DZUN NUN DAN SEORANG MURID YANG SALEH
Dzun Nun mempunyai seorang murid yang telah bertapa selama empat puluh kali, masing-masing selama empat puluh hari. Empat puluh kali ia telah berdiri di Padang Arafah dan selama empat puluh tahun ia telah mengendalikan hawa nafsunya.
Suatu hari si murid datang menghadap Dzun Nun dan berkata:
"Semua itu telah kulakukan. Tetapi untuk semua jerih payahku Sang Sahabat tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun dan tidak pernah memandang diriku. Dia tidak memperdulikanku dan tak mau memperlihatkan keghaiban-keghaiban-Nya padaku. Semua itu kukatakan bukan untuk memuji diriku sendiri, aku semata-mata menyatakan hai yang sebenarnya. Aku telah melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh diriku yang malang ini. Aku tidak mengeluh kepada Allah. Aku hanya menyatakan hai yang sebenarnya bahwa aku telah mengabdikan jiwa ragaku untuk berbakti kepada-Nya. Aku hanya menyampaikan kisah sedih dari nasibku yang malang ini, kisah ketidakberuntungan diriku ini. Semua itu ku-kemukakan bukan karena hatiku telah jemu untuk mematuhi Allah. Aku kuatir jika masa-masa mendatang aku mengalamt hai yang sama. Seumur hidup aku telah mengetuk dengan penuh harap, namun tak ada jawaban. Sangat berat bagiku untuk lebih lama menanggungkan. Karena engkau adalah tabib bagi orang-orang yang sedang berduka dan penasehat tertinggi bagi orang-orang suci, sembuhkanlah duka citaku ini".
"Malam ini niakanlah dengan sepuas-puasnya", kata Dzun Nun menasehati "Tinggalkanlah shalat 'Isa dan tidurlah dengan nyenyak sepanjang malam. Dengan demikian jika Sang Sahabat selama ini tidak memperlihatkan diri-Nya dengan kebajikan, maka se tidak -tidaknya Dia akan memperlihatkan diri-Nya dengan penyesalan terhadapmu. Jika selama ini Dia tidak mau memandangmu dengan kasih sayang maka Dia akan memandangmu dengan kemurkaan".
Si murid pun pergi dan pada malam itu ia makan dengan sepuas-puasnya. Tetapi untuk melalaikan shalat 'Isa hatinya tidak mengizin-kan. Ia tetap melakukan shalat dan setelah itu ia pun tidur. Malam itu di dalam mimpinya ia bertemu dengan Nabi dan berkata kepadanya:
"Sahabatmu mengucapkan salam kepadamu. Dia berkata: 'Hanya seorang malang yang lemah serta bukan manusia sejatilah yang datang ke hadirat-Ku dan cepat merasa puas. Inti permasalahan adalah hidup lurus tanpa keluhan'. Allah Yang Maha Besar menyatakan: 'Telah Ku-berikan empat puluh tahun keinginan kepada hatimu dan Aku jamin bahwa engkau akan memperoleh segala sesuatu yang engkau harapkan dan memenuhi segala keinginanmu itu. Tetapi sampaikan pula salam-Ku kepada Dzun Nun, si manusia bajingan dan suka berpura-pura itu. Katakanlah kepadanya. wahai manusia pen-dusta yang suka berpura-pura, jika tidak Aku bukakan malumu kepasa seluruh penduduk kota, maka Aku bukanlah Tuhanmu. Awas, janganlah engkau sesatkan kekasih-kekasihku yang malang dan janganlah engkau jauhkan mereka dari hadirat-Ku".
Si murid terjaga dari tidurnya lalu menangis. Kemudian ia pergi kepada Dzun Nun dan mengisahkan segala sesuatu yang disaksikan dan didengarnya dalam mimpi itu. Ketika Dzun Nun mendengar kaa-kata 'Tuhan mengirim salam dan menyatakan bahwa engkau adalah seorang pendusta yang suka berpura-pura', ia pun berguling-guling kegirangan dan menangis penuh kebahagiaan.
Dzun Nun mempunyai seorang murid yang telah bertapa selama empat puluh kali, masing-masing selama empat puluh hari. Empat puluh kali ia telah berdiri di Padang Arafah dan selama empat puluh tahun ia telah mengendalikan hawa nafsunya.
Suatu hari si murid datang menghadap Dzun Nun dan berkata:
"Semua itu telah kulakukan. Tetapi untuk semua jerih payahku Sang Sahabat tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun dan tidak pernah memandang diriku. Dia tidak memperdulikanku dan tak mau memperlihatkan keghaiban-keghaiban-Nya padaku. Semua itu kukatakan bukan untuk memuji diriku sendiri, aku semata-mata menyatakan hai yang sebenarnya. Aku telah melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh diriku yang malang ini. Aku tidak mengeluh kepada Allah. Aku hanya menyatakan hai yang sebenarnya bahwa aku telah mengabdikan jiwa ragaku untuk berbakti kepada-Nya. Aku hanya menyampaikan kisah sedih dari nasibku yang malang ini, kisah ketidakberuntungan diriku ini. Semua itu ku-kemukakan bukan karena hatiku telah jemu untuk mematuhi Allah. Aku kuatir jika masa-masa mendatang aku mengalamt hai yang sama. Seumur hidup aku telah mengetuk dengan penuh harap, namun tak ada jawaban. Sangat berat bagiku untuk lebih lama menanggungkan. Karena engkau adalah tabib bagi orang-orang yang sedang berduka dan penasehat tertinggi bagi orang-orang suci, sembuhkanlah duka citaku ini".
"Malam ini niakanlah dengan sepuas-puasnya", kata Dzun Nun menasehati "Tinggalkanlah shalat 'Isa dan tidurlah dengan nyenyak sepanjang malam. Dengan demikian jika Sang Sahabat selama ini tidak memperlihatkan diri-Nya dengan kebajikan, maka se tidak -tidaknya Dia akan memperlihatkan diri-Nya dengan penyesalan terhadapmu. Jika selama ini Dia tidak mau memandangmu dengan kasih sayang maka Dia akan memandangmu dengan kemurkaan".
Si murid pun pergi dan pada malam itu ia makan dengan sepuas-puasnya. Tetapi untuk melalaikan shalat 'Isa hatinya tidak mengizin-kan. Ia tetap melakukan shalat dan setelah itu ia pun tidur. Malam itu di dalam mimpinya ia bertemu dengan Nabi dan berkata kepadanya:
"Sahabatmu mengucapkan salam kepadamu. Dia berkata: 'Hanya seorang malang yang lemah serta bukan manusia sejatilah yang datang ke hadirat-Ku dan cepat merasa puas. Inti permasalahan adalah hidup lurus tanpa keluhan'. Allah Yang Maha Besar menyatakan: 'Telah Ku-berikan empat puluh tahun keinginan kepada hatimu dan Aku jamin bahwa engkau akan memperoleh segala sesuatu yang engkau harapkan dan memenuhi segala keinginanmu itu. Tetapi sampaikan pula salam-Ku kepada Dzun Nun, si manusia bajingan dan suka berpura-pura itu. Katakanlah kepadanya. wahai manusia pen-dusta yang suka berpura-pura, jika tidak Aku bukakan malumu kepasa seluruh penduduk kota, maka Aku bukanlah Tuhanmu. Awas, janganlah engkau sesatkan kekasih-kekasihku yang malang dan janganlah engkau jauhkan mereka dari hadirat-Ku".
Si murid terjaga dari tidurnya lalu menangis. Kemudian ia pergi kepada Dzun Nun dan mengisahkan segala sesuatu yang disaksikan dan didengarnya dalam mimpi itu. Ketika Dzun Nun mendengar kaa-kata 'Tuhan mengirim salam dan menyatakan bahwa engkau adalah seorang pendusta yang suka berpura-pura', ia pun berguling-guling kegirangan dan menangis penuh kebahagiaan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan