IMAM AL GHAZALI DALAM IHYA ULUMUDDIN.....SIRI 5
BAB KEDUA: Ilmu Terpuji dan tercela
Mengenai ilmu terpuji dan tercela,
bahagian-bahagiannya dan hukum hukumnya.
Padanya penjelasan, apakah yang
fardlu 'ain dan apakah yang fardlu kifayah.
Penjelasan, bahwa kedudukan ilmu
kalam dan ilmu fiqih dalam ilmu agama,sampai mana batasnya dan keutamaan ilmu
akhirat. Penjelasan ilmu yang menjadi fardlu 'ain.
قال رسول
ال صلى ال عليه وسلم: (طلب العلم فريضة على كل مسلم) وقال أيضا صلى ال عليه وسلم
اطلبواالعلم ولو بالصي
Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم:
"Menuntut
ilmu wajib atas tiap-tiap muslim" . Dan
Bersabda pulaNabiصلى الله عليه وسلم : "Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina
sekalipun ".
Berbeda pendapat manusia mengenai ilmu yang menjadi fardiu "ain atas
tiap-tiap muslim, sampai berpecah-belah lebih dari dua puluh golongan. Kami di
sini tidak akan menguraikannya secara terperinci. Akan tetapi hasilnya, ialah
masing-masing golongan itu menempatkan wajib, pada ilmu yang dipilihnya.
Berkata ulama ilmu kalam, ialah ilmu kalam yang wajib karena dengan ilmu
kalam diketahui keesaan Tuhan, zat dan sifatNya.
Berkata ulama fiqih ialah ilmu fiqih yang fardiu 'ain, karena dengan ilmu
fiqih diketahui ibadah, halal dan haram, apa yang diharamkan dan yang
dihalalkan dari hukum mu'amalah. Ulama fiqih berusaha dengan sungguh-sungguh
membentangkan apa yang diperlukan masing-masing orang, tidak pada soal-soal
yang jarang terjadi Ulama tafsir dan Ulama hadits, berkata : yaitu ilmu Kitab
dan Sunnah yang fardu 'ain. Karena dengan perantaraan keduanya, akan sampai
kepada ilmu-ilmu yang lain seluruhnya.
Berkata ulama tasawwuf, bahwa yang dimaksudkan, ialah ilmu tasawwuf.
Setengah mereka mengatakan bahwa ilmu tasawwuf itu ialah pengetahuan hamba
Allah dengan dirinya dan kedudukannya dari Allah 'Azza wa Jalla. Sebahagian
mereka mengatakan, bahwa ilmu tasawwuf itu ialah, ilmu tentang keikhlasan dan
penyakit-penyakit yang membahayakan bagi diri dan untuk membedakan antara
langkah malaikat dari langkah setan. Diantara mereka mengatakan, bahwa ilmu
tasawwuf itu ilmu bathin. Dari itu diwajibkan mempelajarinya bagi golongan
tertentu, di mana mereka ahli untuk itu. Dan dapat memalingkan kata-kata dari
umumnya.
وقال أبو
طالب المكي: هو العلم بما يتضمنه الحديث الذي فيه مباني الإسلام وهو قوله صلى الله
عليه وسلم:بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله إلى آخر الحديث
Berkata Abu Tholib Al-Makki bahwa ilmu yang diwajibkan ialah pengetahuan
yang terkandung dalam hadits yang menerangkan sendi-sendi Islam, iaitu
sabda Nabi صلى الله عليه وسل:
"Didirikan
Islam atas lima sendi : mengakui bahwasanya tiada Tuhan selain Allah
….......................................sampai akhir hadits".
Karena yang wajib adalah yang lima itulah, maka wajiblah mengetahui cara
mengerjakannya dan betapa kewajibannya. Dan yang seyogianya diyakini oleh yang
memperolehnya dan tidak diragukan lagi, ialah apa yang akan kami terangkan.
Yaitu bahwa illmu seperti telah kami singgung pada kata pembukaan kitab ini
terbagi kepada : ilmu mu 'amalah dan ilmu mukasyafah. Dan ilmu yang dimaksudkan
di sini, tidak lain dari ilmu mu'amalah,
Ilmu Mu'amalah yang ditugaskan kepada hamba Allah, yang berakal dan dewasa,
untuk mengamalkannya, ialah tiga : aqidah, berbuat dan tidak berbuat. Orang
yang berakal sehat, apabila telah sampai umur (baligh), baik dengan bermimpi
(ihtilam) atau dengan kiraan tahun, pada pagi hari umpamanya, maka yang pertama
kali wajib atas dirinya, ialah mempelajari dua kalimah syahadah serta memahami
artinya.
Iaitu ; لا إله إلا الله
محمد رسول الله "Laa ilaaha illallaah,
MuhammadurRasuulullaah Dan tidak diwajibkan kepadanya, untuk berhasil
menyingkapkan bagi dirinya, dengan pemikiran, pembahasan dan penguraian
dalil-dalil. Tetapi cukuplah sekedar ia membenarkan dan meyakini benar-benar,
dengan tak bercampur keraguan dan kebimbangan hati. Hal itu mungkin berhasil
dengan semata-mata bertaklid dan mendengar, tanpa pembahasan dan dalil. من أجلاف العرب بالتصديق والإقرار من غير تعلم دليل
Karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم
sendiri mencukupkan dari
orang-orang Arab itu dengan membenarkan dan mengakui tanpa mempelajari
dalil".
Apabila telah terlaksana demikian, maka telah tertunailah kewajiban waktu
itu. Dan adalah ilmu yang menjadi fardiu 'ain baginya di waktu itu, ialah mempelajari
dua kalimah syahadah dan memahami artinya Dan tidak ada kewajibannya di balik
itu, pada waktu tersebut, berdalilkan, jika sekiranya mati dia sesudah itu,
maka adalah kematiannya dalam ta'at kepada Allah Azza wa Jalla, Tidak dalam
ma'siat.
1.Muhammad itu tututannya, mandirikan salat, mangerjakn puasa Ramadlan,
memberikan Zakat dan menunalkan haji apabila ada kasanggupan.
2.Dlrawlkan Muslim dari kissah Dlammam bin Tii'libah.
Kewajiban selain itu, akan datang
dengan sebab-sebab yang mendatang. Dan tidaklah yang demikian, perlu (dlaruri),
pada tiap-tiap orang, bahkan mungkin terlepas daripadanya.
Sebab-sebab mendatang itu,
adakalanya dalam berbuat, atau tidak berbuat atau pada aqidah. Dalam berbuat
umpamanya, dia hidup terus dari pagi hari itu sampai waktu Dhuhur. Maka dengan
masuknya waktu Dhuhur, datanglah kewajiban baru baginya, yaitu mempelajari cara
bersuci dan bershalat.
Kalau dia sehat dan terus
bertahan sampai waktu tergelincir matahari, yang tidak mungkin ia
menyempurnakan pelajaran dan mengerjakan Dhuhur dalam waktunya, tetapi waktu
akan ha- bis jika dia terus belajar, maka tepatlah kalau dikatakan bahwa pada
dhahirnya dia terus hidup. Dari itu, wajiblah ia mendahulukan belajar atas
masuknya waktu. Dan boleh pula dikatakan bahwa wajib adanya ilmu itu menjadi
syarat untuk amal, sesudah wajib amal itu. Maka belajar itu belum lagi wajib
sebelum gelincir matahari.
Demikian pula pada
sembahyang-sembahyang selain dari Dhuhur tadi. Bila dia terus hidup sampai bulan Ramadlan, maka bertambah pula
kewajibannya mempelajari puasa. Yaitu mengetahui bahwa waktunya dari waktu
Shubuh sampai terbenam matahari. Bahwa diwajibkan pada puasa, ialah : niat,
menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh. Keadaan demikian berjalan terus
sampai tampak bulan, oleh dia sendiri atau oleh dua orang saksi.
Kalau hartanya bertambah atau memang dia orang berharta ketika dewasa, maka
wajib pula mempelajari kewajiban zakat. Tetapi tidaklah diwajibkan itu ketika
itu juga. Hanya baru wajib waktu telah sampai setahun (haul) dari masa
Islamnya. Jika dia hanya mempunyai unta maka yang harus dipelajarinya ialah
zakat unta Begitu pula dengan jenis-jenis yang lain.
Apabila datang bulan hajji, tidaklah wajib ia bersegera mempelajari
pengetahuan hajji, karena mengerjakannya adalah dalam waktu yang lama. Dari itu
tidak diwajibkan mempelajarinya cepat-cepat.
Tetapi seyogialah bagi ulama Islam memperingatkannya bahwa haji itu suatu
kewajiban yang lama, atas tiap-tiap orang yang mempunyai perbekalan dan
kendaraan. Apabila ia memiliki barang-barang tersebut, maka mungkin timbul
hasrat dalam hatinya hendak menyegerakan menunaikan ibadah hajji itu. Maka
ketika itu, bila hasrat telah timbul, maka haruslah ia mempelajari cara
mengerjakan hajji. Dan tidak harus, selain mempelajari rukun dan wajibnya,
tidak sunatnya. Sebab bila mengerjakannya sunat, maka mempelajarinya sunat
pula. Dari itu tidaklah menjadi fardiu 'ain mempelajarinya.
Tentang haramnya berdiam diri, dari pada memberitahukan atas kewajiban
pokok hajji itu, pada waktu sekarang, adalah menjadi suatu perhatian yang layak
pada ilmu fiqih.Demikianlah secara beransur-ansur, tentang ilmu amal perbuatan
yang lain, yang menjadi fardiu 'ain.
Adapun yang tidak berbuat (ditanggalkan mengerjakannya) maka wajiblah
mempelajari ilmu itu menurut perkembangan keadaan. Dan yang demikian itu
berbeda, menurut keadaan orang. Karena tidaklah wajib atas orang bisu,
mempelajari kata-kata yang diharamkan. Tidaklah atas orang buta mempelajari
apa-apa yang haram dari pemandangan. Dan tidaklah atas orang desa (badui)
mempelajari tempat-tempat duduk yang diharamkan.
Maka yang demikian itu juga wajib menurut yang dikehendaki oleh keadaan.
Apa yang diketahuinya bahwa dia terlepas daripadanya, maka tidaklah diwajibkan
mempelajarinya. Dan apa yang tidak terlepas daripadanya, maka wajiblah
diberitahukan kepadanya. Seumpama, ketika ia masuk Islam, adalah ia memakai
kain sutera atau duduk pada perampokan atau suka melihat yang bukan mahramnya
maka wajiblah diberitahukan kepadanya yang demikian itu.
Dan apa yang tidak melekat padanya, tetapi akan dihadapi, pada masa dekat
seperti makan dan minum, maka wajiblah mengajarkannya. Sehingga apabila timbul
dalam negeri, minuman khamar dan makanan daging babi, maka wajiblah diajarkan
yang demikian dan diberitahukan.Dan tiap-tiap wajib diajarkan maka wajiblah
dipelajari.
Adapun mengenai aqidah dan amal perbuatan hati, wajiblah mengetahuinya
menurut bisikan hati. Kalau timbul keraguan mengenai pengertian yang terkandung
dalam dua kalimah syahadah,maka wajiblah ia mempelajari apa yang
menyampaikannya kepada hilangnya keraguan itu. Jikalau tiada terguris yang
demikian itu dan ia mati sebelum beri' tikad bahwa kalam Allah itu qadim, IaNya
akan dilihat dan tiada padaNya segala sifat makhluk serta Iain-Iain sebagainya,
yang tersebut dalam bahagian kei'tiqadan, maka sepakatlah ulama bahwa ia mati
dalam Islam. Tetapi bisikan-bisikan hati ini yang menyangkut dengan
kepercayaan, sebahagian timbul disebabkan kepribadian seseorang dan sebahagian
lagi disebabkan pendengaran dari sesama penduduk. Jikalau dalam negeri,
berkembang pembicaraan mengenai yang demikian dan manusia memperkatakan tentang
perbuatan-perbuatan bid'ah, maka seyogialah dijaga dari permulaan masa dewasa,
dengan mengajarkan yang benar. Kalau ke dalam hatinya telah dimasukkan yang
batil, niscaya wajiblah dihilangkan dari hatinya itu. Mungkin yang demikian itu
sukar. Seumpama, jikalau muslim itu saudagar dan telah berkembang ditempatnya
perbuatan r i b a, maka wajiblah dipelajarinya, cara menjaga diri dari riba
itu.
Demikianlah sebenarnya mengenai pengetahuan yang fardiu 'ain. Artinya,
ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib. Maka orang yang mengetahui ilmu
yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu yang fardiu
'ain.
Apa yang diterangkan kaum sufi,
tentang memahami bisikan-bisikan musuh dan langkah malaikat, adalah benar juga,
tetapi terhadap orang yang ada hubunganya dengan itu.
Apabila menurut biasanya, bahwa
manusia itu tidak terlepas dari panggilan kejahatan, ria dan dengki, maka haruslah
ia mempelajari ilmu bahagian sifat-sifat yang membinasakan diri, apa yang
dipandangnya perlu untuk dirinya. Bagaimana tidak wajib?
Rasulullah saw. pernah bersabda :
ثلاث
مهلكات شح مطاع وهوى متبع وإعجاب المرء بنفسه
(Tsalaatsun muhlikaatun : Syuhhun muthaa'un wahawan muttaba- wa i'jaabul mar-i binafsih).
(Tsalaatsun muhlikaatun : Syuhhun muthaa'un wahawan muttaba- wa i'jaabul mar-i binafsih).
Ertinya: "Tiga perkara, membinasakan manusia : kikir yang dipatuhi,hawa nasfu yang dituruti dan keta'juban manusia kepada dirinya
Tidak terlepaslah manusia dari
sifat-sifat tersebut dan lain-lain sifat yang akan kami terangkan, dari
sifat-sifat hal-ikhwal hati yang tercela. Seperti takabur, 'ujub dan sebagainya
yang mengikuti tiga sifat yang membinasakan itu.
Menghilangkan sifat-sifat tadi
adalah fardlu 'ain. Dan tidak mungkin menghilangkannya, kecuali dengan
mengetahui batas-batasnya, sebab-sebabnya, tanda-tandanya dan cara
mengobatinya. Orang yang tidak mengetahui sesuatu kejahatan, akan terperosok ke
dalamnya. Obatnya ialah, menghadapi sebab itu, dengan lawan-nya. Maka bagaimana
mungkin melawannya itu tanpa mengetahui sebab dan yang disebabkannya.
Kebanyakan dari yang kami
terangkan dalam bahagian sifat-sifat yang membinasakan diri, termasuk dalam
fardiu 'ain. Dan sudah ditinggalkan
manusia karena sibuk dengan yang tak perlu.
Diantara yang seyogianya disegerakan mengajarkannya, apabila tidaklah orang
itu telah berpindah dari satu agama ke agama yang lain, ialah keimanan dengan
sorga, neraka, kebangkitan dari kubur dan pengumpulan di padang mahsyar.
Sehingga dia beriman dan mempercayainya. Dan itu adalah sebagian dari
kesempurnaan dan dua kalimah syahadah. Karena setelah membenarkan dengan
kerasulan Nabi صلى الله عليه وسلم
itu, seyogialah memahami akan risalah (kerasulan) yang dibawanya. Yaitu, bahwa
orang yang menta'ati Allah dan RasulNya, maka baginya sorga. Dan orang yang
mendurhakai keduanya, maka baginya neraka.
Maka apabila anda telah memperoleh perhatian akan pelajaran tersebut secara
beransur-ansur, maka tahulah anda bahwa inilah madzhab yang sebenarnya. Dan
yakinlah anda bahwa tiap- tiap hamba Allah dalam perkembangan hal ikhwalnya,
siangnya dan malamnya, adalah tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang
mengenai ibadahnya dan mu'amalahnya secara terus-menerus, akan
akibat-akibatnya. Maka haruslah bertanya tentang kejadian-kejadian yang jarang
terjadi dan haruslah bersegera mempelajari apa yang diharapkan biasanya terjadi
dalam waktu dekat. Apabila telah jelas bahwa Nabi saw. bermaksud dengan
perkataan "Al-ilmu" pakai alif dan lam pada sabdanya: "Menuntut
al-ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim", ialah ilmu yang disertai dengan
amal perbuatan, yang terkenal wajibnya atas pundak kaum muslimin, tidak lain,
maka jelaslah cara beransur-ansurnya dan waktu yang diwajibkan mempelajarinya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan