KARANGAN IMAM AL GHAZALI DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN....SIRI 12
Dan tidaklah kisah itu diterangkan kepadamu untuk menjadi buah pembicaraan di malam hari. Tetapi, untuk engkau sadari atas jalan ibarat.
PENJELASAN: Tugas-tugas penunjuk jalan kebenaran (mursyid), yang mengajar (mu'allim).
Ketahuilah bahwa manusia mengenai ilmu
pengetahuannya, mempunyai empat macam keadaan, seperti halnya dalam pengumpulan
harta kekayaan. Karena bagi orang yang berharta, mempunyai keadaan menggunakan
hartanya. Maka dia itu adalah orang yang berusaha dan keadaan menyimpannya dari
hasil usahanya itu. Sehingga jadilah dia seorang yang kaya, tak usah meminta
lagi pada orang lain. Dan keadaan dapat membelanjai dirinya sendiri. Maka
dapatlah ia mengambil manfa'at dari harta kekayaan itu.
Dan keadaan dapat memberikan kepada orang
lain, sehingga ia menjadi seorang pemurah hati, yang dermawan. Dan inilah
keadaan yang sebaik-baiknya.
Maka seperti itu pulalah dengan ilmu
pengetahuan, dapat disimpan seperti menyimpan harta benda.
Bagi ilmu pengetahuan ada keadaan mencari,
berusaha, dan keadaan mengkasilkan yang tidak memerlukan lagi kepada bertanya.
Keadaan meneliti (istibshar), yaitu berpikir mencari yang baru dan mengambil
faedah daripadanya. Dan keadaan memberi sinar cemerlang kepada orang lain. Dan
inilah keadaan yang semulia-mulianya! Maka barangsiapa berilmu, beramal
dan mengajar, maka dialah yang disebut orang besar dalam alam malakut tinggi.
Dia Iaksana matahari yang menyinarkan cahayanya kepada lainnya dan menyinarkan
pula kepada dirinya sendiri. Dia Iaksana kesturi yang membawa keharuman kepada
lainnya dan dia sendiripun harum.
Orang yang berilmu dan tidak beramal
menurut. ilmunya, adalah seumpama suatu daftar yang memberi faedah kepada
lainnya dan dia sendiri kosong dari ilmu pengetahuan. Dan seumpama batu
pengasah, menajamkan lainnya dan dia sendiri tidak dapat memo-tong. Atau
seumpama jarum penjahit yang dapat menyediakan pakaian untuk lainnya dan dia
sendiri telanjang. Atau seumpama sumbu lampu yang dapat menerangi lainnya dan
dia sendiri terba-kar, sebagaimana kata pantun :
"Dia adalah Iaksana sumbu
lampu yang dipasang, memberi cahaya kepada orang Dia sendiri terbakar menyala
".
Manakala sudah mengajar maka berarti telah melaksanakan pekerjaan besar dan
menghadapi bahaya yang tidak kecil. Maka peliharalah segala adab dan
tugas-tugasnya, yaitu :Bersabda Nabi صلى الله
عليه وسلم
Tugas Pertama : mempunyai
rasa belas-kasihan kepada murid-murid dan memperlakukan mereka sebagai anak
sendiri.
إنما أنا
لكم مثل الوالد لولده
(Innamaa ana lakum mitslul waalidi liwaladihi).
Artinya :"Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seumpama Seorang ayah
bagi anaknya".
Dengan maksudnya, melepaskan murid-muridnya dari api neraka akhirat. Dan
itu adalah lebih penting dari usaha kedua ibu-bapa, melepaskan anaknya dari
neraka dunia.
Karena itu, hak seorang guru adalah lebih
besar dari hak ibu-bapa. Ibu-bapa menjadi sebab lahimya anak itu dan dapat
hidup di dunia yang fana ini. Sedang guru menjadi sebab anak itu memperoleh
hidup kekal. Kalau tidak adalah guru, maka apa yang diperoleh si anak itu dari
orang tuanya, dapat membawa kepada kebinasaan yang terus-menerus.
Guru adalah yang memberikan kegunaan hidup
akhirat yang abadi. Yakni guru yang mengajar ilmu akhirat ataupun ilmu
pengetahuan duniawi, tetapi dengan tujuan akhirat, tidak dunia.
Adapun mengajar dengan tujuan dunia, maka
itu binasa dan membinasakan. Berlindunglah kita dengan Allah daripadanya!.
Sebagaimana hak dari anak-anak seorang
ayah, berkasih-kasihan dan bertolong-tolongan mencapai segala maksud, maka
seperti demikian-Iah kewajiban dari murid'murid seorang guru, berkasih-kasihan
dan sayang-menyayangi.
Hal itu baru ada, bila tujuan mereka
akhirat. Dan kalau tujuannya dunia, maka yang ada tak lain dari
berdengki-dengkian dan bermusuh-musuhan.'
Sesungguhnya para ulama dan putera-putera
akhirat itu adalah orang-orang musafir kepada Allah Ta'ala dan berjalan
kepadaNya, dari dunia. Tahun-tahunnya dan bulan-bulannya adalah tempat-tempat
singgahan dalam perjalanan. Sayang-menyayangi diperjalan an antara orang-orang
yang sama-sama berangkat ke kota, adalah menyebabkan lebih eratnya hubungan dan
kasih sayang. Maka bagaimanakah berjalan ke firdaus tinggi dan
sayang-menyayangi di dalam perjalanannya dan tak ada sempit pada kebahagiaan
akhirat?
Maka karena itu, tak adalah pertentangan diantara putera-putera akhirat.
Sebaliknya dalam mengejar kebahagiaan duniawi, jalannya tidak lapang. Dari itu
senantiasa dalam keadaan sempit berdesak-desakan. Orang yang menyeleweng dengan
ilmu pengetahuannya untuk menjadi kepala, sesungguhnya telah keluar dari
kandungan firman Allah Ta'ala :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
(Innamal mu'minuuna ikhwah).
Ertinya :"Sesungguhnya orang mu'min itu
bersaudara".(S. Al-Hujurat, ayat 10).
Dan masuk ke
dalam maksud firman Allah Ta'ala
الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا
الْمُتَّقِينَ
(Al-akhillaa-u
yauma-idzin ba'dluhum liba'dlin 'aduwwun illal mut-taqiin).
Ertinya
:"Shahabat-shahabat pada hari itu, satu dengan yang lain jadi bermusuhan,
kecuali dari orang-orang yang memelihara dirinya dari kejahatan ".
.(Zukhruf ayat 67).
Tugas Kedua : bahwa mengikuti jejak Rasul sawصلى
الله عليه وسلم
. Maka ia tidak mencari upah,
balasan dan terima kasih dengan mengajar itu. Tetapi mengajar karena Allah dan
mencari kedekatan diri kepada-Nya. Tidak ia melihat bagi dirinya telah menanam
budi kepada murid-murid itu, meskipun murid-murid itu harus mengingati budi
baik orang kepadanya.
Tetapi guru itu harus memandang bahwa dia
telah berbuat suatu perbuatan yang baik, karena telah mendidik jiwa anak-anak
itu. Supaya hatinya dekat kepada Allah Ta'ala dengan menanamkan ilmu
pengetahuan padanya. Seumpama orang yang meminjam-kan kepada anda sebidang
tanah untuk anda tanami didalamnya tanam-tanaman untuk anda sendiri. Maka
faedah yang anda dapati adalah melebihi dari faedah yang diperoleh pemilik
tanah itu. Maka bagaimanakah anda menyebut-nyebut jasa anda itu? Pada hal
pahala yang anda peroleh dari mengajar itu, pada Allah Ta'ala lebih banyak dari
pahala yang diperoleh oleh murid. Dan kalaulah tak ada murid yang belajar, maka
anda tidak akan memperoleh pahala itu.
Dari itu, janganlah diharap pahala selain dari
Allah Ta'ala, seperti firmanNya :
وَيَا
قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالا إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ
(Wa yaaqaumi laa asralukum alaihi maalan in ajria illaa 'alallaah). Artinya
:
"Hai kaumku! Aku tiada meminta harta
kepada kamu sebagai upah nya, upahku hanyalah dari Tuhan". (s. Hud, ayat
29).
Harta dan isi dunia adalah menjadi pesuruh
badan kita. Badan menjadi kendaraan dan tunggangan jiwa. Yang dikhidmati ialah
ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuanlah, jiwa itu mulia.
Orang yang mencari harta dengan ilmu,
samalah dengan orang yang menyapu bawah sepatunya dengan mukanya supaya bersih.
Dija-dikannya yang dilayani menjadi pelayan dan pelayan menjadi yang dilayani.
Inilah penj ungkir-balikan namanya. Dan
adalah seumpama orang yang berdiri di hari mahsyar bersama orang-orang yang
berdosa. Terbalik kepalanya dihadapan Tuhan.
Pendek kata, kelebihan dan kenikmatan
adalah untuk guru. Maka perhatikanlah, bagaimana sampai urusan agama kepada
suatu kaum, yang mendakwakan bahwa maksudnya dengan ilmu yang ada padanya, baik
ilmu fiqih atau ilmu kalam, baik memberi pelajaran dalam ilmu yang dua tadi
atau lainnya; adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Mereka
menyerahkan harta dan kemegahan serta menerima bermacam-macam penghinaan, untuk
berkhidmat kepada sultan-sultan (penguasa-penguasa), supaya permintaannya
berlaku.
Jikalau mereka tinggalkan yang demikian
itu, niscaya mereka ditinggalkan. Dan tidak akan ada orang yang datang kepada
mereka lagi.
Kemudian, diharap oleh guru dari muridnya,
ban tuan pada tiap-tiap malapetaka, memberi pertolongan kepadanya, memusuhi
mu-suhnya, bangun memenuhi keperluan hidupnya dan duduk ber -simpuh
dihadapannya. Apabila tidak, maka dia memberontak dan muridnya itu menjadi
musuhnya yang terbesar.
Alangkah kotornya orang berilmu, yang rela
untuk dirinya kedudukan yang demikian. Kemudian, ia bergembira dengan itu.
Kemudian, tidak malu mengatakan :"Maksudku dengan mengajar ialah
menyiarkan ilmu pengetahuan, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menolong
agamaNya".
Maka perhatikanlah segala tanda, sehingga
engkau melihat penipuan-penipuan yang beraneka ragam itu!
Tugas ketiga: bahwa tidak meninggalkan nasehat sedikitpun
kepada yang demikian itu, ialah dengan melarangnya mempelajari suatu tingkat,
sebelum berhak pada tingkat itu. Dan belajar ilmu yang tersembunyi,
sebelum selesai ilmu yang terang. Kemudian menjelaskan kepadanya bahwa maksud dengan menuntut ilmu itu, ialah
mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.
Bukan karena keinginan menjadi kepala, kemegahan dan perlombaan. Haruslah
dikemuka-kan keburukan sifat-sifat itu sejauh mungkin! Seorang berilmu yang
jahat tidaklah berbuat kebaikan lebih banyak dari berbuat kejahatan dan
kerusakan. Bila diketahui orang yang bathinnya dengan menuntut ilmu adalah
untuk dunia, maka haruslah diperhatikan kepada ilmu yang dipelajarinya itu.
Kalau ilmu itu ilmu khilafiah mengenai fiqih, berdebat dalam ilmu kalam,
berfatwa dalam soal persengketaan dan hukum, maka hendaklah dicegah. Karena
ilmu pengetahuan tersebut tidak termasuk dalam ilmu akhirat dan tidak termasuk
sebagian dari ilmu yang dikatakan. "Kami mempelajari ilmu bukan karena
Allah, maka ilmu itu enggan kalau bukan karena Allah !'.'
Yang termasuk dalam ilmu
akhirat, ialah ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu-ilmu yang menjadi perpegangan
orang-orang terdahulu, dari ilmu akhirat, ilmu mengenai budi pekerti jiwa dan
cara mengasuhnya.
Apabila ilmu tadi dipelajari oleh seorang
pelajar dengan tujuan duniawi, maka tak mengapa dibiarkan. Karena membuahkan
peng-harapan, bagi pelajar itu nanti, pada pengajaran dan pengikutan kepada
orang ramai. Bahkan kadang-kadang ia sadar di tengah jalan atau diakhir jalan.
Karena padanya ada pengetahuan yang membawa takut kepada Allah Ta'ala,
penghinaan kepada dunia dan peug-hargaan kepada akhirat.
Dan ada harapan besar pelajar itu akan memperoleh
jalan yang benar ke akhirat, sehingga dia memperoleh pengajaran dengan apa yang
diajarinya orang lain. Dan berlakulah kesukaan diterima orang kata-katanya dan
kemegahan, sebagai berlakunya biji-bijian yang ditaburkan di keliling
perangkap,. untuk menangkap burung dengan yang demikian.
Memang demikianlah, diperbuat oleh Allah
pada hambaNya. Karena dijadikanNya nafsu syahwat, supaya makhluk itu dapat
meneruskan keturunannya. DijadikanNya pula suka mencari kemegahan, supaya
menjadi sebab, untuk menghidupkan ilmu pengetahuan.
Demikianlah yang kita harapkan pada
ilmu-ilmu tersebut.
Mengenai masalah khilafiah semata-mata, perdebatan dalam ilmu kalam,
pengetahuan ilmu furu' yang ganjil-ganjil, bila ilmu itu saja yang
diperhatikan, sedang yang lainnya dikesampingkan, maka ha-nyalah menam bahkan
kesesatan hati dan kelalaian dari pada Allah Ta'ala. Serta berkepanjangan dalam
kesesatan dan mencari kemegahan.Kecuali orang-orang yang dinaungi Allah dengan
rahmat-kasihNya. Atau dicampurkan ilmu tadi, dengan ilmu-ilmu yang lain dari
ilmu pengetahuan keagamaan.
Untuk itu tidak dapat kita buktikan,
seperti percobaan dan penyaksian. Dari itu perhatikanlah, renungkanlah dan
selidikilah supaya diperoleh kebenarannya dalam kalangan manusia dan
negeri-negeri! Semoga Allah memberi pertolongan!
Pernah orang melihat Sufyan Ats-Tsuri gundah-gulana, maka ditanyakan :
"Mengapakah tuan hamba demikian?"
Ia menjawab : "Kami ini menjadi toko,
bagi anak-anak dunia. Seorang dari mereka selalu bersama kami, tetapi apabila
telah belajar, lalu diangkat menjadi hakim (kadli), pegawai atau penguasa''.
Tugas keempat : yaitu termasJk yang halus-halus dari
mengajar, bahwa guru menghardik muridnya dari berperangai jahat dengan cara
sindiran selama mungkin dan tidak dengan cara terus terang. Dan dengan cara
kasih-sayang, tidak dengan cara mengejek. Sebab, kalau dengan cara terus
terang, merusakkan takut murid kepada guru. Dan mengakibatkan dia berani
menentang dan suka menerus-kan sifat yang jahat itu. Nabi صلى الله عليه وسلم. selaku mursyid segala guru,
pernah bersabda :
لو منع
الناس عن فت البعر لفتوه وقالوا ما نهينا عنه إلا وفيه شيء
(Lau muni'an naasu 'an fattil ba'ri
lafattuuhu waqaaluu maa nuhii-naa anhu illaa wa fiihi syaiun).Artinya
:"Jikalau manusia itu dilarang dari menghancurkan taik unta, maka akan
dihancurkannya dengan mengatakan : "Kita tidak dilarang dari perbuatan itu
kalau tak ada apa-apanya".
Keadaan yang tersebut tadi, mengingatkan anda akan kisah Adam dan Hawa as.
serta larangan yang ditujukan kepada keduanya.
Dan tidaklah kisah itu diterangkan kepadamu untuk menjadi buah pembicaraan di malam hari. Tetapi, untuk engkau sadari atas jalan ibarat.
Juga dengan sindiran itu, membawa kepada jiwa utama dan hati suci,
untuk memahami tujuan dari sindiran itu. Maka dengan keinginan memperhatikan
maksud dari sindiran itu, karena ingin mengetahuinya, tahulah dia bahwa hal itu
tidak boleh lenyap dari perhatiannya.
Tugas kelima : seorang guru yang bertanggung jawab pada salah
satu mata pelajaran, tidak boleh melecehkan mata pelajaran lain dihadapan
muridnya. Seumpama guru bahasa, biasanya melecehkan ilmu fiqih. Guru fiqih
melecehkan ilmu hadits dan tafsir dengan sindiran, bahwa ilmu hadits dan tafsir
itu adalah semata-mata me-nyalin dan mendengar. Cara yang demikian, adalah cara
orang yang lemah, tidak memerlukan pikiran padanya. Guru ilmu kalam memandang
sepi kepada ilmu fiqih dengan mengatakan, bahwa fiqih itu membicarakan soal
furu'. Diantara lain memperkatakan tentang kain kotor wanita. Maka apakah artinya itu, dibandingkan dengan
memperkatakan tentang sifat Tuhan Yang Maha Pengasih? Inilah budi pekerti yang tercela pada para
guru yang harus dijauhkan!
Sebaliknya, yang wajar hendaklah seorang guru yang bertanggung jawab
sesuatu mata pelajaran, membuka jalan seluas-luasnya kepada muridnya untuk
mempelajari mata pelajaran yang lain. Kalau dia bertanggung jawab dalam
beberapa ilmu pengetahuan, maka hendaklah menjaga kemajuan si murid dari setingkat
ke setingkat!
Tugas keenam : guru harus menyingkatkan pelajaran menurut tenaga pemahaman si murid. Jangan diajarkan pelajaran yang belum sampai otaknya ke sana. Nanti ia lari atau otaknya tumpul. Perhatikanlah akan sabda Nabi saw. :
Tugas keenam : guru harus menyingkatkan pelajaran menurut tenaga pemahaman si murid. Jangan diajarkan pelajaran yang belum sampai otaknya ke sana. Nanti ia lari atau otaknya tumpul. Perhatikanlah akan sabda Nabi saw. :
نحن معاشر الأنبياء أمرنا أن ننزل
الناس منازلهم ونكلمهم على قدر عقولهم
(Nahnu ma'aasyiral anbiyaa-i umimaa an-nunzilannaasa manaazi-lahum wa
nukallimahum 'alaa qadri 'uquulihim).(
Ertinya :"Kami para Nabi
disuruh menempatkan masing-masing orang pada tempatnya dan berbicarra dengan
mereka menurut tingkat yang mereka fahami
Kembangkanlah kepada murid itu sesuatu pengetahuan yang mendalam, apabila
diketahui bahwa dia telah dapat memahaminya sendiri.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
ما أحد يحدث قوما بحديث لا تبلغه
عقولهم إلا كان فتنة على بعضهم
(Maa ahadun yuhadditsu qauman bihadiitsin
laa tablughuhu uquulu hum illaa kaana fitnatan 'alaa ba'dhihim).
Ertinya :"Apabila
seseorang berbicara kepada sesuatu golongan tentang persoalan yang belum sampai
otaknya ke sana, maka ia menjadi fitnah kepada sebahagian dari mereka".
Berkata Ali ra. sambil menunjuk ke dadanya
:
"Di sini terkumpul banyak ilmu
pengetahuan, sekjranya dapatlah saya peroleh orang-orang yang menerimanya
".
Benarlah ucapan beliau itu. Dada orang-orang
baik (al-abrar) adalah kuburan ilmu pengetahuan yang tinggi-tinggi (al-asrar).
Dari itu, tidak wajarlah bagi seorang yang berilmu, menyiarkan seluruh ilmu
pengetahuannya kepada orang. Hal ini, apabila dapat dipahami oleh yang belajar
dan ia belum dapat mengambil faedah dengan ilmunya. Maka betapa pula terhadap
orang yang tidak dapat memahaminya? Berkata Nabi Isa as. : "Janganlah
engkau gantungkan mutiara pada leher babi".
Ilmu hikmah adalah lebih mulia dari
mutiara. Orang yang tidak suka kepada ilmu hikmah, adalah lebih jahat dari
babi. Dari itu dikatakan : sukatlah bagi masing-masing orang, menurut ukuran
akalnya. Dan timbanglah bagi masing-masing orang itu
dengan tim-bangan pahamnya, sehingga selamat dan bermanfa'at. Kalau tidak ada
pemahaman, maka terjadilah pertentangan karena tim-bangan akal berlebih-kurang
(salah pengertian = misunderstanding).
Ditanyakan setengah ulama tentang suatu hal. Beliau tidak menjawab, lalu
penanya itu bertanya lagi : tidakkah tuan mendengar sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
من كتم علما نافعا جاء يوم القيامة
ملجما بلجام من نار
(Man katama 'ilman naafi'an jaa- a yaumal qiyaamati muljaman bilijaamin min
naar).
Artinya :"Barang siapa yang
menyembunyikan ilmu yang bermanfa'at, niscaya datang dia pada hari qiamat, pada
mulutnya ada kekang dari api neraka". (1)
Maka menjawablah ulama tersebut:
"Tinggalkanlah kekang itu dan pergilah! Kalau datang kemari orang yang
berpaham dan aku sem-bunyikan juga, maka letakkanlah kekang itu pada
mulutku!".
Berfirman Allah Ta'ala :
وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ
أَمْوَالَكُمُ
(Wa laa tu'tussufahaa-a amwaalakum).
Ertinya :"Janganlah kamu berikan kepada orang-orang
yang belum mengerti (masih jahil) harta-harta mereka yang kamu dijadikan Tuhan
pemeliharanya ".(S. An-Nisa', ayat 5).
Firman tersebut sebagai peringatan bahwa
menjaga ilmu pengetahuan dari orang yang merusakkan dan mendatangkan
kemelaratan, adalah lebih utama lagi. Dan tidaklah kurang dzalimnya antara
memberikan kepada yang tidak berhak dan tidak memberikan kepada yang berhak.
Berkata seorang penyair :
"Apakah saya hamburkan mutiara, dihadapan pengembala domba?
Lalu jadilah dia
tersimpan, dalam gudang penternak hewan?
Mereka itu tidak tahu, akan harga mutiara.
Dari itu saya tak mau, menggantungkannya pada leher mereka
Kalau kiranya Tuhan, mencurahkan belas kasihan. Lalu kedapatan, ahli ilmu
pengetahuan.
Saya akan siarkan ilmu berfaedah, saya akan memperoleh cinta mahabbah.
Kalau tidak
begitu.................
biarlah tersimpan
dan tersembunyi dalam dadaku!
Memberikan ilmu kepada orang bodoh, adalah menyia-nyiakan.
Tak mau memberikannya kepada yang berhak, adalah menganiayakan.
Tugas ketujuh : kepada seorang pelajar yang singkat paham, hen-daklah diberikan pelajaran
yang jelas, yang layak baginya. Janganlah disebutkan kepadanya, bahXya di balik
yang diterangkan ini, ada lagi pembahasan yang mendalam yang di simpan , tidak
dijelas-kan. Karena, yang demikian i^u, mengakibatkan kurang keinginan-nya pada
pelajaran yang jelas itu dan mengacau-balaukan pikiran-nya. Sebab menimbulkan
dugaan kepada pelajar itu nanti, seolah-olah gurunya kikir, tak mau memberikan
ilmu itu kepadanya.
Sekalian orang menyangka bahwa dirinya ahli dalam segala ilmu, meskipun
yang pelik. Dan tak ada seorangpun yang tak ingin memperoleh pikiran yang
cerdas dari pada Allah Ta'ala. Orang yang paling dungu dan paling bodoh pun
merasa gembira dengan kesempurnaan akal pikirannya.
Dan dengan ini, dapatlah diketahui, bahwa orang awwam yang terikat dengan
ikatan kepercayaan Agama dan meresap dalam jiwanya 'aqidah yang berasal dari ulama-ulama
terdahulu, tanpa membanding dan mena'wilkan dan dalam pada itu, bathinnya cukup
baik dan akalnya tidak berpikir lebih banyak dari itu, maka tidak sewajarnyalah
'aqidah orang awwam itu dikacau-balaukan. Tetapi sewajarnyalah dia itu
dibiarkan dengan urusannya. Sebab kalau diterangkan kepada si awwam itu
pena'wilan-pena'wilan dari kedzahiran kata-kata maka terlepaslah apa yang
terikat dalam hatinya. Dan tidak mudah lagi mengikatnya kembali dengan apa yang
diikatkan oleh orang yang tertentu (orang alrkhawwash). Lalu terangkatlah
dinding antara si awwam tadi dan perbuatan ma'siat. Dan bertukarlah dia menjadi
setan penggoda, membinasakan dirinya sendiri dan orang lain.
Bahkan,
tidak layak orang awwam itu dibawa berkecimpung ke dalam ilmu hakikat yang pelik-pelik.
Tetapi, cukupkan saja dengan mengajari peribadatan, mengajari amanah dalam
pekerjaannya sehari-hari. Isikanlah jiwanya dengan keinginan kepada sorga dan
ketakutan kepada neraka, seperti yang tersebut dalam Al-Quran Suci.
Jangan dibangunkan pikiran mereka kearah
keragu-raguan. Karena mungkin nanti keragu-raguan itu melekat dalam hatinya dan
sukar dilepaskannya. Maka binasalah dan celakalah dia kesudahannya.
Pendek kata, tidak wajar pintu pembahasan
di buka kepada orang awwam. Sebab dengan itu membawa kepada kekosongan
pekerjaan mereka, yang menjadi sendi dari budi pekerti dan kekekalan hidup dari
orang-orang tertentu.
Tugas kedelapan : guru itu harus mengamalkan sepanjang ilmunya.
Jangan perkataannya membohongi perbuatannya. Karena ilmu dilihat dengan
mata-hati dan amal dilihat dengan mata-kepala. Yang mempunyai mata-kepala
adalah lebih banyak.
Apabila amal bersalahan dengan ilmu, maka tercegahlah keadilan. Orang yang
mengambil sesuatu, lalu mengatakan kepada orang lain : "Jangan kamu ambil
barang itu, sebab barang itu adalah racun yang membinasakan!", adalah
telah memperkosa hak orang lain. Dia akan kena tuduhan. Orang semakin bernafsu
kepada benda yang dilarang mengambilnya itu, dengan mengatakan : "Kalau
bukanlah benda itu baik dan berharga, masakan diambilnya!
Dibandingkan guru yang mursyid dengan para
muridnya, adalah seumpama ukiran dari abu tanah dan bayang-bayang dari kayu.
Bagaimanakah abu tanah itu terukir sendiri tanpa benda pengukir dan kapankah
bayang-bayang itu lurus sedang kayunya bengkak?
Karena itu, berkatalah pantun yang seirama dengan
itu :
"Janganlah engkau melarang suatu
pekerti, sedang engkau sendiri melakukannya. Malulah kepada diri sendiri,
dilihat orang engkau mengerjakannya!"
Berfirman Allah Ta'ala :
أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ
(Ata' muruunan-naasa bil birri wa tansauna anfusakum).
Ertinya :"Adakah kamu menyuruh orang lain dengan berbuat
baik dan kamu lupakan dirimu sendiri!".(S. Al-Baqarah, ayat 44).
Karena itulah, dosa orang yang berilmu mengerjakan
perbuatan ma'siat, adalah lebih besar dari dosa orang yang bodoh. Karena dengan
terperosoknya orang yang berilmu, maka terperosoklah orang banyak yang menjadi
pengikutnya.ومن سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من
عمل بها Barang siapa membuat tradisi yang buruk, maka berdosalah
dia dan berdosalah orang yang menuruti tradisi itu.
Dari itu berkata Ali ra. :
"Ada dua
orang yang mendatangkan bala bencana kepada kita, yaitu orang yang berilmu yang
tak menjaga kehormatan dan orang yang bodoh yang kuat beribadah. Orang yang
bodoh itu menipu manusia dengan peribadatannya dan orang berilmu itu menipu
manusia dengan kelengahannya ".
Tiada ulasan:
Catat Ulasan