IMAM AL GHAZALI DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN...SIRI 13
Bab keenam : Tentang bahaya ilmu pengetahuan, penjelasan tanda-tanda ulama akhirat dan ulama su' (ulama jahat).
Telah kami terangkan dahulu ayat dan hadits tentang kelebihan ilmu dan
ulama (ahli ilmu). Dan mengenai ulama su' telah datang penegasan-penegasan yang
tegas, yang menunjukkan bahwa mereka memperoleh 'azab yang sangat keras pada
hari qiamat, dibandingkan dengan orang-orang lain.
Yang teramat penting, ialah mengetahui tanda-tanda yang membedakan antara
ulama dunia dan ulama akhirat.
Yang kami maksudkan dengan ulama dunia ialah ulama su' yang tujuannya
dengan ilmu pengetahuan itu ialah untuk memperoleh kesenangan duniawi,
kemegahan dan kedudukan.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
Ertinya:
إن أشد
الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه
(Inna asyaddan naasi 'adzaaban yaumal qiaamati 'aalimun lam yan-fa'
hullaahu bi'ilmihi).
"Manusia
yang sangat memperoleh 'azab pada hari qiamat ialah orang yang berilmu yang
tiada bermanfa'at dengan ilmunya
أنه قال; لا يكون المرء عالما حتى يكون
بعلمه عاملا
(Laa yakuunul mar-u 'aaliman hattaa yakuuna bi'ilmihi 'aamilaa).
Ertinya
:"Tidaklah seorang itu bemama alim sebelum berbuat menuruti ilmunya
Dan bersabda
Nabi saw.: العلم
علمان علم على اللسان فذلك حجة الله تعالى على خلقه، وعلم في القلب فذلك العلم
النافع
"Ilmu pengetahuan itu ada
dua : ilmu pada lisan, yaitu ilmu yang menjadi alasan bagi Allah atas
makhluk-Nya dan ilmu pada hati, yaitu ilmu yang bermanfa'at".
Bersabda Nabi saw. lagi :يكون في آخر الزمان عباد جهال
وعلماء فساق
"Adalah pada akhir zaman, orang-orang
yang beribadah yang bodoh dan orang-orang yang berilmu yang tidak beribadah
(fasiq)
Bersabda Nabi saw. :لا تتعلموا العلم لتباهوا به العلماء ولتماروا به السفهاء
ولتصرفوا به وجوه الناس إليكم فمن فعل ذلك فهو في النار
"Janganlah engkau mempelajari ilmu
pengetahuan untuk bersombong-sombong dengan sesama berilmu, untuk bertengkar
dengan orang-orang yang berpikiran lemah dan untuk menarik perhatian orang
ramai kepadamu. Barang siapa berbuat demikian, maka dia dalam neraka
Bersabda Nabi saw. :
من كتم علما عنده ألجمه الله بلجام من نار
"Barang
siapa menyembunyikan ilmu pengetahuan yang ada padanya maka diberikan oleh
Allah kekang pada mulutnya dengan kekang api neraka". (4)
Dan bersabda Nabi saw. :لأنا من غير الدجال أخوف عليكم
من الدجال
"Sesungguhnya
aku lebih takut padamu, kepada yang bukan dajal dari dajal'
Lalu orang menanyakan : "Siapakah itu?"
Maka menjawab Nabi saw. : فقيل وما
ذلك فقال من الأئمة المضلين"
Imam-imam (pemuka-pemuka) yang
menyesatkan "„)
Bersabda Nabi saw. :من ازداد علما ولم يزدد هدى لم
يزدد من الله إلا بعدا
"Barang siapa bertambah ilmunya
dan tidak bertambah petunjuk, niscaya dia tidak bertambah dekat melainkan
bertambah jauh dari Allah".
Bersabda Nabi Isa as. :
"Kapankah kamu akan menerangkan jalan kepada orang-orang yang berjalan
malam, sedang kamu bertempat tinggal bersama.'sama orang-orang yang dalam
keheranan ?"
Dengan hadits ini dan lainnya, menunjukkan betapa besarnya bahaya ilmu.
Orang yang berilmu, adakalanya menderita kebinasaan abadi atau kebahagiaan
abadi. Dengan berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, orang yang berilmu itu tidak
memperoleh keselamatan, jika tidak mendapat kebahagiaan.
Adapun atsar (kata-kata shahabat dan ulama-ulama
terdahulu), diantara lain berkata Umar ra. : "Yang paling saya takutkan kepada ummat ini,
ialah orang munafiq yang berilmu
Bertanya
hadirin : "Bagaimana ada orang yang munafiq
berilmu?".
Menjawab Umar
ra. : Berilmu di lidah, bodoh di hati dan
diperbuatan "
Berkata Al-Hasan ra.:
"Janganlah ada engkau sebahagian dari
orang yang mengumpulkan ilmu ulama, katapilihan hukuma dan berlaku dalam
perbuatan seperti sufaha' (orang-orang bodoh)".
Berkata seorang laki-laki
kepada Abu Hurairah ra. :
"Saya mau
mempelajari ilmu, tetapi saya takut nanti ilmu itu tersia-sia".
Menjawab Abu Hurairah ra. :
"Dengan
meninggalkan saja, sudah mencukupi untuk dipandang menyia-nyiakan ilmu "
Ditanyakan Ibrahim bin Uyainah
:
"Manakah
manusia yang lama benar penyesalan nya?"
Menjawab Ibrahim :
"Adapun
pada masa dekat di dunia ini, ialah orang yang berbuat baik kepada orang yang
tidak tahu berterima kasih. Dan ketika mati nanti, ialah orang yang berilmu
yang menyianyiakan ilmunya".
Berkata Al-Khalil bin Ahmad :
"Orang itu empat macam. Semacam ialah
orang yang mengetahui dan tahu ia mengetahui. Maka dia itu ialah orang yang
berilmu. Ikutlah dia! Semacam ialah orang yang mengetahui dan tidak tahu ia
mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang tidur. Bangunkanlah dia! Semacam
lagi ialah orang yang tidak mengetahui dan tahu dia tidak mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang meminta
petunjuk. Maka tunjukilah dia! Dan semacam lagi ialah orang yang tidak
mengetahui dan tidak tahu dia tidak mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang
jahil. Maka tolaklah dia!"
Berkata Sufyan Ats-Tsuri ra.
:
"Disambut ilmu dengan amal perbuatan. Kalau ada
demikian, maka ilmu itu menetap. Kalau tidak, maka dia berangkat".
Berkata Ibnul Mubarak :
"Senantiasa
manusia itu berilmu selama ia menuntut ilmu. Apabila ia menyangka sudah
berilmu, maka dia itu, telah bodoh".
Berkata Al-Fudhail bin Iyadh ra. :
"Saya menaruh belas kasihan kepada tiga orang yaitu
orang mulia dalam kaumnya yang menghinakan diri, orang kaya dalam kaumnya yang
memiskinkan diri dan orang yang berilmu yang dipermainkan dunia".
Berkata Al-Hasan :
"Siksaan
bagi ulama ialah mati hatinya. Kema-tian hati ialah mencari dunia dengan amalan
akhirat".
Dan bermadahlah mereka :
Dan bermadahlah mereka :
Aku heran orang membeli kesesatan dengan petunjuk.
Lebih heran lagi, orang membeli dunia dengan agamanya.
Yang lebih heran
dari yang dua itu..................
Orang menjual
agamanya dengan dunia.
Inilah yang
paling ajaib dan yang.dua itu...........
Bersabda Nabi
saw. :
إن
العالم ليعذب عذابا يطيف به أهل النار استعظاما لشدة عذابه
(Innal 'aalima
layu'adz-dzabu 'adzaaban yathiifu bihii ahlun naaris-ti'dhaaman lisyiddati
'adzaabih).
Ertinya :"Bahwa orang yang
berilmu itu di 'azabkan dengan suatu azab yang dikelilingi penduduk neraka
dengan perasaan dahsyat, karena bersangatan azabnya"
Dimaksudkan
dengan orang yang berilmu tadi, ialah orang berilmu yang dzalim.
Berkata
usamah bin Zaid : "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda :
يؤتى بالعالم يوم القيامة فيلقى في النار فتندلق أقتابه فيدور
بها كما يدور الحمار بالرحى فيطيف به أهل النار فيقولون ما لك فيقول كنت آمر
بالخير ولا آتيه وأنهى عن الشر وآتيه
(Yu'-taa
bil'aalimi yaumal qiaamati fayulqaa fin naari fatandaliqu aqtaabuhu fayaduuru
bihaa lrama» yaduurul himaaru birrahaa fa-yathiifu bihii ahlun naari
fayaquuluuna maa laka? Fayaquulu : Kuntu aamuru bil khairi wa laa aatiihi wa
anhaa 'anisy-syarri wa aatiih).
Ertinya :"Pada hari qiamat,
dibawa orang yang berilmu lalu dilemparkan ke dalam neraka. Maka keluarlah perutnya. Dia mengelilingi perut-nya itu
seperti keledai mengelilingi gilingan gandum. Penduduk neraka mengelilinginya,
seraya bertanya : "Mengapa engkau begini ?".Menjawab orang yang
berilmu itu : "Adalah aku menyuruh dengan kebaikan dan aku sendiri tidak
mengerjakannya. Aku melarang dari kejahatan dan aku sendiri
mengerjakannya".
Dilipatgandakan 'azab kepada orang yang berilmu, karena ma'siat-nya. Karena
ia mengerjakan ma'siat itu dengan ilmu.
Dari itu berfirman Allah Ta'ala :
إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ
(Innal munaafiqiina fiddarkil asfali minannaari).
Ertinya :"Bahwa orang munafiq itu dalam tingkat
yang paling bawah dari api neraka (S.Annisa ayat 145)
Karena mereka ingkar sesudah berilmu. Dijadikan orang Yahudi lebih jahat
dari orang Nasrani, pada hal orang Yahudi tidak menga-ku Allah mempunyai anak
dan tidak mengatakan bahwa Allah itu yang ke tiga dari tiga, adalah disebabkan
orang Yahudi itu ingkar sesudah tahu.
Berfirman Allah Ta'ala :
يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ
أَبْنَاءَهُمْ
"Mereka mengetahuinya (Kitab Suci) seperti
mengetahui anaknya sendiri (S. Al-Baqarah, ayat 146).
Dan berfirman Allah Ta'ala :
فَلَمَّا
جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ
"Setelah datang kepada mereka apa yang mereka
ketahui, mereka tidak percaya kepadanya. Sebab itu Allah Ta'ala mengutuki
orang-orang yang kafir".(S. Al-Baqarah, ayat 89).
Berfirman Allah Ta'ala mengenai kisah Bal'am bin Ba'-ura' :وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا
فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ
"Dan bacakanlah
kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan keterangan-keterangan Kami
kepadanya, lalu dibuangnya. Sebab itu, dia didatangi setan dan termasuk
orang-orang yang sesat jalan (S. Al-A'raaf, ayat 175),
Sampai Allah Ta'ala berfirman : فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ
"Orang
itu adalah seumpama anjing, kalau engkau halau, diulurkannya lidahnya dan kalau
engkau biarkan, diulurkannya juga lidahnya(S. Al-A'raaf, ayat 176).
Maka begitu
jugalah orang berilmu yang dzalim. Kepada Bal'am diberikan Kitab Allah, tetapi
dia terus bergelimang dalam hawa nafsu. Maka dia diserupakan dengan anjing.
Artinya, sama saja antara diberikan ilmu hikmah atau tidak diberikan, dia terus
menjilat dengan lidahnya pada hawa nafsu.
Bersabda Isa
as.: مثل علماء السوء كمثل صخرة وقعت على فم
النهر لا هي تشرب الماء ولا هي تترك الماء يخلص إلى الزرع ومثل علماء السوء مثل
قناة الحش ظاهرها جص وباطنها نتن ومثل القبور ظاهرها عامر وباطنها عظام الموتى.
"Orang berilmu yang jahat
adalah seumpama batu besar yang jatuh ke mulut sungai. Dia tidak mengisap air
dan tidak menghalangi air mengalir ke tanam-tanaman. Dan seumpama parit rumput,
dzahimya yang kelihatan seperti di cat dan dalamnya yang tidak kelihatan adalah
berbau busuk. Dan seumpama kuburan, dzahimya yang kelihatan adalah
bangun-bangunan dan bathinnya di dalam adalah tulang-belulang orang mati'
Itulah
hadits-hadits dan kata-kata berhikmah yang menerangkan, bahwa orang berilmu
yang menjadi anak dunia adalah lebih buruk keadaannya dan lebih sangat 'azab
yang dideritainya dari orang bodoh.
Yang memperoleh
kemenangan dan dekat dengan Tuhan ialah Ulama akhirat. Tanda-tandanya banyak.
Diantaranya ulama akhirat itu tidak mencari dunia dengan ilmunya.
Sekurang-kurang tingkat seorang yang berilmu itu, mengetahui kehinaan
dunia, keburukan, kekotoran dan keseramannya. Kebesaran akhirat, keabadian,
kebersihan nikmat dan keluhuran keraja-annya. Dan mengetahui bahwa antara dunia
dan akhirat itu berlawanan. Keduanya seumpama dua wanita yang bermadu, manakala
dicari kerelaan yang seorang, maka yang lain marah. Dan seumpama dua daun
neraca, manakala berat yang satu, maka yang lain ringan.
Dunia dan akhirat itu Iaksana masyriq dan magrib. Manakala dide-kati yang
satu, maka pasti bertambah jauh dari yang lain. Atau seumpama dua wadah, yang
satu penuh dan yang lain kosong. Sebanyak yang diambil dari yang berisi untuk
dituangkan ke dalam yang kosong sampai penuh, maka demikianlah kosong yang
berisi itu.
Maka orang yang tidak mengenai kehinaan dunia, kekotoran dan kecampur-bauran
kelezatan dengan kesakitannya, kemudian ke-seraman apa yang kelihatan bersih
dari dunia itu, maka orang itu adalah manusia yang telah rusak akal.
Sesungguhnya penyaksian dan pengalaman menunjukkan kepada demikian. Maka bagaimanakah termasuk golongan orang berilmu, orang yang tak
berakal? Orang yang tak mengetahui kebesaran keadaan akhirat dan keabadiannya,
maka orang itu telah tertutup hatinya dan tercabut keimanannya. Maka
bagaimanakah termasuk golongan orang berilmu, orang yang tak beriman? Dan orang
yang tak mengetahui berlawanannya dunia dengan akhirat dan mengum-pulkan
keduanya adalah satu harapan yang tak usah diharapkan, maka orang itu bodoh
dengan seluruh agama nabi-nabi. Bahkan hatinya telah tertutup dari seluruh isi
Al-Quran, dari permulaannya sampai kepada penghabisannya. Maka bagaimanakah dia
dihitung termasuk dalam golongan ulama?
Orang yang
mengetahui ini seluruhnya tetapi tidak memilih akhirat dari dunia, maka adalah
tawanan setan. Telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dipaksakan oleh
kecelakaannya. Maka bagaimanakah dihitung termasuk dalam barisan ulama, orang
yang ting-katanny a demikian ?
Dalam warta
berita nabi Daud as. yang merupakan firman dari Allah Ta'ala, tersebut :
"Sekurang-kurang perbuatanKu dengan orang yang berilmu apabila memilihkan
hawa nafsunya dari men-cintai Aku, ialah Kuharamkannya kelezatan bermunajah
dengan Aku. Hai Daud! Jangan engkau tanyakan kepadaKu orang yang berilmu yang
telah dimabukkan oleh dunia, maka dicegahnya engkau dari jalan kecintaanKu.
Mereka itulah penyamun-penyamun terhadap hambaKu. Hai Daud! Apabila engkau
melihat seorang pelajar untukKu, maka hendaklah engkau menjadi pesuruhnya! Hai
Daud! Barang siapa mengembaltkan kepadaKu orang yang lari\ maka Kutuliskan dia
orang yang tahu kebenaran. Barang
siapa Kutuliskan Sebagai orang yang tahu kebenaran, maka tidak Ku'azabkan dia
selama-lamanya
Dari itu berkata Al-Hasan ra. :
"Siksaan bagi orang yang berilmu ialah mati hatinya.
Mati hati ialah mencari dunia dengan amal perbuatan akhirat". Karena itu
berkata Yahya bin Ma'az : "Sesungguhnya hilanglah keelokan ilmu dan
hikmah, apabila dicari dunia dengan keduanya". Berkata Sa'id bin
Al-Muiayyab ra. : "Apabila engkau melihat orang yang berilmu mendatangi
amir-amir, maka itu adalah pencuri".
Berkata Umar ra.:
"Apabila
engkau melihat orang yang berilmu mencintai dunia, maka curigalah dia terhadap
agama-nya! Karena tiap-tiap orang yang mencintai sesuatu, ia akan berke-cimpung
pada yang dicintainya itu". Berkata Malik bin Dinar ra. : "Aku telah
membaca dalam beberapa kitab lama bahwa Allah Ta'ala berfirman : "Bahwa
yang paling mudah Aku perbuat dengan orang yang berilmu apabila ia mencintai
dunia, ialah Aku keluarkan dari hatinya kelezatan bermunajah dengan Aku".
Seorang laki-laki menulis surat kepada saudaranya, yang berbunyi:
"Engkau telah diberikan ilmu, maka janganlah engkau padamkan nur ilmu itu
dengan kegelapan dosa. Nanti engkau kekal dalam ke-gelapan, pada hari berjalan
segala ahli ilmu dalam sinar ilmunya".
Berkata Yahya bin Ma'az Ar-Razi ra. :
kepada para ahli ilmu duniawi : "Hai segala ahli ilmu! Istanamu
seperti is tana kaisar Romawi, rumahmu seperti rumah raja (ktsra) Persif
pakaianmu seperti pakaian golongan Dzahiriah, sepaturrtu seperti sepatu Jalut,
kendaraan-mu seperti kendaraan Qarun, tempat makanmu seperti tempat makan
Fir'aun,perbuatanmu seperti perbuatan orang jahiliah dan madzhabmu seperti
madzhab setan. Maka dimanakah syari'at Muhammad itu ?".
Berkata seorang penyair :
Pengembala domba menjaga dari serigala.
Maka bagaimana pula .............................
apabila ...................................................
pengembala itu sendiri serigala...........?"
Berkata penyair lain :
"Wahai para pembaca.........................
Wahai garam
negeri............................
Tidaklah garam
dapat membuat perbaikan, apabila garam itu sendiri busuk..............
Ditanyakan
kepada setengah 'arifin (orang yang mempunyai ma'-rifah kepada Allah Ta'ala) :
"Adakah
tuan berpendapat bahwa orang yang meletakkan pekerjaan ma'siat menjadi
kecintaannya, tidak mengenai Allah?"
Menjawab 'arifin
itu :
"Tak ragu
aku bahwa orang yang memilih dunia dari akhirat adalah tidak mengenai Allah
Ta'ala".
Selain dari itu, amat banyak lagi kata-kata hikmah tentang itu.
Janganlah anda menyangka bahwa meninggalkan harta kekayaan saja sudah
mencukupi untuk menghubungkan diri dengan ulama akhirat. Sebab mencari
kemegahan itu, lebih lagi membawa kemelaratan dari harta.
Dari itu berkata Bisyr :
"Berbicara dengan kami salah satu dari pintu dunia. Maka apabila aku
mendengar orang mengatakan : "Berbicaralah dengan kami!", maka
sebenarnya ia mengatakan : "Berilah kelapangan kepadaku".
Bisyr bin Harts menanamkan lebih sepuluh buah buku antara peti buku dan
peti tempat simpanan tamar (kurma kering).
Dia mengatakan :
"Saya ingin berbicara. Jikalau
hilanglah keinginanku berbicara, maka aku berbicara".
Berkata Bisyr dan lainnya :
"Apabila ingin engkau
berbicara, maka diamlah! Apabila tidak ingin, maika berbicaralah!"
Pahamilah ini! Karena merasa kelezatan dengan kemegahan membuat sesuatu
jasa dan memperoleh kedudukan memberi petunjuk kepada orang, adalah kelezatan
yang terbesar dari seluruh kenikmatan duniawi. Barang siapa memperkenankan hawa
nafsunya membicarakan itu, maka adalah dia diantara anak-anak dunia.
Dari itu berkata Ats-Tsuri :
"Fitnah pembicaraan, adalah lebih hebat
dari pada fitnah keluarga, harta dan anak. Bagaimanakah tidak ditakuti
fitnahnya? Dan telah dikatakan kepada Penghulu segala rasul saw.: Jikalau
tidaklah Kami tetapkan pendirian engkau, maka hampirlah engkau condong sedikit
kepada mereka".
Berkata Sahl ra. :
"Ilmu itu seluruhnya dunia. Yang akhirat dari ilmu itu, ialah berbuat
amal. Amal seluruhnya itu hampa, kecuali dengan keikhlasanBerkata Sahl
seterusnya : "Manusia seluruhnya matit selain para ahli ilmu. Para ahli
ilmu itu mabuk, selain yang beramal. Orang yang beramal seluruhnya tertipu,
selain yang ikhlas. Orang yang ikhlas itu dalam ketakutan, sebelum diketahuinya
apa kesudahan dari amalnya itu ".
Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani ra. :
"Apabila seseorang
mempelajari hadits atau kawin atau merantau mencari penghidupan, maka orang itu
telah condong kepada dunia".
Maksud Abu Sulaiman dengan ucapannya itu ialah mencari isnad-isnad hadits
yang tinggi atau mencari hadits yang tidak diperlukan pada mencari akhirat.
Berkata Nabi Isa as. :
"Bagaimana menjadi ahli ilmu orang yang perjalanannya ke akhirat,
sedang dia menghadap ke jalan dunia?
Bagaimana menjadi ahli ilmu orang mencari ilmu kalam untuk diceriterakan,
tidak untuk diamalkan ?"
Berkata Shaleh bin Kaisan Al-Bashari :
"Aku
berjumpa dengan beberapa orang syekh. Mereka itu berlindung dengan
Allah dari orang dzalim yang alim dengan sunnah Nabi saw.".
Berkata Abu
Hurairah ra. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda :
من طلب علما مما يبتغي به وجه الله تعالى ليصيب به عرضا من
الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة
(Man thalaba
ilman mimmaa yubtaghaa bihii wajhullaahi Ta'aalaa liyushiiba bihii 'ardlan
minad dun-yaa lam yajid 'arfal jannati yaumal qiyaamah).
Ertinya :"Barang siapa menuntut ilmu.diantara ilmu pengetahuan yang
menuju kerelaan Allah untuk memperoleh harta benda duniawi, maka orang itu
tidak akan mencium bau sorga pada hari qiamat".
Sudah dijelaskan
oleh Allah akan ulama su' dengan mencari dunia dengan ilmunya dan ulama akhirat
dengan khusu' dan zuhud. Berfirman Allah 'Azza wa Jalla tentang ulama
dunia
وَإِذْ
أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ
وَلا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا
قَلِيلا
Dan ketika Allah
mengambil janji orang-orang yang diberi kan Kitab : Bahwa mereka akan
menerangkan Kitab ttu kepada manusia dan tidak tikan menyembunyikan ; kemudian
janji itu mereka buang kebelakang dan mereka mengambil sedikit keuntungan untuk
gantinya".(S. Ali 'Imran, ayat 187).
Berfirman
Allah Ta'ala tentang ulama akhirat:
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لا
يَشْتَرُونَ
بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ
عِنْدَ رَبِّهِمْ
(Wa inna min
ahlil kitaabi laman yu'minu billaahi wa maa unzila ilaikum wa maa unzila
ilaihim khaasyii'iina lillaahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan
qaliilan, ulaaika lahum ajruhum indarab-bihim).
Ertinya :"Bahwa diantara
orang-orang yang diturunkan Kitab itu ada orang yang beriman kepada Allah dan
kepada wahyu yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka,
mereka tunduk kepada Allah, dengan tidak menukar keterangan-keterangan Allah
itu dengan harga yang murah. Mereka memperoleh pahala
dari sist Tuhan". (S. Ali 'imran, ayat 199).
Berkata setengah ulama salaf :
"Para
ulama itu dibangkitkan dalam rombongan nabi-nabi. Dan para kadli (hakim)
dibangkitkan dalam rombongan raja-raja.
Dimaksudkan dalam pengertian kadli, juga seluruh ahli fiqih, yang tujuannya
mencari dunia dengan ilmu pengetahuannya.
Diriwayatkan Abud-Darda' dari Nabi saw. bahwa Nabi saw. bersabda :أوحى الله عز وجل إلى بعض الأنبياء قل للذين يتفقهون لغير
الدين ويتعلمون لغير العمل ويطلبون الدنيا بعمل الآخرة يلبسون للناس مسوك الكباش
وقلوبهم كقلوب الذئاب ألسنتهم أحلى من العسل وقلوبهم أمر من الصبر إياي يخادعون
وبي يستهزئون لأفتحن لهم فتنة تذر الحليم حيراناً
"Diwahyukan
Allah kepada sebahagian nabi-nabi, yaitu: "Katakanlah kepada, mereka yang
menuntut ilmu, bukan untuk agama, belajar bukan untuk amal dan mencari dunia
dengan amal perbuatan akhirat : "Bahwa mereka memberi pakaian kulit kibas
kepada manusia. Hati mereka seperti hati serigala. Lidah mereka lebih manis
daripada madu. Hati mereka lebih pahit daripada buah peria. Aku dikicunkannya,
namaKu dipermain-mainkannya. Sesungguhnya akan Aku buka bagi mereka fitnah yang
meninggalkan keheranan bagi orang yang penyantun".
Diriwayatkan Adl-Dlahhakالضحاك dari Ibnu Abbas ra. bahwa Ibnu Abbas mendengar Rasulullah saw.
bersabda :"علماء هذه الأمة رجلان
رجل آتاه الله علما فبذله للناس ولم يأخذ عليه طمعا ولم يشتر به ثمنا فذلك يصلي
عليه طير السماء وحيتان الماء ودواب الأرض والكرام الكاتبون يقدم على الله عز وجل
يوم القيامة سيدا شريفا حتى يوافق المرسلين ورجل آتاه الله علما في الدنيا فضن به
على عباد الله وأخذ عليه طمعا واشترى به ثمنا فذلك يأتي يوم القيامة ملجما بلجام
من نار ينادي مناد على رؤوس الخلائق هذا فلان بن فلان آتاه الله علما في الدنيا
فضن به على عباده وأخذ به طمعا واشترى به ثمنا فيعذب حتى يفرغ من حساب الناس
Ulama ummat
ini terbagi dua. Yang satu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan lalu diberikannya
kepada orang lain dengan tidak mengharap apa-apa dan tidak diperjual-belikan.
Ulama yang seperti ini dido'akan kepadanya oleh burung di udara, ikan dalam
air, hewan di atas bumi dan para malaikat yang menuliskan amal manusia. Dia
dibawa kehadapan Allah Ta'ala pada hari qiamat, sebagai seorang tuan yang
mulia, sehingga menjadi teman para rasul Tuhan. Yang satu lagi dianugerahi
Allah ilmu pengetahuan dalam dunia ini dan kikir memberikannya kepada hamba
Allah, mengharap apa-apa dan memperjual-belikan.
Ulama yang seperti ini datang pada hari qiamat, mulutnya dikekang dengan
kekang api neraka. Dihadapan manusia ramai, tampil seorang penyeru,
menyerukan : "Inilah sianu anak si anu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan.
di dunia, maka ia kikir memberikannya kepada hamba Allah, dia mengharap apa-apa
dan memperjual-belikannya.Ulama tadi di'azabkan sampai selesai manusia lain dihitung
amalan-nya (dihisab)".
Yang lebih dahsyat dari itu lagi, ialah riwayat yang menerangkan bahwa ada
seorang laki-laki menjadi pesuruh Nabi Musa as. Laki-laki itu selalu mengatakan
: "Diceriterakan kepadaku oleh Musa Pilihan Allah. Diceriterakan kepadaku
oleh Musa yang Dilepaskan Allah (Najiullahنجي
الله ). Diceriterakan kepadaku oleh Musa yang berkalam dengan Allah
(Kalimullah)". Sehingga orang itu menjadi kaya raya banyak hartanya.
Kemudian orang itu hilang, tidak diketahui oleh Musa as. kemana perginya. Maka
Musa as. bertanya kesana kemari tetapi tidak mendapat berita apa-apa.
Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Musa as. membawa seekor
babi dan pada letter babi itu tali hitam. Bertanya Musa as. pada laki-laki itu
: "Kenalkah engkau si anu?"
Menjawab laki-laki itu : "Kenal! Dialah babi ini".
Maka berdo'a Musa as. :
"Wahai Tuhan ku! Aku bermohon kehadliratMu. Kembalikanlah orang ini
kepada keadaannya semula, supaya aku dapat menanyakan, apakah yang telah
menimpa dirinya !
Maka Allah 'Azza wa Jalla mewahyukan kepada Musa as. :
"Sekiranya engkau meminta
kepadaKu dengan apa yang telah diminta-kan Adam atau lebih kurang lagi, tidak
juga Aku perkenankan, Tetapi Aku kabarkan kepadamu, mengapa Aku berbuat begitu,
adalah disebabkan orang itu mencari dunia dengan agama".
Yang lebih berat lagi dari ini, ialah yang diriwayatkan Ma'az bin Jabal ra.
suatu hadits mauquf dan marfu' bahwa Nabi saw. bersabda :من فتنة العالم أن يكون الكلام أحب إليه من الاستماع
"Diantara fitnah dari seorang yang berilmu ialah lebih suka ia
berkata-kata dari pada mendengar. Sebab dalam perkataan itu banyak bunga Dan
tambahan dan belum ada jaminan teipelihara dari kesalahan. Dalam berdiam diri
timbul keselamatan dan tanda berilmu pengetahuan. Diantara orang yang berilmu
(ulama), ada yang menyimpan saja ilmunya, tidak suka ada pada orang lain. Orang
yang semacam ini, dalam lapisan pertama dari api neraka. Diantara orang yang
berilmu, ada yang bersikap sebagai raja dengan ilmunya. Jika ada pengetahuannya
yang ditolak orang atau dipandang orang lemah dan kurang benar, maka marahlah
dia. Orang yang semacam ini dalam lapisan kedua dari api neraka. Diantara orang
yang berilmu, ada yang menyediakan ilmunya dan pembahasan ilmiahnya yang
mendalam untuk orang yang terkemuka dan yang kaya saja dan tidak mau melihat
kepada orang yang memerlukan kepada ilmu pengetahuannya. Orang yang semacam ini
dalam lapisan ketiga dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang
mengangkat dirinya, untuk memberi fatwa, lalu ia berfatwa salah. Allah Ta'ala memarahi orang-orang yang memberatkan dirinya dengan
beban yang tidak disanggupinya. Orang yang semacam ini dalam lapisan keempat
dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang berbicara cara Yahudi
dan Nasrani untuk memperlihatkan ketinggian ilmu pengetahuannya. Orang yang semacam ini dalam lapisan
kelima dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang membuat ilmunya
untuk prestige (kehormatan diri), kemuliaan dan keharuman nama ditengah-tengah
masyarakat. Orang yang semacam ini dalam lapisan keenam
dalam api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang menarik kebanggaan dan
kesombongan dengan ilmunya. Bila ia memberi nasehat, menghardik. Dan bila
dinasehati, berkeras kepala. Orang yang semacam ini dalam lapisan ketujuh dari
api neraka.
Wahai saudaraku Hendaklah engkau berdiam diri! Dengan berdiam
diri, engkau dapat mengalahkan setan. Waspadalah dari tertawa tanpa ada yang mena'jubkan dan dari berjalan tanpa
ada maksud!
Pada hadits yang lain, tersebut : إن العبد
لينشر له من الثناء ما يملأ ما بين المشرق والمغرب وما يزن عند الله جناح بعوضة
"Ada
orang yang berkumandang pujian terhadap dirinya memenuhi antara masyriq dan
magrib, tetapi pada sisi Allah tidak ada timbangannya seberat sayap
lalat".
Diceriterakan bahwa seorang laki-laki dari Khurasan membawa kepada Al-Hasan
suatu bungkusan sesudah Al-Hasan meninggalkan majlisnya. Bungkusan tersebut
berisi lima ribu dirham dan sepuluh potong kain dari benang halus.
Berkata laki-laki itu :
"Hai Abu Said! (Panggilan kepada Al-Hasan) Inilah belanja dan inilah
pakaian!"
Menjawab Al-Hasan :
"Kiranya Allah melimpahkan kesehatan kepadamu! Kumpulkanlah ini untuk
belanjamu dan pakaianmu! Kami tidak berhajat kepadanya. Sesungguhnya orang yang
duduk seumpama majlisku itu dan menerima dari orang seperti ini, maka dia akan
menjumpai Allah Ta'ala pada hari qiamat dan dia tidak berbudi".
Diriwayatkan dari Jabir hadits mauquf dan marfu' (hadits tidak kuat) bahwa
Nabi saw. bersabda :لا تجلسوا عند كل عالم
إلا إلى عالم يدعوكم من خمس إلى خمس من الشك إلى اليقين ومن الرياء إلى الإخلاص
ومن الرغبة إلى الزهد ومن الكبر إلى التواضع ومن العداوة إلى النصيحة
"Janganlah
engkau duduk pada setiap orang yang berilmu, kecuali pada orang yang berilmu
yang mengajak kamu dari lima kepada lima : dari keragu-raguan kepada keyakinan,
dari ria kepada ke ikhlasan, dari kegemaran kepada dunia kepada zuhud, dari
takabur kepada kerendahan diri dan dari permusuhan kepada
nasehat-menasehati".
Berfirman Allah Ta'ala :
رَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ
قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا
أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ
(Fakharaja 'alaa qaumihii fii ziinatihii qaalalladziina yuriiduunal
hayaatad dun-yaa yaalaita lanaa mitsla maa uutiya qaaruunu inna-huu ladzuu
hadhdhin 'adhiim wa qaalalladziina uutul 'ilma waila-kum tsawaabullaahi khairun
liman aamana).
Ertinya:"Lalu
dia keluar kepada kaumnya dengan perhiasannya (yang indah-indah). Orang-orang
yang menghendaki kehidupan dunia ini berkata : Wahai! Kiranya kami mempunyai
seperti apa yang diberikan kepada Qarun! Sesungguhnya dia beruntung yang besar
(bernasib baik)! Tetapi orang-orang yang berpengetahuan berkata : Malang
nasibmu! Pahala dari Tuhan lebih baik untuk orang yang beriman(S. Al-Qashash,
ayat 79 - 80).
Maka ahli ilmu itu tahu memilih akhirat atas
dunia.
Diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, tidak bertentangan perbuatannya
dengan perkataannya. Bahkan ia tidak menyuruh sesuatu sebelum dia sendiri
menjadi orang pertama yang mengerjakannya.
Berfirman Allah Ta'ala :
"Adakah kamu
menyuruh manusia dengan kebaikan dan kamu lupakan akan dirimu sendiri?"(S.
Al-Baqarah, ayat 44).
Berfirman Allah Ta'ala:
كَبُرَ
مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
(Kabura maqtan 'indallaahi an taquuluu maa laa tafaluun).
Ertinya:"Amat besar kutuk dari Allah Ta'ala bahwa
kamu katakan apa yang tidak kamu kerjakan (S. Ash-Shaff, ayat 3).
Berfirman Allah Ta'ala mengenai kisah Nabi Syu'aib as. :
"Aku tidak kehendaki bertentangan dengan kamu kepada apa yang Aku
larangkan kamu dan padanya ". (s.Hudd Ayat 88)
Berfirman Allah Ta'ala :
"Berbaktilah kepada
Allah dan Allah mengajarkan kamu "(Al-Baqarah, ayat 282).
Berfirman Allah Ta'ala :
"Berbaktilah kepada
Allah dan tahulah! Dan berbaktilah kepada Allah dan
dengarlah
Berfirman Allah Ta'ala kepada Isa as. :
"Hai Putera Maryam! Ajari-lah
dirimu sendiri! Jika engkau telah memperoleh pelajaran, maka ajarilah orang
lain. Kalau tidak, maka malulah kepada-Ku !"
Bersabda Nabi saw. : مررت
ليلة أسري بي بأقوام تقرض شفاههم بمقاريض من نار فقلت "Aku lalui pada
malam isra'ku pada beberapa kaum yang disayat bibirya dengan gunting-gunting
dari api neraka. Maka aku tanyakan : من أنتم
"Siapakah kamu ini?"فقالوا
Mereka menjawab : كنا نأمر بالخير ولا نأتيه وننهى عن الشر ونأتيه
"Kami adalah orang yang menyuruh dengan kebaikan dan tidak kami kerjakan.
Kami melarang dari kejahatan dan kami kerjakan".
ersabda Nabi saw. :هلاك
أمتي عالم فاجر وعابد جاهل وشر الشرار شرار العلماء وخير الخيار خيار العلماء
(Halaaku ummatii 'aalimun faajirun wa 'aabidun jaahilun wa syar-rusy-syiraari
syiraarul ulamaa-i wa khairul khiyaari khiyaarul 'ula-maa').
Ertinya :"Yang binasa dari ummatku ialah orang berilmu yang dhalim dan
orang yang beribadat yang bodoh. Kejahatan yang paling jahat ialah kejahatan
orang berilmu dan kebaikan yang paling baik ialah kebaikan orang yang berilmu
".
Berkata Al-Auza'i ra. :
"Diduga
oleh pembuat peti-peti mayat bahwa tak ada yang lebih busuk selain dari mayat
orang-orang yang tak beriman. Maka diwahyukan Tuhan kepadanya bahwa perut ulama
su' lebih busuk dari itu".
Berkata Al-Fudlail bin 'Iyadl ra. :
"Sampai kepadaku bahwa orang berilmu yang fasiq didahulukan
penyiksaannya pada hari qiamat, daripada penyembah-penyembah berhala".
Berkata Abud-Darda' ra. :
"Siksaan neraka bagi orang yang tidak berilmu, satu kali dan bagi
orang yang berilmu yang tidak menga-malkan tujuh kali".
Berkata Asy-Sya'bi :
"Muncul pada
hari qiamat suatu golongan dari penduduk sorga, berhadapan dengan suatu
golongan dari pen-duduk neraka. Maka bertanya penduduk sorga : "Apakah
sebabnya maka tuan-tuan dimasukkan ke dalam neraka? Adapun kami ini, maka dimasukkan
Allah ke dalam sorga ialah karena kelebihan pengajaran dan pelajaran tuan-tuan
Maka menjawab penduduk. neraka :
"Karena
kami menyuruh dengan kebajikan dan tidak kami kerjakan, melarang dari kejahatan
dan kami kerjakan".
Berkata Hatim Al-Ashamm ra. :
"Tidak adalah
kerugian yang paling hebat pada hari qiamat, selain dari orang yang mengajari
manusia ilmu pengetahuan lalu diamalkan mereka, sedang dia sendiri tidak
mengamalkannya. Maka mereka memperoleh kemenangan dengan sebabnya dan dia sendiri
binasa "
Berkata Malik bin Dinar:
"Bahwa orang yang berilmu apabila tidak
berbuat sepanjang ilmunya, maka lenyaplah pengajarannya dari hati manusia
seperti lenyapnya embun pagi dari bukit Shofa".
Maka berpantunlah mereka :
"Wahai pengajar manusia !
Engkau
tertuduh........................
Engkau larang mereka beberapa perkara,
Engkau sendiri
mengerjakannya...............
Engkau rajin menasehati mereka
...............................
tetapi, segala yang terlarang, engkau
yang mengerjakannya itu.
Engkau hinakan dunia dan orang yang
suka kepadanya,
sedang engkau sendiri paling suka
kepada dunia itu............"
Berkata penyair lain :
"Janganlah engkau melarang
sesuatu tingkah laku
dan engkau sendiri mengerjakannya,
Amatlah sangat memalukan kamu,
apabila engkau sendiri
memperbuatkannya".
Berkata Ibrahim bin Adham ra. :
"Aku melewati batu besar di Makkah yang tertulis diatasnya Balikkanlah
aku, engkau akan dapat mengambil ibarat (suatu pemandangan) Maka aku balikkan
lalu aku lihat tertulis padanya : "Dengan yang engkau ketahui tidak engkau
kerjakan, maka bagaimana engkau mencari ilmu tentang sesuatu yang belum engkau
ketahui!"
Berkata Ibnus-Sammak ra. :
"Berapa banyak orang yang memperingatkan orang lain kepada Allah, yang
lupa kepada AllahI Berapa banyak orang yang memberi peringatan supaya takut
kepada Allah, yang berani menentang Allah! Berapa banyak orang yang mengajak
orang lain mendekatkan diri kepada Allah, yang jauh dari Allah! Berapa banyak
orang yang menyerukan orang lain kepada AUah; yang lari dari Allah! Dan berapa banyak orang
yang membaca Kitab Allah, terhapus hatinya dan ayat-ayat Allah!".
Berkata Ibrahim bin Adham ra. :
"Kami perbaiki bahasa perkataan
kami, maka kami tidak salah. Dan kami telah salah pada perbuatan kami tetapi
tidak kami perbaiki".
Berkata Al-Auza'i :
"Apabila diperhatikan benar perbaikan bahasa, maka hilanglah khusu'
".
Diriwayatkan Makhul dari Abdur Rahman bin Ghanam bahwa Abdur Rahman
mengatakan : "Berceritera kepadaku sepuluh orang shahabat Nabi saw. dengan
katanya : "Kami sedang belajar ilmu di masjid Quba tiba-tiba masuk
Rasulullah saw. lalu bersabda :
تعلموا
ما شئتم أن تعلموا فلن يأجركم الله حتى تعملوا
(Ta'aUamuu maa syi'tum an ta'allamuu falan ya'jarakumullaahu hattaa
ta'maluu).
Ertinya :"Pelajarilah apa yang engkau kehendaki mempelajarinya. Tetapi
engkau tidak diberi pahala oleh Allah Ta'ala, sebelum engkau amalkari".
(1)
Bersabda Nabi Isa as. :
"Orang yang mempelajari ilmu
dan tidak mengamalkannya adalah seumpama wanita yang berbuat serong dengan
sembunyi, maka ia hamil. Setelah bersalin, maka, pecahlah kabar tentang perbuatan
jahat wanita tersebut.
Maka begitu
pulalah orang yang tidak berbuat menurut ilmunya, akan disiarkan Allah pada
hari qiamat dihadapan orang banyak".
Berkata Mu'adz
ra. ;
"Jagalah
tergelincirnya orang berilmu, karena kedudukannya tinggi di mata orang banyak!
Maka dia diikuti mereka, meskipun dia telah tergelincir".
Berkata Umar
ra. :
"Apabila tergelincir orang
yang berilmu, maka tergelincirlah alam makhluk".
Berkata Umar
ra.:
"Dengan
tiga sebab hancurlah zaman. Salah
satu dari padanya, tergelincirnya orang berilmu "
Berkata Ibnu Mas'ud :
"Akan
datang kepada manusia suatu masa, yang terbalik kemanisan hati menjadi asin.
Sehingga pada hari itu, orang yang berilmu dan yang mempelajari ilmu tak dapat
mengambil manfaat dari ilmunya. Maka hati orang-orang yang berilmu, dari mereka
seumpama tanah kosong yang bergaram, yang turun kepadanya hujan dari langit,
maka tidak juga diperoleh rasa tawar padanya. Yaitu, apabila condong hati orang
berilmu kepada mencintai dunia dan melebihkannya dari akhirat. Maka pada ketika
itu, dicabutkan Allah sumber-sumber hikmah dan dipadamkanNya lampu petunjuk
dari hati mereka. Maka akan diceriterakan kepadamu oleh orang yang berilmu dari
mereka itu ketika engkau menjumpainya, bahwa dia takut akan Allah dengan
lisannya. Dan kedzaliman jelas kelihatan pada amal-perbuatannya. Alangkah
suburnya lidah mereka ketika itu dan tandusnya hati mereka! Demi Allah yang
tiada Tuhan melainkan Dia! Tidaklah terjadi yang demikian itu selain karena
para guru mengajar bukan karena Allah dan para pelajar belajar bukan kerena
Allah".
Dalam Taurat dan Injil tertulis :
"Janganlah
engkau mencari ilmu yang belum engkau ketahui, sebelum engkau amalkan apa yang
telah engkau ketahui".
Berkata Hudzaifah ra. :
"Sesungguhnya engkau sekarang berada pada zaman, di
mana orang yang meninggalkan sepersepuluh dari yang diketahuinya, menjadi
binasa. Dan akan datang suatu zaman, di mana orang yang mengerjakan padanya
sepersepuluh dari apa yang diketahuinya, niscaya ia selamat. Sebabnya, adalah
karena banyaknya orang yang berbuat batil".
Ketahuilah bahwa orang berilmu itu adalah serupa dengan kadli (hakim). Nabi
صلى الله عليه وسلم.. bersabda :
القضاة
ثلاثة قاض قضى بالحق وهو يعلم فذلك في الجنة وقاض قضى بالجور وهو يعلم أو لا يعلم
فهو في النار وقاض قضى بغير ما أمر الله به فهو في النار
(Al-Qudlaatu tsalaateatun qaadlin qadlaa bil haqqi wa huwa yalamu
fadzaalika fil jannah, wa qaadlin qadlaa bil jauri wa huwa yalamu aulaa yalamu
fahuwa finnaari wa qaadlin qadlaa bighairi maa amarallaahu bihii fahuwa
finnaar).
Ertinya
:"Kadli itu tiga macam : semacam menghukum dengan yang benar dan dia itu
tahu, maka dia itu dalam surga. Semacam menghukum dengan kedzaliman dan dia itu
tahu atau tidak tahu yang demikian maka dia itu dalam neraka. Dan semacam lagi
menghukum di luar daripada perintah Allah, maka dia itu dalam neraka".
Berkata Ka'ab ra. :
"Adalah
pada akhir zaman, orang-orang yang berilmu, menyuruh manusia zuhud dari dunia
dan mereka sendiri tidak zuhud. Menyuruh manusia takut kepada Tuhan dan mereka
sendiri tidak takut. Melarang manusia mendatangi wali-wali negeri dan mereka
sendiri datang kepada wali-wali negeri itu. Mereka memilih dunia dari akhirat,
mereka makan hasil usaha lidah mereka. Mereka mendekati orang-orang kaya, tidak
orang-orang mtsfiin. Mereka cemburu kepada ilmu pengetahuan seperti kaum wanita
cemburu kepada kaum laki-laki. Ia marah kepada teman duduknya apabila ia duduk
dengan orang lain.Orang-orang yang berilmu semacam itulah, orang-orang yang
keras hati, musuh Tuhan Yang Maha Pengasih ".
Bersabda Nabi
saw. :
Kadang-kadang
setan itu menangguhkan kamu dengan ilmu
Lalu bertanya
yang hadlir :
"Ya
Rasulullah Bagaimana yang demikian itu?
Menjawab Nabi
saw. : إن الشيطان
ربما يسوفكم بالعلم، فقيل يا رسول الله وكيف ذلك، : صلى الله عليه وسلم: يقول اطلب
العلم ولا تعمل حتى تعلم فلا يزال للعلم قائلا وللعمل مسوفا حتى يموت وما عمل
"Yaitu,
setan itu mengatakan : "Tuntutlah ilmu dan jangan beramal dulu sebelum
tahu benar. Maka senantiasa-lah setan itu berkata demikian bagi ilmu dan
menangguhkan terhadap amal perbuatan, sehingga mati yang belajar itu dan tidak
beramal".
Berkata Sirri As-Suqthi :
"Adalah
seorang laki-laki mengasingkan diri pergi beribadah, di mana tadinya amat rajin
mempelajari ilmu dhahir. Maka aku bertanya kepadanya, lalu ia menjawab :
"Saya bermimpi berjumpa dengan orang yang mengatakan kepadaku :
"Berapa banyak engkau menyia-nyiakan ilmu, maka sebanyak itu pulalah
engkau disia-siakan Allah". Aku menjawab bahwa aku memelihara ilmu itu,
maka berkata orang yang dalam mimpi tadi: "Memeliharakan ilmu ialah
mengamalkan ilmu itu". Maka aku tinggalkan belajar dan pergi
beramal".
Berkata Ibnu Mas'ud ra. :
"Tidaklah ilmu itu dengan
banyak ceritera, tetapi ilmu itu takut kepada Tuhan".
Berkata Al-Hasan :
"Pelajarilah apa yang kamu mau
mempelajarinya! Demi Allah! Kamu tidak akan diberi pahala oleh Allah sebelum
beramal. Sebab orang-orang bodoh itu, cita-citanya meriwayatkan ilmu dan
orang-orang yang berilmu itu cita-citanya memelihara ilmu itu dengan
amal".
'"Menuntut ilmu itu baik dan mengembangkannya
baik apabila niat itu betul. Tetapi perhatikanlah, apa yang harus bagimu dari
pagi sampai petang! Maka janganlah engkau lebihkan sesuatu itu dari ilmu".
Berkata Ibnu Ma'ud ra. :
"Di turunkan Al-Quran untuk diamalkan. Maka
ambillah mempelajarinya menjadi amalan. Dan akan datang suatu kaum yang
membersihkan Al-Quran seperti membersihkan selokan. Mereka itu tidaklah
termasuk orang baik. Orang berilmu yang tidak mengamalkan, adalah seumpama
orang sakit yang menerangkan tentang obat dan seumpama orang lapar yang
menerangkan tentang kelezatan makanan dan makanan itu tidak diperolehnya".
Searah dengan
yang diatas tadi, firman Allah Ta'ala :
وَلَكُمُ
الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ
(Wa lakumul
wailu mimmaa tashifuun).Artinya :"Bagi kamu neraka wailun dari apa yang
kamu terangkan(S. Al-Anbia, ayat 18).
Dalam hadits
tersebut
إنما
أخاف على أمتي زلة عالم وجدال منافق في القرآن
(Innamaa akhaafu 'alaa ummatii zillatu 'aalimin wa jidaalu munaa-fiqin fil
Qur-an).
Ertinya :"Diantara yang aku takuti atas ummatku
ialah tergelincirnya orang berilmu dan pertengkaran orang munafiq tentang
Al-Quran".
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah kesungguhannya mencari
ilmu yang berguna tentang akhirat, yang menggembirakan pada ta'at, menjauhkan
diri dari ilmu pengetahuan yang sedikit manfa'atnya dan banyak padanya
pertengkaran, kata ini dan kata itu (qil dan qal).
Orang yang mengenyampingkan pengetahuan untuk beramal dan sibuk dengan
pertengkaran adalah seumpama orang sakit, yang pada tubuhnya bermacam-macam
penyakit dan ia berjumpa dengan seorang dokter yang ahli, pada waktu yang
sempit yang hampir habis. Maka si sakit tadi menggunakan waktu yang sedikit itu
untuk menanyakan kegunaan resep, obat dan keganjilan-keganjilan dalam ilmu
kedokteran dan meninggalkan kepentingannya yang mendesak untuk memperoleh
pengobatan.
Orang yang
semacam itu adalah bodoh sekali.
Diriwayatkan
bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata :
"Ajarilah hamba ilmu yang ganjil-ganjil!".
Maka menjawab
Nabiصلى الله عليه وسلم. : "Apakah yang engkau perbuat mengenai
pokok pengetahuan ?".
Bertanya orang
itu:"Yang manakah pokok pengetahuan itu?".
Menjawab Nabi
saw.:
هل عرفت
الرب تعالى
"Kenalkah engkau akan Tuhan?". قال
نعم
"Kenal", menjawab orang itu.
"Apakah
yang engkau perbuat tentang hak Allah Ta'ala?".
"Masya
Allah banyak!!! jawab orang itu.
"Kenalkah engkau akan mati ? tanya Nabi saw.
"Kenal, ya Rasulullah!' jawabnya.
"Apakah yang engkau sediakan untuk mati?' tanya Nabi saw, lagi.
"Masya Allah banyak! jawabnya.
Kemudian, maka
bersabda Nabi saw. : إذهب فأحكم ما هناك ثم تعال نعلمك من غرائب العلم
"Pergilah,
kemudian kuat-kanlah apa yang ada di Sana , Sudah itu datanglah ke mari, akan
kami ajarkan engkau ilmu yang ganjil-ganjil!". (1)
Tetapi
sewajarnyalah hendaknya, pelajar itu sejenis dengan apa yang diriwayatkan dari
Hatim Al-Ashamm - murid dari Syaqiq AI-Balakhi ra. Bahwa Syaqiq bertanya kepada
Hatim "Sejak kapan engkau bersama aku?".
Menjawab Hatim :
"Sejak tiga puluh tiga tahun!".
Bertanya lagi
Syaqiq : "Apakah yang engkau pelajari padaku selama itu?".
Menjawab Hatim :
"Delapan masalah!".
Berkata Syaqiq dengan terperanjat : إنا لله
وإنا إليه راجعون "Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun!
Terbuanglah saja umurku bersamamu. Dan engkau tidak pelajari kecuali delapan
masalah saja".
Menyela Hatim : "Wahai guruku! Aku tidak pelajari yang lain dan aku
tidak ingin berdusta".
Maka menyambung Syaqiq : "Terangkanlah masalah yang delapan itu supaya
aku dengar!".
Berkata Hatim :
"Aku
memandang kepada makhluk ini, maka aku melihat masing-masing mempunyai kekasih
dan ingin bersama dengan kekasihnya sampai ke kubur. Maka apabila telah sampai
ke kubur, niscaya ia berpisah dengan kekasih itu. Maka aku mengambil perbuatan
baik menjadi kekasihku. Maka apabila aku masuk kubur, masuk pulalah kekasihku
bersama aku"
Maka berkata Syaqiq :
"Benar sekali, ya Hatim! Dan yang kedua?*'.
Menyambung Hatim : "Aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
Menyambung Hatim : "Aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
وَأَمَّا
مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ , فَإِنَّ
الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
(Wa ammaa man khaafa maqaama rabbihii wa nahannafsa 'anil hawaa fainnal
jannata hiyal ma'waa)
Ertinya :"Dan adapun orang yang takut dihadapan kebesaran Tuhannya dan
menahan jiwanya dari keinginan yang rendah (hawa nafsu), maka sesungguhnya
taman (sorga) tempat kediamannya".(S.An-Nazi'at, ayat 40 – 41).
Maka yakinlah aku bahwa firman Allah Ta'ala itu benar. Lalu aku perjuangkan
diriku menolak hawa nafsu itu, sehingga tetaplah aku ta'at kepada Allah Ta'ala.
Yang ketiga, aku memandang kepada makhluk ini, maka aku melihat, bahwa
tiap-tiap orang yang ada padanya sesuatu benda, menghargai, mehilai dan
memeliharai benda itu. Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ
اللَّهِ بَاقٍ
(Maa 'indakum yanfadu wa maa'indallaahi baaq).
Ertinya :"Apa yang di sisi kamu itu akan hilang tetapi apa yang ditisi
Allah itulah yang kekal".(S. An-Nahl, ayat 96).
Maka tiap kali jatuh ke dalam tanganku sesuatu yang berharga dan bernilai,
lalu kuhadapkan dia kepada Allah, semoga kekal dia ter-pelihara pada sisiNya.
Yang keempat, aku memandang kepada makhluk ini, maka aku melihat
masing-masing mereka kembali kepada harta, kebangsawan-an, kemuliaan dan
keturunan. Lalu aku memandang pada semuanya itu, tiba-tiba tampaknya tak ada
apa-apa. Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ
(Inna akramakum 'indallaahi atqaakum).
Ertinya
:"Yang termulia dari kamu pada sisi Allah ialah yang kuat taqwanya
(baktinya)"(S. Al-Hujurat, ayat 13).
Maka berbuat taqwalah aku, sehingga adalah aku menjadi orang mulia di sisi
Allah.
Yang kelima, aku memandang kepada makhluk ini, di mana mereka itu
tusuk-menusuk satu sama Iain, kutuk-mengutuk satu sama lain. Dan asal ini
semuanya, ialah dengki Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala :
نَحْنُ
قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
(Nahnu qasamnaa bainahum ma'iisyatahum fil hayaatid-dunya).
Ertinya:"Kamilah yang membagi-bagikan penghidupan diantara mereka
dalam kehidupan di dunia ini".(S. Az-Zukhruf, ayat 32).
Maka aku tinggalkan dengki itu. Dan aku jauhkan diri dari orang banyak. Dan
aku tahu bahwa pembahagian rezeki itu, adalah dari sisi Allah Ta'ala. Maka aku
tinggalkan permusuhan orang banyak kepadaku.
Yang keenam, aku memandang kepada makhluk ini, berbuat kedurhakaan satu
sama lain dan berperang satu sama lain.
Maka kembalilah aku kepada firman Allah Ta'ala :
إِنَّ
الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
(Innasy-syaithaana lakum 'aduwwun fattakhidzuuhuAduwwaa).
Ertinya
:"Sesungguhnya setan itu musuh kamu. Sebab itu perlakukanlah dia sebagai
musuh!".(S. Al-Fathir, ayat 6).
Maka aku pandang setan itu musuhku satu-satunya dan dengan sungguh-sungguh
aku berhati-hati dari padanya, karena Allah Ta'ala.Aku mengaku bahwa setan itu
musuhku. Dan aku tinggalkan permusuhan makhluk dengan lainnya.
Yang ketujuh, aku memandang kepada makhluk ini, maka aku melihat
masing-masing mereka mencari sepotong dari dunia ini. Lalu ia menghinakan diri
padanya dan ia masuk pada yang tidak halal dari padanya. Kemudian aku
perhatikan firman Allah Ta'ala :
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
(Wa maa min daabbatin fil-ardli illaa 'alallaahi rizquhaa).
Ertinya :"Dan
tidak adalah dari yang merangkak di bumi ini melainkan rezekinya pada Allah(S.
Hud, ayat 6).
Maka tahulah aku bahwa aku ini salah satu dari yang merangkak-rangkak, yang
rezekinya pada Allah Ta'ala. Dari itu aku kerjakan apa yang menjadi hak Allah
atasku dan aku tinggalkan yang menjadi hakku pada sisi-Nya."
Yang ke delapan, aku memandang kepada makhluk ini, maka aku melihat
masing-masing mereka bersandar kepada makhluk. Yang ini kepada bendanya, yang
itu kepada perniagaannya, yang itu kepada perusahaannya dan yang itu lagi
kepada kesehatan badannya. Dan masing-masing makhluk
itu bersandar kepada makhluk, yang seperti dia.
Lalu aku kembali kepada firman Allah Ta'ala :
وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
(Wa man yatawak-kal 'alallaahi fahuwa hasbuh).
Ertinya :"Dan barangsiapa menyandarkan
dirinya kepada Allah, maka Allah mencukupkan keperluannya(S. Ath-Thalaq, ayat 3). Maka akupun
menyandarkan diriku (bertawakkal) kepada Allah Ta 'ala. Dan Allah Ta'ala
mencukupkan keperluanku".
Berkata Syaqiq :
"Ya Hatim!
Kiranya Allah Ta'ala memberikan taufiq kepadamu! Aku telah memperhatikan segala
ilmu pengetahuan Taurat, Injil, Zabur dan Al-Quran yang mulia, maka aku
peroleh, bahwa segala macam kebajikan dan keagamaan, berkisar diatas delapan
masalah tersebut. Barang siapa memakainya, maka berarti dia telah memakai kitab
empat itu".
Maka bahagian ini dari ilmu pengetahuan, tidaklah dipentingkan
memperolehnya dan memperhatikannya selain oleh ulama akhirat, Adapun ulama
dunia, maka dikerjakannya yang memudahkan mencari harta dan kemegahan. Dan
disiasiakannya ilmu yang seperti ini, yang diutuskan oleh Allah para Nabi as.
Membawanya.
Berkata Adl-Dlahhakbin Muzahim
"Aku dapati para ulama dan
tidak dipelajari oleh sebahagian mereka dari yang lain, melainkan tentang wara'
(memelihara diri dari dosa dan harta syubhat). Tetapi ulama sekarang tidak
dipelajarinya selain dari ilmu kalam".
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, tidak ingin kepada kemewahan,
pada makanan, minuman dan pakaian. Tidak ingin kepada kecantikan, pada perabot
rumah tangga dan tempat tinggal. Tetapi memilih kesederhanaan pada semuanya
itu. Serupa keadaan-nya dengan ulama salaf, diberi Allah kiranya rakhmat
kepada mereka sekalian. Dan ingin mencukupkan dengan sedikit-dikitnya dalam
segala hal.
Semakin bertambah keinginannya ke arah sedikit, semakin bertambah dekatnya
dengan Allah Ta'ala dan tinggi kedudukannya dalam barisan ulama akhirat.
Dibuktikan kepada yang demikian oleh suatu ceritera dari Abu Abdillah
Al-Khawwash. Dia termasuk diantara teman sejawat Hatim Al-Ashamm. Berceritera
Abu Abdillah : "Aku pergi bersama Hatim ke Arrai dan bersama kami tiga
ratus dua puluh orang laki-laki. Kami bermaksud mengerjakan ibadah hajji. Pada
mereka itu kan-tong bulu. Tidak ada bersama mereka kopor pakaian dan makanan.
Maka kami masuk ke tempat seorang saudagar yang sederhana, yang mempunyai belas
kasihan kepada fakir miskin. Pada malam itu kami menjadi tamunya.
Pada keesokan harinya, bertanya tuan rumah kepada Hatim : "Apakah
saudara ada mempunyai keperluan apa-apa? Sebab saya bermaksud hendak
mengunjungi seorang ahli fiqih kami, yang sedang sakit sekarang".
Menjawab Hatim :
"Mengunjungi orang sakit ada kelebihannya dan memandang wajah ahli
fiqih itu suatu ibadah. Saya pun pergi bersama tuan!".
Adalah yang sakit itu Muhammad bin Muqatil kadli negeri Arral Ketika sampai
kami di pintu, rupanya suatu istana yang mulia dan cantik. Hatim termenung,
seraya berkata : "Beginikah pintu rumah seorang yang berilmu (seorang
alim)?".
Kemudian diizinkan, lalu mereka masuk. Rupanya
sebuah rumah yang sangat cantik, cukup luas, bersih, berpemandangan indah dan
bertirai. Maka Hatim
termenung.
Kemudian mereka masuk ke tempat di mana orang Sakit itu berada. Disitu orang sakit berbaring diatas kasur yang empuk. Dikepalanya
seorang bujang dengan memegang alat pemukul lalat.
Maka duduklah
yang berkunjung tadi (saudagar itu) di samping kepala si sakit, menanyakan
keadaan sakitnya, sedang Hatim berdiri saja. Lalu Ibnu Muqatil (orang sakit
itu) mempersilakan Hatim duduk. Hatim menjawab : "Tak usah, tuan!".
Ibnu
Muqatil bertanya : "Barangkali ada perlu?".
"Ada
jawab Hatim.
"Apa?'
tanya Ibnu Muqatil.
"Ada suatu masalah yang ingin saya tanyakan kepada tuan!',' sambung
Hatim.
"Tanyalah!".
"Bangunlah tuan!'; kata Hatim. "Duduklah, supaya aku
tanyakan!".
Maka bangunlah Ibnu Muqatil dan duduk. Lalu Hatim bertanya : "Ilmu
tuan ini, dari mana tuan ambil?".
"Dari orang-orang yang dapat dipercayai, yang menerangkan ilmu itu
kepada saya".
"Orang-orang itu, dari siapa?".
"Dari para shahabat Rasulullah saw. ".
"Para shahabat itu, mengambil dari siapa?".
"Dari Rasulullah saw.".
"Rasulullah saw. mengambil dari siapa?".
"Dari
Jibril as. dan Jibril mengambil dari pada Allah Ta'ala".
Maka berkata
Hatim :
"Menurut
apa yang dibawa Jibril as. daripada Allah Ta'ala kepada Rasulullah saw. dan
Rasulullah saw. membawanya kepada para shahabatnya dan para shahabat kepada
orang-orang yang dipercayai dan Orang-orang yang dipercayai membawanya kepada
tuan, maka adakah tuan mendengar dalam pelajaran itu bahwa orang yang terdapat
dalam rumahnya kemewahan dan luas rumahnya cukup lebar, akan memperoleh derajat
tinggi pada sisi Allah 'Azza wa Jalla?".
Menjawab Ibnu
Muqatil: "Tidak!".
Berkata Hatim :
"Bagaimana yang tuan dengar?".
Menjawab Ibnu
Muqatil :
"Yang
saya dengar bahwa orang yang zuhud di dunia, gemar ke akhirat, mencintai orang
miskin dan mendahulukan untuk akhiratnya, maka memperoleh kedudukan yang tinggi
pada sisi Allah Ta'ala".
Berkata Hatim :
"Tuan sekarang, siapa yang
tuan ikut,Nabikah serta para shahabat ra. dan orang-orang shalih ra. Fir'aun dan Namruz, orang pertama yang mendirikan
gedung dengan batu marmer dan batu merah?.
Wahai ulama su' (ulama jahat)! Orang yang seperti tuan, bila dilihat oleh
orang bodoh, yang memburu dan gemar kepada dunia, akan berkata : "Orang
yang berilmu sudah begitu, apakah tidak patut aku lebih jahat lagi dari
padanya?".
Maka keluarlah Hatim dari sitti dan bertambahlah penyakit Ibnu Muqatil.
Peristiwa yang terjadi antara Hatim dan Ibnu Muqatil, sampai kepada
penduduk Arrai, lalu berkatalah mereka kepada Hatim :
"Bahwa Ath-Thanafisi di Qazwin lebih mewah lagi dari Ibnu
Muqatil".
Maka sengajalah Hatim pergi ke sana, lalu masuk ke rumah Ath-Thanafisi
seraya berkata: "Kiranya tuan diberi rakhmat oleh Allah. Saya ini orang
bodoh, ingin benar tuan ajarkan saya permulaan pelajaran agama dan anak kunci
shalat, bagaimana saya berwudlu untuk shalat!".
Menjawab
Ath-Thanafisi :
"Boleh,
dengan segala senang hati ! Hai! Ambillah kendi yang berair".
Lalu dibawakan
kepadanya. Maka duduklah Ath-Thanafisi mengambil wudlu tiga-tiga kali, kemudian
berkata : "Beginilah cara berwudlu ! Cobalah berwudlu!".
Maka berkata
Hatim :
"Biarlah di
tempat tuan, supaya saya berwudlu dihadapan tuan! Sehingga benar-benar tercapai
apa yang saya maksudkan".
Maka bangunlah
Ath-Thanafisi, dan duduklah Hatim berwudlu.
Dibasuhnya ke dua lengannya empat-erapat kali. Lalu menegur Ath-Thanafisi:
"Hai, mengapa engkau memboros ?".
Menjawab Hatim : "Apa yang saya boroskan?".
"Kau basuhkan lenganmu empat kali".
Subhanallah! Maha Suci Tuhan Yang Maha Besar!". Menjawab Hatim.
"Hanya setapak tangan air, sudah memboros. Tuan dengan ini seluruhnya,
apakah tidak memboros?".
Maka
tahulah Ath-Thanafisi, bahwa maksud Hatim bukanlah belajar. Lalu masuklah ia ke
dalam rumahnya dan tidak muncul-muncul di muka umum selama empat puluh hari.
Ketika
Hatim datang di Bagdad, maka berkerumunlah penduduk mengelilinginya seraya
berkata : "Hai Bapak Abdurrahman! Tuan seorang yang sukar mengeluarkan kata-kata, lagi bodoh. Siapa saja yang
berbicara dengan tuan, tuan potong".
Menjawab Hatim : "Padaku ada tiga perkara, yang ingin aku lahir-kan
kepada lawan kit : Aku gembira apabila lawanku betul, aku bersedih hati apabila
lawanku salah dan aku jaga diriku jangan sampai tidak mengetahui tentang lawan
itu".
Berita ini sampai kepada Imam Ahmad bin Hanbal, maka berkatalah Imam Ahmad
: "Subhanallah! Maha Suci Allah! Alangkah cerdasnya Hatim! Nah, mari kita
pergi menjumpai Hatim! Sewaktu telah sampai ke tempat Hatim, maka bertanya Imam
Ahmad : "Hai Bapak Abdurrahman! Manakah keselamatan itu di dunia?".
Menjawab Hatim : "Hai Bapak Abdullah! Tak ada keselamatan di dunia
sebelum ada padamu empat perkara : Engkau ma'afkan orang kerena kebodohannya,
engkau cegah kebodohan engkau terhadap orang lain, engkau berikan sesuatu
kepada orang dan engkau tidak mengharup sesuatu dari orang. Apabila ada
demikian, maka selamatlah engkau ".
Kemudian Hatim berangkat ke Madinah. Tiba di situ dia dikeru-muni penduduk
Madinah. Maka Hatim bertanya : "Kota manakah ini?".
Menjawab
orang banyak : "Kota (Madinah) Rasulullah saw.".
"Dimanakah
istana Rasulullah saw.? Saya hendak mengerjakan shalat di dalamnya !".
Rasulullah saw.
tak mempunyai istana!", menjawab orang banyak. "Hanya mempunyai
sebuah rumah yang rendah diatas tanah".
Mana istana shahabat-shahabatnya?",tanya Hatim pula.
"Tak ada
juga! Mereka hanya mempunyai rumah-rumah yang rendah di atas tanah".
"Kalau
begitu" - kata Hatim. "Hai kaumku! Ini adalah kota Fir'aun!".
Lalu Hatim
diambil penduduk dan dibawanya ke tempat Sultan (penguasa), seraya mengatakan :
"Orang 'Ajam (bukan Arab) ini mengatakan : "Ini kota Fir'aun!".
Bertanya
Sultan : "Mengapa begitu?".
Menjawab Hatim
: "Janganlah lekas marah kepadaku! Aku ini orang bodoh yang asing di sini. Saya masuk negeri ini seraya bertanya : "Kota
siapakah ini?'.' Mereka menjawab : kota (Madinah) Rasulullah saw. Lalu saya
bertanya : "Manakah istananya?',' dan Hatim meneruskan ceriteranya.
Kemudian
berkata Hatim : "Telah berfirman Allah Ta'ala :
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
(Laqad kaana
lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanah). Artinya :
"Sesungguhnya
Rasul Allah itu menjadi ikutan (teladan) yang baik untuk kamu "
(S. Al-Ahzab,
ayat 21).
Maka
tuan-tuan, siapakah yang tuan-tuan ikut, Rasulullah صلى الله
عليه وسلم. atau
Fir'aun orang yang pertama-tama membangun dengan batu marmer dan batu
merah?".
Lalu mereka
biarkan dan tinggalkan Hatim.
Inilah
ceritera Hatim Al-Ashamm-kiranya Allah memberikan rakhmat kepadanya. Dan akan
diterangkan tentang kesederhanaan perjalanan hidup ulama salaf dan
ketidak-sukaan mereka kepada kecantikan dengan bukti-bukti yang menunjukkan
kepada yang demikian, pada tempat-tempatnya nanti.
Sebenarnya,
menghiasi diri dengan yang mubah (yang dibolehkan) tidak haram. Tetapi
berkecimpung dengan yang mubah itu, meng-haruskan suka kepadanya, sehingga
sukar meninggalkannya.
Terus-terusan
menghiasi diri itu, menurut biasanya tidak mungkin bila tidak secara langsung
memperoleh sebab-sebabnya. Untuk menjaga keutuhan sebab-sebabnya itu, terpaksa
berbuat perbuatan ma'siat, seumpama bermanis muka, menjaga hati orang banyak
dan kehormatan mereka serta hal-hal lain yang terlarang. Untuk penjagaan diri
hendaklah menjauhkan yang demikian. Karena orang yang berkecimpung dalam dunia,
tidaklah sekali-kali selamat terpelihara dari padanya.
Jikalau
keselamatan diri itu dapat diperoleh serta berkecimpung di dalam dunia, maka
!! لا يبالغ في ترك الدنيا
حتى نزع القميص المطرز بالعلم
Tidaklah Rasulullah saw. dengan tegas membelakangi dunia dengan membuka
baju kemejanya yang bersulamkan bendera.
ونزع
خاتم الذهب في أثناء الخطبة
Dan menanggalkan cincin emas ketika sedang pidato.
Dan lain-lain contoh lagi yang akan
diterangkan.----------------------------------
Menurut ceritera, Yahya bin Yazid An-Naufali menulis surat kepada Malik bin
Anas ra. seperti berikut:
بسم الله
الرحمن الرحيم
"Bismillaahir rahmaanir rahiim.
وصلى
الله على رسوله محمد في الأولين والآخرين
Wa shallallaahu 'alaa Rasuulihi Muhammadin fil azywaalin wal aahiriin.
Dari Yahya bin Yazid bin Abdil Malik kepada Malik bin Anas.
Ammaaba'du, kemudian dari itu, sesungguhnya telah sampai kepadaku, bahwa
tuan memakai pakaian halus, memakan roti tipis, duduk atas tempat yang empuk
dan meletakkan pada pintu seorang penjaga.
Sesungguhnya tuan duduk dalam majelis ilmu pengetahuan, kendaraan
berkerumun ke rumah tuan, manusia datang kepada tuan. Diambilnya tuan menjadi
imam dan disukai mereka perkataan tuan.
Maka bertaqwalah kepada Allah Ta'ala wahai Malik! Hendaklah tuan
merendahkan diri !.
Aku tuliskan kepada tuan nasehatku ini, dalam suatu surat yang tidak
dilihat, selain Allah Subkhanahu wa Ta'ala".
Lalu Malik ra. membalas surat Yahya sebagai
berikut:-------------------------
بسم الله
الرحمن الرحيم
"Bismillaahir rahmaanir rahiim.
Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa aalihii wa shah-bihii wa
sallam.
Dari Malik bin Anas kepada Yahya bin Yazid. Kesejahteraan dari Allah
kiranya kepada tuan!.
Ammaaba'du, kemudian dari itu, telah sampai surat tuan kepadaku, maka aku
pandang surat itu menjadi nasehat, tanda kasih mesra dan ketinggian budi.
Kiranya Allah mengurniai tuan dengan ke taq-waan dan memberi balasan kepada
tuan dengan kebajikan, disebabkan nasehat itu.
Aku bermohon, kiranya Allah menganugerahkan taufiq wa laahau-la wa laa
quwwata illaa billaahil 'aliyyil adhiim.
Apa yang tuan sebutkan mengenai saya, bahwa saya memakan roti tipis,
memakai pakaian halus, memakai penjaga pintu dan duduk di atas tempat yang
empuk, maka benarlah kami berbuat dimikian. Dan bermohonlah kami akan keampunan
dari pada Allah Ta'ala. Berfirman Allah Ta'ala :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ
الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
(Qul man harrama ziinatallaahil-latii akhraja li'ibaadihii
wath-thay-yibaati minar rizqi).
Ertinya
:"Katakanlah! Siapakah yang melarang (memakai) perhiasan Allah dan
(memakan)rezeki yang baik yang diadakanNya untuk hambaNya ?".(S. Al-A'raf,
ayat 32).
Sesungguhnya saya mengetahui, bahwa meninggalkan yang demikian itu adalah
lebih baik dari pada masuk ke dalamnya. Janganlah tuan meninggalkan kami dengan
tidak mengirim-ngirimkan surat, sebagaimana kamipun tidak akan meninggalkan
tuan dengan tidak mengirim ngirimkan surat".
والسلام
Lihatlah kepada keinsyafan Malik, karena ia mengakui bahwa meninggalkan
yang demikian itu adalah lebih baik dari pada masuk ke dalamnya. Dan ia
berfatwa bahwa perbuatan tersebut itu diper-bolehkan.
Sesungguhnya benarlah Imam Malik pada keduanya itu!
Dan seumpama Imam Malik dalam kedudukannya, apabila dirinya telah
membolehkan dengan keinsyafan dan pengakuan mengenai nasehat yang seperti itu,
maka kuat puialah dirinya untuk berdiri di atas batas-batas yang diperbolehkan.
Sehingga keadaan yang demikian tidaklah membawa dia kepada ria,
berminyak-minyak air dan melampaui kepada perbuatan yang makruh.
Adapun orang lain, maka tidaklah menyanggupi yang demikian. Meningkatkan
diri kepada bersenang-senang dengan yang diperbolehkan adalah besar bahayanya. Dan
itu adalah jauh dari takut dan kuatir. Dan kekhususan ulama Allah itu, ialah
takut. Dan kekhusus-an dari takut itu, ialah menjauhkan diri dari tempat-tempat
yang disangka berbahaya.
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah menjauhkan diri dari
sultan-sultan (penguasa-penguasa). Maka tidaklah dia sekali-kali masuk kepada
sultan-sultan itu, selama masih ia memperoleh jalan untuk lari dari pada
mereka. Tetapi seyogialah ia menjaga diri dari pada bercampur-baur dengan
sUltan-sultan itu, meskipun mereka itu datang kepadanya.
Sesungguhnya dunia itu manis menghijau, tali-temalinya di tangan
sultan-sultan. Orang yang bercampur-baur dengan mereka, tidaklah terlepas dari
bersusah-payah mencari kerelaan dan menarik hati mereka, sedang mereka itu
adalah orang dzalim.
Maka haruslah diatas tiap-tiap orang yang beragama, menantang mereka dan
menyempitkan dada mereka, dengan melahirkan kedzaliman dan menjelekkan
perbuatan mereka.
Orang yang masuk ke dalam kalangan sultan-sultan itu, adakalanya menolehkan
kepada berbaik-baik dengan mereka, lalu ia menodai nikmat Allah kepadanya. Atau
berdiam diri dari menantang sultan-sultan itu, lalu ia berminyak-minyak air
dengan mereka. Atau bersusah-payah dalam perkataannya mencari kata-kata untuk
kesenangan dan membaguskan hal ikhwal sultan-sultan itu.
Yang demikian itu adalah kebohongan yang nyata. Atau mengharap akan
memperoleh apa-apa dari dunia mereka. Dan itu adalah palsu.
Dan akan datang nanti pada "Kitab Halal dan Haram", apa yang
boleh diambil dari pada harta sultan-sultan dan apa yang tidak boleh dari
barang-barang yang berharga, hadiah dan lainnya.
Kesimpulannya, bercampur-baur dengan sultan-sultan itu adalah kunci
kejahatan. Dan ulama akhirat, jalan yang ditempuh mereka, ialah menjaga diri.
Nabi صلى الله عليه وسلم.bersabda
:من بدا جفا
Artinya
:"Barang siapa berdiam di kampung, niscaya kosonglah dia ".
ومن اتبع الصيد غفل ومن أتى السلطان
افتتن
(Wa manit
taba'ash shaida ghafala wa man atas sulthaanaftatana).
Ertinya
:"Dan barang siapa mengikuti binatang buruan, niscaya lalailah dia. Dan
barang siapa mendatangi syaitan niscaya terpesonalah dia ".(1)
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
وقال صلى الله عليه وسلم: سيكون عليكم أمراء تعرفون منهم
وتنكرون فمن أنكر فقد برىء ومن كره فقد سلم ولكن من رضي وتابع أبعده الله تعالى
قيل أفلا نقاتلهم
"Akan ada
padamu amir-amir yang kamu kenal dan kamu tantang. Maka barang siapa
menantangnya, sesungguhnya terlepaslah dia. Dan barang siapa benci kepadanya,
maka sesungguhnya selamatlah dia. Tetapi barang siapa menyetujui dan mengikutinya,
niscaya ia dijauhkan Allah Ta'ala".
Lalu ada yang bertanya :
"Apakah kami perangi mereka?".
Nabi صلى الله عليه وسلم.menjawab
: لا ما صلوا "Jangan,selama mereka itu mengerjakan
shalat!". (2)
Sufyan berkata :
"Dalam
neraka jahannam, ada sebuah lembah, yang tidak ditempati selain oleh qurra'
(ahli pembaca Al-Quran), yang mengunjungi raja-raja".
Berkata Hudzaifah :
"Berhati-hatilah kamu dari tempat fitnah!".
Lalu ada yang
bertanya: "Manakah tempat fitnah itu?".
Hudzaifah
menjawab :
"Pintu rumah amir-amir, di
mana seseorang dari kamu masuk ke tempat amir itu, lalu membenarkannya dalam
perkara bohong dan mengatakan tentang sesuatu tidak menurut sebenarnya".
Rasulullah sawصلى الله عليه وسلم berkata :العلماء أمناء الرسل على عباد الله تعالى ما لم يخالطوا السلاطين فإذا
فعلوا ذلك فقد خانوا الرسل فاحذروهم واعتزلوهم
"Ulama itu adalah pemegang
amanah Rasul di atas hamba Allah Ta'ala, selama mereka tidak bercampur-baur
dengan sultan-sultan. Apabila mereka berbuat yang
demikian, maka sesungguhnya mereka telah mengkhianati rasul-rasul. Maka awaslah
kamu dan menjauhkan dirilah kamu dari pada mereka!". Hadits ini dirawikan
Anas.
Orang menanyakan A'masy :
"Tuan telah menghidupkan ilmu pengetahuan,
karena banyaklah orang yang mengambil ilmu pengetahuan itu dari pada
tuan".
Maka A'masy menjawab :
"Janganlah
Iekas benar mengatakan yang demikian! Sepertiga dari mereka yang mengambil ilmu
padaku itu, meninggal sebelum mengerti, sepertiga selalu ke rumah
sultan-sultan, maka mereka ini adalah orang jahat dan yang sepertiga sisanya,
tiada memperoleh kemenangan, kecuali sedikit saja". Dan karena itulah
berkata Sa'id bin Al-Musayyab ra. : "Apabila kamu melihat orang alim,
datang menipu amir-amir, maka waspadalah dari padanya, karena dia itu pencuri
".
Al-Auza'i berkata :
"Tak adalah sesuatu yang lebih
dimarahi Allah Ta'ala, dari orang alim yang mengunjungi pekerja (yang bekerja
pada amir)".
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :شرار العلماء الذين يأتون الأمراء وخيار الأمراء الذين يأتون العلماء (Syiraarul 'ulamaa-i lladziina ya'tuunal
umaraa-a wa khiyaarul umaraa-il ladziina ya'tuunal 'ulamaa').
Ertinya : "Ulama yang jahat,
ialah yang datang kepada amir-amir. Amir yang baik, ialah yang datang kepada
ulama-ulama"
Berkata Makhul Ad-Dimasyqi ra. :
Samnun berkata :
"Alangkah kejinya orang alim,
yang didatangi ke tempatnya, lalu tidak dijumpai. Maka ditanyakan tentang orang
alim tadi, lalu mendapat penjawaban : "Dia itu pada amir".
Menyambung Samnun :
"Aku pernah mendengar orang mengatakan :
"Apabila kamu melihat orang alim mencintai dunia, maka curigailah dia
terhadap Agamamu! Sehingga aku sendiri mencoba yang demikian. Karena tidaklah
sekali-kali aku masuk ke tempat sultan itu, melainkan aku mengoreksi diriku
sesudah keluar dari padanya. Maka aku dapati di atas diriku bekas dan kamu
dapat melihat apa yang aku peroleh itu. Yaitu : kekerasan, kekasaran dan
banyaknya pertentangan untuk hawa nafsu. Sesungguhnya aku ingin dapat
melepaskan diri dari pada masuk ke tempat sultan itu untuk penjagaan diri.
Sedang aku tidak pernah mengambil sesuatu dari padanya atau meminum seteguk air
kepunyaannya".
Kemudian Samnun menyambung :
"Ulama
zaman kita ini, adalah lebih jahat dari ulama Bani Israil, yang berbicara
dengan sultan dengan murah saja dan dengan yang bersesuaian dengan hawa nafsu
sultan. Dan kalau mereka berbicara dengan sultan dalam hal yang menjadi
tanggungan sultan dan dalam hal itu dapat melepaskan sultan, niscaya sultan itu
merasa berkeberatan. Dan tidak suka lagi ulama itu masuk ke tempatnya. Dan
adalah yang demikian itu melepaskan bagi ulama pada sisi Tuhannya".
Al-Hasan berkata :
"Adalah diantara orang yang sebelum kamu,
seorang laki-laki yang terdahulu dalam Islam dan menjadi shahabat bagi
Rasulullah saw. Berkata Abdullah bin Al-Mubaxak : yang dimaksudkan dengan orang
tadi, ialah Sa'ad bin Abi Waqqash ra —, Al-Hasan berkata sfeterusnya :
"Orang itu tak pernah mendatangi sultan-sultan dan melarikan diri dari mereka".
Lalu anak-anaknya berkata kepadanya :
"Datangnya
kepada sultan-sultan itu, orang yang tidak seperti ayah tentang pershahabatan
dengan Nabi saw. dan lamanya dalam Islam. Kalau ayah datang kepada
sultan-sultan itu, bagaimana?".
Orang itu menjawab :
"Hai
anakkuf Apakah aku datang kepada bangkai yang telah dilingkungi orang banyak?
Demi Allah, sesungguhnya, jikalau aku sanggup, .niscaya tidaklah aku bersekutu
dengan mereka pada bangkai itu".
Menjawab
anak-anaknya :
"Wahai ayah kami! Jadi binasalah kami ini
kekurusan!".
Menjawab orang
itu :
"Hai
anak-anakku! Aku lebih suka mati sebagai mu'min yang kurus, dari pada aku mati
sebagai munafiq yang gemuk".
Berkata Al-Hasan :
"Orang
itu memusuhi sultan-sultan itu, karena demi Allah ia mengetahui, bahwa tanah
memakan daging dan minyak, tidak memakan iman".
Dan ini suatu petunjuk, bahwa orang yang memasuki tempat sultan tidak akan
selamat sekali-kali dari nifaq (bermuka dua). Dan nifaq itu adalah berlawanan
dengan iman.
Abu Dzar berkata kepada Salmah :
"Wahai
Salmah, janganlah engkau mendatangi pintu sultan-sultan! Sesungguhnya engkau
tidak akan memperoleh sesuatu dari pada dunia mereka, melainkan mereka
memperoleh dari agama engkau yang lebih utama dari padanya".
Inilah suatu fitnah besar bagi ulama dan jalan yang sulit bagi setan untuk
memperdayakan ulama. Lebih-lebih bagi ulama yang mempunyai cara berbicara yang
mudah diterima orang dan mempunyai perkataan yang manis. Karena senantiasalah
setan membisikkan kepada ulama itu bahwa : "Nasehatmu kepada sultan-sultan
dan kedatanganmu kepadanya, adalah hal yang menakutkan mereka dari berbuat
dhalim dan menegakkan syiar-syiar Agama". Sampai menjadi khayalan kepada
ulama itu, bahwa masuknya ke rumah sultan-sultan itu adalah setengah dari
agama.
Kemudian, apabila telah masuk, lalu senantiasalah ia bersikap lemah-lembut
dalam pembicaraan, berminyak-minyak air dan berkecimpung dengan memuji dan
menyanjung. Dan pada inilah terletaknya kebinasaan Agama. Dan ada dikatakan :
"Ulama itu apabila telah berilmu, niscaya berbuat (beramal). Apabila
berbuat, niscaya sibuk. Apabila telah sibuk, lalu hilang. Apabila telah hilang,
lalu dicari. Dan apabila dicari lalu lari".
Umar bin Abdul
'aziz ra. menulis surat kepada Al-Hasan :
"Am-maaba'du,
kemudian dari itu, maka tunjukkanlah kepadaku golong-an-golongan yang dapat aku
meminta tolong padanya, untuk menegakkan perintah Allah Ta'ala!".
Maka Al-Hasan
membalas surat Khalifah Umar bin Abdul 'aziz tadi :
"Adapun kaum agama, maka mereka tidak
berkehendak kepadamu. Dan adapun kaum dunia, maka engkau tidak berkehen-dak
kepada mereka. Akan tetapi, haruslah engkau dengan orang-orang mulia, karena
mereka menjaga kehormatan dirinya dari pada menodainya dengan
pengkhianatan".
Ini adalah mengenai Umar bin Abdul 'aziz ra. dan adalah ia yang paling
zuhud pada zamannya.
Maka apabila adalah syarat bagi kaum Agama lari dari Umar, maka
bagaimanakah memperoleh perbandingan untuk mencari orang lain dan
bercampur-baur dengan dia? Dan selalu ulama-ulama terdahulu, seperti :
Al-Hasan, Ats-Tsuri, Ibnul-Mubarak, Al-Fudlail, Ibrahim bin Adham dan Yusuf bin
Asbath, memperkatakan mengenai ulama dunia, dari penduduk Makkah, negeri Syam
dan lain-lain, Adakalanya karena mereka itu cenderung kepada dunia dan
adakalanya karena bercampur-baur dengan sultan-sultan.
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat, ialah tidak tergesa-gesa memberi
fatwa. Tetapi berdiri teguh menjaga diri dari memberi fatwa selama masih ada
jalan untuk melepaskan diri.
Jikalau ia ditanyakan tentang apa yang diketahuinya benar-benar dengan
dalil (nash) Kitabullah atau Hadits atau ljma' atau qias yang nyata, niscaya
berfatwalah dia. Dan jikalau ditanyakan tentang sesuatu yang diragukannya, maka
ia menjawab : "Saya tidak tahu (Laa adrii)" Dan jikalau ditanyakan
suatu persoalan yang hampir diyakininya (dhan), berdasarkan ijtihadnya dan
terkaannya, maka dalam hal ini ia berhati-hati, mempertahankan diri dan
menyerahkan penjawabannya kepada orang lain jikalau ada pada orang lain itu
kemampuan:
Inilah hati-hati (al-hazmu) namanya, kereka ikut-ikutan berijtihad adalah
besar sekali bahayanya.
Dalam hadits tersebut:
العلم
ثلاثة كتاب ناطق وسنة قائمة ولا أدري
(Al-'ilmu tsalaatsatun : kitaabun naathiqun wa sunnatun qaaimatun walaa
adrii).
Ertinya :
"Ilmu itu
tiga : Kitab yang berbicara, Sunnah yang berdiri tegak dan لا أدري Laa adrii(Saya
tidak tahu)".
Asy-Sya'bi berkata : لا أدري
Laa adrii
” adalah setengah ilmu.Barang siapa berdiam diri
dimana yang tidak diketahuinya karena Allah Ta'ala, maka tidaklah kurang
pahalanya dari pada orang yang berkata-kata. Karena mengaku bodoh adalah amat
berat bagi jiwa". Begitulah adanya kebiasaan para shahabat dan ulama salaf
ra.
Adalah Ibnu Umar apabila ditanyakan kepadanya tentang fatwa maka menjawab :
"Pergilah kepada amir itu yang menerima pikul-an tanggung jawab segala
urusan manusia. Maka letakkanlah urusan itu ke atas pundaknya!".
Berkata Ibnu Mas'ud ra. :
"Orang
yang memberi fatwa kepada manusia mengenai tiap-tiap persoalan yang diminta
mereka fatwa-nya, adalah gila". Dan seterusnya beliau berkata :
"Benteng orang alim itu, ialah "Laa adrii" ( لا أدري
saya tidak tahu). Jikalau ia menyalah-kan benteng itu, maka sesungguhnya telah
mendapat bencanalah tempat-tempat ia berperang".
Berkata Ibrahim bin Adham ra. :
"Tidak
adalah yang lebih menyu-litkan bagi setan, selain dari orang alim yang berkata
dengan ilmunya dan berdiam diri dengan ilmuhya. Setan itu berkata :
"Lihatlah kepada orang alim ini! Diamnya lebih sulit bagiku dari pada
perkataannya".
Setengah mereka menyifatkanالأبدال
al-abdal , dengan mengatakan :
"Orang shaleh itu
makannya seberapa perlu, tidurnya kalau terpak-sa dan kata-katanya kalau sudah
penting. Artinya: mereka tidak berbicara sehingga ditanya. Dan apabila ditanya,
lalu mendapat orang-orang yang memadai, niscaya mereka berdiam diri. Dan kalau
diperlukan, baru mereka menjawab".
Orang-orang shaleh itu memandang bahwa memulai berbicara sebelum ditanya,
adalah termasuk hawa nafsu yang tersembunyi untuk berbicara.
Saidina Ali ra. dan Saidina Abdullah ra. melewati seorang laki-laki yang
sedang berbicara dihadapan orang banyak, lalu berkata Ali ra. :
"Orang
itu akan mengatakan nanti: "Kamu kenallah aku!".
Berkata setengah mereka bahwa orang berilmu itu apabila ditanyakan sesuatu
masalah, maka seakan-akan dicabut gusinya. Ibnu Umar berkata : "Kamu
bermaksud menjadikan kami jembatan, yang akan kamu lalui di atas kami ke neraka
jahannam".
Abu Hafash An-Naisaburi berkata :
"Orang
alim itu, ialah yang takut pada pertanyaan, dim ana ditanyakan kepadanya pada
hari qiamat nanti: "Dari manakah penjawaban itu kamu peroleh?".
Adalah Ibrahim At-Taimi apabila ia ditanyakan sesuatu masalah, lalu
menangis, seraya berkata: "Apakah tuan-tuan tidak mendapat orang lain,
maka tuan-tuan mendesak saya?",
Adalah Abul 'Aliyyah Ar-Rayyahi, Ibrahim bin Adham dan Ats-Tsuri berbicara
dihadapan dua orang, tiga orang dan dihadapan jumlah yang kecil. Apabila orang
sudah banyak lalu mereka itu pergi.
Nabi saw. bersabda :
وقال صلى
الله عليه وسلم: ما أدري أعزير نبي أم لا وما أدري أتبع ملعون أم لا وما
أدري ذو القرنين نبي أم لا
(Maa adrii a'uzairun nabiyyun am laa. Wa maa adrii a-tubba'un mal-'uunun am
laa. Wa maa adrii dzulqarnaini nabiyyun am laa).
Ertinya
:"Saya tidak tahu, 'Uzair itu nabi atau bukan, Saya tidak tahu, Tub-ba'
itu terkutuk atau tidak. Dan saya tidak tahu, Dzulqarnain itu nabi atau
bukan".
رسول الله صلى الله عليه وسلم عن خير البقاع في الأرض
وشرها قال: لا أدري، حتى نزل عليه جبريل عليه السلام فسأله فقال: لا أدري، إلى أن
أعلمه الله عز وجل أنَّ خير البقاع المساجد وشرها الأسواق
Tatkala
Rasulullah صلى الله عليه وسلم ditanyakan tentang tempat yang
terbaik dan yang terburuk di bumi, maka Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab :
"Laa adrii - Saya tidak tahu". Sehingga datanglah Jibril sa.
kepadanya, maka ditanyakannya. Lalu Jibril as. menjawab : "Laa adrii -
Saya tidak tahu"! Sehingga ia diberitahukan oleh Allah 'Azza wa Jalla,
bahwa tempat yang terbaik, ialah masjid dan tempat yang terburuk ialah
pasar".
Adalah Ibnu Umar ra. ditanyakan sepuluh masalah, maka dijawabnya satu dan
berdiam diri dari sembilan. Dan Ibnu Abbas ra. menjawab
sembilan dan berdiam diri dari satu.
Dalam kalangan
ulama fiqh (Fuqaha') ada yang menjawab "Laa adrii", lebih banyak dari
pada menjawab". Adrii - saya tahu". Diantaranya : Sufyan Ats-Tsuri,
Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal, Al-Fudlail bin 'Iyadl dan Bisyr bin
Al-Harits.
Abdur-Rahman bin
Ali Laila berkata :
"Aku mendapati
dalam masjid ini seratus dua puluh orang shahabat Rasulullah صلى الله
عليه وسلم Tidak seorangpun dari
mereka yang ditanyakan tentang hadits atau fatwa, melainkan lebih menyukai
bahwa temannya saja cukup menjawabnya".
Pada kata-kata
yang lain dari Abdur-Rahman bin Ali Laila itu berbunyi :
"Adalah suatu masalah dikemukakan kepada
salah seorang dari mereka, lalu ia mengembalikannya kepada yang lain. Dan yang
lain itu mengembalikannya kepada yang Iain pula, sehingga masalah itu kembali
kepada orang yang pertama". Diriwayatkan bahwa teman-teman الصفة Shuffah , dihadiahkan orang kepala kibasy goreng
kepada salah seorang dari mereka, dimana ia sedang melarat benar. Maka dihadiahkannya hadiah tadi kepada teman yang lain
dan teman yang lain itu menghadiahkannya kepa-dan yang lain pula. Dan begitulah
beredar diantara mereka, sehingga kembalilah kepada yang pertama.
Lalu lihatlah sekarang, bagaimana terbaliknya pekerti ulama!. Maka jadilah
yang harus ditinggalkan, dicarinya dan yang harus dicarikan, ditinggalkannya!.
Dibuktikan tentang baiknya berhati-hati dari pada turut-turutan memberi
fatwa, ialah apa yang diriwayatkan dari setengah mereka sebagai hadits musnad,
bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم
bersabda : "Tidaklah berfatwa kepada manusia, selain oleh tiga :أمير أو مأمور amir atau ma'mur
(orang yang disuruh amir) atau orang yang menanggung sendiri untuk berfatwa
Berkata setengah mereka :
"Adalah
para shahabat Nabi saw. tolak-menolak pada empat perkara : menjadi imam,
memegang wasiat (testament), menyimpan simpanan dan memberi fatwa".
Berkata setengah mereka :
"Adalah
yang paling lekas memberi fatwa, ialah orang yang ilmunya paling sedikit. Dan
yang paling menolak memberi fatwa, ialah orang yang paling wara' (menjaga diri
dari kesalahan)".
Adalah para shahabat ra. dan tabi'in ra. itu sibuk pada lima perkara, yaitu
: membaca Al-Qur'an, meramaikan (memakmurkan) masjid, berdzikir kepada Allah
Ta'ala, beramar ma'ruf dan bemahi munkar".
Yang demikian itu adalah karena mereka mendengar dari sabda Nabi saw. :
كل كلام
ابن آدم عليه لا له إلا ثلاثة أمر بمعروف أو نهي عن منكر أو ذكر الله تعالى
(Kullu kalaamibni aadama 'alaihi laa lahu illaa tsalaatsatun : amrun
bima'-ruufin au nahyun 'an munkarin au dzikrullaahi Ta'aalaa).
Ertinya
:"Tiap-tiap perkataan anak Adam (manusia), adalah memberatkan atas
dirinya, tidak menguntungkan kepadanya, selain tiga : amar ma'ruf atau nahi
munkar atau berdzikir kepada Allah Ta'ala".
Berfirman Allah Ta'ala :
لا
خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ
أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ
(Laa khaira fii katsiirin min najwaahum illaa man amara bishada-qatin au
ma'ruufin au-ishlaahin bainannaas).
Ertinya
:"Tiada kebaikan pada banyaknya bisikan-bisikan mereka, tetapi yang
mendatangkan kebaikan, ialah orang-orang yang menyuruh berbuat baik atau
menyuruh mendamaikan manusia.(S. An-Nisa', ayat 114).
Setengah ulama bermimpi berjumpa dengan beberapa ahli fikir dari penduduk
Kufah, lalu bertanya : "Apakah yang tuan jumpai tentang pekerjaan tuan
mengeluarkan fatwa dan pendapat?". Maka berobahlah warna muka orang yang
dimimpikan itu dan berpaling dari padanya, seraya mengatakan : "Tak adalah
kami memperoleh sesuatu dari padanya, dan tidaklah kami memujikan akan
akibatnya".
Berkata Ibnu Hushain :
"Bahwasanya salah seorang dari
mereka berfatwa mengenai suatu masalah, masalah mana, jikalau dibawa kepada
Umar bin Al-Khath-thab ra., niscaya akan dikumpulkannya seluruh shahabat yang
turut dalam perang Badar untuk membahas-nya".
Maka senantiasalah diam itu menjadi sifat ahli ilmu, kecuali ketika
diperlukan.
Pada Hadits tersebut :
إذا رأيتم
الرجل قد أوتي صمتا وزهدا فاقتربوا منه فإنه يلقن الحكمة
(Idzaa ra-aitumurrajula qad uutiya sham tan wa zuhdan faqtaribuu minhu
fainnahu yulaqqinul hikmah).
Ertinya:"Apabila
kamu melihat orang bersifat pendiam dan zuhud, maka dekatilah kepadanya!
Sesungguhnya orang itu akan mengajarkan ilmu hikmah".
Ada yang mengatakan, bahwa orang alim itu, adakalanya : seorang alim umum,
yaitu mufti dan mereka ini adalah teman sultan. Atau seorang alim khusus. Dan
itulah orang alim dengan ilmu tauhid dan amal perbuatan hati. Dan mereka itu
adalah teman-teman di pondok pesantren yang terpisah sendirian.
Ada yang mengatakan, bahwa seperti Imam Ahmad bin Hanbal itu, adalah
seperti sungai Tigris (Dajlah), dimana tiap-tiap orang menyauk air dari
padanya. Dan seperti Bisyr bin Al-Harits, adalah seperti sumur berair tawar
yang tertutup, tak ada yang menuju kepadanya, selain seorang demi seorang. Dan
orang banyak itu mengatakan, bahwa si Anu itu berilmu, si Anu itu ahli ilmu
kalam, si Anu itu banyak bicara, dan si Anu itu banyak kerja.
Berkata Abu Sulaiman : "Ma'rifah kepada diam, adalah lebih dekat dari
pada ma'rifah kepada berkata-kata". Dan ada yang mengatakan, bahwa apabila
banyak ilmu, maka sedikitlah bicara dan apabila banyak bicara, maka sedikitlah
ilmu.
Salman Al-Farisi ra. menulis surat kepadaAbi'd Darda' ra., dimana keduanya
telah dipersaudarakan (2) oleh Rasulullah saw. Surat itu diantara lain berbunyi
:يا أخي بلغني أنك قعدت طبيبا تداوي المرضى فانظر
فإن كنت طبيبا فتكلم فإن كلامك شفاء وإن كنت متطببا فالله الله لا تقتل مسلما
"Wahai saudaraku! Telah sampai kepadaku berita bahwa engkau duduk menjadi
tabib mengobati orang-orang sakit. Maka perhatikanlah bahwa jikalau benarlah
engkau tabib, maka berbicaralah, karena pembicaraanmu itu adalah obat! Dan
jikalau engkau berbuat-buat sebagai tabib, Allah — Allah —, janganlah engkau
membunuh orang muslim!".
Sesudah itu, maka Abi'd Darda' terhenti-henti berbicara apabila ia
ditanyakan.
Adalah Anas ra. apabila ia ditanyakan, maka menjawab :
"Tanya-kanlah
kepada penghulu kita Al-Hasan! Dan Ibnu Abbas ra. apabila ditanyakan, menjawab
: "Tanyakanlah kepada Haritsah bin Zaid! "Dan Ibnu Umar ra. menjawab
! "Tanyakanlah kepada Sa'id bin Al-Musayyab!".
Diriwayatkan, bahwa seorang shahabat Nabi saw. meriwayatkan dua puluh
hadits dimuka Al-Hasan; Lalu ditanyakan kepadanya mengenai penafsiran
hadits-hadits itu, maka shahabat itu menjawab : "Tak ada padaku selain
meriwayatkan saja".
Lalu Al-Hasan menafsirkan hadits itu satu persatu. Maka
heranlah segala yang hadlir, tentang kebagusan penafsiran dan hafalannya. Maka
shahabat tadi mengambil segenggam batu kerikil dan melem-parkan orang-orang
itu, sambil berkata : "Kamu menanyakan kepadaku tentang ilmu, sedang yang
ahli ini adalah dekat pung-gungmu"
Dan diantara
tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah banyak perha-tiannya dengan ilmu bathin,
dengan muraqabah hati, dengan mengenai jalan akhirat, cara menempuh nya,
mengharapkan benar-benar untuk menyingkapkan yang demikian itu dengan mujahadah
dan muraqabah,
Sesungguhnya
mujahadah membawa kepada musyahadah dan ilmu hati yang halus-halus, dimana
dengan ilmu-ilmu itu terpancarlah segala sumber hikmah dari hati.
Adapun kitab-kitab dan pengajaran, maka tidaklah mencukupi dengan itu saja.
Tetapi hikmah yang diluar hinggaan dan tak terhi-tung itu, sesungguhnya terbuka
dengan mujahadah, muraqabah, langsung mengerjakan amalan dhahir dan amalan
bathin dan duduk beserta Allah 'Azza wa Jalla dalam khilwah (persembunyian),
serta menghairkan hati (jiwa) dengan pikiran yang putih bersih, terputus dari
yang lain, langsung kepada Allah Ta'ala.
Itulah kunci ilham dan sumber kasyaf (terbuka hijab)!.
Berapa banyak pelajar yang sudah lama belajar, tetapi tidak sanggup dengan
sepatah katapun melewati dari pada yang didengarya. Dan berapa banyak pelajar,
memilih yang penting saja dalam pelajarannya, menyempurnakan amal dan muraqabah
hati, yang dibukakan Allah kepadanya ilmu hikmah yang halus-halus yang
mengherankan akal orang-orang yang bermata hati.
1) Mujahadah= Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi
jiwa dekat kepada tuhan
2.Muraqabah- Memperlihat gerak gerak hati jangan sampai terpengaruh kepada
dunia dan Hawa nafsu.
3.Musahadah-Menyaksikan dengan jiwa akan kebesaran Allah dan Alam Gharib
yang penuh dengan keajaiban kebesaran Allah S.W.T
Dan karena itulah Nabiصلى الله عليه وسلم.Bersabda
:
من عمل بما علم ورثه الله علم ما لم يعلم
(Man amila bimaa 'alima warratsahullaahu 'ilma maa lam yalam).
Ertinya
:"Barang siapa mengerjakan dengan apa yang diketahuinya, niscaya
dipusakakan Allah kepadanya ilmu pengetahuan yang belum diketahuinya
Pada setengah kitab-kitab lama tersebut: "Hai Bani Israil!.
Janganlah kamu mengatakan : ilmu itu di langit, siapakah yang menurunkannya
ke bumi? Janganlah kamu mengatakan ilmu itu dalam perut bumi, siapakah yang
mengeluarkannya ke atas bumi? Dan jangan kamu mengatakan di seberang lautan,
siapakah yang membawanya? Ilmu itu dijadikan dalam hatimu. Beradablah
diha-dapanKu dengan adab ruhaniawan (ruhaniyyin)! Berbudi-pekertilah kepadaKu
dengan budi-pekerti shiddiqin. Niscaya Aku lahirkan ilmu itu dalam hatimu,
sehingga menutupkan kamu dengan kebaikan dan kelebihan ilmu".
Berkata Sahl bin Abdullah At-Tustari ra. :
"Keluarlah orang-orang berilmu (ulama), orang-orang
beribadah (ubbad) dan orang-orang zuhud (zuhhad) dari dunia ini. Hati mereka
terkunci dan tidak terbuka, selain hati orang-orang shiddiqin dan syuhada
(orang-orang syahid)".
Kemudian Sahl
membaca firman Allah Ta'ala :
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا
هُوَ
(Wa 'indahuu mafaatihul ghaibi laa ya'-lamuhaa illaa huwa).
Ertinya
:"Dan di sisi Allah kunci-kunci perkara yang ghaib, tidak ada yang tahu,
selain Allah (S. Al-An'am, ayat 59).
Jikalau tidaklah pengetahuan hati dari orang yang berhati dengan nur
bathin, yang menjadi hakim atas ilmu dhahir, tentu tidaklah
Nabi صلى الله عليه
وسلم. Bersabda
استفت قلبك وإن أفتوك وأفتوك وأفتوك
(Istafti qalbaka wa in aftauka wa aftauka wa aftauka).
Ertinya
:"Mintalah fatwa kepada hatimu, walaupun orang lain telah berfatwa
kepadamu, telah berfatwa kepadamu, telah berfatwa kepadamu!".
Nabi صلى الله عليه وسلم.bersabda
akan wahyu yang diriwayatkannya dari Tuhannya Yang Maha Tinggi :
لا يزال العبد يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته
كنت سمعه الذي يسمع به... الحديث
(Laa yazaalul 'abdu yataqarrabu ilayya bin nawaafili hattaa uhibba-hu
fa-idzaa ahbabtuhu kuntu sam-'ahul ladzii yasma'u bihi).
Ertinya
:"Senantiasalah hambaKu mendekatkan dirinya kepadaKu dengan amal ibadah
sunnah, sehingga Aku sayang kepadanya. Apabila Aku telah sayang kepadanya, maka
adalah Aku pendengarannya, dimana ia mendengar dengan pendengaran itu
Berapa banyak pengertian-pengertian yang halus dari rahasia-rahasia
Al-Qur'an yang terguris dalam hati orang-orang yang berdzikir dan berfikir
kepada Tuhan semata-mata, yang tidak disebutkan dalam kitab-kitab tafsir dan
tidak sampai kepadanya pandangan ahli-ahli tafsir yang utama.
Apabila terbukalah yang demikian itu bagi murid yang المراقب bermuraqabah dan
dikemukakannya kepada ulama-ulama tafsir, niscaya mereka itu akan menerimanya
dengan baik. Dan mereka itu mengetahui bahwa yang demikian adalah diantara
pemberitahuan hati yang suci dan rakhmat Allah Ta'ala dengan cita-cita yang tinggi,
yang dicurahkan kepada murid tersebut.
Dan begitu pula tentang ilmu mukasyafah المكاشفة dan segala rahasia ilmu mu'amalah serta
bisikan-bisikan hati yang halus-halus. Maka tiap-tiap ilmu dari ilmu-ilmu ini
adalah ibarat lautan yang tak terduga dalamnya. Masing-masing pelajar hanya
berkecimpung sekedar yang dianugerahkan dan diberikan taufiq kepadanya dari
amalan baik.
Tentang penyifatan ulama akhirat itu, berkatalah Ali ra. pada suatu
pembicaraan yang panjang : "Hati itu adalah wadah. Hati yang paling baik
ialah hati yang paling menjaga kebajikan. Manusia itu tiga :عالم رباني 'Alim rabbani (yang
berilmu Ketuhanan); yang belajar ke jalan kelepasan dan yang bertualang rendah
budi, mengikuti semua orang yang pandai berteriak, condong kemana dibawa angin,
tak memperoleh sinar ilmu dan tidak bersandar kepada tiang yang teguh. Ilmu
adalah lebih baik dari harta. Ilmu itu menjaga engkau dan engkau menjaga harta.
Ilmu adalah bertambah dengan dibelanjakan dan harta
berkurang dengan dibelanjakan. Ilmu itu agama yang diperpegangi. Dengan ilmu
diusahakan ta'at dalam hidup dan elok sebutan sesudah mati. Ilmu itu hakim dan harta itu yang
dihukum-Kegunaan harta itu hilang dengan hilangnya. Matilah penjaga-penjaga
gudang harta, walaupun mereka itu masih hidup. Dan ulama itu terus hidup, kekal
sepanjang zaman".
Kemudian Ali ra. menarik nafas panjang, seraya berkata :هاه "Ah, sesungguhnya di
sini banyak ilmu, jikalau kiranya aku memperoleh orang-orang yang membawanya!
Tetapi aku memperoleh pelajar yang tidak amanah. Ia menggunakan agama untuk
menjadi alat mencari dunia. Dipandangnya lama-lama akan ni'mat Allah kepada
aulia-auliaNya dan dilahirkannya menjadi alasan kepada orang banyak. Atau aku
memperoleh orang yang patuh kepada ahli kebenaran. Tetapi tertanamlah
keragu-raguan dalam hatinya dengan kedatangan syubhat yang pertama saja. Ia
tidak bermata-hati. Tidak yang ini (orang yang patuh tadi) dan tidak yang itu
(pelajar yang tidak am an ah yang tersebut di atas)!. Atau aku memperoleh orang
yang terpesona dengan kesenangan, mudah terlibat dalam pelukan hawa nafsu.
Ataupun aku memperoleh orang yang terpe-daya dengan mengumpulkan harta dan
simpanan, mengikuti hawa nafsunya, sehingga mereka menyerupai hewan yang
mencari rumput di padang luas.......... Wahai Tuhan! Begitulah kiranya,
Ilmu itu mati, apabila mati pendukung-pendukungnya. Kemudian, bumi ini
tidak akan sunyi dari orang yang menegakkan kebenaran Allah. Adakalanya yang
dhahir terbuka dan adakalanya yang takut terpaksa. Supaya tidaklah batal segala
hujjah dan keterangan-kete-rangan Allah Ta'ala.
Berapa orangkah dan dimanakah mereka itu? Mereka adalah sedikit
bilangannya, tinggi kedudukannya. Diri mereka itu tidak ada.Orang-orang yang
seperti mereka itu, berada di dalam hati. Allah Ta'ala menjaga hujjah
(keteranganNya) dengan mereka, Sehingga mereka menyimpan hujjah itu di belakangnya
dan menanamkannya dalam hati orang-orang yang serupa dengan mereka. Ilmu itu
menyerbu orang-orang tadi dalam keadaan yang sebenarnya. Maka mereka memperoleh
secara langsung ruh-keyakinan (ruhul-yaqin). Lalu mereka memperoleh lunak apa
yang diperoleh keras oleh orang-orang yang merusakkan dan memperoleh jinak apa
yang di pandang liar oleh orang-orang yang lalai.Mereka menyertai dunia dengan
badan, sedang ruhnya tergantung di tempat tertinggi. Mereka itu adalah aulia
Allah 'Azza wa Jalla dari makhlukNya, pemegang amanahNya, pekerja-pekerjaNya,
di bumiNya dan penyeru-penyeru kepada AgamaNya".
Kemudian, Ali ra. menangis, seraya berkata : "Alangkah rindu hatiku
hendak melihat mereka...........!".
Apa yang disebutkan Ali ra. yang terakhir itu, ialah sifat ulama akhirat.
Yaitu : ilmu "yang kebanyakannya diperoleh faedahnya dari amalan dan rajin
bermujahadah.Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah sangat
bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal
Agama.
Rasulullah saw. Bersabda : اليقين الإيمان
كله
(Al-yaqiinulumaanu kulluh).
Artinya :' "Keyakinan (al-yaqin) itu adalah iman seluruhnya".
Maka tak boleh tidak mempelajari ilmul-yaqin (ilmu keyakinan), yakni :
bahagian yang permuiaannya. Kemudian, terbukalah bagi hati jalannya.
Dan karena itulah Nabi صلى الله عليه وسلم.Bersabda
: تعلموا اليقين
(Ta'allamul yaqiin).
Artinya : "Pelajarilah keyakinan
Maksudnya : duduklah bersama orang-orang yang berkeyakinan (al-muqinin) dan
dengarlah dari mereka ilmul-yaqin. Biasakanlah mengikuti mereka, supaya kuatlah
keyakinanmu, sebagaimana kuatnya keyakinan mereka.
Sedikit dengan
yakin, adalah lebih baik dari banyak amal. Nabi saw. bersabda, tatkala
dikatakan kepadanya tentang : orang yang baik yakinnya, banyak dosanya dan
orang yang rajin beribadah, sedikit yakinnya, dimana beliau lalu bersabda :
ما من آدمي إلا وله ذنوب
(Maa min Aadamiyyin illaa wa lahu dzunuub).
Ertinya :"Tak adalah anak Adam melainkan mempunyai dosa".
Tetapi orang yang tabiatnya berakal dan sifatnya yakin, maka dosanya
tidaklah mendatangkan kemelaratan kepadanya. Karena tiap kali ia berdosa lalu
bertobat, meminta ampun dan menyesal. Maka tertutuplah (terhapuslah) semua
dosanya dan tinggallah baginya keutamaan, dimana ia akan masuk ke sorga dengan
keutamaan itu.
Karena itulah, Nabi saw. bersabda :
من أقل ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر ومن أعطى حظه
منهما لم يبال ما فاته من قيام الليل وصيام النهار
(min aqalli maa uutiitumul yaqiina wa 'aziimatash-shabri wa man u'-thiya
hadhdhahu minhumaa lam yubaali maa faatahu min qiyaamil laili wa shiyaamin
nahaar).
Ertinya :
"Sesungguhnya dari yang paling sedikit diberikan kepada kamu, ialah ;
yakin dan teguh kesabaran. Barang siapa diberi bahagian dari yang dua itu,
niscaya tak perdulilah ia apa yang tertinggal, dari sembahyang malam dan puasa
siang".
Dalam wasiat Luqman kepada puteranya, tersebut :
"Hai anakku! Tak sangguplah amal perbuatan itu di kerjakan, selain
dengan yakin. Tidaklah manusia itu bekerja, melainkan sekedar keyakinannya. Dan
tidaklah yang beramal itu memendekkan amalannya, kecuali telah kurang
yakinnya".
Yahya bin Ma'az berkata :
"Sesungguhnya
tauhid itu mempunyai nur (cahaya) dan syirik itu mempunyai nar ( api). Dan nur
tauhid itu lebih membakar segala kejahatan orang-orang yang bertauhid, dari api
syirik yang membakar segala kebajikan orang-orang musyrik".
Yahya bermaksud
dengan yang demikian, ialah "yakin".
Allah Ta'ala
telah menunjukkan dalam Al-Qur'an kepada menyebutkan orang-orang yang yakin
(al-muqinin) - pada beberapa tempat, yang menunjukkan, bahwa "yakin"
itu adalah ikatan bagi kebajikan dan kebahagiaan.
Jikalau anda bertanya "Apakah artinya yakin itu? Apakah artinya kuat
dan lemahnya yakin?", maka hendaklah mula-mula memahami "yakin"
itu, kemudian berusaha mencari dan mempelajarinya. Sesuatu yang tidak dipahami
bentuknya, niscaya tidak mungkin mencarinya.
Ketahuilah, bahwa yakin itu suatu perkataan yang berserikat, yang dipakai
oleh dua golongan untuk dua pengertian yang berlainan.
Adapun golongan pemerhati dan ulama ilmu kalam, memakai kata-kata
"yakin" itu dari ke-tidak-raguan (tidak syak), karena condongnya hati
kepada membenarkan sesuatu, mempunyai empat tingkat:
Pertama : bahwa seimbanglah antara membenarkan dan mendustakan. Dan untuk
itu, dikatakan : syak (ragu).. seumpama : apabila anda ditanyakan tentang
seorang yang tertentu, apakah ia disiksa-kan oleh Allah Ta ala atau tidak,
sedang keadaan orang itu, anda tidak mengetahuinya. Maka hati anda tidak
condong kepada menetapkan, dengan : ya atau tidak, tetapi bersamaanlah pada
anda kemungkinan dua hal tadi. Maka ini dinamakan syak.
Kedua : bahwa condonglah jiwa anda kepada salah satu dari dua hal itu,
serta merasa dengan kemungkinan sebaliknya. Tetapi kemungkinan tadi, tidak
mencegah untuk menguatkan yang pertama. Seumpama apabila anda ditanyakan
tentang orang yang anda kenal dengan shalih dan taqwa, bahwa orang itu jikalau
meninggal dunia dalam keadaan yang demikian, adakah ia disiksa? Maka jiwa anda
condong kepada pendapat : bahwa orang itu tidak akan disiksa, lebih banyak dari
condongnya jiwa anda kepada ia disiksa.
Yang demikian itu, adalah karena jelasnya tanda-tanda keshalehannya. Dalam
pada itu, anda boleh saja memandang ada sesuatu hal yang tersembunyi pada
bathin dan rahasia orang itu, yang mengharuskan ia disiksa.
Ke-boleh-sajaan itu adalah menyamai dengan kecondongan tadi, tetapi
tidaklah menolak kuatnya kecondongan itu. Maka keadaan ini disebut : dhan.
Ketiga : bahwa condonglah hati kepada membenarkan sesuatu, dimana keraslah
membenarkan itu pada hati dan tidak terguris yang lain pada hati. Dan kalaupun
teiguris yang lain pada hati itu, tetapi hati enggan menerimanya.
Tetapi tidaklah yang demikian itu disertai pengetahuan yang diya-kini.
Karena jikalau orang yang beiada pada tingkat ini mempergunakan dengan
sebaik-baiknya penelitian dan perhatian kepada yang meragu-ragukan dan
keboleh-sajaan, maka meluaslah hatinya kepada keboleh-sajaan (at-taj-wiz). Dan
ini disebut : i'tiqad yang mendekati kepada yaqin. Dan itu adalah : i'tiqad
orang awwam tentang agama seluruhnya, apabila i'tiqad itu telah terhunjam dalam
jiwa-nya dengan mendengar semata-mata. Sehingga tiap-tiap firqah (golongan)
percaya bahwa alirannya (madzhabnya) yang shah, imamnya dan pengikut firqahnya
saja yang betul. Jikalau diterangkan kepada salah seorang mereka kemungkinan
imamnya salah, niscaya larilah ia dari pada menerimanya.
Keempat: ma'rifat yang sebenarnya (ma'rifah haqiqiah) yang diperoleh dengan
jalan dalil yang tidak diragukan dan tidak tergambar keraguan lagi padanya.
Apabila tak ada lagi keraguan dan kemungkinan adanya keraguan itu, maka
disebutlah : yaqin pada mereka (golongan pemerhati dan ulama ilmu kalam).
Contohnya: apabila ditanyakan kepada orang yang berakal: "Adakah pada
yang ada itu (al-wujud), SESUATU yang qadim? Maka tidaklah mungkin bagi orang
itu membenarkannya dengan tanpa berpikir (bil-badihah), karena Yang Qadim itu
tidak dapat diketahui dengan pancaindera. Tidak seperti matahari dan bulan.
Maka orang itu dapat membenarkan adanya matahari dan bulan itu dengan
pancaindera. Dan tidaklah mengetahui adanya Suatu Yang Qadim Azali itu dengan
mudah (dlaruri), seperti mengetahui bahwa dua lebih banyak dari satu. Bahkan
seperti mengetahui terjadinya yang baharu (haadits), dengan tanpa sebab itu
mustahil. Maka ini juga dlaruri.
Maka berhaklak bagi akal tidak terus membenarkan adanya Yang Qadim itu
dengan jalan spontan dan tanpa berpikir. Kemudian, setengah manusia mendengar
yang demikian dan membenarkan dengan mendengar itu secara yaqin dan
terus-menerus kepada yang demikian.
Dan itulah yang
disebut : i'tiqad (aqidah). Dan
yang demikian itu adalah keadaan sekalian orang awwam.
Setengah manusia
membenarkannya dengan dalil. Dan dalil itu, ialah dikatakan kepadanya : jikalau
tidak ada pada al-wujud (yang ada ini) QADIM, maka yang ada itu (al-maujudat)
seluruhnya baharu (haadits). Jikalau seluruhnya itu baharu, maka adalah dia itu
baharu dengan tanpa sebab. Atau ada padanya baharu yang dengan tanpa sebab. Dan
yang demikian itu adalah mustahiL Maka yang membawa kepada mustahil itu adalah
mustahil.
Dari itu, maka
haruslah menurut akal, membenarkan adanya Suatu Yang Qadim dengan dlarurah.
Karena bahagian-bahagian itu tiga :
Yaitu, seluruh
al-maujudat itu. qadim atau seluruhnya haadits (baharu) atau setengahnya qadim
dan setengahnya baharu.
Jikalau
seluruhnya qadim, maka berhasillah yang dicari. Karena secara keseluruhan sudah ada yang qadim.
Dan jikalau seluruhnya baharu, maka itu mustahil. Karena membawa kepada adanya
kejadian, tanpa sebab. Maka tetaplah bahagian ketiga atau pertama.
Dan tiap-tiap ilmu yang diperoleh dengan cara ini, disebut: yaqin pada
golongan pemeihati dan ahli ilmu kalam. Sama saja berhasilnya dengan
memperhatikan contoh yang telah kami sebutkan atau berhasilnya dengan
pancaindera atau gharizah akal, seperti mengetahui mustahilnya yang baharu
dengan tanpa sebab. Atau dengan berita yang mutawatir (berita yang
berturut-turut dari orang banyak, yang tak mungkin sepakat membohong), seperti
mengetahui adanya kota Makkah. Atau dengan percobaan, seperti mengetahui, bahwa
sakmunia yang dimasak menjadi menceret. Atau dengan
dalil, seperti yang telah kami sebutkan di atas tadi.
Maka syarat pemakaian nama ini pada mereka itu ialah : tidak syak.
Tiap-tiap ilmu yang tak syak lagi, pada mereka disebut : yaqin.
Berdasarkan kepada ini, maka "yaqin" itu tidak disifatkan dengan
"lemah", karena tak ada berlebih-kurang tentang
"tidak-syak" itu.
Istilah kedua, ialah istilah ulama-ulama fiqih, ahli tasawuf dan kebanyakan
ulama lainnya. Yaitu : tidak menoleh pada kata-kata "yaqin" itu
kepada segi "pembolehan dan keraguan". Tetapi kepada penguasaan dan
kerasnya atas akal. Sehingga dikatakan : si Anu lemah keyakinannya kepada mati,
sedang ia tidak ragu kepada mati itu. Dan dikatakan : si Anu itu kuat
keyakinannya tentang kedatangan rezeki, pada hal boleh jadi rezeki itu tidak
datang kepadanya.
Manakala hati telah condong kepada membenarkan sesuatu dan yang demikian
itu telah keras atas hati dan menguasainya. Sehingga sesuatu itu menjadi yang
menetapkan dan yang menentukan pada hati dengan pembolehan dan pelarangan. Maka
dinamakanlah yang demikian itu "yaqin". Dan tak syak lagi, bahwa
manusia bersama-sama meyakini mati dan tak ada syak lagi padanya. Tetapi dalam
kalangan manusia itu, ada orang yang tidak mempunyai perhatian dan persiapan
untuk menghadapi mati. Seolah-olah ia tidak yaqin dengan kedatangan mati. Ada
pula diantara manusia, yang demikian itu menguasai benar pada hatinya, sehingga
seluruh perhatiannya ditumpahkannya kepada persiapan menghadapi mati. Tidak
ditinggalkannya peluang untuk yang lain. Maka keadaan yang seperti ini,
dikatakan : kuat keyakinan.
Dari itu berkata setengah ulama : "Tidaklah aku melihat suatu
keyakinan yang tak ada keraguan lagi padanya, yang menyerupai dengan keraguan
yang tak ada keyakinan padanya, selain dari : mati.
Berdasarkan istilah inilah, maka keyakinan itu disebut: lemah dan kuat. Dan
kami maksudkan dengan perkataan kami, bahwa setengah dari keadaan ulama
akhirat, ialah menyerahkan seluruh kesungguh-annya kepada menguatkan keyakinan,
adalah dengan kedua pengertian yang di atas tadi. Yaitu : tidak syak (tidak
ragu), kemudian menguatnya keyakinan itu di dalam hati. Sehingga keyakinan-lah
yang memenangi, yang menetapkan dan yang berbuat pada hati.
Apabila ini telah dipahami, niscaya anda mengetahui bahwa yang dimaksud
dari perkataan kami, ialah yaqin itu terbagi tiga : kuat dan lemah, banyak dan
sedikit, tersembunyi dan terang.
Adapun yang dimaksudkan dengan kuat dan lemah, maka adalah berdasarkan
kepada istilah yang kedua. Yang demikian itu, adalah menurut keras dan
berkuasanya atas hati. Derajat pengertian yaqin tentang kuat dan lemahnya,
tidaklah berkesudahan. Berlebih-kurang persediaan manusia bagi mati, adalah
menurut berlebih-kurangnya keyakinan sepanjang pengertian-pengertian itu.
Adapun berlebih-kurang tentang tersembunyi dan terangnya keyakinan pada istilah
yang pertama, maka tidak pula dapat dibantah. Adapun pada yang menyelusup
kepadanya ke-boleh-saja-an (at-taj-wiz), maka tidaklah dapat dibantah. Yakni :
istilah yang kedua. Dan juga pada yang tak ada keraguan padanya, tak ada jalan
untuk membantahnya.
Sesungguhnya anda dapat membedakan antara anda membenarkan adanya Makkah
dan adanya Fadak o> umpamanya dan antara anda membenarkan adanya Musa as.
dan adanya Yusya' as., sedang anda sebenarnya tidak ragu tentang kedua hal itu.
Yang menjadi sandaran keduanya itu, ialah berita mutawatir. Tetapi anda
melihat yang satu lebih terang dan lebih jelas pada hati anda dari pada yang
kedua. Karena sebab pada salah satu dari pada keduanya adalah lebih kuat. Yaitu
: banyaknya orang yang memberita-kan.
Dan begitu pula orang yang memperhatikan ini akan memperoleh pada
teori-teori yang diketahui dengan dalil-dalil. Maka tidaklah jelas apa yang
ditunjukkan dengan satu dalil, seperti jelasnya apa yang ditunjukkan dengan
banyak dalil, walaupun keduanya sama, tidak diragukan.
Dan ini kadang-kadang di ban tali oleh ahli ilmu kalam, yang mengambil ilmu
dari kitab-kitab dan pendengaran dan tidak mendasarkan pendapatnya kepada
keadaan yang berlebih-kurang.
Tentang sedikit dan banyaknya keyakinan, maka yang demikian itu adalah
disebabkan banyaknya tempat-tempat tersangkutnya keyakinan. Seumpama dikatakan
; Si Anu adalah lebih banyak ilmunya dari si Anu. Artinya : yang diketahuinya
lebih banyak.
Karena itulah, kadang-kadang seorang alim itu kuat keyakinannya mengenai
semua yang dibawa Agama dan kadang-kadang kuat keyakinannya pada sebahagiannya
saja.
Jika anda berkata : "Aku telah memahami akan "yakin", kuat
dan lemahnya, banyak dan sedikitnya, terang dan tersembunyinya, dengan
pengertian : tidak ragu atau dengan pengertian : telah menguasai hati, maka
apakah artinya : tempat-tempat tersangkutnya keyakinan dan tempat-tempat yang
dilaluinya? Dan pada apa yang dituntut adanya keyakinan? Karena saya, selama
tidak menge-tahui apa yang dituntut adanya keyakinan padanya, maka belumlah
sanggup saya mencarinya".
Maka katahuilah bahwa sekalian yang dibawa nabi-nabi as. dari permulaannya
sampai kepada kesudahannya, adalah menjadi tempat lalunya keyakinan itu.
Maka sesungguhnya yakin itu, adalah ibarat dari ma'rifah tertentu. Dan
tempat hubungannya ialah segala ilmu pengetahuan yang dibawa agama. Dan
janganlah kiranya diharapkan menghinggainya. Tetapi aku akan menunjukkan kepada
sebahagiannya saja. Yaitu induk-induknya .
Diantaranya ialah TAUHID. Yaitu melihat segala sesuatu dari yang menyebabkan
sebab-sebab. Dan tidak menoleh kepada perantara-perantara. Tetapi, melihat
perantara-perantara itu dijadikan untuk kepentingannya. Tak ada hukum apa-apa
pada perantara-perantara itu. Orang yang membenarkan ini adalah orang yang
berkeyakinan penuh.
Maka kalau tak ada kemungkinan ragu dalam hatinya serta keimanan, niscaya
orang itu mempunyai keyakinan dengan salah satu dari dua pengertian itu.
Jikalau mengalahkan atas hatinya serta keimanan, oleh sesuatu kemenangan yang
menghilangkan kemarahannya kepada perantara dan rela serta berterima kasih
kepada perantara-perantara itu dan menempatkan perantara-perantara tadi dalam
hatinya sebagai pena dan tangan terhadap orang yang memperoleh kenikmatan
dengan menurunkan tanda tangannya, maka sesungguhnya orang tadi tidak berterima
kasih kepada pena dan tangannya dan tidak marah kepada keduanya (kalau tanda
tangan itu membahayakan kepadanya), tetapi melihat kedua benda tadi dua macam
alat yang digunakan dan menjadi perantara belaka.
Maka jadilah dia, orang yang yakin dengan pengertian yang kedua.
Dan itu yang lebih mulia (pada tingkat-tingkat keyakinan). Yaitu : buah,
jiwa dan faedahnya keyakinan pertama.
anakala telah diyakini benar-benar, bahwa matahari, bulan, bintang, benda
keras (jamad), tumbuh - tumbuhan, hewan dan makhluk seluruhnya dijadikan untuk
kemanfa'atan bagi manusia dengan kehendakNya, seperti dijadikan pena untuk
kemanfa'atan dalam tangan seorang penulis dan bahwa qudrah yang azali, adalah
sumber bagi seluruhnya, maka berkuasalah dalam hatinya kemenangan tawakkal,
rela dan menyerah diri. Dan jadilah dia seorang yang yakin, bebas jiwanya dari
marah, dengki, busuk hati,dan kelakuan buruk.
Inilah salah suatu dari pintu-pintu yakin! Dan sebahagian dari padanya
ialah percaya kepada jaminan Allah Ta'ala dengan rezeki, yang tersebut dalam
firmannya :
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ
رِزْقُهَا
(Wa maa min daabbatin fil ardli illaa 'alallaahi rizquhaa).
Ertinya
:"Tidak adalah yang merangkak-rangkak di bumi ini, melainkan rezekinya ada
pada Allah Ta'ala". (S. Hud, ayat 6).
Yakin bahwa rezeki itu akan datang kepadanya dan apa yang ditaqdirkan, akan
sampai kepadanya. Dan manakala yang demikian itu telah memenangkan dalam
qalbunya, niscaya adalah ia dengan jalan tidak terurai pada mencari rezeqi. Dan
akan tidak bersangatan lobanya, rakusnya dan sedihnya atas sesuatu yang tidak
diperolehnya.
Keyakinan tersebut membuahkan juga sejumlah ta'at kepada Allah Ta'ala dan
budi pekerti yang terpuji.
Sebahagian dari buah yakin itu, ialah bahwa mengerasi atas qalbunya, bahwa
orang yang berbuat amalan baik walaupun seberat kuman yang halus, niscaya akan
dilihatnya. Dan siapa berbuat amalan buruk walaupun seberat kuman yang halus
niscaya akan dilihatnya. Yaitu keyakinan dengan pahala dan siksa, sehingga ia
melihat hubungan t&'at kepada pahala sebagai hubungan roti kepada kenyang.
Dan hubungan ma'siat kepada siksa, sebagai hubungan racun dan ular berbisa
kepada kebinasaan.
Maka sebagaimana ia berusaha benar-benar menghasilkan roti untuk memperoleh
kekenyangan, lalu dijaganya sedikit dan banyaknya roti itu, maka demikian
pulalah ia berusaha berbuat ta'at sedikit dan banyaknya. Sebagaimana ia
menjauhkan sedikit racun dan banyaknya, maka demikian pula ia menjauhkan
perbuatan ma'siat sedikitnya dan banyaknya, kecilnya dan besamya.
Maka keyakinan dengan pengertian yang pertama itu, kadang-kadang terdapat
pada kaum mu'min umumnya. Tetapi dengan penger-tian yang kedua, adalah tertentu
bagi orang-orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah Ta'ala. Dan buah dari
keyakinan ini, ialah benarnya muraqabah dalam segala gerak dan diam, dalam
segala yang terlintas di dalam hati, dalam bersangatan bertaqwa kepada Tuhan
dan dalam memelihara diri dari segala kejahatan.
Semakin keyakinan bertambah keras, maka menjaganya dan menetapkannya pun
semakin bertambah berat dan sukar.
Sebahagian dari pintu yakin itu, ialah yakin bahwa Allah Ta'ala melihat
kita dalam segala hal, menyaksikan segala yang terbisik dalam lubuk hati kita
dan yang tersembunyi dalam gurisan hati dan pikiran kita.
Inilah keyakinan bagi tiap-tiap mu'min dengan pengertian yang pertama itu,
yaitu : tidak ragu. Adapun dengan pengertian yang kedua dan itulah yang
dimaksud, maka adalah sukar, tertentu bagi orang-orang shiddiq (orang-orang yang
membenarkan segala yang datang dari agama). Buahnya, ialah bahwa manusia yang
demikian dalam kesunyiannya, beradab bersopan santun dalam segala
hal-ikhwalnya, sebagai seorang yang duduk menghadap seorang maharaja yang
melihat kepadanya. Maka senantiasalah dia menundukkan kepala beradab dalam
segala amal perbuatannya, menahan, memelihara dari segala gerak yang menyalahi
adab kesopanan.
Dia dalam pemikiran kebathinannya, adalah seperti dengan segala perbuatan
dhahirnya. Sebab ia yakin benar-benar bahwa Allah Ta'ala melihat kepada isi
hatinya, sebagaimana orang banyak melihat kepada dhahirnya. Maka bersangatannya
pada membangunkan bathinnya, membersihkan dan menghiaskannya pada pandangan
Allah Ta'ala, adalah lebih bersangatan dari pada menghiaskan tubuh dhahirnya
pada pandangan manusia.
Keyakinan yang seperti ini mewarisi malu, takut, rendah hati, hina diri,
tenang, tunduk dan sejumlah lagi dari budi pekerti yang terpuji.
Budi pekerti yang terpuji ini, mewarisi berbagai macam ta'at yang tinggi
kepada Tuhan.
Maka yakin dalam masing-masing pintu dari pintu-pintu yang tersebut di
atas, adalah seumpama pohon kayu. Dan budi pekerti yang
terpuji tadi dalam hati adalah seumpama ranting-rantingnya yang bercabang
merindang. Amal perbuatan ini dan ta'at yang menon-jol dari budi pekerti itu,
adalah Iaksana buah dan bunga yang bertaburan pada ran ting-ran ting.
Maka yakin
adalah pokok dan sendi, mempunyai tempat berlalu dan pintu, lebih banyak dari
yang dapat kita hitungkan. Dan akan diterangkan nanti, pada Bahagian Yang
Melepaskan Dan Bahaya insya Allah Ta'ala. Dan sekedar ini, mencukupilah sekarang untuk
memberi pengertian perkataan "yakin".
Juga diantara sifat-sifat ulama akhirat itu, adalah ia selalu merasa sedih,
hancur hati, menunduk kepala dan berdiam diri. Bekas takut-nya kepada Allah
Ta'ala tampak atas keadaan, pakaian, perjalanan, gerak dan diam, berbicara dan
tidak berbicara, siapa saja yang memandang kepadanya, maka pandangan itu
mengingatkan dia kepada Allah Ta'ala. Rupanya menunjukkan kepada amal perbuatannya.
Kuda tunggang, matanya ialah kaca matanya. Ulama akhirat dikenal dengan
tanda-tanda yang ada padanya, tentang ketenangan diri, kehinaan, dan
kerendahan.
Ada ulama yang mengatakan bahwa tak ada pakaian yang dianugerahkan Tuhan
kepada hambaNya, yang lebih baik dari khusyu' dalam ketenangan bathin. Itulah
pakaian para nabi, tanda orang-orang shalih, shiddiq dan para alim ulama.
Adapun perkataan batil, bersenda-gurau yang tidak dijaga, tertawa
terbahak-bahak, bergerak semberono dan berbicara tajam, semuanya itu adalah
bekas-bekas dari kesombongan, merasa am an dan lengah dari siksaan Tuhan Yang
Maha Besar dan kesangatan amarah-Nya.
Sifat yang tersebut ini adalah kebiasaan anak-anak dunia yang lupa kepada
Allah. Bukan kebiasaan ulama-ulama.
Pahamilah ini! Karena ulama seperti kata Sahl At-Tusturi ada tiga : Ulama
yang mengetahui dengan suruh Allah, tidak mengetahui dengan hari-hari Allah.
Yaitu mereka yang berfatwa tentang halal dan haram. Ilmu ini tidak mewariskan
takut kepada Allah. Ulama yang mengetahui akan Allah dan tidak mengetahui akan
suruh Allah dan hari-hari Allah. Yaitu orang mu'min umumnya. Dan ulama yang
mengetahui akan Allah Ta'ala, suruhNya dan hari-hari Nya. Yaitu orang-orang
shiddiq. Takut dan khusyu', telah menang atas mereka.
Dimaksudkan dengan hari-hari Allah ialah segala macam siksaanNya yang tidak
diketahui batasnya dan segala macam nikmatNya yang tersembunyi yang
dilimpahkanNya pada abad-abad yang lampau dan abad-abad yang akan datang.
Orang yang luas pengetahuannya tentang itu, maka sangatlah ta-kutnya dan
lahirlah khusyu'nya.
Berkata Umar ra. : Pelajarilah ilmu! Pelajarilah untuk ilmu itu
ketentraman, ketetapan hati dan kelembutan jiwa! Tunduklah dengan merendahkan
diri kepada orang tempat kamu belajar! Begitu pula, hendaklah tunduk kepadamu
orang yang belajar pada-mu! Janganlah kiranya kamu menjadi ulama yang
bertabi'at kasar! Maka tidaklah ilmumu itu tegak dengan sebab kejahilahmu
itu".
Ada dikatakan, bahwa Allah Ta'ala tidakmenganugerahkan kepada hambaNya
bersama ilmu itu kelembutan hati, kerendahan diri, kebaikan budi dan kekasih
sayangan kepada makhluk IlahL
Itulah ilmu yang bermanfa'at. Dan pada atsar (ucapan orang-orang
terdahulu), ada yang mengatakan bahwa orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah
Ta'ala, zuhud, tawadlu' dan kebaikan budi, maka adalah dia imam dari
orang-orang yang bertaqwa kepadaNya.
Dalam hadits Nabi صلى الله عليه وسلم
tersebut:إن من خيار أمتي قوما يضحكون جهرا من
سعة رحمة الله ويبكون سرا من خوف عذابه أبدانهم في الأرض وقلوبهم في السماء أرواحهم
في الدنيا وعقولهم في الآخرة يتمشون بالسكينة ويتقربون بالوسيلة
"Diantara ummatku yang terbaik, ialah suatu kaum yang tertawa
terang-terangan dari keluasan rakhmat Allah dan menangis secara
sembunyi-sembunyi karena takut 'akan 'azab Allah. Badannya dibumi jiwanya di
langit. Rohnya di dunia dan akalnya di akhirat. Berjalan mereka dengan tenang
dan mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan wasilah (jalan yang menyampaikan
kepadaNya".
Berkata Al-Hasan :
"Lembut
hati itu wazir ilmu. Kasih sayang itu bapak ilmu. Merendahkan diri itu pakaian
ilmu".
Berkata Bisyr bin Al-Harts :
"Barang
siapa mencari menjadi kepala dengan ilmu, maka dia telah mendekatkan dirinya
kepada Tuhan dengan kemarahan Tuhan. Orang itu tercela di langit dan di
bumi".
Diriwayatkan dalam ceritera-ceritera Bani Israil bahwa seorang ahli hikmah
telah mengarang tiga ratus enam puluh karangan tentang ilmu hikmah, sehingga
dia digelarkan al-hakim (ahli ilmu hikmah). Maka diwahyukan Tuhan kepada Nabi
mereka, yang isinya :
"Katakanlah kepada si Anu! Telah engkau penuhkan bumi ini dengan
kemunafikan (nifaq), Dan sedikitpun tidak engkau kehen-daki akan Aku dengan
perbuatan itu. Sesungguhnya Aku tidak menerima suatu pun dari kemunafiqanmu
itu".
Maka orang itu menyesal dan meninggalkan perbuatamya. Lalu pergi bergaul dengan orang awwam, berjalan di pasar-pasar,
bertolong-tolongan dengan kaum Bani Israil dan merendahkan diri. Maka diwahyukan Allah kepada Nabi mereka,
yang berbunyi : "Katakanlah kepadanya! Sekarang telah Aku berikan taufiq
kerelaanKu".
Berceritera Al-Auza'i ra. dari Bilal bin Sa'ad bahwa Bilal berkata :
"Seseorang kamu bila memandang kepada
polisi, lalu berlindung dengan Allah dari padanya. Dan bila ia memandang kepada
ulama duniawi yang membuat-buat budi baik, yang memburu menjadi kepala, maka ia
tidak mengutuk mereka, pada hal merekalah yang lebih berhak dikutuk dari pada
polisi itu".
Diriwayatkan bahwa ada orang bertanya kepada Nabi saw. :
"Wahai
Rasulullah! Amalan apakah yang lebih utama?".
Menjawab Nabi صلى الله
عليه وسلم :
"Menjauhkan
yang haram dan mulutmu senantiasa basah dari berdzikir kepada Allah
Ta'ala".
Bertanya lagi orang kepadanya :
"Shahabat manakah yang lebih baik?".
Menjawab Nabi صلى الله
عليه وسلم:
"Yaitu seorang shahabat jika engkau
berdzikir kepada Allah niscaya dia menolong engkau. Dan jika engkau lupa
berdzikir, niscaya diperingatinya engkau".
Lalu bertanya lagi orang itu
kepada Nabi saw.: "Shahabat manakah yang jahat?".
Menjawab Nabi صلى الله
عليه وسلم:
"Yaitu shahabat jikalau
engkau lupa, tidak diperingatinya akan engkau. Dan jika
engkau teringat mengingati akan Allah, maka dia tidak menolong akan
engkau".
Bertanya orang
itu lagi: "Manusia manakah yang lebih berilmu?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم "Yang paling takut kepada Allah
Ta'ala".
Kemudian bertanya lagi orang itu kepada Nabi saw. :
"Terangkan-lah kepada kami, orang-orang kami yang baik, yang akan kami
ambil untuk teman duduk berceritera".
Nabi saw. صلى الله عليه وسلم menjawab :قيل يا رسول الله أي الأعمال أفضل قال اجتناب المحارم
ولا يزال فوك رطبا من ذكر الله..الحديث
"Yaitu mereka yang selalu kelihatan berdzikir kepada Allah Ta'ala".
Orang itu bertanya lagi: "Manusia manakah yang paling
jahat?".
Nabi صلى
الله عليه وسلم menjawab : "Wahai Tuhan! Ampunilah!".
Mereka meminta : "Terangkanlah
kepada kami wahai Rasulullah!".
Maka jawablah Nabi صلى الله عليه وسلم :العلماء إذا فسدوا "Yaitu ulama apabila membuat
kerusakan".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
saw. :إن أكثر الناس أمانا يوم القيامة أكثرهم
فكرا في الدنيا وأكثر الناس ضحكا في الآخرة أكثرهم بكاء في الدنيا وأشد الناس فرحا
في الآخرة أطولهم حزنا في الدنيا
"Yang
lebih banyak memperoleh keamanan pada hari qiamat, ialah orang yang lebih
banyak berpikir semasa di dunia. Yang lebih banyak tertawa di akhirat, ialah
orang yang lebih banyak menangis semasa di dunia. Dan yang lebih banyak
bergembira di akhirat, ialah orang yang lebih lama gundah semasa di
dunia".
Berkata Ali ra. dalam salah satu pidatonya :
"Diriku
ini tergadai. Aku adalah pemimpin. Sesungguhnya tidak menaruh hati kepada taqwa
oleh tanaman suatu kaum dan tidak haus kepada petunjuk oleh pokoknya pokok.
Manusia yang paling bodoh ialah orang yang tidak tahu diuntung. Manusia yang
paling dimarahi Tuhan, ialah orang yang mengumpulkan ilmu untuk membuat
kekacauan, menghembus-hembuskan fitnah. Sampai dia dinamakan manusia bayangan dan orang yang
berilmu yang paling hina. Dia tidak hidup dalam ilmu seharipun yang selamat. Ia
berpagi-pagi mengha-silkan ilmu dan memperbanyakkannya. Maka sedikit dari ilmu
pengetahuan dan mencukupi adalah lebih baik dari pada banyak tetapi
disia-siakan. Sehingga bila kehausan, terpaksalah meminum dari air yang telah
berobah dan disimpan banyak yang tidak ber-faedah.
Dia duduk
dihadapan orang banyak sebagai guru untuk menyelesai-kan apa yang keliru bagi
orang Iain. Apabila terjadi sesuatu peristi-wa penting, lalu ingin ia
menyelesaikannya menurut pendapatnya sendiri, sedang dia sebenarnya berotak
kosong. Dia menghadapi persoalan-persoalan yang mengelirukan itu, yang menyamai
benang lawa-lawa, tak tahu dia salah atau benar. Dia adalah pengendara yang
bodoh, berpenyakit gila, membawa unta yang tak dapat memandang ke muka. Ia tidak minta dimaafkan dari pada apa
yang tidak diketahuinya supaya selamat.
Dia tidak
menggigit ilmu itu dengan gusinya yang tajam supaya memperoleh hasil.
Menangislah pernbuluh-pembuluh darah di ba-dannya. Dan menjadi halal dengan
hukumnya kemaluan wanita (faraj) yang haram. Demi Allah tidaklah penuh, dengan
mengeluar-kan apa yang telah ada padanya.
Orang itu
tidaklah ahli untuk apa yang diserahkan kepadanya. Merekalah orang-orang yang
diambil menjadi perumpamaan tentang azab pada abad-abad yang lampau. Maka layaklah mereka memekik dan menangis
pada hari-hari kehidupan di dunia ini".
Berkata Ali ra. :
"Apabila
engkau mendengar ilmu, maka bicara-kanlah ilmu itu! Dan jangan engkau campurkan
dengan senda-gurau, nanti dimuntahkan oleh hati".
Berkata sebahagian ulama salaf : "Orang berilmu itu apabila tertawa
terbahak-bahak, maka dia telah melemparkan ilmunya sekali lempar".
Dikatakan bahwa apabila seorang mu'allim (pengajar) mengumpul-kan tiga
perkara, maka sempurnalah nikmat kepada pelajarnya, yaitu : sabar, merendahkan
diri dan baik budi. Dan apabila seorang pelajar (muta'allim) mengumpulkan tiga
perkara, maka sempurnalah nikmat kepada pengajarnya yaitu : berakal, beradab
dan berpaham baik".
Pendek kata, segala budi pekerti yang dibawa Al-Qur'an, tidaklah terlepas
padk diri ulama akhirat. Karena mereka mempelajari Al-Qur'an untuk diamalkan,
tidak untuk menjadi kepala.
Berkata Ibnu Umar ra. : "Kita telah hidup sekejap masa. Ada diantara
kita, memperoleh iman sebelum Al-Qur'an. lalu turunlah surat Al-Qur'an itu.
Maka dipelajarinyalah yang halal dan yang haram, yang disuruh dan yang dilarang
dan apa yang harus dia berhenti sampai di situ. Aku sudah melihat beberapa
orang. Salah seorang diantara mereka didatangkan Al-Qur'an sebelum iman, maka
dibacanyalah semuanya dari permulaan sampai kepada penghabisan Kitab Suci,
dengan tidak diketahuinya apa penyuruhnya dan apa pelarangnya. Dan apa yang
seyogianya, dia berhenti padanya. Maka dihamburkannya yang dibacanya itu
seperti menghamburkan kurma busuk". (1)
Dalam hadits lain, yang sama pengertiannya dengan itu, yaitu : "Adalah
kami para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم
. diberikan kepada kami IMAN sebelum Al-Quran. Dan akan datang sesudah kamu,
suatu kaum yang diberikan Al-Qur'an sebelum Iman. Mereka menegakkan huruf-huruf
Al-Quran dan menyia-nyiakan batas-batas dan hak-hak dari Al-Quran dengan
mengatakan : "Kami sudah baca. Siapakah yang lebih banyak membaca dari
kami? Kami telah tahu. Siapakah yang lebih tahu dari kami? Maka itulah nasib
mereka".
Pada perkataan Iain tersebut : "Merekalah yang sejahat-jahatnya dari
ummat ini".
Pada perkataan Iain tersebut : "Merekalah yang sejahat-jahatnya dari
ummat ini".
Dikatakan bahwa lima macam dari budi pekerti adalah diantara tanda-tanda
ulama akhirat, yang dipahami dari lima ayat Kitab Allah Ta'ala Al-Qur'an. Yaitu
: takut, khusyu', tawadlu\ baik budi,dan memilih akhirat dari dunia. Yaitu :
zuhud.
Takut, diambil dari firman Allah Ta'ala :
إِنَّمَا يَخْشَى
اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
(Innamaa yafrhsyallaaha min Ibaadihil Hilamaa).
Ertinya
:"Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hambaNya, ialah para
ahli ilmu (ulama)". (S. Fathir, ayat 28).
Khusyu', diambil dari firman Allah Ta'ala :
خَاشِعِينَ لِلَّهِ لا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ
ثَمَنًا قَلِيلا
(Khaasyi'iina lillahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan qaliila).
Ertinya :*'Mereka itu khusyu* kepada Allah, tidak menukar
keterangan-ke-terangan Allah itu dengan harga yang murah.(S. Ali 'Imran, ayat
199).
Tawadlu' (merendahkan diri), diambil dari firman Allah
Ta'ala : ( S.Al-Hijr)
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
(Wakhfidh jana haka lil-mu'miniin).
Ertinya:"Rendahkanlah sayapmu kepada orang mu'min (S. Al-Hijr, ayat 88).
Baik budi, diambil dari
firman Allah Ta'ala :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
لِنْتَ لَهُمْ
(Fabimaa rahmatin minallaahi linta lahum).
Ertinya :"Oleh karena rahmat Allah„ engkau bersikap lemah lembut
kepada mereka".(S. Ali 'Imran, ayat 159).
Zuhud, diambil dari firman Allah Ta'ala : ( Al-Qashash)
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ
اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
(Wa qaalalladziina uutul ilma wailakum tsawaabullaahi khairun liman aamana
wa 'amila shaalihaa).
Ertinya :"Berkata orang-orang yang berilmu pengetahuan itu :
"Malang nasibmuI Pahala dari pada Allah lebih baik untuk orang yang
beriman dan mengerjakan perbuatan baik .(S.Al-Qashash, ayat 80),
Tatkala Rasulullah saw. membaca firman Allah
Ta'ala :
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ
لِلإسْلامِ
(Faman yuridillaahu an yahdi yahuu yasyrah shadrahuu lil-islaam).
Ertinya : "Barang siapa dikehendaki Allah memberi petunjuk kepadanya
niscaya dibukaNya dada orang itu kepada Islam "(S. Al-An'am, ayat 125).
Lalu orang bertanya kepada Nabi صلى الله
عليه وسلم: "Apakah pembukaan itu?".
Nabi saw. menjawab : "Sesungguhnya nur itu apabila diletakkan dalam
hati, maka terbukalah dada menerima nur tersebut dengan seluas-Iuasnya".
Berkata orang itu lagi : "Adakah tandanya untuk itu?".
التجافي عن دار الغرور والإنابة إلى
دار الخلود والاستعداد للموت قبل نزوله
( قال صلى الله عليه وسلم; نعم
) Menjawab Nabi saw. : نعم "Ya, ada!
Merenggangkan diri dari negeri tipu daya, kembali ke negeri kekal dan bersedia
untuk mati sebelum datangnya".
Juga diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah kebanyakan pembahasannya
mengenai ilmu yang dikerjakan, apa-apa yang merusakkan amal perbuatan itu, yang
mengacau-Balaukan hati, yang membangunkan waswas dan yang mengobarkan
kejahatan.
Sesungguhnya pokok agama ialah, menjaga dari kejahatan itu. Dari itu
bermadahlah seorang penya'ir :
Aku kenal kejahatan, bukan untuk kejahatan,
tetapi.............untuk menjaga diri daripadanya,
Orang yang tak mengenai kejahatan, akanjatuhlah ke dalamnya!!!!
Dan karena amal perbuatan yang dikerjakan itu dekat pengambil-annya. Dan
yang paling penghabisan, bahkan yang paling tinggi dari amal perbuatan itu,
ialah membiasakan diri mengingati Allah Ta'ala (berdzikir) dengan hati dan lid
ah. Sesungguhnya urusannya, ialah pada mengetahui yang merusakkan dan yang
mengacaukan amal perbuatan itu.
Dan ini, banyak
benar cabangnya dan panjang pembahagiannya. Semuanya termasuk yang diperlukan.
Dan banyaklah bahaya yang dihadapi dalam perjalanan menuju akhirat.
Adapun ulama
dunia, mereka mengikuti saja cabang-cabang yang ganjil dalam pemerintahan dan
kehakiman. Mereka bersusah-payah menciptakan bentuk-bentuk yang menghabiskan
waktu dan tak pernah terjadi. Kalau pun terjadi, maka terjadi untuk orang lain, tidak untuk mereka
sendiri.
Dan apabila terjadi, maka banyaklah orang yang bangun mau menyelesaikannya
dan meninggalkan tugas yang semestinya harus dikerjakan.
Begitulah berulang-ulang terjadi malam dan siang, baik dalam gurisan hati,
sangka waham dan amal perbuatan dari ulama dunia itu.
Alangkah jauhnya dari kebahagiaan orang yang menjual kepentingan dirinya
sendiri yang perlu, dengan kepentingan orang lain yang jarang terjadi, karena
mengharap dekat diri dan diterima orang banyak, dari pada mendekatkan diri
kepada Allah Ta'ala.
Dan karena rakus, supaya dinamakan oleh tukang-tukang batil dari anak-anak
dunia, dengan nama ul-fadlil, yang melahirkan kebenaran, yang mengetahui
masalah yang pelit-pelit.
Dan balasannya dari Allah, bahwa ulama itu tidak bermanfa'at di dunia ini
dengan diterima oleh orang banyak. Tetapi namanya kotor sepanjang zaman.
Kemudian dia datang pada hari qiamat, merugi, menyesal demi melihat laba yang
diperoleh oleh orang yang beramal dan kemenangan yang diperoleh oleh orang yang
mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Inilah kerugian yang nyata!
Al-Hasan Al-Baihaqi ra. adalah seorang manusia yang menyerupai perkataannya
dengan perkataan nabi-nabi as. dan petunjuk yang diberikannya kepada manusia
mendekati dengan petunjuk dari shahabat-shahabat Nabi saw.
Dan telah sepakatlah kata atas yang demikian terhadap Al-Hasan itu.
Sebahagian besar perkataan Al-Hasan adalah mengenai gurisan hati, kerusakan
amal, kebimbangan jiwa dan sifat-sifat yang tersem-bunyi yang tak jelas dari
keinginan hawa nafsu.
Pernah orang mengatakan kepadanya :
"Hai Abu Sa'id! Tuan
berkata-kata dengan perkataan yang tak pernah terdengar dari orang lain. Dari
manakah tuan ambil?".
Al-Hasan menjawab :
"Dari Huzaifah bin
Al-Yamman!".
Kemudian ditanyakan kepada Huzaifah :
"Kami melihat tuan mengeluarkan
perkataan yang tak pernah terdengar dari shahabat-shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم: yang lain. Dari manakah
tuan ambil?".
Huzaifah menjawab : "Ditentukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم, perkataan-perkataan itu
kepadaku. Orang lain bertanya kepada Nabi saw. tentang kebajikan. Aku
menanyakannya tentang kejahatan karena takut aku jatuh ke dalamnya. Dan aku
tahu bahwa kebajikan itu tak perlu buru-buru aku mengetahuinya".
Pada suatu kali pernah Huzaifah mengatakan :
"Maka aku tahu bahwa orang yang tidak mengenai kejahatan, niscaya
tidak akan mengenai kebajikan".
Pada kata-kata lain, pernah para shahabat Nabi saw. bertanya :
"Wahai Rasulullah! Apakah untuk orang yang mengerjakan demikian dan
demikian?".
Maksud mereka menanyakan tentang amal perbuatan yang utama.
"Tetapi aku - kata Huzaifah menanyakan :
"Wahai Rasulullah! Apakah yang merusakkan demikian dan
demikian?".
Tatkala Rasulullah melihat aku menanyakan tentang bahaya yang merusakkan
amal, lalu beliau menentukan ilmu ini untukku".
Huzaifah juga ditentukan oleh Nabi صلى الله
عليه وسلم. dengan pengetahuan tentang orang munafiq. Dia
sendiri yang mengetahui tentang ilmu mengenai nifaq, sebab-sebabnya dan bahaya
fitnah yang halus-halus.
Umar, Usman dan
pembesar-pembesar shahabat ra. menanyakan Huzaifah tentang fitnah umum dan
khusus. Huzaifah ditanyakan tentang orang-orang munafiq. Lalu ia menerangkan
bilangan yang masih tinggal dari mereka, tetapi tidak diterangkannya nama
mereka masing-masing.
Adalah Umar
menanyakan kepada Huzaifah tentang dirinya : "Adakah Huzaifah tahu sesuatu
dari kemunafiqan pada Umar?". Lalu Huzaifah menyatakan, bahwa Umar
terlepas dari yang demikian.
Saidina Umar ra.
apabila dipanggil untuk melakukan shalat janazah, ia melihat lebih dahulu.
Kalau ada datang Huzaifah, maka Umar mau bershalat janazah pada mayat itu. Kalau tidak datang, maka Umar meninggalkan
tempat itu.
Huzaifah digelarkan pemegang rahasia.
Bersungguh-sungguh mempelajari tingkat-tingkat hati dan hal ikhwalnya,
adalah kebiasaan ulama akhirat. Karena hatilah yang berjalan mendekati Allah
Ta'ala.
Maka jadilah pengetahuan ini ganjil dan terhapus. Apabila dikemu-kakan
sedikit saja daripadanya kepada seorang yang berilmu, lalu merasa ganjil dan
menjauhkan diri, dengan mengatakan bahwa itu diperindah oleh juru-juru nasehat.
Dan dimana pentahkikannya?.
Orang itu memandang bahwa pentahkikan itu adalah pada pertengkaran yang
berliku-liku.
Benarlah kiranya kata penya'ir :
"Jalan itu sangat banyak,
tetapi jalan kebenaran hanya satu.
Dan yang pergi berangkat,
ke jalan kebenaran itu satu-satu.....................
Mereka tiada tahu, maksudnyapun tiada diketahui. Mereka terus menuju,
berjalan pelan-pelan kepada yang ditujui.
Manusia itu lalai,
apa dimaksudkan dengan mereka.
Sebahagian besar tidur terkulai,
jalan kebenaran sampai terlupa....................
Kesimpulannya, bahagian terbanyak dari manusia itu, tidak condong hatinya,
selain kepada yang mudah dan sesuai dengan tabiat-nya. Karena kebenaran itu
pahit. Dan payah untuk tegak terus dikebenaran itu. Mengetahuinya sukar. Jalan
kepadanya berliku-liku. Lebih-lebih mengenai sifat hati dan mensucikannya dari
pekerti yang tercela.
Itu adalah suatu cabutan dari jiwa yang terus-inenerus. Orangnya adalah
seumpama orang yang meminum obat, harus sabar atas pahitnya obat, karena
mengharapkan sembuh. Atau seumpama orang yang menjadikan masa hidupnya untuk
berpuasa. Maka ia harus menahan segala penderitaan, untuk mencapai hari
pembukaan puasanya ketika mati nanti.
Kapankah banyak orang menyukai jalan itu? Karena itulah kata orang, bahwa
di kota Basrah terdapat seratus dua puluh orang yang selalu berbicara tentang
nasehat dan peringatan. Dan tak ada yang berbicara mengenai ilmu yakin, hal
ikhwal hati dan sifat-sifat bathin, selain tiga orang, yaitu Sahl At-Tusturi,
Ash-Shubaihi dan Abdur Rahim.
Yang duduk mengelilingi juru-juru nasehat itu tak terhitung banyaknya,
sedang yang mengelilingi orang yang tiga tadi adalah sedikit, hampir tidak
melampaui sepuluh orang. Sebabnya tak lain, ialah barang yang bernilai itu,
tidak layak selain kepada orang-orang tertentu. Dan apa yang dihidangkan kepada
orang banyak itu, adalah persoalan yang dekat saja.
Juga diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, perpegangannya tentang ilmunya
berdasarkan kepada penglihatan bathin dan diketahuinya dengan hati yang putih
bersih. Tidak kepada lembaran buku dan kitab-kitab dan
tidak pula bertaqlid atas pendengaran dari orang lain. Yang ditaqlidkannya,
sesungguhnya pembawa syari'at suci Nabi Besar Muhammad صلى الله عليه وسلم. pada yang disuruhnya dan yang diucapkannya. Shahabat-shahabat
ra. pun ditaqlidkannya, dari segi bahwa perbuatan mereka menunjukkan kepada
pendengarannya dari Rasulullah صلى الله
عليه وسلم
Kemudian,
apabila sudah bertaqlid kepada pembawa syari'at suci itu dengan menerima segala
perkataan dan perbuatannya, maka hendaklah berusaha benar-benar memahami
rahasia ajarannya.
Seorang yang
bertaqlid (muqallid) berbuat suatu perbuatan karena Nabi صلى الله عليه وسلم berbuatnya. Perbuatannya itu memang harus dan hendaklah karena
suatu rahasia padanya.
Maka seyogialah bahwa dia membahas benar-benar tentang rahasia segala
perbuatan dan perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم.
Karena kalau dicukupkan saja dengan menghafal apa yang dikatakan, maka jadilah
dia karung ilmu dan bukanlah seorang yang berilmu.
Karena itulah ada orang mengatakan : si Anu itu karung ilmu. Maka tidaklah
dinamakan orang itu berilmu apabila keadaannya hanya menghafal saja, tanpa
memperhatikan hikmah dan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Orang yang tersingkap dari hatinya tutup dan memperoleh nur hidayah, maka
jadilah dia seorang yang diikuti dan ditaqlidkan. Maka tidak seyogialah dia
bertaqlid kepada orang lain.
Karena itulah berkata Ibnu Abbas ra. :
"Tiada seorangpun, melainkan
diambil dari ilmunya dan ditinggalkan selain Rasulullah ى الله عليه وسلم …... (
Ibnu Abbas itu
mempelajari fiqih pada Zaid bin Stabit dan membaca Al-Qur'an pada Ubai bin
Ka'ab. Kemudian dia berselisih dengan Zaid dan Ubai tentang fiqih dan tentang
pembacaan Al-Qur'an. Berkata setengah ulama salaf : "Apa yang datang
kepada kami dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم . kami terima di atas
kepala dan penuh perhatian dari kami. Dan apa yang datang kepada kami dari para
shahabat ra. ada yang kami ambil dan ada yang kami tinggalkan. Dan apa yang datang dari para tabi'in,
maka mereka itu laki-laki dan kamipun laki-laki".
Dianggap lebih para shahabat itu, karena mereka melihat dengan mata sendiri
hal-ikhwal Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Dan hati mereka terikat kepada hal-ikhwal itu yang diketahui dengan qarinah
(tanda-tanda). Lalu membawa mereka kepada yang benar, dari segi tidak masuk
dalam riwayat dan ibarat. Karena telah melimpahlah nur kenabian kepada mereka,
yang menjaga dari kesalahan dalam banyak hal.
Apabila berpegang kepada yang didengar dari orang lain itu taqlid yang
tidak disukai, maka berpegang kepada kitab-kitab dan karang-an-karangan adalah
lebih jauh lagi. Bahkan kitab-kitab dan karang-an-karangan itu adalah barang
baru yang dibuat.
Sedikitpun tak
ada daripadanya pada masa shahabat dan tabi'in yang terkemuka. Tetapi datangnya
adalah sesudah seratus dua puluh tahun dari Hijrah Nabi صلى الله عليه وسلم. dan sesudah wafat seluruh shahabat dan
sebahagian besar dari tabi'in dan sesudah wafat Sa'id bin Al-Musayyab, Al-Hasan
dan para tabi'in yang pilihan. Bahkan ulama-ulama yang mula-mula dahulu,tidak menyukai kitab-kitab hadits
dan penyusunan kitab-kitab. Supaya tidaklah manusia itu sibuk dengan buku-buku
itu, dari hafalan,dari Al-Qur'an, dari pemahaman dan dari peringatan. Mereka
itu mengatakan : "Hafallah sebagaimana kami menghafal!".
Karena itulah, Abu Bakar dan segolongan shahabat Nabi saw. tidak menyetujui
penulisan Al-Qur'an (mengkodifikasikan), dalam suatu mashaf. Mereka berkata :
"Bagaimana kita membuat sesuatu yang tidak diperbuat Nabi صلى الله عليه وسلم?".
Mereka itu takut nanti manusia itu berpegang saja pada mashaf-mashaf dengan
mengatakan : "Kita biarkan Al-Quran, yang diterima oleh mereka dari tangan
ke tangan, dengan dipelajari dan dibacakan, supaya menjadi pekerjaan dan
cita-cita mereka". Sehingga Umar ra. dan lain-lain shahabat menunjukkan
supaya Al-Qur'an itu ditulis, karena takut disiasiakan orang nanti dan malasnya
mereka. Dan menjaga agar tidak menimbulkan pertikaian di belakang hari. Karena
tidak diperoleh yang asli yang menjadi tempat pemeriksaan dari kekeliruan, baik
kalimatnya atau bacaan-nya.
Mendengar alasan-alasan tadi, maka terbukalah hati Khalifah Abu Bakar. Maka
dikumpulkanlah Al-Qur'an itu dalam suatu mashaf.
Imam Ahmad bin Hanbal menentang Imam Malik karena dikarang-nya kitab
Al-Muath-tha\ Ahmad berkata : "Tuan ada-adakan yang tidak dikerjakan para
shahabat ras".
Kata orang, kitab yang pertama dikarang dalam Islam ialah Kitab Ibnu Juraij
tentang atsar m dan huruf-huruf tafsir dariMujahid, At ha' dan teman-teman Ibnu
Abbas ra. di Makkah.
Kemudian muncul
kitab Ma'mar bin Rasyid Ash-Shan'ani di Ya-man. Dikumpulkan di dalamnya sunnah yang dipusakai dari
Nabi saw.
Kemudian lahir Kitab Al-Muattha' di Madinah karangan Imam Malik bin Anas.
Kemudian Kitab Jami' karangan Sufyan Ats-Tsuri.
Kemudian pada abad keempat hijriyah, muncullah karangan-karangan tentang
ilmu kalam. Lalu ram ail ah orang berkecimpung dalam pertengkaran dan tenggelam
di dalam membatalkan kata-kata.
Kemudian tertariklah hati manusia kepada ilmu kalam, kepada kisah-kisah dan
memberi pengajaran dengan mengambil bahan dari kisah-kisah tadi. Maka sejak
masa itulah merosot ilmu yakin (ilmul-yaqin). Sesudah itu, lalu dipandang
ganjil ilmu hati, pemerik-saan sifat-sifat jiwa dan tipu daya setan.
Orang tidak memperhatikan lagi kepada ilmu-ilmu tadi selain
sedi-kit-sekali. Lalu orang-orang yang suka bertengkar dalam ilmu kalam,
dinamai 'alim. Tukang ceritera yang menghiasi kata-katanya dengan susunan yang
berirama, dinamai 'alim.
Ini disebabkan
karena orang awwamlah yang mendengar syarahan dan ceritera orang-orang tadi.
Lalu tidak dapat membedakan antara ilmu yang sebenarnya dan ilmu yang tidak
sebenarnya. Perjalanan shahabat dan ilmu pengetahuan shahabat-shahabat ra. itu
tidak terang pada orang awwam. Sehingga mereka dapat mengenai perbedaan antara
para shahabat itu dan orang-orang yang disebut 'alim.
Maka
terus-meneruslah nama ulama melekat pada orang-orang itu dan dipusakai dari
salaf kepada khalaf (ulama-ulama pada masa terakhir). Dan jadilah ilmu akhirat
itu terpendam dan lenyaplah perbedaan antara ilmu dan bicara, selain pada
orang-orang tertentu.
Orang-orang yang
tertentu itu (al-khawwash) apabila ditanyakan : "Si Anukah yang lebih
berilmu ataukah si Anu?", lalu menjawab : "Si Anu lebih banyak
ilmunya dan si Anu lebih banyak bicaranya".
Jadi,
orang-orang al-khawwash mengetahui perbedaan antara ilmu dan kemampuan
berbicara.
Begitulah, maka
agama itu menjadi lemah pada abad-abad yang lampau. Maka bagaimana pula
persangkaan anda dengan zaman anda sekarang?.
Sudah sampailah
sekarang, bahwa orang yang suka mengecam perbuatan munkar, dituduh gila. Jadi
yang baik sekarang, ialah orang bekerja untuk dirinya sendiri dan diam.
Juga diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, sangat menjaga dari perbuatan-perbuatan
bid'ah, meskipun telah mendapat persetujuan dari kebanyakan ulama (ulama
al-jumhur).
Janganlah kiranya tertipu atas kesepakatan orang ramai terhadap sesuatu
yang diada-adakan sesudah para shahabat Nabi صلى
الله عليه وسلم.Hendak lah suka memeriksa tentang keadaan para
shahabat, perjalanan dan perbuatannya. Dan apa yang menjadi kesukaan mereka,
mengajar kah, mengarangkah, suka bertengkarkah, menjadi kadlikah, wali
negerikah, memegang harta wakafkah, harta wasiat kah, memakan harta anak yatimkah,
bergaul dengan sultan-sultan kah, berbaik pergaulan dengan merekakah? Atau
adakah ia dalam keadaan takut kepada Tuhan, gundah, tafakkur, mujahadah,
muraqabah, dhahir dan bathin, menjauhkan diri dari dosa yang sekecil-kecilnya
sampai kepada yang sebesar-besamya, berusaha memperoleh pengetahuan yang
tersembunyi dari hawa nafsu dan tipu daya setan? Begitulah seterusnya dari
segala ilmu bathin itu!.
Ketahuilah dengan sebenar-benarnya bahwa orang yang terpandang 'alim, pada
masanya dan yang lebih dekat kepada kebenaran, ialah orang-orang yang
menyerupai shahabat dan yang lebih mengenai jalan ulama-ulama salaf. Maka dari
merekalah hendaknya agama itu diambil!.
Karena itulah berkata Ali ra. : "Yang terbaik dari kita ialah yang
lebih mengikuti agama ini". Perkataan Ali ini untuk menjawab pertanyaan
yang ditujukan kepadanya : "Tuan sudah menyalahi dengan si Anu ?".
Maka tidaklah layak untuk berkeberatan menentang orang masa sekarang, buat
menyetujui orang masa Rasulullah saw. Manusia sebenarnya berpendapat dengan
pendapat pada masanya, karena tabiatnya condong kepadanya. Dan dirinya tidak
mau mengakui bahwa cara yang demikian, menyebabkan tidak memperoleh sorga.
Dari itu, serukanlah bahwa jalan ke sorga, tak lain dari itu. Sebab itu,
Al-Hasan berkata : "Dua orang yang mengada-adakan dalam Islam : seorang
yang mempunyai pendapat jahat, lalu mendakwakan bahwa sorga itu adalah untuk
orang yang berpendapat seperti pendapatnya. Dan seorang lagi yang boros
penyembah dunia, marah dia karena dunia, senang dia karena dunia. Dunialah yang
dicarinya. Maka lemparkanlah kedua orang itu ke dalam neraka!
Dibalik itu, ada orang di dunia ini, antara pemboros yang mengajaknya
kepada dunia dan yang berhawa nafsu yang mengajaknya
kepada hawa nafsu. Maka Allah Ta'ala memeliharakannya dari kedua orang
tadi, dimana ia merindui salaf-salaf yang salih. Dia menanyakan perbuatan
mereka dan mengikuti jejak mereka. Orang ini memperoleh pahala besar. Begitulah
hendaknya kamu sekalian".
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, hadits mauquf
dan musnad, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda :وقد روي عن ابن مسعود موقوفا ومسندا أنه قال: إنما هما
اثنتان الكلام والهدى فأحسن الكلام كلام الله تعالى وأحسن الهدى هدى رسول الله
تعالى صلى الله عليه وسلم ألا وإياكم ومحدثات الأمور فإن شر الأمور محدثاتها وأن
كل محدثة بدعة وإن كل بدعة ضلالة ألا لا يطولن عليكم الأمد فتقسوا قلوبكم ألا كل
ما هو آت قريب ألا إن البعيد ما ليس بآت
(Innamaa humatsnataani: alkalaamu wal hudaa. Fa-ahsanul kalaami
kalaamullaahi Ta'aalaa wa ahsanul hudaa hudaa Rasulillaahi shallallaahu 'alaihi
wa sallam.Alaa wa iyyaakum wa muhdatsaatil umuuri fa-inna syarral umuuri
muhdatsaatuhaa wa inna kulla muh-datsatin bid'atim, wa inna kulla bid'a tin
dlalaalah. Alaa laa yathuu-lanna 'alaikumul amadu fa-taqsuu quluubukum. Alaa
kullu maa huwa aatin qariibun. Alaa innal ba'iida maa laisa biaatin).
Ertinya :"Sesungguhnya dua itulah : kalam dan petunjuk. Yang
sebaik-baik kalam (perkataan) yaitu ; kalam Allah Ta'ala. Dan yang sebaik-baik
petunjuk yaitu : petunjuk Rasulullah صلى
الله عليه وسلم Ketahuilah! Bahwa kamu harus awas dari hal-hal yang
diadakan. sejahat-jahat hal, ialah yang diada-adakan. Dan tiap-tiap yang
diada-adakan itu bid'ah. Tiap-tiap bid'ah itu sesat. Ketahuilah! Janganlah
berlama-lama kamu di dalam bid'ah, maka kesatlah hatimu. Ketahuilah! Tiap-tiap
yang akan datang itu dekat. Ketahuilah! Bahwa yang jauh itu, ialah sesuatu yang
tidak-akan datang". (1)
Dalam suatu pidato Rasulullahصلى الله عليه
وسلم ialah : "Amat baiklah orang yang memperhatikan akan
kekurangan dirinya, tidak memperhatikan kekurangan orang lain. Berbelanja dari
harta yang diusahakannya tidak pada jalan ma'siat. Bergaul dengan ahli fiqih
dan ahli
Dalam suatu pidato Rasulullahصلى الله عليه
وسلم ialah : "Amat baiklah orang yang memperhatikan akan
kekurangan dirinya, tidak memperhatikan kekurangan orang lain. Berbelanja dari
harta yang diusahakannya tidak pada jalan ma'siat. Bergaul dengan ahli fiqih
dan ahli hukum dan menjauhkan dirinya dari ahli sesat dan ma'siat. Amat baiklah
orang yang merendahkan diri, baik budi pekerti, bagus bathin dan terpelihara
manusia lain dari kejahatannya. Amat baiklah orangyang berbuat menurut ilmunya,
berbelanja pada kebajikan yang lebih dari hartanya, menahan yang tidak perlu
dari perkataannya. Sunnah Nabi berkembang dalam dadanya dan tidak dibawanya
kepada bid'ah", (1)
Ibnu Mas'ud ra. pernah berkata : "Petunjuk
yang baik pada akhir zaman adalah, lebih baik dari banyak amal perbuatan". Dan berkata Ibnu Mas'ud pada tempat yang
lain : "Kamu sekarang pada masa dimana orang-orang baik dari kamu
bersegera dalam segala pekerjaan. Dan akan datang sesudahmu nanti suatu masa,
dimana orang-orang baik dari mereka, teguh lagi berhati-hati mengerjakan
sesuatu, karena banyaknya perbuatan syubhat (yang diragukan halal-haramnya)".
Memang benarlah
ucapan Ibnu Mas'ud itu! Siapa yang tidak berhati-hati pada masa sekarang, lalu
mengikuti saja orang banyak dan berkecimpung dalam perbuatan yang dikerjakan
mereka, niscaya binasa sebagaimana mereka itu binasa.
Berkata
Huzaifah ra. : "Yang lebih mengherankan dari
ini, ialah perbuatan yang baik dari kamu pada hari ini adalah munkar pada zaman
yang lampau. Dan yang munkar dari kamu pada hati ini adalah baik pada zaman
yang selam. Sesungguhnya kamu
senantiasa dalam kebajikan, selama kamu mengenai akan yang benar. Dan orang
yang berilmu dari kamu, tidak meringan-ringankan yang benar itu".
Sungguh benarlah Huzaifah! Memang kebanyakan perbuatan yang dipandang baik
sekarang, adalah munkar pada masa para shahabat Nabiصلى الله عليه وسلم.Karena kebanyakan yang
dipandang baik pada masa kita ini, ialah menghiasi masjid-masjid,
membaguskannya, mengeluarkan harta banyak dalam pembangunan bahagiannya yang
kecil-kecil dan membentangkan permadani yang empuk di dalamnya.
Dan sesungguhnya
terhitung dalam perbuatan bid'ah, membentangkan permadani di dalam masjid. Dikatakan, itu adalah termasuk perbuatan
yang diada-adakan oleh orang-orang yang mengerjakan hajji. Adalah orang-orang
dahulu itu, sedikit sekali yang membuat batas antara mereka dan tanah.
Begitu pula, kesibukan dengan perdebatan dan pertengkaran dalam soal yang
kecil-kecil, termasuk diantara ilmu yang paling mulia bagi orang zaman
sekarang. Dan mendakwakannya termasuk diantara perbuatan yang terbesar untuk
mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Pada hal itu, termasuk dalam perbuatan
yang munkar.
Diantara yang munkar juga mengobah-obah (talhin) bacaan Al-Qur'an dan
adzan. Diantara yang munkar juga, membanyakkan pemakaian air pada pembersihan
diri, was-was (selalu ragu saja) waktu bersuci, menyangka sebab yang
bukan-bukan mengenai najis kain, sedangkan dalam pada itu tidak mementingkan
antara halalnya dan haramnya makanan yang dimakan. Dan begitulah seterusnya.
Benarlah kiranya Ibnu Mas'ud ra. yang mengatakan :
"Kamu pada hari ini dalam zaman, dimana hawa nafsu mengikuti ilmu. Dan
akan datang kepadamu nanti suatu zaman, dimana ilmu mengikuti hawa nafsu".
Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata :
"Mereka meninggalkan ilmu dan menuju kepada yang ganjil-ganjil, di
mana ilmu itu tidak kurang pada mereka. Kiranya Allah menolong mereka dari
keadaan itu!".
Berkata Imam Malik bin Anas ra. :
"Orang-orang pada masa dahulu, tidak menanyakan tentang hal-hal ini,
seperti yang ditanyakan orang-orang pada masa sekarang. Dan ulamanya tidak
mengatakan yang haram dan yang halal. Tetapi saya jumpai mereka itu mengatakan,
yang sunnah dan yang makruh".
Artinya, mereka itu memandang kepada yang sehalus-halusnya dari perbuatan
makruh dan sunnah. Sedang perbuatan yang haram, keburukannya sudah nyata.
Hisyam bin 'Urwah pernah berkata :
"Jangan engkau tanyakan mereka
hari ini tentang sesuatu yang diada-adakannya oleh diri mereka itu sendiri.
Karena untuk itu mereka telah menyediakan jawabannya. Tetapi tanyakanlah mereka
mengenai sunnah sebab mereka tidak mengetahuinya".
Abu Sulaiman Ad-Darani pernah berkata :
"Tidak sewajarnyalah bagi orang yang memperoleh ilham sesuatu
kebajikan, lalu terus mengerjakannya, sebelum lagi mendengar hal itu pada
atsar. Maka ia memuji akan Allah Ta'ala, karena ilham itu sesuai dengan apa
yang pada dirinya".Abu Sulaiman ra. mengatakan demikian karena
pendapat-pendapat yang diada-adakan itu memang menarik perhatian dan melekat di
dalam hati. Oleh karenanya, kadang-kadang mengotorkan kebersihan hati, lalu
menyangka yang batil itu benar. Dari itu harus dijaga dengan hati-hati, dengan
membuktikannya dengan atsar-atsar.
Karena inilah, tatkala Khalifah Marwan mengadakan mimbar pada shalat hari
raya di sisi tempat bershalat, lalu bangun Abu Sa'id Al-Khudri ra. seraya
berkata: "Hai Marwan! Bukan kah ini bid'ah?".
"Tidak!", menjawab khalifah Marwan. "Ini tidak bid'ah,
tetapi lebih baik daripada yang tuan ketahui.Sesungguhnya orang sudah banyak
sekali. Maka maksudku supaya suara itu sampai kepada mereka "i
Menyambung Abu Sa'id : Demi Allah! Tidaklah sekali-kali kamu mendatangkan
yang baik, dari apa yang aku ketahui selama ini. Wallah demi Allah! Tidaklah
akan aku bershalat di belakangmu hari ini".
Sesungguhnya Abu Sa'id menantang Khalifah Marwan dalam peristiwa tadi,
disebabkan كان يتوكأ في خطبة العيد والاستسقاء
على قوس أو عصا "Rasulullah صلى
الله عليه وسلم. dalam khutbah hari raya dan khutbah sembahyang
meminta hujan, memegang busur atau tongkat, tidak atas mimbar".
Pada suatu hadits yang terkenal. tersebut:
من أحدث
في ديننا ما ليس منه فهو رد
(Man ahdatsa fii diininaa maa laisa minhu fahuwa raddun).
Ertinya
:"Barang siapa mengada-adakan dalam agama kita sesuatu yang tidak di
dalamnya, maka tertolak ".
Pada hadits yang lain, tersebut:
من غش
أمتي فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين
(Man ghasy-sya ummatii fa'alaihi la'natullaahi wal malaaikati
wan-naasi ajma'in).
Ertinya
:"Barang siapa membohongi ummatku, maka atasnya la'nat Tuhan, malaikat dan
seluruh manusia".
Lalu orang bertanya : "Ya Rasulullah! Bagaimanakah orang membohongi
ummatmu?".
Nabiصلى الله عليه وسلم.menjawab :
"Yaitu diada-adakannya sesuatu bid'ah,lalu dibawanya manusia
kepadanya"
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
. :
إن لله عز وجل ملكا ينادى كل يوم من خالف سنة رسول الله
صلى الله عليه وسلم لم تنله شفاعته
"Sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai seorang malaikat yang menyerukan
setiap hari : "Barang siapa menyalahi sunnah Rasulullah saw. maka dia
tidak akan memperolah syafa'atnya".
Orang yang menganiaya agama dengan mengada-adakan sesuatu yang bertentangan
dengan sunnah, dibandingkan dengan orang yang berbuat dosa, adalah seumpama
orang yang mendurhakai raja dengan menjatuhkan pemermtahannya, dibandingkan
dengan orang yang melawan perintahnya dalam suatu perintah yang tertentu.
Perlawanan itu kadang-kadang diampuninya. Tetapi menjatuhkan pemermtahannya
tidaklah diampuni.
Berkata setengah ulama :
"Apa yang dikatakan salaf, maka berdiam diri daripadanya adalah suatu
kekasaran. Dan apa yang didiamkan salaf, maka membicarakannya adalah
memberat-beratkan diri".
Berkata ulama yang lain :
"Kebenaran itu berat. Orang yang mele-wati
garisnya, telah menganiaya diri. Orang yang memendekkan-nya, adalah lemah. Dan
orang yang berdiri teguh pada kebenaran itu, adalah mencukupi".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم saw. :عليكم بالنمط الأوسط الذي يرجع إليه العالي ويرتفع إليه
التالي
('Alaikum binnamathil au-sathilladzii yarji'u ilaihil 'aalii wa yartafi'u
ilaihit taalii).
Ertinya :"Haruslah kamu di
garis yang di tengah yang kembali kepadanya yang di atas dan yang naik kepadanya
yang berikutnya".
Berkata Ibnu
Abbas ra. :الضلالة لها حلاوة في قلوب أهلها "Kesesatan itu
manis dalam hati orang-orangnya".
Berfirman Allah
Ta'ala :
وَذَرِ
الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا
(Wa
dzarilladziinat-takhadzuu diinahum la'iban wa lahwa). Artinya :
"Tinggalkanlah
mereka yang membuat agamanya permainan dan senda-gurau".
(S.Al-An'am, ayat 70).
Allah Ta'ala
berfirman :
أَفَمَنْ
زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا
(Afaman zuyyina lahuu suu-u 'amalihi fara-aahu hasanan).
Ertinya :
"Adakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk, lalu perbuatannya yang
buruk itu dianggapnya baik". (S. Fathir, ayat 8).
Segala apa yang diada-adakan sesudah para shahabat ra. yang melewati batas
dharurat dan keperluan, maka itu termasuk diantara permainan dan senda-gurau.
Diceriterakan tentang Iblis yang kena kutukan Tuhan, bahwa Iblis itu
mengirimkan tentaranya pada masa shahabat ra. Maka kembali-Iah tentara itu
kepada Iblis dengan perasaan menyesal.
Bertanya Iblis : "Apa kabar kamu sekalian?".
Tentara Iblis itu menjawab : "Belum pernah kami melihat seperti mereka
itu. Kami tidak memperoleh sesuatu dari mereka. Mereka telah meletihkan
kami."
Maka menyambung Iblis itu : "Rupanya kamu tidak sanggup menghadapi
mereka, dimana mereka telah menyertai nabinya dam menyaksikan turun wahyu dari
Tuhannya. Tetapi sesudah mereka itu nanti, akan datang suatu kaum yang akan
kamu peroleh hajatmu dari mereka".
Tatkala datang masa tabi'in, Iblis itu mengirimkan lagi bala tentaranya.
Itupun tentara Iblis itu kembali dengan tangan kosong. Mereka itu berkata :
"Belum pernah kami melihat yang lebih mena'jubkan dari mereka. Kami
peroleh satu demi satu dari dosa mereka. Tetapi apabila sore hari, lalu mereka
bermohon ampun (bertaubat kepada Tuhan). Maka digantikan oleh Allah kejahatan
mereka dengan kebajikan".
Menyambung Iblis itu lagi: "Kamu tidak akan memperoleh sesuatu
daripada mereka, karena ketauhidan mereka itu benar dan karena teguhnya mereka
mengikuti nabinya. Tetapi akan datang sesudah mereka nanti, suatu kaum yang
senang hatimu melihat mereka. Kamu dapat mempermain-mainkan mereka dan mengajak
mereka menuruti hawa nafsunya, menurut kemauanmu. Kalau mereka meminta ampun,
maka tidak akan diampunkan. Dan mereka tidak akan bertaubat. Maka kejahatannya
digantikan oleh Tuhan dengan kebajikan".
Berkata Iblis itu seterusnya : "Sesudah qurun pertama, maka datanglah
suatu kaum, lalu bergeraklah hawa nafsu pada mereka dan berhiaslah mereka
dengan perbuatan-perbuatan bid'ah. Maka mereka itu memandang yang bid'ah itu
halal dan membuatnya menjadi agama. Tidak pernah mereka memohon ampun dan
bertaubat daripadanya. Maka mereka dikuasai oleh musuh-musuhnya dan
dihalaukannya kemana saja dikehendaki oleh musuh-musuhnya".
Kalau anda bertanya : "Dari manakah orang yang menerangkan tadi,
mengetahui apa yang dikatakan Iblis, pada hal ia tidak melihat Iblis dan tidak
berbicara dengan Iblis tentang yang demikian itu?".
Maka ketahuilah kiranya, bahwa orang-orang yang mempunyai hati, terbuka
bagi mereka segala rahasia alam ghaib (alam malakut), sekali dengan jalan
ilham, dengan melintas datang kepada mereka dari arah yang tidak diketahuinya.
Sekali dengan jalan mimpi yang benar. Dan sekali sedang jaga (tidak-tidur),
dengan jalan terbuka segala pengertian dengan menyaksikan contoh-contoh,
seperti yang dalam tidur tadi.
Dan inilah tingkat yang tertinggi, yaitu : sebahagian dari tingkat-tingkat
kenabian yang tinggi, sebagaimana mimpi yang benar, adalah suatu bahagian dari
empat puluh enam bahagian dari kenabian.
Maka hati-hatilah, bahwa ada bahagianmu dari ilmu ini, menging-kari apa
yang melewati batas kesingkatan pahammu!.
Dalam hal ini, telah banyak binasa 'alim ulama yang mengaku dirinya pandai,
menda'wakan telah menguasai seluruh ilmu akal.
Maka bodoh adalah lebih baik dari akal, yang mengajak kepada menantang
seperti hal-hal tersebut, yang dipunyai wali-wali Allah.
Orang yang mengingkari hal itu bagi wali-wali, mengakibatkan dia telah
mengingkari nabi-nabi. Dan adalah ia keluar dari Agama seluruhnya.
Berkata setengah 'arifin (orang yang mempunyai ma'rifah kepada Allah
Ta'ala) : "Sesungguhnya telah habis orang-orang al-abdal disegala penjuru
bumi. Mereka bersembunyi dari mata orang banyak, kerena tidak sanggup melihat
ulama zaman sekarang. Karena mereka itu betul-betul sudah jahil terhadap Allah
Ta'ala. Sedang mereka menurut pengakuannya sendiri dan pengakuan orang-orang
bodoh, adalah ulama".
Berkata Sahl At-Tusturi ra. : "Diantara ma'siat yang terbesar, ialah
tak tahu di bodoh diri, memandang kepada orang awwam dan mendengar perkataan
orang Ialai. Tiap-tiap orang 'alim yang telah berkecimpung dalam urusan
duniawi, maka tidak wajar lagi perkataannya didengar. Tetapi hendaklah
dicurigai dari tiap-tiap perkataan yang diucapkannya. Karena tiap-tiap manusia
itu berkecimpung pada apa yang disukainya dan menolak apa yang tidak
bersesuaian dengan yang disukainya".
Karena itu, berfirman Allah Ta'ala :
وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
(Wa laatuthi man aghfalnaa qalbahuu 'an dzikrinaa wattaba'a hawaa-hu wa
kaana amruhuu furuthaa).
Ertinya
:"Dan janganlah engkau turut orang yang Kami lalaikan hatinya dari
mengingati Kami dan diturutinya keinginan nafsunya dan pekerjaannya biasanya di
luar batas ". (S. Al-Kahf, ayat 28).
Orang awwam yang ma'siat, keadaannya lebih berbahagia dari orang yang bodoh
dengan jalan agama, yang mengakui dirinya ulama. Karena orang awwam yang
ma'siat itu mengakui keteledorannya. Lalu meminta ampun dan bertaubat. Dan
orang bodoh ini, yang menyangka dirinya berilmu, maka ilmu yang dipelajarinya,
ialah pengetahuan yang menjadi jalan baginya kepada dunia, tersisih dari jalan
agama. Lalu ia tidak bertaubat dan meminta ampun. Tetapi senantiasa berpegang
kepadanya, sampai mati. Dan apabila ini telah memenangi pada kebanyakan
manusia, kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah Ta'ala, dan putuslah
harapan untuk memperbaiki orang-orang tersebut, maka yang lebih raenye-lamatkan
bagi orang yang beragama, yang menjaga diri, ialah : mengasingkan diri dan
sendirian, sebagaimana akan datang penjelasannyapada "Kitab 'Uzlah "
nanti insya Allah.
Karena itulah Yusuf bin Asbath menulis surat kepada Huzaifah Al-Mar'asyi,
yang isinya antara lain : "Apakah persangkaan tuan dengan orang yang tidak
memperoleh seorangpun, yang tidak mengingati Allah Ta'ala bersama dia melainkan
adalah orang itu berdosa atau pembicaraannya adalah ma'siat saja? Dan yang
demikian, sesungguhnya dia tidak memperoleh temannya".
Benarlah apa yang dikatakan Yusuf itu. Karena dalam bergaul dengan manusia,
tidaklah terlepas dari upatan atau mendengar upatan atau berdiam diri atas
perbuatan munkar.
Keadaan yang sebaik-baik nya, ialah orang itu membuat ilmunya berfaedah
kepada orang lain atau mengambil faedah dari ilmu yang ada pada orang lain.
Orang yang patut dikasihani ini, kalau memperhatikan dan mengetahui bahwa
memanfa'atkan ilmunya itu kepada orang, tidaklah terlepas dari bercampur dengan
ria, ingin.harta dan jadi kepala, niscaya tahulah dia bahwa orang yang
mengambil faedah dari ilmunya bermaksud menjadikan ilmu itu sebagai alat untuk
mencari dunia dan jalan kepada kejahatan.
Berdasarkan itu, maka adalah dia menolong kearah itu, membantu dan
menyiapkan sebab-sebab, seperti, orang yang menjualkan pedang kepada perampok.
Maka ilmu itu adalah seperti pedang. Kepatutannya bagi kebajikan, adalah
seperti kepatutan pedang bagi perang.
Dari itu tidak diperbolehkan menjual pedang itu kepada orang yang diketahui
menurut keadaannya, mau mempergunakan pedang itu untuk merampok.
Maka inilah dua belas tanda ulama akhirat! Masing-masing dari padanya
mengumpulkan sejumlah budi pekerti ulama terdahulu (ulama salaf).
Dari itu, hendaklah kamu menjadi salah seorang dari dua : adakala-nya
bersifat dengan sifat-sifat itu atau mengaku dengan keteledoran secara sadar.
Awaslah, jangan engkau menjadi orang ketiga, maka engkau ragu kepada diri
sendiri dengan engkau gantikan alat dunia dengan agama. Engkau serupakan
perjalanan hidup orang-orang batil dengan perjalanan hidup ulama-ulama yang
mendalam pengetahuannya. Maka termasuklah engkau disebabkan kebodohan dan
keingkaran engkau, ke dalam golongan orang yang binasa dan putus asa.
Berlindunglah kita
dengan Allah swt. dari tipuan setan yang menyebabkan orang banyak binasa. Kita
bermohon kepada Allah Ta'ala semoga dijadikanNya kita diantara orang-orang yang
tidak ditipu oleh kehidupan duniawi. Dan tidak ditipu oleh penipu pada jalan
Allah!.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan