SIRI 10
IBNU QAYYIM
AL JAUZIYYAH
Iyyaka na'budu didasarkan kepada empat
kaidah, iaitu mewujudkan
apa yang dicintai Allah dan
Rasul-Nya, berupa perkataan hati dan lisan,
amal hati dan anggota badan. Ubudiyah merupakan nama yang
meliputi
empat tingkatan ini.
Perkataan hati merupakan
keyakinan terhadap apa yang dikabarkan
Allah, tentang Diri-Nya,
sifat, asma' dan perbuatan-Nya, para malaikat,
perjumpaan dengan-Nya, yang
disampaikan para rasul-Nya. Perkataan
lisan adalah pengabaran
tentang keyakinan ini. Amal hati ialah seperti
cinta kepada Allah, tawakal,
tunduk, takut dan berharap kepada-Nya serta
hal-hal lain yang merupakan gerak hati.
Sedangkan amal anggota tubuh
seperti shalat, jihad, melangkah ke masjid untuk
shalat Jum'at dan
jama'ah, membantu orang miskin, berbuat baik
kepada sesama manusia
dan lain sebagainya.
Sementara itu, keharusan
melaksanakan iyyaka na'budu berlaku
hingga akhir hayat. Allah befirman,
"Dan,
sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini
(ajal)."
(Al-Hijr. 99).
Di dalam Ash-Shahih juga disebutkan
tentang kisah kematian Uts-man
bin Mazh'un, Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
"Telah datangkepada Utsman ajal dari Rabb-nya."
Hamba tidak terbebas dari ibadah selagi dia
berada di dunia. Bahkan
di alam Barzakh pun dia tetap memiliki bentuk
ibadah tersendiri tatkala
dua malaikat bertanya kepadanya, "Siapakah
yang disembah dan
apakah yang dia katakan tentang
Rasulullah?" Maka kedua malaikat
menunggu jawaban yang akan
keluar dari hamba itu. Bahkan pada hari
kiamat pun masih ada ibadah
yang dilakukan, yaitu saat Allah menyeru
semua makhluk untuk sujud.
Maka orang-orang Mukmin sujud, sedangkan
orang-orang kafir dan munafik
tidak bisa sujud. Jika sudah masuk surga
atau neraka, maka tidak ada
lagi kewajiban, selain dari tasbih yang
dilakukan para penghuni surga.
Siapa yang berpendapat bahwa
dia sudah mencapai suaru tingkatan
yang membuatnya terbebas dari
ibadah adalah orang zindiq yang kafir
kepada Allah dan Rasul-Nya. Padahal orang yang mencapai
sekian banyak
Mereka adalah orang-orang
sufi, yang menganggap sesembahannya adalah hakikat
alam yang pertama dan inti
yang menjadi sumber kejadian segala sesuatu. Para rasul
menurut pendapat mereka adalah
orang-orang yang tidak mengetahui hakikat ini. Karena
itu para rasul tetap bcribadah
kepada Allah dan mengajak manusia untuk beribadah,
mengikuti syariat dan
hukum-hukum-Nya. Sedangkan orang
sufi yang sudah mencapai
tingkatan ma'rifat adalah yang mengetahui
hakikat ini dan juga mengetahui bahwa hamba
adalah sesembahan, karena di
dalam dirinya ada inti kejadian. Mereka menafsiri "Yang
diyakini" (dalam surat
Al-Hijr: 99) seperti anggapan mereka ini. Dengan pengertian,
sembahlah Allah hingga engkau
mencapai hakikat ini. Jika engkau sudah mencapai
tingkatan ma'rifat, maka tiada
lagi kewajiban atas dirimu, tidak ada batasan wajib dan
haram. Di antara propaganda pendapat ini adalah
Ibnu Araby.
tingkatan ibadah, justru ibadahnya semakin besar
dan kewajibannya lebih
banyak daripada yang lain, seperti kewajiban
para rasul yang lebih banyak
dan lebih berat.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan