Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali
‘Umar bin Khaththāb berpendapat,
bahwa ‘uzlah adalah membebaskan
diri dari pergaulan buruk. Penyataan senada sebagaimana yang terungkap dalam
syair berikut ini:
Inilah
zaman yang sejak dulu kita takuti
sebagaimana
diterangkan dalam pernyataan Ka‘ab dan Ibnu Mas‘ūd
sebuah
zaman, kebenaran ditolak seluruhnya
sementara
kezhaliman dan kejahatan dilahap tanpa ada yang di tolak
zaman
kebutaan, ketulian, kekaburan,
iblis
naik turun bikin keonaran dan kekacauan
bila
zaman itu terus berlangsung dan tidak ada perubahan
kematian
mayit tidak lagi ditangisi
dan
tidak pula ada kegembiraan atas kelahiran bayi.
Aku mengetahui Sufyān
bin ‘Uyainah berkata kepada
Sufyān ats-Tsaurī: “Berilah aku wasiat “ Maka Sufyān
ats-Tsaurī berpesan: “Persedikitlah mengenal manusia.”
Lalu aku berkata – semoga Allah merahmati anda semua
– bukankah Nabi Muḥammad s.a.w. pernah bersabda:
“Perbanyaklah mengenal manusia. Karena setiap mukmin itu mempunyai hak
syafa‘at.” Jawab ats-Tsaurī: “Ya, tetapi anda tidak
mendapatkan perkara yang anda benci, melainkan dari orang yang anda kenal.” Ya,
memang benar, jawabku.
Selanjutnya, setelah Sufyān
ats-Tsaurī wafat tidak lama kemudian, aku melihatnya dalam
mimpi. Dalam bermimpi itu, aku minta wasiat lagi padanya. Lalu ia berpesan: “Persedikitlah mengenal
manusia semampu anda, sebab bersikap tulus ikhlas terhadap mereka sangatlah
berat.”
Senada dengan ungkapan tersebut, perhatikan bait-bait
syair berikut:
“Hingga
uban bermunculan di kepalaku
aku
selalu meneliti dan mengamati keadaan manusia
ternyata,
tidak ada manusia yang kukenal
melainkan
mereka patut dicela
semoga
Allah membalas dengan kebaikan
terhadap
orang yang tidak kukenal
aku
tidak mempunyai dosa yang patut dibenci,
kecuali
bahwa aku menyukai orang yang tidak mau insyaf.”
Sufyān bin ‘Uyainah menyatakan bahwa
ada yang berkata: Sesungguhnya, pada pintu rumah Sufyān
Ats-Tsaurī terdapat tulisan: “Semoga Allah membalas kebaikan kepada orang yang
tidak mengenalku. Dan semoga Allah tidak membalas teman-temanku. Sebab, tiada
sesuatu pun yang menyakitkan aku, melainkan datangnya dari mereka.”
Dalam hal ini, terdapat syair:
“Semoga Allah
membalas kebaikan kepada orang
antara
aku dan dia tidak ada kasih sayang dan tidak pula kukenal
sebab,
kesusahan dan gangguan yang menimpa diriku
timbul
dari orang yang kukasihi dan kukenal.”
Fudhail berkata: “Pada zaman ini, peliharalah lisan
anda, menyepilah di tempat anda, obatilah hati anda, ambil apa yang anda
ketahui baik dan tinggalkan apa yang mungkar.”
Sufyān ats-Tsaurī
berkata: “Zaman
ini, mengharuskan diam dan menahan diri di rumah, ridha dengan makanan seadanya
hingga datang ajalnya.”
Diceritakan dari Dāū ath-Thā’ī, ia berkata: “Puasalah (tahanlah diri)
anda di dunia dan berbukalah nanti di akhirat. Larilah dari manusia,
sebagaimana anda lari dari harimau.”
Diceritakan dari ‘Ubaidah, sesungguhnya aku belum
pernah melihat seorang ahli hikmah melainkan pada akhir katanya ia berkata
kepadaku: “Jika anda senang tidak dikenal manusia (popularitas), maka anda akan
mendapatkan kedudukan yang baik di sisi Allah.”
Dan masih banyak lagi khabar-khabar mengenai masalah
ini yang tidak memungkinkan dikemukakan seluruhnya di dalam kitab yang ringkas
ini. Aku telah menyusun sebuah kitab khusus yang aku beri judul: Akhlāq-ul-Abrār
wan-Najātu min-al-Asyrār. Pelajarilah
kitab ini, tentu anda akan mendapatkan keterangan yang memuaskan. Orang yang
berakal sehat cukup diberi isyarat, Allah jualah yang memberi taufiq dan
hidayah berkat anugerah keutamaan-Nya.
Kedua:
Hal kedua yang mengharuskan anda mengasingkan diri menjauh dari makhluk ialah,
karena kebanyakan manusia dapat merusak ibadah yang telah kamu laksanakan, jika
anda tidak mendapat perlindungan dari Allah s.w.t.
Sebab mengemukanya ajakan yang menjurus kepada
perbuatan riyā’
dan merias penampilan lahiriyyah karena yang selain Allah.
Tepatlah apa yang dikatakan Syaikh Yaḥyā
bin Mu‘ādz: “Pandangan manusia adalah
hamparan riyā’.
Orang-orang zuhud takut dirinya terperangkap makna ini (riyā’), sehingga mereka
meninggalkan pertemuan dengan orang lain dan saling berziarah.”
Disebutkan bahwa Ḥarim bin Ḥayyān
berkata kepada Uwais al-Qarnī: “Hai Uwais, sambunglah
hubungi kita dengan ziarah dan pertemuan.” Uwais menjawab: “Aku telah menyambung hubungan dengan anda melalui
perkara yang lebih bermanfaat bagi anda daripada ziarah dan pertemuan, yaitu
dengan doa dalam keadaan tersembunyi tanpa harus melalui pertemuan secara
fisik. Karena ziarah dan pertemuan bisa melahirkan hiasan dan riyā’.
Sulaimān al-Khawwāsh
pernah ditanya ketika Ibrāhīm bin Adham
datang ke kotanya: “Apakah
anda tidak menemui Ibrāhīm?” Sulaimān
menjawab: “Sungguh,
aku lebih suka bertemu dengan setan jahat daripada bertemu dengan Ibrāhīm” Mereka merasa tidak
senang mendengar ucapan Sulaimān itu. Lalu Sulaimān
berkata: “Aku
khawatir, jika bertemu Ibrāhīm,
aku berpura-pura baik dengan dia. Tetapi, jika bertemu dengan setan, aku tidak
akan ambil peduli terhadapnya.”
Syaikh al-Imām, guruku pernah
bertemu dengan sebagian orang-orang ‘ārif, keduanya saling bertukar pikiran dalam waktu
yang cukup lama, lalu di akhir perbincangan mereka berdua berdoa. Setelah itu,
guruku berkata kepada orang ‘ārif tersebut: “Aku tidak menyangka akan
mendapatkan keberuntungan yang lebih besar dari pertemuan ini.”
Orang ‘ārif menyahut: “Tetapi, bagi saya tidak
ada pertemuan yang lebih mengkhawatirkan dari pertemuan ini. Sebab, anda tentu
memilih ucapan dan pengetahuan yang baik untuk anda sampaikan kepadaku.
Demikian pula halnya aku terhadap anda, sehingga di saat itu terjadilah riyā’.
Kemudian guruku menangis lama sekali hingga pingsan.
Setelah sadar kembali, ia mengucapkan beberapa bait syair:
“Alangkah
menakutkan keadaan,
ketika
Dzat Yang Maha Bijaksana menjalankan keadilan-Nya
aku
biasa memusuhi Allah dengan mendurhakai-Nya
padahal
tidak ada yang mengasihiku tanpa seizin Allah
ya
Tuhanku, semoga Engkau berkenan memberi ampun
kepada
orang yang berdosa, yang melampaui batas namun sekarang telah menyesal
ketika
malam tiba, ratapan tangis tak tertahankan karena tumpukan dosa
yang
ditutupi oleh Dzat Yang Maha Mengetahui.”
Demikianlah, keadaan pertemuan orang-orang zuhud dan
orang yang secara intensif menekuni pelatihan ruhani (riyādhah).
Lalu bagaimana halnya dengan keadaan orang yang cinta dunia dan pemalas,
apalagi keadaan orang yang ahli berbuat kejahatan dan bertindak bodoh.
Ketahuilah, bahwa kini zaman telah berubah menjadi
zaman yang penuh dengan kerusakan besar, dan manusia berada dalam bahaya besar.
Mereka menyibukkan anda, hingga membuat anda lupa beribadah kepada Allah, bahkan
hampir saja anda tidak mendapatkan hasil sesuatu pun dari ibadah yang anda
lakukan.
Kemudian mereka merusak apa yang sudah anda hasilkan,
sehingga hampir saja tidak ada ibadah anda yang selamat. Oleh sebab itu, anda
harus ‘uzlah dan mengasingkan diri dari manusia serta senantiasa memohon
perlindungan kepada Allah dari keburukan zaman ini dan para penghuninya. Allah
s.w.t. Tuhan Yang Maha Memelihara dengan anugerah dan rahmat-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan