Dzun Nun telah mencapai tingkat keluhuran yang tinggi tetapi tak seorang pun menyadari ini. Orang-orang di negeri Mesir bahkan sepakat mencap dirinya bid'ah dan melaporkan segala perbuatannya kepada khalifah al-Mutawakkil. Mutawakkil segera mengirim para perwiranya untuk membawa Dzun Nun ke kota Baghdad. Ketika memasuki istana khalifah, Dzun Nun berkata: "Baru saja kupelajari Islam yang sebenarnya dari seorang wanita tua dan sikap satria tulen dari seorang kuli pemikul air".
"Bagaimana?", tanya mereka kepadanya.
Dzun Nun menjawab: "Sesampainya di istana khalifah dan menyaksikan kemegahan istana dengan para pengurus dan pelayan yang hilir mudik di koridor-koridornya, aku berpikir alangkah baik-nya seandainya terjadi sedikit perubahan pada wajahku ini. Tiba-tiba seorang wanita tua dengan sebuah tongkat di tangannya meng-hampiriku. Sambil menatapku dengan tajam ia berkata kepadaku: 'Jangan engkau takuti jasad-jasad yang akan engkau hadapi, karena mereka dan engkau adalah sama-sama hamba Allah Yang Maha Besar. Kecuali apabila dikehendaki Allah, mereka tidak dapat berbuat sesuatu pun terhadapmu".
"Di tengah perjalanan tadi aku bertemu dengan seorang pemikul air. Aku diberinya seteguk air yang menyegarkan. Kepada seorang teman yang menyertaiku aku memberi isyarat agar ia memberikan sekeping uang dinar kepadanya. Tetapi si pemikul air menolak, tidak mau menerima uang itu dan berkata kepadaku: 'Engkau adalah seorang yang terpenjara dan terbelenggu. Bukanlah suatu kekesatriaan yang sejati apabila menerima sesuatu dari seseorang yang terpenjara seperti engkau ini, seorang asing yang sedang terbelenggu' ".
Setelah itu diperintahkan supaya Dzun Nun dijebloskan ke dalam penjara. Empat puluh hari empat puluh malam lamanya ia mendekam dalam kurungan itu. Setiap hari saudara perempuannya mengantarkan sekerat roti yang telah dibelinya dengan upah dari pekerjaan memintal benang. Ketika Dzun Nun dibebaskan, ditemu-kan empat puluh potong roti di kamar kurungannya dan tak satu pun di antara roti-roti itu yang telah disentuhnya. Ketika saudara perempuan Dzun Nun mendengar hal ini, ia menjadi sangat sedih.
"Engkau tahu bahwa roti-roti itu adalah halal dan tidak ku-peroleh dengan jalan meminta-minta. Mengapa engkau tidak mau memakan roti-roti pemberianku itu?"
"Karena pinggannya tidak bersih", jawab Dzun Nun. Yang di-maksudkannya dalah bahwa pinggan tersebut telah terpegang oleh penjaga penjara.
Ketika keluar dari penjara itu, Dzun Nun tergelincir dan dahi-nya terluka. Diriwayatkan bahwa lukanya itu banyak mengeluarkan darah tetapi tak setetes pun yang mengotori muka, rambut maupun pakaiannya. Setiap tetes darah yang terjatuh ke tanah, seketika itu juga lenyap dengan izin Allah.
Kemudian Dzun Nun dibawa menghadap khalifah. Ia diharuskan menjawab tuduhan-tuduhan yang memberatkan dirinya. Maka dijelaskannyalah doktrin-doktrinnya sedemikian rupa sehingga Mutawakkil menangis tersedu-sedu sedang menteri-menterinya terpesona mendengar kefasihan Dzun Nun. Khalifah menganugerahi-nya dengan kehormatan yang besar.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan