Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari
AL-KALABADZI
Al-Junaid berkata : “Cinta adalah kecenderungan
hati,” berarti bahwa cinta cenderung kepada Tuhan dan apa yang yang berhubungan
dengan Tuhan, tanpa dipaksa,
Yang lain berkata : “Cinta adalah penyesuaian.”
Yaitu kepatuhan terhadap apa yang diperintahkan oleh Tuhan, menjauhakn diri
dari apa yang dilarang oleh Tuhan, dan
puas dengan apa yang ditetapkan dan diatur oleh-Nya.
Muhammad
ibn Ali al-Kattani berkata : “Cinta berarti lebih menyukai Kekasihnya.” Yang
lain berkata : “Cinta berarti lebih menyukai apa yang dicintai untuk orang yang
dicintainya.”
Abu Abddillah al-Nibaji berkata : “ Cinta
adalah kesenangan jika itu ditujukan
kepda makhluk, dan pembinasaan jika itu ditujukan kepada Pencipta.” Yang
dimaksudkannya dengan “pembinasaan” adalah, bahwa tidak da minat pribadi yang
tinggal, baha cinta yang semacam itu tidak ada penyebabnya, dan baha si pecinta
tidak bertahan lewat penyebab apa pun.
Sahl berkata : “Barang siapa mencintai Tuhan,
dialah kehidupan; tapi barang siapa mencintai, maka dia tidak memiliki
kehiduan.” Dengan kata-kata “Dialah kehidupan” yang dimaksudkannya adalah bahwa
kehidupan itu serasi , sebab pecinta menemukan kesenangan di dalam segala
sesuatu yang datang kepadanya dari kekasihnya, entah itu sesuatu yang
mendatangkan kebencian atau yang
diinginkan; sedangkan dengan kata-kata “dia tidak memiliki kehidupan” yang
dimaksudkannya adalah, karena dia selalu berusaha mencapai apa yang
dicintainya, dan selalu takut kalau-kalau dia dihalangi untuk mencapainya, maka
seluruh kehidupannya musnah.
Salah seorang tokoh Sufi berkata : “Cinita
adalah suatu kesenangan, dan dengan Tuhan tidak ada kesenangan; sebab
keadaan-keadaan hakikat itu merupakan kekagetan, penyerahan dan kebingungan.
Cinta manusia kepada Tuhan adalah suatu pemujaan yang bersemayam di dalam hati,
dan penafian cinta kepada sesuatu selain Tuhan. Cinta Tuhan kepada manusia
adalah bahwa Dia menyusahkannya, dan membuatnya tidak layak untuk apa pun
kecuali untuk Dia.
Inilah arti firman Tuhan : “Dan aku telah
memilihmu untuk-Ku.” Tapi kata-kata “membuatnya tidak layak untuk apa pun
kecuali untuk Dia” berati, bahwa tidak ada bagian dirinya yang tinggal, yang
memungkinkannya melakukan hal-hal lain, atau menaruh perhatian pada
kondisi-kondisi material.
Salah seorang tokoh Sufi berkata : “Cinta itu
ada dua macam : Cinta yang diakui, yang dimiliki oleh mereka yang terpilih dan
orang-orang awam, dan cinta gairah dalam arti pencapaian. Sehubungan dengan
yang kedua ini, tidak ada pertimbangan mengenai diri atau makhluk-makhluk lain,
atau mengenai penyebab-penyebab sekunder atau kondisi-kondisi sekunder, sebab
ada penyerapan tolak ke dalam perenungan tentang apa yang ada beserta Tuhan dan
dari Tuhan.”
Salah
seorang tokoh Sufi menggubah syair berikut ini :
Dengan dua jalan aku mencintai Engkau : secara
egois,
Dan kemudian, dengan penghargaan terhadap-Mu.
Cinta dirilah yang telah menyiakanku..
Kecuali memikirkan Engkau dengan segenap
pemikiran;
Cinta paling sucilah yang ada ketika Engkau
bentangkan..
Slubung menutupi pandanganku yang terpesona.
Bukan keberatan atas puji yang begini atau
begitu..
Milik-Mu adalah puji dua-duanya kuharap.
Ibn Abd al-Shamad berkata : “Cinta adalah yang
mendatangkan kebutaan dan ketulian; Cinta membutakan segalanya kecuali terhadap
Yang Dicinta, sehingga orang itu tidak melihat apapun kecuali Dia.
Nabi berkata : “Cintamu adalah sesuatu yang
mendatangkan kebutaan dan ketulian.” Dia juga menyitir syair berikut ini :
Cinta membuatku tuli dari segala kecuali
suara-Nya;
Pernahkah cinta se aneh ini?
Cinta membutakanku, dan hanya kepada-Nya semata
aku memandang
Cinta membutakan, dan karena tersembunyi,
membunuh..
Dia juga menyitir :
Ada kelebihan cinta
Yang tak bisa ditahan manusia, cinta membubung
tinggi
Melebihi segala nilai, kala begitu banyak hal
menakutkan
Turu, Atau biarkan diamenyamai yang dibawa oleh
kemarahan
Dia akan gembira, atau biarkan dia melewati
segala ukuran
Dia akan bersuka, dan menganggapnya kesenangan
Nah, orang-orang Sufi memang memiliki
ungkapan-ungkapan khas dan istilah-istilah teknis tertentu yang mereka pahami
di lingkungan mereka sendiri, tapi sangat jarang digunakan oleh orang lain.
Kami akan terus menuliskan semuanya itu sepanjang masih sesuai, dengan memberi
pelukisan arti-artinya dengan kata-kata atau ungkapan (frase).
Di sini semata-mata bertujuan memberi
penjelasan mengenai arti beberapa ungkapan, bukan pengalaman yang diliputi
ungkapan itu; sebab, pengalaman seperti itu disebutkan pun mustahil, apalagi
dijelaskan. Esensi yang sesungguhnya dari keadaan-keadaan kejiwaan orang-oranng
Sufi adalah sedemikian rupa, sehingga ungkapan-ungkapan itu saja tidak cukup
untuk melukiskannya. Sekalipun begitu, ungkapan-ungkapan ini dipahami
sepenuhnya oleh orang-orang yang telah mengalami keadaan-keadaan itu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan