KARANGAN IMAM AL GHAZALI DALAM IHYA ULUMUDDIN........SIRI 8
Samb...bab 3
PENJELASAN : Kadar terpuji dari ilmu yang terpuji.
Ketahuilah bahwa dengan memandang di atas tadi maka ilmu itu tiga bahagian : satu bahagian yaitu yang tercela sedikitnya dan banyaknya : satu bahagian yaitu terpuji sedikitnya dan banyaknya. Semakin banyak semakin bertambah baik dan utama ; satu bahagian yang terpuji dari padanya sekedar kifayah (mencukupi) saja. Tidak terpuji yang berlebih dan yang mendalam dari padanya.
Yaitu seumpama keadaan tubuh manusia. Diantaranya ada yang terpuji
sedikitnya dan banyaknya seperti kesehatan dan kecantikan. Diantaranya ada yang
tercela sedikitnya dan banyaknya seperti keburukan dan kejahatan budi. Dan
diantarannya ada yang ter puji kesederhanaan padanya seperti memberi harta.
Kalau boros tidak terpuji walaupun ia memberi juga. Dan seperti berani. Kalau
berani membabi buta tidak terpuji walaupun ia termasuk sebangsa berani juga.
Maka seperti itu pulalah ilmu.
Maka bahagian yang tercela sedikitnya dan banyaknya, yaitu yang tak adalah
faedah padanya, pada agama dan dunia. Karena kemelaratannya mengalahkan
kemanfa'atannya seperti ilmu sihir, man-tera dan nujum. Sebahagiannyapun tak
ada faedah padanya sekali-kali. Menyerahkan umur yang amat berharga yang
dimiliki manusia kepada ilmu itu, adalah menyia-nyiakan. Dan menyia-nyiakan
yang amat berharga itu, adalah tercela,
Diantara ilmu itu ada yang memberi melarat melebihi dari dugaan, akan
memberi hasil untuk keperluan duniawi. Ilmu yang semacam itu tidak juga masuk
hitungan, dibandingkan kepada kemelaratan yang timbul dari padanya.
Adapun ilmu yang terpuji setinggi-tingginya ialah ilmu mengenai Allah
Ta'ala, sifatNya, af'alNya, sunnahNya dalam menjadikan makhlukNya dan hikmahNya
pada tertibnya akhirat di atas dunia.
Inilah ilmu yang dicari karena ilmu itu sendiri dan karena dengannya
tercapai kebahagiaan akhirat. Menyerahkan tenaga dengan setinggi-tingginya
kesungguhan hati untuk ilmu tadi, adalah di luar batas kewajiban. Ilmu itu
adalah laut yang tak diketahui dalamnya. Para perenang hanya dapat merenangi
pantai dan tepinya saja sekedar yang mungkin ditempuhnya. Tak dapat menempuh
segala tepinya, selain para .nabi dan waii serta para ahli ilmu menurut tingkat
masing-masing yang berbeda kesanggupan dan berlebih-kurang taqdir yang
dianugerahi Allah Ta'ala.
Itulah ilmu maknum (ilmu yang tersembunyi) yang tidak ditulis di halaman
kitab. Yang menolong untuk mengetahuinya ialah dengan jalan belajar dan
menyaksikan perihal keadaan ulama akhirat, sebagaimana akan datang tanda-tanda
mereka.Ini adalah pada taraf permulaan!!!!!
Dan yang menolong kepadanya mengenai akhirat, ialah kesungguhan
(mujahadah), latihan (riadlah), kebersihan hati, kebebasan hati dari segala
ikatan duniawi dan mencontoh kepada nabi-nabi dan wali-wali, supaya jelas bagi
tiap-tiap orang yang pergi mencarinya, sekedar rezeki yang dianugerahkan Tuhan.
Tidak sekedar kesungguhan, walaupun kesungguhan itu harus ada.Kesungguhan itu
(mujahadah), adalah kunci petunjuk. Tak ada baginya kunci, selain dari
kesungguhan itu,
Adapun ilmu, yang tidak terpuji melainkan sekedar yang tertentu saja
daripadanya, ialah ilmu yang telah kami bentangkan dalam golongan ilmu fardiu
kifayah.Sesungguhnya pada tiap-tiap ilmu pengetahuan itu ada yang singkat,
yaitu yang sekurang-kurangnya. Ada yang sedang yaitu di tengah-tengah dan ada
yang lebih jauh lagi dari yang sedang itu. Itu tidak terselesai sampai akhir
hayat.
Maka hendaklah anda, menjadi salah seorang dari dua, adakalanya berusaha
untuk diri sendiri dan adakalanya berusaha untuk orang lain sesudah
menyelesaikan yang untuk diri sendiri itu. Janganlah berusaha untuk orang lain
sebelum siap, yang untuk diri sendiri.Kalau berusaha untuk diri sendiri maka
janganlah berusaha selain dengan ilmu yang diwajibkan kepada kita menurut
keadaan kita dan yang berhubungan dengan amal dhahiriyah kita seperti
mempelajari shalat, bersuci dan berpuasa.
Ilmu yang terpenting yang disia-siakan oleh semua orang, ialah ilmu sifat
hati, yang terpuji dan yang tercela daripadanya. Karena tidak ada manusia yang
terlepas dari sifat yang tercela seperti loba, dengki, ria, takabur, sombong
dan sebagainya.Semuanya itu membinasakan. Menyianyiakan kewajiban tadi serta
mementingkan amal dhahiriyah, samalah halnya dengan melakukan perbuatan
menggosok badan dhahir ketika menderita penyakit kudis dan bisul dan melupakan
mengeluarkan benda penyakit dari tubuh dengan bekam dan cuci perut.
Ulama kosong, menunjukkan jalan kepada amal dhahiriyah, seperti tabib-tabib
di jalanan (penjual koyok), menunjukkan jalan dengan menggosok badan
dhahiriyah.
Ulama akhirat, tidak menunjukkan jalan selain dengan mensucikan bathin,
mencabut benda-benda jahat yang merusakkan tanaman dan akar-akarnya dari hati.
Orang kebanyakan menempuh amal dhahiriyah, tidak amalan bathin, dengan
mensucikan hati nurani, adalah disebabkan amal dhahiriyah itu mudah. Sedang
amalan hati itu sukar seperti orang yang merasa payah meminum obat yang pahit
lalu menempuh kepada menggosok badan dhahir. Maka terus-meneruslah ia payah
menggosok dan bertambah pada benda-benda yang digosokkan, sedang panyakitnya
terus bertambah juga.
Jika anda menghendaki akhirat, mencari kelepasan dan melarikan diri dari
kebinasaan abadi maka berusahalah mempelajari ilmu penyakit bathin dan cara
mengobatinya, menurut cara yang kami uraikan pada Bahagian Yang Membinasakan.
Kemudian, sudah pasti, hal yang demikian itu membawa anda kepada tempat yang
terpuji, yang tersebut nanti pada Bahagian ang Melepaskan.
Sesungguhnya, hati apabila kosong dari sifat yang tercela, maka penuhlah
dia dengan sifat yang terpuji. Dan bumi apabila telah bersih daripada rumput,
maka tumbuhlah padanya bermacam-macam tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan. Jika
tidak kosong dari rumput, maka tidaklah tumbuh yang tersebut tadi.
Maka janganlah anda menghabiskan waktu dengan fardiu kifayah, apalagi bila
telah berdiri segolongan anggota masyarakat yang mengerjakannya. Orang yang
mengorbankan dirinya sendiri untuk kebaikan orang lain, itu bodoh. Alangkah
dungunya orang yang telah masuk ular dan kala ke bawah kain bajunya dan akan
membu-nuhnya, lalu ia mencari alat pembunuh lalat untuk membunuh lalat itu pada
orang lain, yang tidak akan menolong dan melepas-kannya dari ular dan kala itu.
Bila anda telah selesai dari urusan diri sendiri dan diri anda itu telah
bersih dan sanggup meninggalkan dosa dhahir dan dosa bathin dan yang demikian
itu telah menjadi darah daging dan kebiasaan yang mudah dikerjakan dan tidak
akan ditinggalkan lagi, maka barulah anda bekerja dalam lapangan fardlu-kifayah
dan peliharalah secara berangsur-angsur. Mulailah dengan Kitab Allah Ta'ala,
kemudian dengan Sunnah Nabi saw., kemudian dengan ilmu tafsir dan lain-lain
ilmu Al-Qur'an. Yaitu ilmu nasikh dan mansukhnya, mafshul, maushul, muhkam dan
mutasyabihnya. Demikian juga dengan sunnah!.
Kemudian berusahalah dengan ilmu furu ' iaitu ilmu mengenai madzhab dari
ilmu fiqih, tanpa membicarakan masalah khilafiah. Kemudian berpindah kepada
ilmu Ushul fiqih. Demikianlah terus sampai kepada ilmu-ilmu yang Iain, selama
nyawa masih dikandung badan dan selama waktu mengizinkan.
Janganlah anda menghabiskan umur pada suatu pengetahuan saja dari
pengetahuan-pengetahuan itu, karena hendak mendalaminya benar-benar. Sebab ilmu
itu banyak dan umur itu pendek. Dan ilmu pengetahuan itu adalah alat dan
pengantar. Dia tidaklah menjadi tujuan yang sebenarnya, tetapi sebagai alat
untuk menuju kepada yang lain.
Dan tiap-tiap yang dicari untuk tujuan yang lain, -maka tidaklah layak
tujuan yang sebenarnya itu dilupakan, lalu diperbanyakkan yang dicari itu.
Mengenai Ilmu Bahasa umpamanya, singkatkanlah sekedar dapat memahami dan
bercakap-cakap dengan bahasa Arab itu. Dan dipe-lajari yang luar biasa dari
ilmu bahasa itu untuk dapat dipahami yang luar biasa pula dari susunan
Al-Qur'an dan Al-Hadits. Tlnggal-kanlah berd alam-dalam padanya dan
singkatkanlah dari ilmu tata-bahasa (ilmu nahwu) itu sekedar yang berhubungan
dengan Kitab Suci dan Sunnah Nabi!.
Tidak ada satu ilmupun, melainkan mempunyai yang ringkas, yang sedang dan
yang mendalam.
Kami tunjukkan tadi mengenai ilmu hadits, tafsir, fiqih dan ilmu kalam,
untuk dapat diambil perbandingan kepada ilmu-ilmu yang lain.
Yang singkat tentang ilmu tafsir adalah, yang banyaknya duakali dari Kitab
Suci Al-Qur'an sendiri, seumpama Tafsir yang disusun oleh 'Ali Al-Wahidi
An-Naisaburi, yaitu "Al-Wajiz". Yang sedang , adalah sampai tiga kali
dari Al-Qur'an sendiri seperti yang disusun oleh 'Ali Al-Wahidi yaitu
"Al-Wasith". Dan di balik itu adalah secara mendalam yang tidak
diperlukan benar dan tidak akan habis-habisnya selama umur.
Adapun hadits, yang singkat padanya, adalah memperoleh apa yang ada dalam
kitab "Shahih Al-Bukhari" dan "Shahih Muslim", dengan
meminta pengesahan dari hadits yang dipelajari itu kepada seorang yang berilmu
dengan matan (kata-kata) hadits itu.
Mengenai perawi-perawi dari hadits itu, maka anda cukupkan saja-lah dengan
perawi-perawi sebelum anda sendiri, dengan berpegang kepada kitab-kitab yang
ditulis mereka. Tak perlulah kiranya anda menghafal seluruh hadits yang ada
dalam kedua "Shahih" itu. Tetapi berusahalah, sehingga apabila
memerlukan kepadanya, maka sanggup mencarinya dalam Kitab Hadits yang tersebut
tadi.
Mengenai yang sedang pada Hadits ialah
dengan menambah kepada kitab shahih yang dua di atas, hadits-hadits yang
terdapat dalam kitab-kitab musnad yang shahih.
Adapun yang meluas dan mendalam ialah di balik yang tadi, sehingga
melengkapi kepada seluruh hadits yang diterima, baik yang dla'if, yang kuat,
yang syah dan yang bercacat serta mengetahui pula cara-cara penerimaan hadits
itu, keadaan orang-orang yang menjadi perawi hadits, namanya dan sifatnya.
Adapun fiqih, yang singkat padanya ialah apa yang terkandung dalam kitab
"Mukhtashar" karangan Al-Mazani ra., kitab mana telah kami susun
dalam "Khulashah Al-Mukhtashar".
Yang sedang pada fiqih ialah yang sampai tiga kali banyaknya dari
Mukhtashar Al-Mazani, yaitu kira-kira sama dengan isi kitab "Al-Wasith
minal madzhab" karangan kami.
Dan yang mendalam ialah melebihi dari apa yang kami muatkan dalam
"Al-Wasith" tadi dan seterusnya sampai kepada kitab yang besar-besar.
Adapun ilmu kalam, maka maksudnya ialah menjaga 'aqidah yang dinukilkan
Ahlus sunnah dari ulama salaf yang shalih. Tak lain dari itu.
Dan dibalik itu, ialah mempelajari untuk menyingkap? Hakikat dari segala
sesuatu, tanpa cara tertentu.
Yang dimaksud dengan memelihara "aqidah yang dinukilkan ahlus sunnah
itu, ialah mencapai tingkat yang ringkas dari padanya dengan "aqidah yang
ringkas. Yaitu sekedar yang kami muatkan dalam kitab "Kaidah-kaidah
I'tikad", yang termasuk dalam jumlah Kitab besar ini.
Yang sedang pada ilmu kalam ialah yang sampai kira-kira seratus lembar
buku, yaitu sekedar yang kami muatkan dalam kitab "Al-Iqtishad fil
I'tiqad".
Pengetahuan sebanyak tali diperlukan untuk melawan tukang bid'ah dan
menentang bid'ah yang diada-adakan. Sebab merusakkan dan menghilangkan 'aqidah
yang benar dari hati orang awwam.
Usaha tadi tidak ada gunanya, kecuali terhadap orang awwam yang belum
fanatik benar.
Terhadap pembuat bid'ah itu sendiri apabila ia sudah mengerti berdebat
meskipun sedikit, maka tak ada gunanya lagi berbicara dengan dia. Sebab,
walaupun anda telah mematahkan semua keterangannya, dia tidak akan meninggalkan
madzhab yang dianutnya. Tetapi dialihnya kepada alasan bahwa dia sendiri yang
kekurangan keterangan, sedang pada orang lain dari golongannya, masih ada
jawaban dan dalil yang cukup. Jadi, hanya anda saja
yang berhadap-an dengan dia, dengan kekuatan perdebatan'yang cukup.
Adapun orang
awwam, apabila telah berpaling dari kebenaran dengan menggunakan perdebatan,
maka masih mungkin diajak kembali kepada kebenaran itu, sebelum bersangatan
benar fanatiknya kepada hawa nafsunya. Kalau sudah, maka putuslah harapan
mengembalikannya. Sebab fanatik adalah suatu unsur yang membawa kepercayaan itu
melekat ke dalam jiwa. Dan fanatik itu adalah setengah dari penyakit ulama
jahat. Karena ulama jahat itu, bersangatan benar fanatiknya kepada apa yang
dianggapnya benar. Dan memandang kepada golongan yang berbeda paham dengan
mereka, dengan pandangan menghina dan mengejek. Maka menon-jollah sifat-sifat
ingin menentang dan berhadapan. Dan bangkitlah gerakan membela yang batil itu.
Dan kokoh kuatlah maksud mereka untuk berpegang teguh kepada apa yang tersebut
tadi.
Jikalau
sekiranya mereka datang dari segi lemah-lembut dan kasih sayang serta
nasehat-menasehati secara berbisik, tidak dalam tontonan ,dan hina menghina
nescaya mereka itu mendapat kemenangan.
Tetapi tatkala
kemegahan itu tidak'tegak selain dengan mempunyai pengikut dan pengikut itu
tidak mudah diperoleh seperti mudah-nya memperoleh fanatik, kutukan dan cacian
terhadap lawan, lalu diambilnyalah fanatik menjadi adat kebiasaan dan alat perkakas
bagi mereka. Dan
disebutnyalah, "untuk mempertahankan aga -ma dan kehormatan kaum
muslimin". Pada hal sebenarnya adalah membawa kebinasaan kepada ummat
manusia dan menetapkan bid'ah di dalam jiwa.
Adapun masalah khilafiah yang timbul pada masa akhir-akhir ini dan diadakan
dengan merupakan karangan, susunan dan perdebatan, yang tak pernah dikenal
contohnya pada ulama-ulama terdahulu, maka janganlah anda dekati. Tetapi
jauhilah seumpama menja-uhi diri dari racun yang membunuh. Sebab, itu adalah
penyakit yang amat membahayakan.
Penyakit itulah yang membawa seluruh ulama fiqhi (fuqaha') suka
berlomba-lomba dan bermegah-megah, yang akan kami terangkan nanti, celaka dan
bahayanya.
Mungkin terdengar orang mengatakan • "Manusia itu musuh dari
kebodohannya". Maka janganlah anda terpesona kepada kata-kata itu, nanti
terperosok !
Dari itu, terimalah nasehat ini dari orang (maksudnya : beliau Al-Ghazali
ra. sendiri peny.) yang sudah menghabiskan umurnya sekian lama dan menambahkan
dari orang-orang terdahulu dengan karangan, pembuktian, perdebatan dan
penjelasan. Kemudian diilhami Allah dengan petunjuk dan diperlihatkanNya kepada
kekurangan diri, lalu berhijrah dan bekerja dengan.jiwa-raga.
Janganlah anda tertipu dengan perkataan orang yang mengatakan bahwa fatwa
itu tiang syari'at dan tidak diketahui sebab-sebabnya melainkan dengan ilmu
khilafiah.
Sebab-sebab dari madzhab adalah tersebut dalam madzhab itu sendiri. Dan
penambahan dari padanya adalah merupakan perdebatan yang tidak dikenal oleh
orang-orang terdahulu dan oleh para shahabat. Merekalah sebetulnya yang lebih
mengetahui dengan sebab-sebab fatwa, dari orang-orang lain.
Bahkan perdebatan (mujadalah) itu, di samping tak ada faedahnya dalam ilmu
madzhab adalahmendatangkan kemelaratan dan merusakkan rasa indah ilmu
fiqih.
Orang yang menyaksikan terkaan seorang ahli fatwa (mufti) dalam memberikan
fatwanya, apabila benar rasa indah perasaannya kepada fiqih, maka tak
mungkinlah jalan pikirannya dalam banyak hal menyetujui syarat-syarat
perdebatan itu.
Orang yang sifatnya sudah membiasakan perdebatan, maka hati nuraninya
meyakini kepada tujuan perdebatan itu dan tidak berani lagi melahirkan perasaan
indah ilmu fiqih.
Orang yang berbuat serupa itu adalah mencari kemasyhuran dan kemegahan,
dengan mempertopengkan ingin mempelajari sebab-sebab dari madzhab.
Kadang-kadang umurnya habis di situ saja dan tak beralih cita-citanya kepada
ilmu pengetahuan madzhab itu.
Maka peliharalah dirimu dari setan jin. Dan waspadalah dari setan manusia.
Karena setan manusia itu memberi kesempatan beristirahat bagi setan jin dari
keletihan menipu dan menyesatkan.
Pendek kata, yang baik bagi orang yang berakal budi, ialah meng-umpamakan
dirinya di alam ini sendirian beserta Allah. Dihadapannya mati, bangkit, hisab
amalan, sorga dan neraka.
Maka perhatikanlah apa yang engkau perlukan dihadapanmu kelak dan tinggal
kanlah yang lainnya. Wassalam!.
Ada sebahagian syekh tasawwuf memimpikan sebagian ulama dalam tidumya,
seraya menanyakan : "Apa kabar ilmu yang tuan perdebatkan dahulu dan
pertengkarkan ?".
Ulama itu membuka tangannya dan menghembuskannya seraya berkata :
"Semuanya menjadi abu yang beterbangan. Tak ada yang berguna selain dari
dua raka'at shalat yang aku kerjakan dengan ikhlas di tengah malam sepi".
Pada hadits tersebut :
ما ضل قوم بعد هدى كانوا عليه إلا
أوتوا الجدل
(Maa dlalla qaumun ba'da hudan kaanuu 'alaihi illaa uutul jadala).
(Maa dlalla qaumun ba'da hudan kaanuu 'alaihi illaa uutul jadala).
Ertinya :"Tak
sesatlah sesuatu golongan sesudah ada petunjuk padanya selain orang-orang yang
suka bertengkar
Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم
Membaca
ثم قرأ
: ما ضربوه لك إلا جدلا بل هم قوم خصمون ; الزخرف: 58
(Maa dlarabuuhu laka illaa jadala. Bal hum qaumun khashimuun).
(Maa dlarabuuhu laka illaa jadala. Bal hum qaumun khashimuun).
Ertinya :"Mereka
menimbulkan soal itu hanyalah untuk membantah saja. Sebenarnya, mereka adalah
kaum yang suka bertengkar(S. Az-Zukhruf, ayat 58).
Mengenai firman Allah Ta'ala :
فَأَمَّا
الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ
(Fa ammalladziina fii quluubihim zaighun).
(Fa ammalladziina fii quluubihim zaighun).
Ertinya :"Adapun
orang-orang yang hatinya cenderung kepada kesalahan (S.Ali 'Imran, ayat 7).
Maka tersebutlah dalam suatu hadits bahwa : "orang-orang itu ialah
mereka yang suka bertengkar yang diperingati Allah dengan FirmanNya :فَاحْذَرْهُمْ (Fah dzarhum).(S.
Al-Munafiqun, ayat 4).Artinya :"Maka berhati-hatilah terhadap mereka
itu".(S. Al-Munafiqun, ayat 4).
Berkata sebahagian salaf: "Akan ada pada akhir zaman suatu
kaum yang menguncikan pintu amal dan membukakan pintu pertengkaran".
Pada sebahagian hadits tersebut:
إنكم في زمان ألهمتم فيه العمل وسيأتي
قوم يلهمون الجدل
Artinya:Sesungguhnya kamu berada pada suatu zaman yang diilhami dengan amal dan akan datang suatu kaum yang diilhami dengan pertengkaran
Artinya:Sesungguhnya kamu berada pada suatu zaman yang diilhami dengan amal dan akan datang suatu kaum yang diilhami dengan pertengkaran
Ertinya:Sesungguhnya
kamu berada pada suatu zaman yang diilhami dengan amal dan akan datang suatu
kaum yang diilhami dengan pertengkaran
Pada suatu
hadits yang terkenal tersebut:
أبغض
الخلق إلى الله تعالى الألد الخصم
(Abghadlul khalqi ilallaahi ta'aalal aladdul khashmu).
(Abghadlul khalqi ilallaahi ta'aalal aladdul khashmu).
Ertinya
:"Manusia
yang amat dimarahi Allah Ta'ala ialah yang suka bertengkar".
Dan pada
hadits lain :
ما أتى
قوم المنطق إلا منعوا العمل
(Maa uutiya qaumul manthiqa illaa muni'ul 'amala).
(Maa uutiya qaumul manthiqa illaa muni'ul 'amala).
Ertinya :"Tidak
diberikan kepada suatu kaum akan bijak berkata-kata, kecuali mereka itu
meninggalkan bekerja ".
Tiada ulasan:
Catat Ulasan