Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari
AL-KALABADZI
Abu’l Abbas ibn al-Muhtadi berkata : “Suatu
kali pernah aku berada di padang pasir, dan akumelihat seorang laki-laki
berjalan di hadapanku dengan kaki telanjang dan kepala tanpa penutup, dan dia
tidak membawa dompet.
Aku berkata kepada diriku sendiri : “Bagaimana
orang ini berdoa ? Dia tidak memiliki kesucian, maupun doa.” Orang itu
berpaling kepadaku dan berkata : “Dia tau apa yang ada di dalam hatimu, karena
itu takutlah padanya.”
Segera sesudah itu aku pingsan; dan ketika
sadar, aku mohon ampun kepada Tuhan akrena telah salah menganggap orang itu.
Dan ketika aku sedang berjalan sepanjag jalan itu, dia datang lagi di
hadapanku; ketika aku melihatnya, aku merasa takut, dan berhenti berjalan. Tapi
dia berpaling kapdaku dan menyitir ayat suci : “Allahlah yang menerima tobat
dari hamba-hamba-Nya dan mengampuni perbuatan-perbuatan buruk mereka.”
Lalu dia menghilang, dan aku tidak pernah
melihatnya lagi.” Abu’l Hasan al-Farisi mengatakan kepada saya bahwa dia
mendengar Abu’l Hasan al-Muzayyin berkata : “Aku pergi sendirian ke apdang
pasir dan memisahkan diri dari orang-orang. Ketika aku ada di Al-Umaq, aku
duduk di pinggir sebuah kolam di sana, dan jiwaku mulai berbicara kepadaku
mengenai cara dia memisashkan diri dari umat manusia, dan berkelana di padang
pasir, dan suatu rasa bangga merasukinya. Kemudian, lihat, Al-Kattani muncul di
hadapanku “atau mungkin juga orang lain saya masih ragu” di seberang kolam; dia memanggilku sambil
berkata : “Wahai tukang melamun! Berapa lama engkau berbicara dengan dirimu
sendiri mengenai hal-hal yang ssia-sia?
Juga diriwayatkan bahwa suara itu mengatakan :
“Wahai tukang melamun! Janganlah engkau berbicara dengan dirimu sendiri
mengenai hal-hal yang sia-sia.” Dzu’l Nun berkata : “Suatu kali aku melihat seorang pemuda
mengenakan baju rombengan dan jiwaku memberontak terhadapnya, tapi hatiku
berssaksi bahwa dia seorang wali. Maka aku pisahkan hatiku dari jiwaku,
merenung. Pemuda itu melihat apa yang ada dalam benakku, sebab dengan melihat
kepadaku dia berkata : “Waai Dzu’l Nun, jangan melihat kepadaku dengan maksud
untuk mengetahui sifatku. Mutiara itu hanya bsia ditemukan di dalam kerangnya.”
Kemudian dia berpaling pergi seraya menyitir puisi :
“Aku melihat dunia ditelantarkan dikarenakan
kecongkakan,
Kerajaanku tak seorang pun mengurus;
Aku seorang pemuda berakal,
Aku mengenal nilai diriku dan nilai mereka,
Aku seorang pengausa dan raja.
Biar saja nasib tersenyum atau meerengut,
Sebab kebebasan selubungku
Kepuasan hati adalah pakaianku.”
Wawasan
kejiwaan itu merupakan suatu fenomena asli yang dipersaksikan oleh hadits
berikut ini : “Takutlah pada wawasan orang yang beriman, sebab sesungguhnya dia
melihat dengan cahaya Tuhan.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan