Pada suatu
hari seorang anak lelaki menghampiri Dzun Nun lalu berkata: "Aku mempunyai
wang seribu dinar. Aku ingin menyum-bangkan uang ini untuk kebaktianmu kepada
Allah. Aku ingin agar uangku ini dapat digunakan oleh murid-muridmu dan para
guru sufi".
"Apakah engkau sudah cukup umur?", tanya Dzun Nun. "Belum", jawab anak itu.
"Jika demikian engkau belum berhak untuk mengeluarkan wang tersebut. Bersabarlah hingga engkau cukup dewasa", Dzun Nun men-jelaskan.
Setelah dewasa, anak itu kembali menemui Dzun Nun. Dengan pertolongan Dzun Nun ia bertaubat kepada Allah dan semua wang dinar emas itu diberikannya untuk para guru sufi, sahabat-sahabat Dzun Nun.
Suatu ketika para guru sufi itu mengalami kesulitan sedang mereka tak memiliki apa-apa lagi karena wang telah habis dipergunakan.
"Apakah engkau sudah cukup umur?", tanya Dzun Nun. "Belum", jawab anak itu.
"Jika demikian engkau belum berhak untuk mengeluarkan wang tersebut. Bersabarlah hingga engkau cukup dewasa", Dzun Nun men-jelaskan.
Setelah dewasa, anak itu kembali menemui Dzun Nun. Dengan pertolongan Dzun Nun ia bertaubat kepada Allah dan semua wang dinar emas itu diberikannya untuk para guru sufi, sahabat-sahabat Dzun Nun.
Suatu ketika para guru sufi itu mengalami kesulitan sedang mereka tak memiliki apa-apa lagi karena wang telah habis dipergunakan.
Anak lelaki
yang telah menyumbangkan uangnya itu berkata: "Sayang sekali, aku tak
mempunyai wang seratus ribu dinar lagi untuk membantu manusia-manusia berbudi
ini". Kata-kata ini terdengar oleh Dzun Nun, maka sadarlah ia bahwa anak tersebut
belum menyelami kebenaran sejati dari kehidupan rrristik karena kekayaan dunia
masih penting dalam pandangannya.
Anak itu
dipanggil Dzun Nun dan berkata kepadanya:
"Pergilah
ke tabib Anu, katakan padanya bahwa aku menyuruh dia untuk menyerahkan obat
seharga tiga ribu dirham kepadamu".
Si pemuda
segera pergi ke tabib itu dan tak lama kemudian ia telah kembali lagi.
"Masukkanlah obat-obat itu ke dalam lumpang dan tumbuklah sampai lumat", Dzun Nun menyuruh si pemuda.. "Kemudian tuang-kanlah sedikit minyak sehingga obat-obat itu berbentuk pasta. Kemudian kepal-kepallah ramuan itu menjadi tiga buah butiran, dan dengan sebuah jarum lobangilah ketiga-tiganya. Setelah itu bawalah ketiga butirnya kepadaku".
"Masukkanlah obat-obat itu ke dalam lumpang dan tumbuklah sampai lumat", Dzun Nun menyuruh si pemuda.. "Kemudian tuang-kanlah sedikit minyak sehingga obat-obat itu berbentuk pasta. Kemudian kepal-kepallah ramuan itu menjadi tiga buah butiran, dan dengan sebuah jarum lobangilah ketiga-tiganya. Setelah itu bawalah ketiga butirnya kepadaku".
Si pemuda
melaksanakan seperti yang diperintahkan kepadanya. Setelah selesai, ketiga
butiran itu dibawanya kepada Dzun Nun. Butir-butir tersebut diusap-usap oleh
Dzun Nun kemudian ditiupnya, tiba-tiba butir-butir itu berubah menjadi tiga
buah batu mirah delima dari jenis yang belum pernah disaksikan manusia.
Kemudian Dzun Nun berkata kepada si pemuda:
"Bawalah permata-permata ini ke pasar dan tanyakanlah harga-nya, tetapi jangan engkau jual".
Si pemuda membawa batu-batu permata itu ke pasar. Ternyata setiap butirnya berharga seribu dinar. Si pemuda kembali untuk mengabarkan hai ini kepada Dzun Nun. Dzun Nun berkata: "Seka-rang masukkanlah permata-permata itu ke dalam lesung, tumbuklah sampai halus dan setelah itu lemparkanlah ke dalam air".
Si pemuda melakukan seperti yang disuruhkan, melemparkan tumbukan permata itu ke dalam air. Setelah itu Dzun Nun berkata kepadanya: "Anakku, para guru sufi itu bukan lapar karena ke-kurangan. Semua ini adalah kemauan mereka sendiri".
Si pemuda bertaubat lalu jiwanya terjaga. Dunia ini tak berharga lagi dalam pandangannya.
"Bawalah permata-permata ini ke pasar dan tanyakanlah harga-nya, tetapi jangan engkau jual".
Si pemuda membawa batu-batu permata itu ke pasar. Ternyata setiap butirnya berharga seribu dinar. Si pemuda kembali untuk mengabarkan hai ini kepada Dzun Nun. Dzun Nun berkata: "Seka-rang masukkanlah permata-permata itu ke dalam lesung, tumbuklah sampai halus dan setelah itu lemparkanlah ke dalam air".
Si pemuda melakukan seperti yang disuruhkan, melemparkan tumbukan permata itu ke dalam air. Setelah itu Dzun Nun berkata kepadanya: "Anakku, para guru sufi itu bukan lapar karena ke-kurangan. Semua ini adalah kemauan mereka sendiri".
Si pemuda bertaubat lalu jiwanya terjaga. Dunia ini tak berharga lagi dalam pandangannya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan