Diucapkan dalam Perang Jamal, ketika Amirul Mukminin menyerahkan panji kepada Muhammad ibn Hanaflah[1]
Gunung-gunung
boleh berpindah dari posisinya,[2] tetapi Anda tak boleh berpindah dari posisi
Anda. Katupkan gigi-gigi Anda. Pinjamkan kepala Anda kepada Allah. Tancapkan
kaki Anda di tanah. Hadapkan mata Anda kepada musuh yang terjauh dan tutuplah
mata Anda (pada banyaknya jumlah mereka). Dan teruslah yakin bahwa pertolongan
hanyalah dari Allah Yang Mahasuci.
[1] Muhammad
ibn Hanafiah adalah pulra Amirul Mukminin, tetapi disebut Ibn Hanafiah menurut
nama ibunya, Khaulah binti Ja'far al-Hanafiah menurut sukunya, Bani Hanifah.
Ketika penduduk Yamamah dinyatakan murtad, karena menolak membayar zakat, dan
dibunuh, kaum wanitanya dibawa ke Madinah, termasuk Khaulah. Ketika sukunya
mengelahui, mereka mendckati Amirul Mukminin dan meminta kepadanya untuk
menyelamatkan wanita itu dari aib perbudakan dan melindungi kehormatan dan
martabat keluarganya. Amirul Mukminin pun membebaskannya setelah membelinya,
lalu mengawininya, yang kemudian melahirkan Muhammad.
Kebanyakan
sejarawan menulis bahwa nama aslinya Abul Qasim. Penulis Al-Istī'āb (jilid III,
h. 1367-1368, 1370-1372) meriwayatkan dari Abu Rasyid ibn Hafizh az-Zuhri bahwa
di antara putra-putra sahabat, ia menemukan empat orang yang dinamakan Muhammad
dan ber-laqab Abul Qasim, yakni (1) Muhammad ibn Hanafiah, (2) Muhammad ibn Abu
Bakar (3) Muhammad ibn Thalhah, dan (4) Muhammad ibn Sa'd. Setelah itu, ia
menulis bahwa nama dan laqab (nama gelar) Muhammad ibn Thalhah diberikan oleh
Nabi. Al-Waqidi menuis bahwa nama dan laqab Muhammad ibn Abu Bakar disarankan
oleh 'A'isyah. Teranglah, tidak benar nampaknya bila Nabi memberikan nama dan
gelar Muhammad ibn Thalhah, karena dari beberapa hadis nampak bahwa Nabi telah
mencadangkannya untuk putra Amirul Mukminin, dan ia adalah Muhammad ibn
Hanafiah.
Mengenai
laqab-nya dikatakan bahwa Nabi telah mengkhususkannya, dan bahwa beliau
mengatakan kepada Ali bahwa seorang putra akan dilahirkan bagimu setelah saya,
dan saya telah memberikan nama dan laqab-nya, dan setelah itu tidak diizinkan
bagi siapa pun dari umat saya untuk mendapatkan nama dan luqub ini sekaligus.
Dengan
mengingat pandangan ini, betapa mungkin Nabi memberikan nama dan laqab itu juga
kepada seseorang lainnya, padahal pengkhususan berarti tiada lainnya yang juga
memilikinya. Lagi pula, sebagian orang mencacat bahwa laqab Ibn Thalhah adalah
Abu Sulaiman ketimbang Abul Qasim, dan ini selanjutnya mengukuhkan pendapat
kami. Seperti itu pula, apabila laqab Muhammad ibn Abu Bakar berdasarkan nama
putranya Qasim, yang termasuk di antara ahli Agama di Madinah, maka apa artinya
'A'isyah menyarankannya? Apabila 'A'isyah menyarankannya bersama dengan
namanya, bagaimana maka Muhammad ibn Abu Bakar mentolenrnya kemudian, karena ia
telah dibesarkan dalam asuhan Amirul Mukminin, dan kata-kata Nabi itu tak
mungkin tersembunyi dari dia. Lagi pula, kebanyakan orang telah mcncatat
laqab-nya scbagai Abu 'Abdur-Rahman, yang melemahkan pandangan Abu Rasyid.
Misalkan
saja laqab orang-orang itu Abul Qasim, bahkan bagi Ibn Hanatiah sekalipun laqub
ini tidak terbukti. Walaupun Ibn Khallikan (dalam Wafayāt al-A'yān, IV, h. 170)
mengacu anak Amirul Mukminin yang dianugerahi Nabi nama Muhammad ibn Hanat'iah,
namun Allamah al-Mamaqani (dalam Tanqih al-Maqal, III, bagian I, h. 112)
menulis,
"Dalam
menerapkan hadis ini pada Mumammad ibn Hanafiah, Ibn Khalakan telah membuat
kerancuan, karena putra Amirul Mukminin yang nama dan laqab-nya sekaligus telah
dihadiahkan oleh Nabi, dan yang tidak diizinkan bagi siapa pun selainnya, ialah
kepada imam terakhir, dan bukan bagi Muhammad ibn Hanatiah; tidak pula laqab
Abul Qasim dimapankan baginya. Tetapi, sebagian orang Sunni, yang tidak
mengerti maksud Nabi yang sesungguhnya, telah menganggapnya sebagai memaksudkan
Ibn Hanatiah."
Bagaimanapun,
Muhammad ibn Hanafiah adalah tokoh yang menonjol dalam kesalehan dan takwa,
luhur dalam kezuhudan dan ibadah, tinggi dalam pengetahuan dan prestasi, dan
mewarisi keberanian ayahnya. Perilakunya dalam peperangan Jamal dan Shiffin
telah menciptakan kesan yang hebat di kalangan orang Arab, sehingga bahkan para
prajurit terkemuka gentar mendengar namanya. Amirul Mukminin pun merasa bangga
atas keberanian dan keperkasaannya, dan selalu menempatkannya di depan dalam
setiap pertarungan. Syeikh al-Baha'i telah menulis dalam Al-Kasykul bahwa Ali
ibn Abi Thalib menyertakannya dalam pertempuran-pertempuran dan tak mcngizinkan
Hasan dan Husain maju ke depan, dan ia biasa mengatakan, "la putra saya,
sedang dua putra ini adalah putra Nabi Allah." Ketika seorang Khariji mengatakan
kepada Ibn Hanafiah bahwa Ali mendorongnya ke dalam kancah peperangan tetapi
menyelamatkan Hasan dan Husain, ia menjawab bahwa ia sendiri sebagai tangan
kanan, sedang Hasan dan Husain scbagai kedua mata Ali, dan bahwa Ali melindungi
matanya dengan tangan kanannya. Tetapi, 'Allamah al-Mamaqani mehulis dalam
Tanqih al-Maqāl bahwa ini bukan jawaban Ibn Hanafiah, melainkan kata-kata
Amirul Mukmmin sendin. Ketika dalam Perang Shiffin Muhammad menyebutkan hal ini
kepada Amirul Mukminin dengan nada mengeluh, ia menjawab, "Engkau adalah
tangan kananku, sedang mereka adalah mataku, dan tangan harus melindungi
mata."
Nampaknya,
mula-mula Amirul Mukminin telah memberikan jawaban ini, dan kemudian seseorang
mungkin telah menyebutkan sesuatu kepada Muhammad ibn Hanafiah, dan ia
mengulangi jawaban ayahnya, karena tak mungkin ada jawaban yang lebih fasih
dari ini, dan kefasihannya mengukuhkan pandangan bahwa ucapan itu pada asalnya
adalah ucapan dari lidah fasih Amirul Mukminin, kemudian digunakan oleh
Muhammad ibn Hanafiah. Alhasil, kedua pandangan ini dapat dianggap benar dan
tak ada ketidaksesuaian antara keduanya. Bagaimanapun, Muhammad ibn Hanafiah
dilahirkan dalam masa pemerintahan Khalifah yang kedua dan meninggal dalam masa
pemerintahan 'Abdul Malik ibn Marwan dalam usia enam puluh lima tahun. Ada
perbedaan pendapat tentang tempat meninggalnya; sebagian mengatakan MadTnah,
sebagian Ailah dan sebagian lagi Tha'if.
[2] Dalam
Pertempuran Jamal, ketika Amirul Mukminin mengutus Muhammad ibn Hanafiah ke
medan tempur, ia mengatakan kepadanya bahwa ia harus menetapkan dirinya di
hadapan musuh sebagai bukit tekad dan ketegasan, sehingga serangan musuh tidak
dapat menggeserkannya, dan harus tnenyerang musuh dengan gigi terkatup,
sebagaimana ia katakan di tempat lain pula. Kemudian ia mengatakan,
"Anakku, pinjamkanlah kepalamu kepada Allah, supaya Anda dapat mencapai
kehidupan yang kekal sebagai ganti kehidupan ini, karena untuk barang yang
dipinjamkan ada hak untuk mendapatkannya kembali. Oleh karena itu Anda harus
berjuang dengan tidak mempedulikan nyawa Anda; bila tak demikian, apabila
pikiran Anda melengket pada nyawa Anda, maka Anda ragu-ragu untuk maju ke
pertarungan maut; dan itu akan mengatakan tentang reputasi keberanian Anda.
Lihatlah, jangan biarkan langkah Anda goyah, karena musuh akan diberanikan oleh
langkah yang goyah; langkah yang goyah menguatkan kaki musuh. Jadikan baris
terakhir musuh sebagai tujuan Anda, sehingga musuh takut karena keluhuran niat
Anda, dan Anda tidak akan merasa lapang dalam merobek mereka, dan gerakan
mereka tidak boleh tersembunyi dari Anda. Lihatlah, jangan pedulikan keunggulan
mereka dalam jumlah, supaya keberanian Anda tidak menurun." Kalimat ini
dapat pula bcrarti bahwa janganlah Anda membuka mata lebar-lebar sampai
disilaukan oleh senjata-senjata yang mengkilat, dan musuh mungkin melakukan
scrangan dengan mengambil keuntungan dari keadaan itu. Juga ingatlah sclalu
bahwa kemenangan adalah dari Allah. "Apabila Allah menolong maka tiada
seorang pun dapat mengalahkan Anda." Dari itu, ketimbang mengandalkan
sarana material, carilah dukungan dan bantuan-Nya."
Jiku Allah
menolong kamu, maka tak ada orang vang dapat mengalahkanmu.... (QS. 3:160)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan