Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
Karya Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari
AL-KALABADZI
Pengesaan itu memiliki tujuh unsur : pemisahan
yang kekad dari yang sementara,
Menempatkan Yang Kekal di atas persepsi
makhluk, tidak lagi menyekutukan gelar-gelar-Nya, menghlangkan prinsip sebab
akibat dari gelar ketuhanan, mengangkat Tuhan di atas kekuasaan (makhluk) yang
sementara untuk mempengaruhi atau mengubah Dia, dan memuliakan Dia atas segala
pembedaan dan penghitungan (mental) serta menyatakan bahwa Dia lepas dari
prinisp kias.
Muhammad ibn Musa al-Wasithi berkata :
“Pengesaan itu adalah bahwa segala kemampuan lidah untuk berkata, atau segala
kata untuk mengungkapkan, suatu pemuliaan atau pelepasan atau pemisahan itu,
ada penyebabnya; padahal, hakikatnya jauh dari itu semua.” Maksudnya, semua ini
termasuk dalam sifat-sifat atau gelar-gelar pribadi, yang seperti manusia juga,
ada pembuatnya dan penyebabnya; sedangkan hakikat Tuhan itu adalah penyifatan
oleh Dia Sendiri.
Salah seorang tokoh besar Sufi berkata :
“Pengesaan itu merupkana pemencilan dirimu sebagai seorang individu tunggal,
dan itu berarti Tuhan membautmu tidak menyaksikan dirimu sendiri.”
Faris berkata : “Pengesaan itu tidak benar
sepanjang masih ada dalam dirimu kaitan pelepasan. Jika pengesaan itu ada dalam
pembicaraan, Tuhan tidak melihat hati orang yang esa itu menyatu dengan-Nya,
dan jika pengesaan itu ada dalam keadaan (hal), maka orang yang percaya kepada
yang esa itu mangkir dari segala pembicaraan; tapi penglihatan akan Tuhan itu
merupakan suatu keadaan yang menyebabkan para Sufi melihat segala sesuatu yang
menjadi milik Tuhan.
Bagaimana pun juga, tidak ada cara lain untuk
mencapai pengesaan Tuhan, kecuali dengan pembicaraan atau keadaan. Salah
seorang tokoh Sufi berkata : “Pengesaan berarti pemisahan dari diri sendiri
sepenuhnya, tapi dengan satu syarat, yaitu melaksanakan sepenuhnya segala
sesuatu yang dibebankan atas dirimu dan bahwa tak ada sesuatu pun yang akan
kembali kepadamu untuk memisahkanmu dari Tuhan.”
Maksudnya, seseorang harus berusaha keras
untuk melaksanakan tugasnya terhadap Tuhan, sesudah itu membebaskan dirinya
dari adanya kenyataan bahwa dia telah melaksanakan tugasnya; pengesaannya
melepaskannya dari sifat-sifatnya sendiri, dan karena itu tidak ada sesuatu pun
yang akan kembali kepadanya, sebab sifat-sifatnya itu akan memishakannya dari
Tuhan.
Al-Syibli berkata : “Para Sufi itu tidak
mencapai pengesaan yang sesungguhnya, sampai dia merasa dilepaskan dari
kesadarannya sendiri. Sebab Tuhan mengejawantah dalam dirinya.” Yang lain
berkta : “Orang yang mempercayai keesaan Tuhan adalah orang yang dipisahkan
oleh Tuhan sepenuhnya dari kedua dunia itu, sebab Tuhan melindunginya, dan Dia
telah berfirman : “Kami adalah teladan-teladan kamu dalam kehidupan di dunia
ini dan nanti.” Oleh karena itu Kami tidak menegembalikan kamu kepada wujud
(ma’na) yang laind dari Kami, di dunia kini maupun nanti. Inilah tanda orang
yang percaya kepada keesaan Tuhan itu; dalam dirinya tidak pernah melintas
suatu ingatan penghargaan kepada apa pun yang
tidak mengandung hakikat di hadapan Tuhan. Segala kesaksian terpaling
dari kesadarannya dan segala keinginan akan balas jasa terlepas dari hatinya.”
Dia tak melihat satu kesaksian pun, tak mengharapkan satu balas jasa pun, tak
mempelajari satu rahasia pun dan tak mengacuhkan satu kebaikan pun. Sedangkan
dalam( melaksanakan) tugas-tugasnya dia terselubung dari (memperhitungkan bahwa
dia telah melaksanakan) tugas-tugasnya; dan meskipun dia teikat pada hasrat, ia
mampu lepas dari hasrat itu.
Dia tidak memiliki bagian dalam setiap bagian,
sebab dia terkurung di dalam kecukupan dari segala bagian. Tuhan adalah bagian
yang paling mencukupi; kalau dia merasa kurang
dekat dengan Tuhan, maka dia kekuarangan segala sesuatu; walaupun
mungkin dia memiliki segala sesuatu, dan kalau ddia menemukan Tuhan, dia merasa
memiliki segala sesuatu, walau pun mungkin dia tidak memiliki benda sebesar
atom pun.”
Yang dimaksudkan penulis itu adalah bahwa
sementara dia melaksanakan tugas-tugasnya, dia tidak melihat bahwa dia sedang
melaksanakan tugas-tugasnya; dia juga melepaskan dari segala hasratnya,
sementara dia melihat jiwanya mematikan hasrat-hasrat itu. Bagian untuk dirinya
dari Tuhanadalah kemaujudan Tuhan; dia terkurung di situ, dan tak memiliki
kekuatan untuk maju atau mundur. Salah seorang tokoh Sufi menulis puisi ini :
Maka, Kebenaran diketahui dalam ekstase,
Sebab, Kebenaran itu akan ada di mana-mana;
Dan bahkan akal yang paling cerdas pun gagal
Memahami rahasia ini
Tiada ulasan:
Catat Ulasan