Al-khawatir (bisikan) adalah informasi atau
inspirasi yang mendatangi hati sanubari. Terkadang kedatangannya melalui malaikat, setan, bisikan-bisikan nafsu atau
langsung dari Allah.
Jika dari
malaikat, maka dinamakan ilham; jika dari nafsu, maka dinamakan angan-angan
atau kecemasan; jika dari setan, maka dinamakan was-was; dan jika dari Allah,
maka dinamakan inspirasi yang paling benar (haq atau hakikat).
Semua bisikan
tersebut melalui formula kalam. Jika seumpama bisikan itu datang dari malaikat,
maka pasti diketahui bahwa kebenarannya sesuai dengan ilmu. Karena itu, para
sufi mengatakan, “Setiap bisikan (inspirasi) yang zhahirnya tidak menyaksikan
(membuktikan kebenarannya), maka hakikatnya batal. Jika kehadirannya dari
setan, kebanyakan mengajak pada kemaksiatan. Jika datang dari nafsu, kebanyakan
mengajak pada bujukan hawa nafsu atau rasa takabur.”
Para guru sufi
sepakat mengatakan bahwa seseorang yang makanannya dari barang haram, dia tidak
bisa membedakan antara ilham dan was-was.
Saya pernah
dengar Tuan Guru Abu Ali Ad-Daqaq menasihatkan, “seseorang yang makanannya
diketahui (haram), dia tidak bisa membedakan antara was-was. Jika seseorang
angan-angan nafsunya reda dengan kebenaran mujahadah (memeranginya), maka
penjelasan hati akan bicara dengan hukum pengekangan (hawa nafsu).”
Para guru sufi
juga menyimpulkan bahwa nafsu tidak bisa membenarkan dan hati tidak bisa
berbohong. Seandainya nafsu berjuang sungguh-sungguh untuk membisiki ruhmu,
pasti dia tidak akan bisa.
Imam Al-Junaid
membedakan antara bisikan nafsu dan bisikan setan. Bisikan nafsu jika
menuntutmu dengan suatu tuntutan, maka kamu binasa. Dia selalu mengulang-ulang
bisikannya secara terus-menerus sampai bertemu kehendaknya dan berhasil tujuannya.
Ya Allah, tidak ada cara untuk mengatasi kecuali terus menerus bermujahadah
dengan baik. Adapun setan, ketika mengajakmu pada tindak kejahatan, lalu kamu
menentangnya dengan cara meninggalkan bisikannya, maka dia akan membisikimu
dengan bisikan (kejahatan) lain. Karena, bagi setan semua perlawanan adalah
sama. Dia sepanjang hidupnya hanya ingin menjadi penyeru kejelekan. Tidak
sedikit pun ada niatan untuk memperingan godaan, siapa pun orang yang digoda.
Dikatakan bahwa bisikan dari malaikat terkadang pemiliknya merealisasikan
(tentunya juga menyepakati kebenarannya), terkadang pula menentangnya. Jika
bisikan dari Allah, maka pasti tidak ada penentangan dari hamba.
Para guru sufi
membahas bisikan yang kedua dengan mempertanyakan, “Jika bisikan dari Al-Haqq,
apakah keberadaannya lebih kuat daripada yang pertama?”
“Bisikan yang
pertama lebih kuat,” jawab Al-Junaid, “karena jika tetap, pemiliknya pasti
kembali pada perenungan, dan ini jelas membutuhkan syarat i1mu. Maka dari itu,
meninggalkan yang pertama akan memperlemah yang kedua.”
Akan tetapi, Ibnu
Atha’ mengatakan, “Yang kedua lebih kuat karena kekuatannya bertambah dengan
yang pertama.”
Oleh Abu Abdullah
bin Khafif, dua pendapat ini ditengahi. “Keduanya sama,” katanya, “karena
sama-sama datang dari AlHaqq. Tidak ada keistimewaan bagi yang satu atas yang
lainnya. Yang pertama tidak akan menetap dalam keberadaan kehadiran yang kedua
karena bekas-bekas atau pengaruh-pengaruh tidak diperbolehkan dalam al-baqa’
(tetap atau stabil).”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan