perjalanannya.
Dan ketika Ibrahim عليه السلام sampai diantara
perbukitan, dimana tidak ada seorang pun yang melihatnya, maka Ibrohim عليه السلام
lalu menghadap kearah Ka’bah dan berdoa sembari mengangkat kedua tangannya, “Ya
Allah, Robb kami, sungguh aku tinggalkan keturunanku di suatu lembah yang tak
bertetumbuhan… hingga mereka bersyukur.”
Kemudian Ummu Ismail menyusui Ismail عليه السلام dan
meminum dari air bekalnya. Ketika air yang ada didalam kantong tersebut habis,
maka hauslah dia dan hauslah anaknya. Sembari memandang Ismail عليه السلام yang
tengah menggerak-gerakkan kakinya, maka ia pun pergi meninggalkan Ismail عليه السلام
karena tidak suka melihat Ismail عليه السلام dalam keadaan kehausan. Maka
pergilah ia (Haajar) kearah Bukit Shofa dan diatasnya dia berdiri kemudian
menghadap kearah lembah untuk melihat adakah seseorang disana. Namun ternyata
tidak ada seorang pun yang didapatinya. Maka ia pun pergi meninggalkan Shofa
hingga ke dasar bukit, lalu dia menyingsingkan bajunya kemudian berlari kecil
seolah orang yang sedang dikejar sesuatu, sehingga ia melewati bukit tersebut
dan sampai di Marwah. Kemudian ia berdiri diatas Bukit Marwah dan melihat
apakah ada seseorang disana. Juga ternyata ia tak melihat seorang pun. Lalu
dilakukannya hal itu bolak-balik sebanyak 7 kali.
Kemudian Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, bahwa Rasuulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda, “Karena itu, manusia diajarkan untuk Sa’i diantara
keduanya.”
Ketika sampai di Bukit Marwah, tiba-tiba Haajar
mendengar suatu suara, yang dikiranya suara itu tertuju padanya. Maka ia pun
berupaya untuk kembali mendengarkan suara tersebut. Maka benar lah bahwa ia
mendengar suara itu kembali. Maka Haajar pun berkata, “Sungguh engkau telah
memperdengarkan suaramu, jika engkau penolong.”
Ternyata sumber suara itu adalah malaikat yang
sedang berada di lokasi Zam-Zam yang tengah menggerak-gerakkan sayapnya untuk
membantu mencarikan air, sehingga muncullah air (Zam-Zam) tersebut. Kemudian
Ummu Ismail (Haajar) berusaha menampung air tersebut dengan tanah kemudian
memasukkannya kedalam kantung airnya hingga membasahi tangannya.
Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, bahwa Rasuulullah صلى
الله عليه وسلم bersabda, “Allah سبحانه وتعالىmenyayangi Ummu Ismail. Kalau
seandainya Ummu Ismail meninggalkan Zam-Zam atau seandainya dia tidak menciduk
air tersebut maka Zam-Zam tidak akan menjadi mata air.”
Maka Haajar meminum air tersebut dan menyusui
anaknya. Lalu malaikat berkata pada Haajar, “Janganlah kalian takut
disia-siakan, sebab disini adalah Rumah Allah سبحانه وتعالى yang anak ini dan
ayahnya kelak akan membangunnya. Dan sesunggunya Allah سبحانه وتعالى tidak akan
menyia-nyiakan penghuni Baitullah ini.”
Pada mulanya Baitullah (Ka’bah) terletak di tanah
tinggi, mirip bukit, kemudian ditimpa oleh banjir sehingga melongsorkan sebelah
kanan dan kirinya. Dan terus dalam keadaan seperti ini sehingga lewatlah
segerombolan orang dari Jurhum (– arah Yaman – pent.) atau penduduk dari
Jurhum, datang dari arah Kada, lalu mereka turun sampai dibawah Makkah. Dan
ketika mereka melihat burung yang terbang mengerumuni air, maka mereka pun
berkata, “Sesungguhnya burung ini terbang diatas air. Mari kita menuju ke
lembah ini dan mengambil air yang ada di dalamnya.”
Dengan mengutus seorang atau dua orang utusan yang
berlari ke tempat tersebut, ternyata mereka (para utusan itu) menemukan air,
sehingga mereka pun kembali ke kabilah tadi dan memberitakan hal itu. Maka
mereka semuanya bergerak menuju ke sumber air, sememtara Ummu Ismail berada
disana. Maka kabilah itu pun berkata, “Apakah anda mengizinkan kami untuk
singgah disini?”
Kemudian Haajar menjawab, “Ya, akan tetapi kalian
tidak memiliki air ini.”
Kabilah itu menjawab, “Ya.”
Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, bahwa Rosuulullooh صلى
الله عليه وسلم bersabda, “Haajar menyukai keadaan itu.”
Akhirnya kabilah itu pun singgah di sana, dan
memberitahukan kepada keluarga mereka sehingga akhirnya mereka semua pun
singgah di tempat itu pula. Dan diantara mereka pun bermukim disekitar Baitulllah.
Ismail عليه السلام pun tumbuh menjadi pemuda. Belajar bahasa Arab dari mereka
dan membuat mereka (kabilah itu) kagum padanya. Sehingga ketika Ismail عليه السلام
menginjak usia pemuda, maka mereka pun menikahkannya dengan seorang wanita dari
kalangan mereka. Lalu meninggallah Ummu Ismail. Kemudian setelah Ismail عليه السلام
menikah, datanglah Ibrahim عليه السلام untuk melihat keadaan keluarganya, namun
tidak sempat menemui Ismail عليه السلام.
Maka bertanyalah Ibrahim عليه السلام pada istri
Ismail عليه السلام tentang keadaan Ismail عليه السلام. Kemudian istri Ismail عليه
السلام menjawab, “Ismail sedang keluar mencari sesuatu untuk kami.”
Kemudian Ibrohim عليه السلام bertanya lagi,
“Bagaimana kehidupan kalian?”
Istri Ismail عليه السلام menjawab, “Kami dalam
keadaan buruk, kami dalam keadaan sempit, kesulitan.”
Dan ia pun berkeluh kesah pada Ibrahim عليه السلام.
Maka Ibrahim عليه السلام berkata, “Sampaikan pada
suamimu jika ia datang, salamku untuknya dan katakanlah olehmu padanya agar dia
merubah posisi pintu rumahnya.”
Ketika Ismail عليه السلام pulang ke rumahnya, seolah
dia merindukan sesuatu, kemudian bertanya lah ia pada istrinya, “Apakah ada
seseorang yang datang pada kalian?”
Istrinya menjawab, “Ya. Telah datang pada kita
seorang kakek, begini dan begitu, menanyakan pada kami tentang engkau. Maka aku
beritakan padanya. Kemudian kakek itu bertanya padaku bagaimana kehidupan kita,
maka aku pun beritakan padanya bahwa kita dalam keadaan kesulitan.”
Ismail عليه السلام bertanya lagi, “Apakah dia
berwasiat padamu sesuatu?”
Istrinya menjawab, “Ya. Dia memerintahkanku untuk
menyampaikan salam darinya untukmu dan mengatakan, ‘Ubahlah posisi pintu
rumahmu’.”
Ismail عليه السلام berkata, “Itu adalah ayahku dan
memerintahkanku untuk menceraikanmu. Maka pulanglah engkau pada keluargamu.”
Maka ia pun menceraikannya, kemudian ia menikah
dengan wanita yang lain.
Selang beberapa waktu Ibrahim عليه السلام kembali
mengunjungi mereka, akan tetapi kembali ia tidak bertemu Ismail عليه السلام.
Kemudian ditemuinya istri Ismail عليه السلام dan bertanya tentang Ismail عليه السلام.
Maka istri Ismail عليه السلام (– yang baru – pent.) menjawab, “Ia sedang keluar
mencari sesuatu untuk kami.”
Kemudian Ibrohim عليه السلام bertanya lagi,
“Bagaimanakah kalian dan kehidupan kalian?”
Maka istri Ismail عليه السلام menjawab,
“Alhamdulillah kami baik-baik saja dan dalam keadaan lapang.”
Dan ia pun memuji Allah سبحانه وتعالى.
Kemudian Ibrahim عليه السلام bertanya, “Bagaimana
makanan kalian?”
Istri Ismail عليه السلام menjawab, “Daging.”
Kemudian Ibrahim عليه السلام bertanya, “Apa minuman
kalian?”
Istri Ismail عليه السلام menjawab, “Air.”
Maka Nabi Ibrahim عليه السلام berdoa, “Ya Allooh,
berkahilah daging dan air mereka.”
Rasuulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Pada saat
itu mereka tidak memiliki tepung. Seandainya Ibrahim عليه السلام berdoa agar
mereka diberi tepung, niscaya Allah سبحانه وتعالى akan mengabulkannya.”
Kemudian Ibrahim عليه السلام berkata kepada istri
Ismail عليه السلام ini, “Jika suamimu pulang, sampaikan padanya salam dariku
dan perintahkan padanya agar mengokohkan posisi pintu rumahnya.”
Ketika Ismail عليه السلام pulang ke rumahnya,
kemudian ia bertanya pada istrinya, “Apakah ada seseorang yang datang pada
kalian?”
Istrinya menjawab, “Ya. Telah datang pada kita
seorang kakek, penampilannya baik.”
Dan istrinya pun memuji ayah Ismail عليه السلام.
Kemudian istri Ismail عليه السلام berkata, “Lalu ia
menanyakan padaku tentang engkau. Maka aku beritakan padanya. Kemudian kakek
itu bertanya padaku bagaimana kehidupan kita, maka aku pun beritakan padanya
bahwa kita dalam keadaan baik.”
Ismail عليه السلام bertanya lagi, “Apakah dia
berwasiat padamu sesuatu?”
Istrinya menjawab, “Ya. Dia memerintahkanku untuk
menyampaikan salam darinya untukmu dan memerintahkan agar engkau ‘mengokohkan
posisi pintu rumahmu’.”
Ismail عليه السلام berkata, “Itu adalah ayahku dan
engkau adalah posisi pintu rumah. Dia memerintahkanku agar aku
mempertahankanmu.”
Kemudian selang beberapa lama Ibrohim عليه السلام
datang kembali untuk ketiga kalinya. Sedangkan Ismail عليه السلام sedang
mempersiapkan tombaknya dibawah bukit, didekat Zam-Zam. Maka ketika melihatnya,
Ismail عليه السلام pun menyambutnya. Maka mereka melakukan apa yang dilakukan
seorang ayah terhadap anaknya dan melakukan apa yang dilakukan seorang anak
terhadap ayahnya.
Kemudian Ibrahim عليه السلام berkata, “Wahai Ismail,
sesungguhnya Allah سبحانه وتعالىmemerintahkanku dengan suatu perintah.”
Dan Ismail عليه السلام pun menjawab, “Lakukan apa
yang Allah سبحانه وتعالى perintahkan padamu.”
Ibrohim عليه السلام berkata, “Maukah engkau
menolongku?”
Ismail عليه السلام menjawab, “Aku akan menolongmu.”
Ibrahim عليه السلام berkata, “Sesungguhnya Allah سبحانه
وتعالى memerintahkanku untuk membangun disini rumah (Baitullah), sembari
menunjuk ke tempat yang tinggi (Ka’bah).”
Rasuulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Pada saat
itulah mereka berdua meninggikan pancangan-pancangan Baitullah dimana Ismail عليه
السلام membawa batu dan Ibrohim عليه السلام membangunnya sehingga bangunan pun
menjadi tinggi. Dan kemudian datang dengan membawa batu ini serta meletakkannya
dan kemudian berdiri diatasnya dan membangunnya. Sedangkan Ismail عليه السلام
yang membawa batu. Kemudian keduanya berdoa, “Ya Allooh, Robb kami, terimalah
ini dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Rasuulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Keduanya
membangun hingga mengelilingi seputar Ka’bah, sembari keduanya berdoa, “Ya Allah,
Robb kami, terimalah ini dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (HR Imaam Al Bukhary no: 3364)
Jadi kembali kepada bahasan kita semula, jelaslah
bahwa Nabi Ismail عليه السلام itu lahir terlebih dahulu daripada Nabi Ishaq عليه
السلام. Karena Sarah merasa iri dengan lahirnya seorang anak bagi Nabi Ibrahim عليه
السلام dari Haajar, maka ia pun meminta Nabi Ibrohim عليه السلام untuk membawa
Haajar yang telah memiliki anak yakni Nabi Ismail عليه السلام untuk pergi
menjauh. Artinya, dikala itu Sarah belum memiliki anak.
Setelah ditinggal pergi jauh dengan membawa Haajar
dan anaknya (Ismail عليه السلام) ke Mekkah, maka Nabi Ibrahim عليه السلام pun
pulang kembali ke Palestina kepada Sarah, dan setelahnya Sarah pun dikaruniai
seorang putera yang bernama Ishaq عليه السلام. Dengan demikian, jelaslah bahwa
urutan yang terlebih dahulu lahir adalah Nabi Ismail عليه السلام, barulah
kemudian Nabi Ishaq عليه السلام.
Namun, berita ini diputarbalikkan oleh kaum Yahudi
dengan melakukan Tahriif (pemutarbalikan fakta) sehingga dalam Kitab Perjanjian
Lama (Taurat) mereka maka tidak disebutkan seperti diatas kejadiannya.
Melainkan yang diunggulkan dalam Kitab itu adalah bahwa anak yang dilihat oleh
Nabi Ibrohim عليه السلام dalam mimpinya untuk disembelih itu adalah Ishaq عليه السلام,
dan bukannya Ismail عليه السلام. Padahal didalam Al Qur’an dijelaskan bahwa
putera yang hendak disembelih oleh Nabi Ibrohim عليه السلام (atas perintah
Allooh سبحانه وتعالى), sebagaimana dalam mimpinya itu, adalah Nabi Ismail عليه السلام.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS.
Maryam (19) ayat 54 :
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ
الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولاً نَّبِيّاً
Artinya:
“Dan
ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam
Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah
seorang rosuul dan nabi.”
Kemudian dalam QS. Shad (38) ayat 48, Allooh سبحانه وتعالى
berfirman:
وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ وَكُلٌّ
مِّنْ الْأَخْيَارِ
Artinya:
“Dan ingatlah
akan Ismail, Ilyasa’ dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling
baik.”
Dan dalam QS. Al Anbiyaa (21) ayat 85, Allah سبحانه وتعالى
berfirman:
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِّنَ
الصَّابِرِينَ
Artinya:
“Dan
(ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang
yang sabar.”
Juga dalam QS. Al An’aam (6) ayat 86, dimana Allah سبحانه
وتعالى berfirman:
وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطاً وَكُلاًّ
فضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ
Artinya:
“dan
Ismail, Ilyasa`, Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di
atas umat (di masanya).”
Dari ayat-ayat diatas dijelaskan bahwa Nabi Ismail عليه
السلام, Nabi Ilyasa عليه السلام, Nabi Yunus عليه السلام, Nabi Nuh عليه السلام,
Nabi Idris عليه السلام, Nabi Dzulkifli عليه السلام dan Nabi Luth عليه السلام;
mereka itu masing-masing memiliki keunggulan di alam semesta ini diantara ummat
manusia karena mereka para nabi itu adalah orang-orang yang baik, tepat janji
dan orang-orang yang sabar.
Berikutnya kita ketahui dari firman Allah سبحانه وتعالى
bahwa Nabi Ismail عليه السلام dan Nabi Ishaq عليه السلام adalah menyeru kepada
Islam; dan bukan menyeru agar menjadi Yahudi ataupun Nashrani.
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS.
Al Baqarah (2) ayat 135-136 :
وَقَالُواْ كُونُواْ هُوداً أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُواْ
قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١٣٥﴾ قُولُواْ
آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ
النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ
مُسْلِمُونَ ﴿١٣٦﴾
Artinya:
(135) Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut
agama Yahudi atau Nashroni, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah:
“Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrohim yang lurus. Dan bukanlah dia
(Ibrohim) dari golongan orang musyrik”.
(136) Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada
Allooh dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrohim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada
Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Robb-nya. Kami
tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya (Muslimun)“.
Jadi, semua nabi dan rosuul adalah Muslimun (Islam).
Dan kita (Muslim) tidak membeda-bedakan diantara Nabi Ismail عليه السلام dan
Nabi Ishaq عليه السلام karena mereka adalah dalam posisi yang sama yakni hanya
berserah diri kepada Allah سبحانه وتعالى dan hanya beriman kepada apa yang Allah
سبحانه وتعالى firmankan dalam ayat tersebut.
Nabi Ismail عليه السلام dan Nabi Ishaq عليه السلام
adalah meneruskan millah Ibrahim; dan mereka bukanlah menjadi Yahudi ataupun
Nashrani !
Kemudian dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 140, Allah سبحانه
وتعالى berfirman:
أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ
وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطَ كَانُواْ هُوداً أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنتُمْ أَعْلَمُ أَمِ
اللّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَتَمَ شَهَادَةً عِندَهُ مِنَ اللّهِ وَمَا اللّهُ
بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nashrani) mengatakan
bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, adalah penganut agama
Yahudi atau Nashrani? Katakanlah: “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah
Allah, dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang menyembunyikan
syahadah* dari Allah yang ada padanya?” Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari
apa yang kamu kerjakan.”
*] Syahadah dari Allah سبحانه وتعالى adalah
persaksian Allah سبحانه وتعالى yang tertera dalam Taurat dan Injil bahwa Ibrahim
عليه السلام dan anak cucunya bukanlah penganut agama Yahudi ataupun Nashrani
dan bahwa Allah سبحانه وتعالى akan mengutus Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Allooh سبحانه وتعالى tahu benar bahwa mereka (Yahudi
dan Nashroni) memalsukan ayat-ayat Taurat dan Injil, sehingga bahwa seolah-olah
Nabi Ibrahim عليه السلام, Nabi Ismail عليه السلام dan Nabi Ishaq عليه السلام
adalah Yahudi atau Nashrani. Padahal yang benar adalah bahwa mereka (Ibrahim عليه
السلام, Ismail عليه السلام, Ishaq عليه السلام) adalah Muslimun (Islam), satu
millah, satu ajaran sebagaimana ajaran yang dibawakan oleh Nabi Ibrahim عليه السلام.
Juga dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 163, Allah سبحانه وتعالى
berfirman:
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ
وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ
وَيَعْقُوبَ وَالأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ
وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُوراً
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami
telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub dan anak
cucunya, `Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada
Daud.”
Ayat tersebut menunjukkan bahwa semua nabi-nabi yang
Allah سبحانه وتعالى beritakan itu adalah diberi wahyu oleh Allah سبحانه وتعالى,
dan mereka semua berdakwah dengan dakwah yang satu yakni Dienul Islam; dan
bukan Yahudi atau Nashroni.
Lalu didalam Al Qur’an, Allah سبحانه وتعالى pun
menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Ibrahim عليه السلام dan puteranya bernama
Ismail عليه السلام lah yang membangun (merenovasi) Ka’bah. Jadi jelaslah bahwa
tidak ada dari Yahudi ataupun Nashrani yang membangun Ka’bah, karena Yahudi itu
berasal dari putera Ishaq عليه السلام. Dan Ishaq عليه السلام bertempat tinggal
di wilayah sekitar Palestina, sehingga para nabi-nabi yang merupakan anak
keturunannya pun juga bertempat tinggal di sekitar wilayah Palestina. Sementara
Nabi Isma’il عليه السلام lah yang bertempat tinggal di Mekkah yakni di Jazirah
‘Arab.
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS.
Al Baqarah (2) ayat 125-129:
Artinya:
(125) Dan (ingatlah),
ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullooh) tempat berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqom* Ibrohim tempat shalat. Dan
telah Kami perintahkan kepada Ibrohim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang thawaf, yang i`tikaaf, yang ruku` dan yang sujud“.
(126) Dan (ingatlah),
ketika Ibrohim berdo`a: “Ya Robbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman
sentosa, dan berikanlah rizqyi dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman
di antara mereka kepada Allooh dan hari kemudian.” Allooh berfirman: “Dan
kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia
menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”.
(127) Dan (ingatlah),
ketika Ibrohim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullooh bersama Ismail
(seraya berdo`a): “Ya Robb kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“.
(128) Ya Robb kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah)
di antara anak cucu kami ummat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
(129) Ya Robb kami,
utuslah untuk mereka seorang Rosuul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al
Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
*] Maqam adalah tempat berdiri Nabi Ibrahim عليه السلام
diwaktu membangun Ka’bah.
Dalam ayat 129 QS. Al Baqarah diatas, jelaslah bahwa
Allah سبحانه وتعالى mengabulkan do’a Nabi Ibrahim عليه السلام dan Nabi Ismail عليه
السلام yang memohon untuk didatangkan seorang Rasuul yakni Nabi Muhammad صلى الله
عليه وسلم, dari kalangan mereka (bangsa ‘Arab, keturunan dari Ismail عليه السلام)
yang kemudian akan membacakan ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى dan mengajarkan Al
Qur’an, As Sunnah serta mensucikan mereka.
Adapun penjelasan Allooh سبحانه وتعالى di dalam Al
Qur’an bahwa yang diperintahkan untuk disembelih (dikurbankan) oleh Nabi Ibrahim
عليه السلام adalah puteranya yang bernama Ismail عليه السلام; dan bukannya
Ishaq عليه السلام sebagaimana yang telah diputarbalikkan faktanya oleh kaum
Yahudi dalam Kitab mereka; maka perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam
QS. Ash Shaffaat (37) ayat 101-113 :
Artinya:
(101) Maka Kami
beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.*]
(102) Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar“.
(103) Tatkala keduanya
telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya),
(nyatalah kesabaran keduanya).
(104) Dan Kami
panggillah dia: “Hai Ibrahim,
(105) sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu”**], sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
(106) Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata.
(107) Dan Kami tebus
anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
(108) Kami abadikan
untuk Ibrohim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
kemudian,
(109) (yaitu)
“Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.
(110) Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
(111) Sesungguhnya ia
termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.
(112) Dan Kami beri
dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk
orang-orang yang shalih.
(113) Kami limpahkan
keberkahan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat
baik dan ada (pula) yang dzalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.
*] Yang dimaksud adalah Nabi Ismail عليه السلام.
**] Yang dimaksud dengan membenarkan mimpi itu
adalah mempercayai bahwa mimpi itu benar berasal dari Allooh سبحانه وتعالى dan
wajib untuk melaksanakannya
***] Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrohim عليه
السلام dan Ismail عليه السلام, maka Allooh pun melarang Ibrohim عليه السلام
untuk menyembelih Ismail عليه السلام dan menyuruhnya untuk menggantinya denga
berkurban seekor sembelihan (kambing). Peristiwan inilah yang menjadi dasar
disyari’atkannya Ibadah Qurban untuk dilakukan pada Hari Raya Haji (Iedul
Adha).
Sebagaimana didalam penjelasan Tafsir Imaam Ibnu
Katsiir رحمه الله, bahwa yang dimaksud sebagai anak yang sabar (halus) tersebut
adalah Ismail عليه السلام, yang merupakan anak pertama yang diberikan oleh Allah
سبحانه وتعالى kepada Nabi Ibrahim عليه السلام sebagai kegembiraan baginya.
Terdapat secara redaksional dalam Kitab mereka bahwa
Ismail عليه السلام adalah anak dari Nabi Ibrahim عليه السلام yang ketika itu
umur Nabi Ibrohim عليه السلام adalah 86 tahun. Dan ketika Ishaq عليه السلام
lahir, umur Nabi Ibrahim عليه السلام adalah 99 tahun. Jadi selisihnya adalah tidak
kurang dari 15 tahun dimana Nabi Ismail عليه السلام adalah lebih tua daripada
Nabi Ishaq عليه السلام.
Lalu sesuai dengan ayat 102 QS. Ash Shoffaat diatas,
Qurban itu diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى kepada Nabi Ibrahim عليه السلام
untuk melakukan penyembelihan terhadap puteranya yang bernama Ismail عليه السلام,
dan bukannya Ishaq عليه السلام. Kemudian setelah Nabi Ibrahim عليه السلام
berhasil melalui ujian itu maka di ayat 112 QS. Ash Shaffaat diatas, barulah
Allah سبحانه وتعالى memberitakan tentang kelahiran Nabi Ishaq عليه السلام.
Artinya, bahwa Nabi Ishaq عليه السلام adalah terlahir belakangan, sesudah Nabi
Ismail عليه السلام. Sungguh berita ini sangatlah jelas!
Adapun adanya berita-berita syubhat yang
dihembus-hembuskan oleh kaum Yahudi dalam Kitab Perjanjian Lama, bahwa yang
diperintahkan untuk disembelih itu adalah Nabi Ishaq عليه السلام yang merupakan
anak tunggal (satu-satunya) dari Nabi Ibrahim عليه السلام; maka ini adalah
Tahriif (manipulasi fakta) yang terjadi akibat kedengkian, atau rasa hasad
(iri) terhadap orang-orang Arab, yang merupakan keturunan dari Ismail عليه السلام.
Orang Arab mengatakan bahwa Mesir adalah Ummul ‘Arab,
karena Haajar, ibu daripada Ismail عليه السلام adalah wanita yang berasal dari
Mesir. Adapun Ismail عليه السلام menikah dengan wanita dari Bani Jurhum (orang
Yaman); sehingga Ismail عليه السلام disebut sebagai Abul ‘Arab.
Demikianlah, oleh karena itu dapatlah kita ketahui
asal-usul dari kebencian kaum Yahudi terhadap orang-orang Islam yang
berlangsung terus sampai hari ini.
Bahkan bila anda membuka internet, dapat ditemukan
Website atau Blog “Anti Arabisasi”,yang isinya adalah menyiarkan paham
Pluralisme. Syubhat-syubhat itulah yang mereka katakan dalam Kitab-Kitab mereka
(Yahudi ataupun Nashroni), karena kedengkian mereka terhadap Nabi Ismail عليه السلام
dan keturunannya orang-orang ‘Arob yang daripadanya muncul Nabi Penutup yakni
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم serta terhadap orang-orang Islam; sehingga
mereka pun bertekad untuk berpisah dari ajaran Nabi Ibrahim عليه السلام yang
sejak semula senantiasa menyerukan Islam kepada ummat manusia.
Dari sinilah sesungguhnya Yahudi itu mulai menjauh
dari kebenaran dan mulai berani untuk memalsukan dan mengubah-ubah Kitab mereka
ataupun memutar balikkan fakta-fakta. Jadi asal muasal Yahudi itu terlahir
antara lain atas dasar kedengkian (hasad), sehingga mereka pun mengubah-ubah
Kitab mereka sesuai selera mereka, serta melakukan manipulasi dan penggelapan
demi penggelapan sejarah. Hal ini akan terus berlangsung dalam berbagai
tahapannya. Perjuangan dan kiprah kaum Yahudi akan nampak jelas dalam perkara
ini. Bukan saja sekedar “gen”-nya Yahudi, namun memang segala upaya Yahudi
tidaklah terlepas dari bibit karakter yang demikian. Benarlah firman Allooh سبحانه
وتعالى dalam ayat 113 QS. Ash Shoffaatdiatas, bahwa diantara anak cucu
keturunan Nabi Ishaq عليه السلام ada yang berbuat kedzoliman dengan kedzaliman
yang nyata.
Selanjutnya didalam sejarah, Nabi Ishaq عليه السلام
memiliki putera yang bernama Ya’qub عليه السلام. Dalam QS. Huud (11) ayat 71,
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَامْرَأَتُهُ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ
وَمِن وَرَاء إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ
Artinya:
“Dan isterinya berdiri
(dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira
tentang (kelahiran) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir puteranya) Ya`qub.”
Kemudian dari Nabi Ya’qub عليه السلام akan terlahir
keturunannya yang bernama Yusuf عليه السلام, sebagaimana difirmankan oleh Allah
سبحانه وتعالى dalam QS. Yusuf (12) ayat 4-6:
Artinya:
(4) (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai
ayahku*],sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan;
kulihat semuanya sujud kepadaku.”
(5) Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu
itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)
mu. Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
(6) Dan demikianlah Robb-mu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan
diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta`bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya
ni`mat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya`qub, sebagaimana Dia telah
menyempurnakan ni`mat-Nya kepada dua orang bapakmu**] sebelum itu, (yaitu) Ibrahim
dan Ishaq. Sesungguhnya Robb-mu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
*] Bapak Yusuf عليه السلام adalah Ya’qub عليه السلام,
putera dari Ishaq عليه السلام, dimana Ishaq عليه السلام adalah putera dari Ibrahim
عليه السلام.
**] Yang dimaksud dengan “dua orang bapak” disini,
adalah kakek dan ayah dari kakek.
Perhatikanlah betapa terhadap Yusuf عليه السلام pun
Yahudi hendak berbuat makar yang diakibatkan oleh rasa dengki (hasad) mereka.
Demikianlah, tentang Nabi Ya’qub عليه السلام dan
Nabi Yusuf عليه السلام; kemudian Nabi Musa عليه السلام dan Nabi Harun عليه السلام;
dan berikutnya adalah Nabi Sulaiman عليه السلام dan Nabi Daawud عليه السلام
akan kita bahas lebih lanjut dalam kajian-kajian mendatang; agar lebih jelas
bagaimana kaitannya dengan Bani Israil, Fir’aun dan berbagai kerusakan yang
terjadi hingga zaman kita sekarang ini. Pada intinya, makar-makar Yahudi yang
merupakan karakter mereka akan senantiasa terlihat dalam berbagai tahapannya.
Dan hendaknya kita sebagai kaum Muslimin mewaspadai hal ini, agar janganlah
kita menjadi korban mereka; karena kaum Yahudi telah berketetapan bahwa selain
Yahudi akan dijadikan sebagai korban oleh mereka.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
Dalam kisah perjalanan Nabi Ibrahim عليه السلام dan
Nabi Luth عليه السلام ke Mesir, beliau singgah di suatu tempat dimana kaum
Sabi’in hidup. Mohon dijelaskan bagaimana tentang ‘Aqidah kaum Sabi’in
tersebut. Dan bagaimanakah dakwah Nabi Luth عليه السلام?
Jawaban:
Tentang kaum Sabi’in atau Saba’iyyah yang ada di
Mesir, erat kaitannya dengan ‘aqidah yang memanjang dan mata-rantainya tidak
terputus dengan Yahudi hari ini, yaitu penyembah berhala. Misalnya
piramida-piramida di Mesir adalah bagian kisah yang tidak terpisahkan dengan
kaumSabi’in ini. Insya Allah nanti dalam kajian-kajian berikutnya akan kita
amati dan kita bahas bahwa semua yang berkaitan dengan segitiga 60 derajat
(logo segitiga piramid bersudut 60 derajat) adalah perpanjangan dari misi dan
ideologi Yahudi, yang sebenarnya hal ini tidak boleh ada dalam jiwa kaum
Muslimin. Kalau kita rangkaikan ketiga huruf “W” tersebut, maka akan membentuk
enam bintang yang merupakan simbol dari Bintang David (Bintang Daud) yang
merupakan simbol daribendera Yahudi (Israel). Seolah kalau kita memasuki
internet maka kita sudah masuk kedalam dunia Yahudi.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan