SIRI 8
IBNU QAYYIM
AL JAUZIYYAH
Rahasia penciptaan, perintah, kitab-kitab, syariat, pahala dan siksa
terpusat pada dua penggal
kalimat ini, yang sekaligus merupakan inti
ubudiyah dan tauhid.
Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa Allah
menurunkan seratus empat
kitab, yang makna-maknanya terhimpun dalam
Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Makna-makna tiga kitab ini terhimpun
di
dalam Al-Qur'an. Makna-makna
Al-Qur'an terhimpun dalam surat-surat
yang pendek. Makna-makna dalam
surat-surat yang pendek terhimpun
dalam surat Al-Fatihah. Makna-makna Al-Fatihah terhimpun di
dalam
iyyaka na'budu wa iyya-ka
nasta'in. Dua
kalimat ini dibagi antara milik
Allah dan milik hamba-Nya.
Separoh bagi Allah, yaitu iyyaka na'budu,
dan separoh lagi bagi
hamba-Nya, yaitu iyyaka nasta'in.
Ibadah mengandung dua dasar: Cinta dan penyembahan. Menyembah
di sini artinya, merendahkan
diri dan tunduk. Siapa yang mengaku
cinta namun tidak tunduk,
berarti bukan orang yang menyembah. Siapa
yang tunduk namun tidak cinta,
juga bukan orang yang menyembah. Dia
disebut orang yang menyembah jika cinta dan tunduk. Karena
itu orangorang
yang mengingkari cinta hamba terhadap Allah adalah
orang-orang
yang mengingkari hakikat
ubudiyah dan sekaligus mengingkari
keberadaan Allah sebagai Dzat
yang mereka cinta, yang berarti mereka
juga mengingkari keberadaan
Allah sebagai Ilah (sesembahan), sekalipun
mereka mengakui Allah sebagai
penguasa semesta alam dan pencipta-nya.
Inilah tauhid mereka yang
terbatas pada tauhid Rububiyah, seperti
pengakuan bangsa Arab, tapi
mereka tidak keluar dari syirik, sebagaimana
firman Allah,
"Dan, sungguh jika kamu bertanya kepada mereka,
'Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?' niscaya mereka menjawab,
'Allah'."
(Az-Zumar; 38).
Isti'anah (memohon pertolongan)
menghimpun dua dasar: Kepercayaan
terhadap Allah dan penyandaran
kepada-Nya. Adakalanya seorang
hamba menaruh kepercayaan
terhadap seseorang, tapi dia tidak menyandarkan
semua urusan kepadanya, karena
dia merasa tidak membutuhkan
dirinya. Atau adakalanya
seseorang menyandarkan berbagai urusan kepada
seseorang, padahal sebenarnya dia
tidak percaya kepadanya, karena dia
merasa membutuhkannya dan
tidak ada orang lain yang memenuhi
kebutuhannya. Karena itu dia
bersandar kepadanya.
Tawakal merupakan makna yang
juga cocok dengan dua dasar ini,
kepercayaan dan penyandaran,
yang sekaligus merupakan hakikat iyyaka
na'budu wa iyyaka nasta'in. Dua dasar ini, tawakal dan
ibadah disebut-kan
di beberapa tempat dalam
Al-Qur'an, yang keduanya disebutkan secara
berurutan, di antaranya,
"Dan, kepunyaan Allahlah apa yang gaib di langit dan
di bumi dan kepada-
Nyalah dikembalikan semua urusan, maka sembahlah Dia dan
bertawakallah kepada-Nya." {Hud: 123).
"Ibadah" didahulukan
daripada "Isti'anah" di dalam Al-Fatihah merupakan
gambaran didahulukannya tujuan
daripada sarana. Hal ini bisa
dilihat dari beberapa sebab:
1. "Ibadah"
merupakan tujuan penciptaan hamba, sedangkan "Isti'anah"
merupakan sarana untuk dapat
melaksanakan "Ibadah" itu.
2. Iyyaka na'budu berkaitan
dengan Uluhiyah-Nya dan asma "Allah".
Sedangkan iyyaka nasta'in berkaitan
dengan Rububiyah-Nya dan asma
"Ar-Rabb". Karena itu iyyaka na'budu didahulukan
daripada iyyaka nasta'in,
sebagaimana asma Allah yang
didahulukan daripada asma Ar-
Rabb di awal
Al-Fatihah.
3. Iyyaka na'budu merupakan
bagian Allah dan juga merupakan pujian
terhadap Allah, karena memang
Dia layak menerimanya, sedangkan
iyyaka nasta'in merupakan bagian hamba, begitu
pula ihdinash-shirath-almustaqim
hingga akhir surat.
4. "Ibadah" secara
total mencakup "Isti'anah" dan tidak bisa dibalik. Se-tiap
orang yang beribadah kepada Allah dengan ibadah yang
sempurna
adalah orang yang memohon pertolongan kepada-Nya, dan tidak
bisa
dibalik. Sebab orang yang dikuasai berbagai macam tujuan
pribadi dan
syahwatnya, juga bisa memohon
pertolongan kepada-Nya, hanya karena
ingin memuaskan nafsunya.
Karena itu ibadah harus lebih sempurna.
Berarti "Isti'anah"
merupakan bagian dari "Ibadah" dan tidak bisa
dibalik, sebab "Isti'anah"
merupakan permohonan dari-Nya, sedang
"Ibadah" merupakan
permohonan bagi-Nya.
5. "Ibadah" hanya
dilakukan orang yang ikhlas, sedangkan "Isti'anah" bisa
dilakukan orang yang ikhlas dan yang tidak ikhlas.
6. "Ibadah" merupakan hak Allah yang diwajibkan
kepada hamba, sedangkan
"Isti'anah" merupakan permohonan
pertolongan untuk dapat
melaksanakan
"Ibadah".
7. "Ibadah" merupakan
gambaran syukur terhadap nikmat yang dilimpahkan
kepadamu, dan Allah suka untuk
disyukuri. Pemberian pertolongan
merupakan taufik Allah yang
diberikan kepadamu. Jika engkau
komitmen dalam beribadah
kepada-Nya dan ibadahmu lebih sempurna,
maka pertolongan Allah yang
diberikan kepadamu juga lebih besar.
8. Iyyaka na'budu merupakan
hak Allah dan iyyaka nasta'in merupakan
kewajiban Allah. Hak-Nya harus
didahulukan daripada kewajiban-Nya.
Sebab hak Allah berkaitan
dengan cinta dan ridha-Nya, sedangkan
kewajiban-Nya berkaitan dengan
kehendak-Nya. Apa yang bergantung
kepada cinta-Nya harus lebih
sempurna daripada apa yang bergantung
kepada kehendak-Nya. Semua
yang ada di alam, para malaikat maupun
syetan, orang-orang Mukmin
maupun orang-orang kafir, orang yang
taat maupun orang yang
durhaka, semuanya bergantung kepada
kehendak-Nya. Apa yang
bergantung kepada cinta-Nya adalah ketaatan
dan iman mereka. Orang-orang
kafir ada dalam kehendak-Nya dan
orang-orang Mukmin ada dalam
cinta-Nya.
Dari beberapa rahasia ini
dapat diketahui secara jelas hikmah didahulukannya
iyyaka na'budu daripada iyyaka nasta'in.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan