Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari
AL-KALABADZI
Abu’l-Hasan, yang disebut sebagai Qazzaz,
berkata : “Kami sedang ada di Fajj, ketika seorang pemuda tampan mendatangi kami
dengan mengenakan pakaian dari kulit kambing yang sudah terlalu usang. Dia
menyalami kami dan berkata : “Adakah tempat yang besih di sini untukku menanti
ajal?” Kami sangat terkejut tapi mengtataakan bahwa temapt itu ada, dan
menunjukkan baginya jalan ke sebuah sumur di dekat situ.
Dia pergi dan membersihkan dirinya, dan berdoa
sebentar. Kami menunggu dia selama satu jam, dan ketika dia tidak balik lagi
kami mendatanginya, dan mendapai tdia telah meninggal dunia. Para sahabat Sahl
ibn Abdillah menuturkan bahwa ketika Sahl sedang disucikan di atas tandu
jenazah, dia melihat jari telunjuknya yang di tangan kanan menegang dan
menunjuk-nunjuk.
Abu Amr al-Istakhri berkata : “Aku melihat Abu
Turab al-Nakhsyabi di padang pasir, berdiri, mati, tanpa sesuatu pun
menopangnya.” Ibrahim ibn Syaiban berkata : “Seorang murid datang ke rumahku
dan sakit di sana, lalu mati. Setelah dia dimasukan ke kubur, aku ingin membuka
pipinya dari kain yang menyelubunginya dan menempatkannya di atas tanah sebagai
suatu tanda akan kesederhanaan, sehingga mungkin Tuhan akan berbelas kasihan
terhadapnya.
Dia
tersenyum memandang wajhku dan berkata : “Apakah engkau merendahkan diriku di
hadapan Dia yang menghabiskan waktu berssamaku?” Aku menjawab : “Tidak,
kawanku; apakah memang kehidupan sesudah kematian itu ada? Dia menyahut :
“Tidakkah engkau tahu bahwa karib-karib-Nya tidak mati, melainkan dipindahkan
dari satu tempat ke tampat lain? Ibrahim ibn Syaiban juga berkata : “Aku
mengenal seorang pemuda di kampungku, yang saleh dan tidak pernah meninggalkan
masjid, dan aku senang sekali kepadanya.
Suatu hari da jatuh sakit. Pada suatu hari
Jum’at aku pergi ke kota untuk berdoa; dan sudah menjadi kebiasaanku, setiap
kali aku pergi ke kota, melewatkan waktu siang malam bersama saudara-saudaraku.
Setelah tengah hari aku merasa gelisah, maka aku kembali ke kampung ketika
senja menjelang. Aku mencari pemuda itu dan orang-orang berkata, “Kami kira dia
sedang kesakitan. “Aku pergi mendatanginya lalu menyaaminya, dan berjabat
tangan dengannya; dan ketika kami sedang berjabat tangan dia meninggal.
Lalu aku mendahului orang lain untuk menyucikan
dirinya, dan tanpa sengaja menuangkan air ke tangan kirinya, bukannya tangan
kanannnya; tangannya dijauhkan dari diriku dan daun bunga seroja yang ada di
atasnya jatuh. Orang-orang di dekatku pingsan. Dia membuka matanya dan
memandang kepadaku, dan aku sangat terkejut, lalu berdoa untuknya.
Lalu aku memasuki kuburan untuk menutupi
tubuhnya; dan ketika aku membuka wajahnya, dia membuka matanya dan terrsenyum,
sampai gigi-gigi geraham dan gigi serinya kelihatan. Maka kami menutupkan tanah
rapat-rapat ddi atasnya dan menaburkan debu di atasnya.”
Bahwa ini merupakan suatu fenomena yang asli,
dipersaksikan oleh kisah berikut ini : “Al-Rabi’ ibn Khirasy telah bersumpah bahwa
dia tidak akan tertawa lagi, sampai dia tahu apakah dia da di surga atau
neraka. Maka begitulah dia menunaikan sumpahnya dan tak seorang pun melihatnya
tertawa, ssampai dia meninggal. Mereka menutupkan matanya dan menutupi
tubuhnya; kemudian mereka memerintahkan gara kubur digali dan kain
pembungkusnya di bawa ke situ.
Saudaranya, Rab’i berkata : “Saudara kami
selalu berjaga sepnjang malam, dan
berpuasa sepanjang hari yang panas.” Ketika mereka duduk di sekitarnya, kain
itu dibukakan pada wajhnya, dan dia menyapa mereka dengan sebuah senyumman.
Saudaranya, Ra’i bertanya : “Saudaraku, adakah kehidupan sesudah kematian? Dia
menyahut : “Ya, aku telah bertemu Tuhanku, dan Dia menerima ku dengan tenang
dan ridha, dan Dia bukanlah Tuhan yang pemrah. Dia telah memakaikan bagiku baju
dari sutera dab brokat, dan aku telah menemukan bahwa hal itu lebih mudah
daripada yang kalian sangka, maka janganlah kalian tertipu.
Dan sekrang kawanku, Muhammad, menantiku untuk
berdoa bagiku, oleh karena itu bercepatlah, segerakanlah! Lalu, ketika dia
telah selesai berbicara, nafasnya putus, bagaikan suara batu koral yang
dilemparkan ke dalam air.
Kisah ini dituturkan kepada A’isyah, Ummul
Mukminin (Ibu orang-orang beriman); dan dia berkata : “Seorang saudara dari
pura-putra suku Aibs, semoga Tuhan berbelas kasih terhadap jiwanya.
Akumendengar Nabi berkata : “Seseorang di antara umatku akan berbicara setelah
dia maninggal, salah seorang dari pengikutku yang terbaik.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan