Catatan Popular

Selasa, 25 Februari 2020

HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Gabenor Yang Hodoh

Suatu masa, wilayah Khurasan pernah ditadbir oleh gabenor Yazid bin Muhallab. Dia seorang lelaki kacak dan cantik wajahnya. Selain mempunyai jasmani yang menarik, Yazid bin Muhallab juga seorang yang pintar dalam pentadbiran, sehingga rakyat sangat menyukainya dan suka mendengarkan pidatonya.
    Akan tetapi, dia tidak begitu suka tinggal di Khurasan, maka dia pun dipindahkan ke tempat lain. Sebagai gantinya, kerajaan pusat mengangkat Qutaibah bin Muslim untuk menjadi gabenor Khurasan. Dia seorang lelaki yang agak hodoh dan kelihatan tidak begitu menarik.
Seorang penyair muda telah menggubah syair tentang gabenor Qutaibah ini yang bunyinya:
Semasa Yazid mentadbir Khurasan,
semua wajah kelihatan ceria.
pintu-pintu nikmat dan kemewahan terbuka luas.
Tapi kini, diganti oleh monyet di sekitarnya
berwajah hodoh dan menakutkan.
    Apabila syair itu tersiar dan sampai kepada Qutaibah, gabenor baru ini sangat marah dan memerintahkan agar penggubahnya ditangkap. Akan tetap si penyair segera melarikan diri dan menyembunyikan diri buat beberapa masa. Akhirnya dia tidak tahan bersembunyi lama dan nekad untuk pergi berjumpa dengan ibu Qutaibah dan meminta surat jaminan daripadanya.

    Setelah mendapat surat itu, dia pergi ke istana gabenor dan menyerahkan surat tersebut. Qutaibah tidak dapat berbuat apa-apa setelah menerima surat dari ibunya.
“Dengan wajah apa engkau datang berjumpa denganku?” Tanya Qutaibah.

    “Dengan wajah yang kugunakan untuk berjumpa dengan Tuhanku, tapi Dia lebih banyak berbuat baik terhadapku daripada aku berbuat baik kepada-Nya. Dia tidak marah. Padahal kesalahanku kepadanya lebih banyak jika dibandingkan dengan kesalahanku kepadamu.” 

Qutaibah tertawa dan suka mendengarkan alasan si penyair itu, maka dia pun dibebaskan.


HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Diselamatkan Seekor Gagak


Pada suatu masa, Malik bin Dinar berangkat ke tanah suci di Mekkah dengan berjalan kaki. Malik bin Dinar adalah anak seorang budak berbangsa Persia. 

Pada suatu masa, Malik bin Dinar berangkat ke tanah suci di Mekkah dengan berjalan kaki. Malik bin Dinar adalah anak seorang budak berbangsa Persia dari Sijistan, Kabul, Afghanistan. Meskipun ayahnya budak, Malik seorang yang merdeka. Ia adalah salah satu murid ulama besar, Hasan Al Bashri.

Saat melewati padang ilalang dan hutan belantara, Malik bin Dinar memutuskan untuk beristirahat sebentar. Ia berteduh di bawah pohon yang rindang. Di tariknya napas dalam-dalam, lalu dihembuskannya perlahan meredakan kepenatan yang ia rasakan. Pandangannya diarahkan ke sekeliling hutan. Langit begitu cerah dan angin pun berembus sepoi-sepoi.

Tiba-tiba, pandangan Malik bin Dinar terhenti pada seekor gagak yang tengah melayang rendah sambil membawa sesuatu di paruhnya. Malik penasaran apa yang dibawa burung gagak itu. Supaya tidak mengejutkan sang gagak, ia mengendap-endap mengikuti arah perginya sang gagak. Entah kenapa, perasaan hatinya begitu kuat ingin terus mengikuti ke mana perginya sang gagak.

Malik menduga, gagak yang terbang itu pasti menyimpan suatu rahasia. Oleh karena itu, ia terus saja mengikuti sang gagak hingga sampailah ia di depan sebuah gua. Rupanya, gagak itu memasuki gua. Malik pun secara perlahan mendekat dan memasuki mulut gua itu.

Malik berhenti sejenak karena tidak bisa melihat apa pun. Namun lama-kelamaan, pandangannya bisa menyesuaikan diri. Ia tebarkan pandangannya ke seluruh sisi gua tersebut dan meneruskan langkahnya memasuki gua.
Pada saat Malik mendengarkan kepakan sayap, ia berhenti di belakang sebuah batu. Lalu, dilongokkan kepalanya ke arah suara kepakan itu. Malik terkejut melihat sesosok tubuh yang tangan dan kakinya terikat. Dilihatnya, burung gagak itu sedang menyuapkan sesuatu yang ada di paruhnya ke dalam mulut orang itu, sedikit demi sedikit. Sesudah itu, burung gagak itu kembali terbang dan tidak terlihat lagi.

Malik cepat-cepat mendekati orang yang terikat itu sambil membuka ikatannya. Ia bertanya, "Siapakah kau? Apa yang teijadi padamu?"
"Aku adalah orang yang sedang dalam peijalanan menunaikan ibadah haji. Namun, ketika dalam perjalanan hartaku dirampok oleh penyamun. Lalu, tangan dan kakiku diikatnya. Setelah itu, aku dilemparkan ke gua ini," jelas orang itu.
"Malang sekali nasibmu. Aku ke sini mengikuti burung gagak yang membawa sesuatu di paruhnya. Tampaknya, burung itu memberikan sesuatu itu kepadamu."
‘Ya, yang disuapkannya kepadaku tadi adalah roti. Setiap hari, ia memberikan makanan dan minuman untukku."
"Subhanallah. Ilmu apa yang kaumiliki, Saudara. Sampai gagak itu sedemikian tunduknya padamu."

"Tidak ada. Selama lima hari, sejak aku di sini, aku hanya bersabar saja dan berdoa, ‘Wahai Zat yang berfirman dalam kitab-Nya: Percayalah bahwa Dia (Allah) akan mengabulkan doa hamba-Nya yang ditimpa kemalangan. Aku sekarang membutuhkan pertolongan-Mu, maka rahmatilah aku.’ Allah mengabulkan doaku dengan mengutus seekor gagak untuk melayani seluruh kebutuhanku."

"Kau sudah terbebas. Bagaimana kalau kita lanjutkan perjalanan menuju tanah suci. Biarlah bekalku ini kita makan bersama selama di peijalanan."
Orang yang tadinya terikat itu sangat bersyukur kepada Allah Swt. dan mengucapkan terima kasih kepada Malik bin Dinar. Mereka berdua pergi meninggalkan gua itu untuk melanjutkan perjalanan.

"Yakinlah, Allah Swt. itu mendengar doa hambanya
dan Ia tahu saat yang tepat untuk mengabul kannya. "

HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Cinta Pada Kematian


Ketika orang-orang kafir menyalib Khubaib bin Adyadi atas pohon kurma sebelum membunuhnya, dia sama sekali tidak takut dan gentar.
Bahkan dengan mata tajam, ditatap orang-orang kafir sambil berkata:

"Sekelompok pasukan bersekutu berkumpul di sekelilingku dan membentuk satu kumpulan besar. Mereka merasa senang dengan kabilah-kabilah mereka."

"Hanya kepada Allah aku berkeluh kesah tetapi bukan kerana serang yang dilancarkan musuhku pada saat bertempur."

"Aku tidak peduli dengan cara apa aku mati, selama aku mati dalam keadaan Muslim kerana semuanya tetap kembali kepada Allah. Semoga dia memberkati pada setiap tulang dan daging yang tercincang."
uuuuuuuuuuuu
Demikian juga Saad bin Abi Waqqash RA ketika menemui raja Parsi. Dengan gagah dia berkata:

"Aku akan datang dengan suatu pasukan yang sangat mencintai kematian, sebagaimana kamu semua cinta pada kehidupan."

Dalam peperangan Uhud, ramai kaum Muslimin terbunuh sementara anak panah pasukan kafir begitu deras menyerang Rasulullah SAW. Saat itu Abu Thalhah RA membuka dadanya menjadi benteng Rasulullah SAW. Dia berkata, "Wahai Rasulullah, anak panah itu tidak akan mengenaimu. Kami akan mengorbankan diri kami, agar engkau tidak terkorban."

Ya, selama kematian membawa keredhaan Allah, ucapkanlah selamat datang kepadanya.

Berbeza dari orang soleh, ahli maksiat dan mereka yang tenggelam dalam syahwat dan kenikmatan dunia amat takut menghadapi kematian. Mereka tidak pernah mengingatinya kerana ketakutan yang luar biasa. Padahal sepatutnya, Allah SWT lebih mereka takuti dari yang lain.

HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA CERITA TENTANG TAQWA SI BUDAK HITAM


Sebagai contoh adalah kisah Saiyidina Umar r.a yang menemui ketika beliau dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah seorang penggembala kambing yang miskin. Umar ingin menduga sifat amanah pemuda yang miskin, tidak terdidik, dan bahkan hidup di tengah kampung tidak jauh dari kebisingan kota.

Umar berkata kepadanya: "Mahukah anda menjual satu dari kambingmu yang banyak itu?". Pemuda itu dengan tegas menjawab: "Saya bukan pemilik kambing-kambing itu. Saya hanya pengembala". Umar menduga lagi: "Katakan saja kepada tuanmu bahawa seekor srigala telah datang memakannya".

Tapi dengan sangat tegas pemuda itu menjawab: " lalu di mana Allah? " Umar menangis dengan ketegasan pemuda itu, dan keesokan harinya beliau menemui tuannya dan dibelinya kambing itu sehingga pemuda itu dapat dibebaskan dari perhambaan.

Inilah yang dinamakan dengan sifat muraqabatulloh yang lahir dari taqwa. Jika ianya digabungkan dengan keimanan dan keyakinan bahawa semua amalan kita akan dipersoalkan pada hari akhirat kelak, maka akan terjalinlah hubungan sesama manusia yang harmoni jauh dari sebarang masalah.


HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Bukan Permata Biasa


Di Madinah ada seorang wanita cantik shalihah lagi bertakwa. Bila malam mulai merayap menuju tengahnya, ia senantiasa bangkit dari tidurnya untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah. Tidak peduli waktu itu musim panas Di Madinah ada seorang wanita cantik shalihah lagi bertakwa. Bila malam mulai merayap menuju tengahnya, ia senantiasa bangkit dari tidurnya untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah. Tidak peduli waktu itu musim panas ataupun musim dingin, karena disitulah letak kebahagiaan dan ketentramannya. Yakni pada saat dia khusyu’ berdoa, merendah diri kepada sang Pencipta, dan berpasrah akan hidup dan matinya hanya kepada-Nya.

Dia juga amat rajin berpuasa, meski sedang bepergian. Wajahnya yang cantik makin bersinar oleh cahaya iman dan ketulusan hatinya.

Suatu hari datanglah seorang lelaki untuk meminangnya, konon ia termasuk lelaki yang taat dalam beribadah. Setelah shalat istiharah akhirnya ia menerima pinangan tersebut. Sebagaimana adat kebiasaan setempat, upacara pernikahan dimulai pukul dua belas malam hingga adzan subuh. Namun wanita itu justru meminta selesai akad nikah jam dua belas tepat, ia harus berada di rumah suaminya. Hanya ibunya yang mengetahui rahasia itu. Semua orang ta’jub. Pihak keluarganya sendiri berusaha membujuk wanita itu agar merubah pendiriannya, namun wanita itu tetap pada keinginannya, bahkan ia bersikeras akan membatalkan pernikahan tersebut jika persyaratannya ditolak. Akhirnya walau dengan bersungut pihak keluarga pria menyetujui permintaan sang gadis.

Waktu terus berlalu, tibalah saat yang dinantikan oleh kedua mempelai. Saat yang penuh arti dan mendebarkan bagi siapapun yang akan memulai hidup baru. Saat itu pukul sembilan malam. Doa ‘Barakallahu laka wa baaraka alaika wa jama’a bainakuma fii khairin’ mengalir dari para undangan buat sepasang pengantin baru. Pengantin wanita terlihat begitu cantik. Saat sang suami menemui terpancarlah cahaya dan sinar wudhu dari wajahnya. Duhai wanita yang lebih cantik dari rembulan, sungguh beruntung wahai engkau lelaki, mendapatkan seorang istri yang demikian suci, beriman dan shalihah.

Jam mulai mendekati angka dua belas, sesuai perjanjian saat sang suami akan membawa istri ke rumahnya. Sang suami memegang tangan istrinya sambil berkendara, diiringi ragam perasaan yang bercampur baur menuju rumah baru harapan mereka. Terutama harapan sang istri untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah.

Setibanya disana, sang istri meminta ijin suaminya untuk memasuki kamar mereka. Kamar yang ia rindukan untuk membangung mimpi-mimpinya. Dimana di kamar itu ibadah akan ditegakkan dan menjadi tempat dimana ia dan suaminya melaksanakan shalat dan ibadah secara bersama-sama. Pandangannya menyisir seluruh ruangan. Tersenyum diiringi pandangan sang suami mengawasi dirinya.

Senyumnya seketika memudar, hatinya begitu tercekat, bola matanya yang bening tertumbuk pada sebatang mandolin yang tergeletak di sudut kamar. Wanita itu nyaris tak percaya. Ini nyatakah atau hanya fatamorgana? Ya Allah, itu nyanyian? Oh bukan, itu adalah alat musik. Pikirannya tiba-tiba menjadi kacau. Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran ucapan orang tentang lelaki yang kini telah menjadi suaminya. Oh...segala angan-angannya menjadi hampa, sungguh ia amat terluka. Hampir saja air matanya tumpah. Ia berulang kali mengucap istighfar, Alhamdulillah ‘ala kulli halin. "Ya bagaimanapun yang dihadapi alhamdulillah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala kegaiban."

Ia menatap suaminya dengan wajah merah karena rasa malu dan sedih, serta setumpuk rasa kekhawatiran menyelubung. "Ya Allah, aku harus kuat dan tabah, sikap baik kepada suami adalah jalan hidupku." Kata wanita itu lirih di lubuk hatinya. Wanita itu berharap, Allah akan memberikan hidayah kepada suaminya melalui tangannya.

Mereka mulai terlibat perbincangan, meski masih dibaluti rasa enggan, malu bercampur bahagia. Waktu terus berlalu hingga malam hampir habis. Sang suami bak tersihir oleh pesona kecantikan sang istri. Ia bergumam dalam hati, "Saat ia sudah berganti pakaian, sungguh kecantikannya semakin berkilau. Tak pernah kubayangkan ada wanita secantik ini di dunia ini." Saat tiba sepertiga malam terakhir, Allah ta’ala mengirimkan rasa kantuk pada suaminya. Dia tak mampu lagi bertahan, akhirnya ia pun tertidur lelap. Hembusan nafasnya begitu teratur. Sang istri segera menyelimutinya dengan selimut tebal, lalu mengecup keningnya dengan lembut. Setelah itu ia segera terdorong rasa rindu kepada mushalla-nya dan bergegas menuju tempat ibadahnya dengan hati melayang.

Sang suami menuturkan, "Entah kenapa aku begitu mengantuk, padahal sebelumnya aku betul-betul ingin begadang. Belum pernah aku tertidur sepulas ini. Sampai akhirnya aku mendapati istriku tidak lagi disampingku. Aku bangkit dengan mata masih mengantuk untuk mencari istriku. Mungkin ia malu sehingga memilih tidur di kamar lain. Aku segera membuka pintu kamar sebelah. Gelap, sepi tak ada suara sama sekali. Aku berjalan perlahan khawatir membangunkannya. Kulihat wajah bersinar di tengah kegelapan, keindahan yang ajaib dan menggetarkan jiwaku. Bukan keindahan fisik, karena ia tengah berada di peraduan ibadahnya. Ya Allah, sungguh ia tidak meninggalkan shalat malamnya termasuk di malam pengantin. Kupertajam penglihatanku. Ia rukuk, sujud dan membaca ayat-ayat panjang. Ia rukuk dan sujud lama sekali. Ia berdiri di hadapan Rabbnya dengan kedua tangan terangkat. Sungguh pemandangan terindah yang pernah kusaksikan. Ia amat cantik dalam kekhusyu’annya, lebih cantik dari saat memakai pakaian pengantin dan pakaian tidurnya. Sungguh kini aku betul-betul mencintainya, dengan seluruh jiwa ragaku."

Seusai shalat ia memandang ke arah suaminya. Tangannya dengan lembut memegang tangan suaminya dan membelai rambutnya. Masya Allah, subhanallah, sungguh luar biasa wanita ini. Kecintaannya pada sang suami, tak menghilangkan kecintaannya kepada kekasih pertamanya, yakni ibadah. Ya, ibadah kepada Allah, Rabb yang menjadi kekasihnya. Hingga bulan kedepan wanita itu terus melakukan kebiasaannya, sementara sang suami menghabiskan malam-malamnya dengan begadang, memainkan alat-alat musik yang tak ubahnya begadang dan bersenang-senang. Ia membuka pintu dengan perlahan dan mendengar bacaan Al-Qur’an yang demikian syahdu menggugah hati. Dengan perlahan dan hati-hati ia memasuki kamar sebelah. Gelap dan sunyi, ia pertajam penglihatannya dan melihat istrinya tengah berdoa. Ia mendekatinya dengan lembut tapi cepat. Angin sepoi-sepoi membelai wajah sang istri. Ya Allah, perasaan laki-laki itu bagai terguyur. Apalagi saat mendengar istrinya berdoa sambil menangis. Curahan air matanya bagaikan butiran mutiara yang menghiasi wajah cantiknya.

Tubuh lelaki itu bergetar hebat, kemana selama ini ia pergi, meninggalkan istri yang penuh cinta kasih? Sungguh jauh berbeda dengan istrinya, antara jiwa yang bergelimang dosa dengan jiwa gemerlap di taman kenikmatan, di hadapan Rabbnya.

Lelaki itu menangis, air matanya tak mampu tertahan. Sesaat kemudian adzan subuh. Lelaki itu memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini, ia lantas menunaikan shalat subuh dengan kehusyuan yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya.

Inilah buah dari doa wanita shalihah yang selalu memohonkan kebaikan untuk sang suami, sang pendamping hidup.
Beberapa tahun kemudian, segala wujud pertobatan lelaki itu mengalir dalam bentuk ceramah, khutbah, dan nasihat yang tersampaikan oleh lisannya. Ya lelaki itu kini telah menjadi da’i besar di kota Madinah.

Memang benar, wanita shalihah adalah harta karun yang amat berharga dan termahal bagi seorang lelaki bertakwa. Bagi seorang suami, istri shalihah merupakan permata hidupnya yang tak ternilai dan "bukan permata biasa". 




HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Budak yang Beruntung


Manshur bin Amar, salah seorang tokoh sufi dari tanah Arab, suatu ketika menyampaikan nasihat dalam sebuah forum pengajian. Tiba-tiba datanglah seorang peminta-minta ke forum itu. Tujuannya adalah untuk meminta uang dari...

"Sesungguhnya, kali an berdua telah Kami ampuni dan dibebaskan dari siksa neraka. Begitu pula dengan Manshur bin Amar, juga akan bersama kalian." 

Manshur bin Amar, salah seorang tokoh sufi dari tanah Arab, suatu ketika menyampaikan nasihat dalam sebuah forum pengajian. Tiba-tiba datanglah seorang peminta-minta ke forum itu. Tujuannya adalah untuk meminta uang dari mereka sejumlah empat dirham. Maka, Manshur bin Amar pun berkata kepada para hadirin yang mengikuti acara pengajian tersebut: "Barangsiapa yang bersedia memenuhi permintaan orang ini, maka aku akan mendoakan baginya empat permohonan."

Pada saat itu, ada salah seorang hadirin yang langsung berdiri. Ia adalah seorang budak berkulit hitam. Majikannya bukanlah seorang Muslim, melainkan seorang Yahudi. Budak itu ternyata memiliki uang sejumlah empat dirham dan itu kepada peminta-minta tadi Kemudian ia duduk di hadapan Manshur bin Amar untuk mengajukan permohonan yang ia mginkan. Setelah mendapat isyarat. Jari Manshur bin Amar agar budak itu menyebutkan empat macam keinginannya, maka budak itu pun berkata: "Wahai Tuan Guru, aku ini adalah seorang budak. Aku mohon agar engkau mendoakan agar aku dimerdekakan oleh majikanku. Itulah keinginanku yang pertama."

"Kemudian, keinginanku yang kedua adalah," lanjut budak itu, "bahwasanya majikanku itu merupakan seorang Yahudi. Maka, doakanlah baginya agar ia dapat memperoleh hidayah Allah dan memeluk agama Islam," ujar budak itu.

Selanjutnya, ia mengemukakan keinginannya yang ketiga. "Aku ini sebetulnya adalah seorang fakir miskin. Maka, aku ingin agar engkau mendoakanku menjadi orang yang kaya. Sedang kekayaan yang kuperoleh itu nanti benar-benar merupakan anugerah dari Allah melalui makhluk-Nya. Itulah permohonan­ku yang ketiga," katanya.

"Sedang permohonanku yang keempat, doakanlah aku agar Allah mengampuni semua dosa-sosaku," ujar budak itu mengakhiri permintannya. Manshur bin Amar pun memenuhi keinginan budak itu. Ia berdoa kepada Allah sesuai dengan keempat permohonan budak tersebut.

Usai mendoakan bagi budak itu, Manshur bin Amar melanjutkan pengajiannya hingga selesai. Sementara itu, tak ada yang terjadi pada diri si budak itu hingga ia pulang ke rumah majikannya. Setibanya di rumah majikannya, ia ditanya oleh majikannya tentang kegiatannya hari itu. Maka ia pun bercerita tentang pengalamannya di forum pengajian Manshur bin Amar.

Termasuk empat macam doa yang ia minta kepada Manshur bin Amar.

Mendengar kisah budaknya itu, sang majikan yang beragama Yahudi itu menjadi terkesima. Hanya dengan empat dirham, seseorang bisa memperoleh begitu banyak anugerah dan berkah, pikirnya. Pada saat itu, masuklah sinar hidayah ke dalam hati sang majikan. Ia segera memerdekakan budaknya itu dan mengucapkan syahadat di hadapan budaknya yang sudah merdeka itu.

Tak hanya itu saja, majikan yang sudah Muslim itu juga menyerahkan sebagian hartanya kepada mantan budaknya tersebut. Tinggal satu doa saja yang belum diketahui apakah sudah terpenuhi ataukah tidak. Yakni, tentang pengampunan dosa-dosa dari mantan budak itu.
Kemudian terdengarlah suara gaib dari sudut rumah itu yang berkata: "Sesungguhnya, kalian berdua telah Kami ampuni dan dibebaskan dari siksa neraka. Begitu pula dengan Manshur bin Amar, juga akan bersama kalian "

Alhasil, terpenuhilah empat doa yang dimohonkan oleh Manshur bin Amar sesuai permintaan si budak tadi. Sesungguh­nya, Allah adalah Zat yang selalu mengabulkan doa hambanya. Di pintu ‘Arsy Allah, telah tertulis kalimat "Aku mengabulkan doa hamba-Ku yang berdoa." Oleh karena itu, alangkah meruginya mereka yang tak mau memanfaatkan doa sebagai jalan untuk memohon ampunan Allah.

Akan tetapi perlu juga kita ingat sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. Bahwasanya Allah tidak mengabulkan doa orang yang hatinya sedang lengah. Wa’lamu annallaha ta’ala la yaqbalud-du a ’a min qalbin ghafilin (Ketahuilah oleh kalian semua, bahwasanya Allah tidak akan mengabulkan doa dari orang yang berhati lengah).

Pada gilirannya, kembali lagi ke hati kita. Jangan biarkan hati kita lengah dari mengingat Allah, agar Allah pun tidak melalaikan kita dari rahmat dan ampunan-Nya.
Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah

HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Budak Ahli Surga


Ketika zaman perbudakan masih berlangsung di Arab, di kisahkan bahwa Aisyah pernah membeli seorang budak wanita. Lalu, Jibril turun kepada Rasulullah Saw dan berkata, "Wahai Muhammad, keluarkan budak wanita itu dari rumahmu.

Ketika zaman perbudakan masih berlangsung di Arab, di kisahkan bahwa Aisyah pernah membeli seorang budak wanita. Lalu, Jibril turun kepada Rasulullah Saw dan berkata, "Wahai Muhammad, keluarkan budak wanita itu dari rumahmu. Karena sesungguhnya, ia adalah ahli neraka."

Maka, Aisyah pun mengeluarkannya dan memberi beberapa biji kurma. Di tengah perjalanan, budak tersebut memakan sebagian kurma pemberian Aisyah dan ketika ia bertemu dengan seorang fakir, ia memberika kurma tersebut kepada si fakir.

Kemudian, jibril pun turun kembali kepada Rasulullah Saw dan berkata, "Kejarlah budak wanita itu, dan ajaklah kembali karena sesungguhnya ia adalah ahli surga karna sedekahnya."
uuuuuuuuuuuu
Diriwayatkan dari Abi Qalabah bahwa pada pemakaman dan tampak olehnya para para penghuni kubur-berjajar-jajar duduk di liang kubur, sedangkan di tangan mereka membawa periuk yang bercahaya sangat terang. Tiba-tiba ia melihat satu di antara mereka yang tidak membawa periuk bercahaya tersebut.

Abi Qalabah bertanya. "Kenapa aku tidak melihat cahaya di tanganmu sebagaimana yang lain."
Ia pun menjawab, "Mereka adalah orang - orang yang memiliki anak-anak saleh dan rajin bersedekah. Dan cahaya di tangan mereka adalah buah dari sedekah anak-anak mereka. Sedangkan aku memiliki anak yang tidak saleh. Ia pun tidak pernah bersedekah. Maka sungguh aku malu pada mereka."

Abi Qalabah pun menjaga dari tidurnya dan bergegas mencari anak dari orang yang ia lihat di alam mimpinya.
Ketika bertemu , Abi Qalabah pun bercerita perihal keadaan orang tuanya di alam kubur. Seketika itu pula anak itu bertobat dan memperbanyak doa, serta bersedekah untuk ayahnya.

Kemudian pada suatu malam, kembali Abi Qalabah bermimpi berada di pemakaman yang lalu. Abi Qalabah melihat orang tua dari anak tersebut membawa cahaya yang jaih lebih besar dan lebih terang dari cahaya di tangan-tangan yang lain.

Maka, ia pun berkata kepada Abi Qalabah, "Wahai Abi Qalabah, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Karena dengan nasihatmu anakku selamat dari neraka dan aku sekarang tidak malu lagi dengan yang lain."

Hikmah : Kebaikan dalam ajaran agama apoapun dan kepercayaan apa pun meyakini akam menelurkan kebaikan pula dan mustahil sebaliknya dan kebaikan itu tidaklah terbatas dan terhalang alam satu denhgan yang lain.

Selasa, 18 Februari 2020

HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Tuhan tuan-tuan semua berada di bawah tapak kaki saya.


Ada sebuah kisah yang berlaku kepada Syeikh Abdul Qadir Jailani. Dia didatangi oleh pemuka-pemuka kota Baghdad untuk diajak bersama dalam satu majlis ibadah malam secaraberamai-ramai. Dia menolak tetapi pemuka-pemuka tersebut berkeras juga mengajak beliau hadir. Untuk dapat berkat, kata mereka. Akhirnya, dengan hati yang berat, Syeikh Abdul Qadir bersetuju untuk hadir.

Pada malam berkenaan, di satu tempat yang terbuka,beratus-ratus orang hadir dengan melakukan ibadah masing-masing.Ada yang bersolat. Ada yang berwirid. Ada yang membaca Quran. Ada yang bermuzakarah. Ada yang bertafakur dan sebagainya.
Syeikh Abdul Qadir duduk di satu sudut dan hanya memerhatikan gelagat orang-orang yang beribadah itu.

Di pertengahan malam, pihak penganjur menjemput Syeikh Abdul Qadir untuk memberi tazkirah. Dia cuba mengelak tetapi didesak berkali-kali oleh pihak penganjur. Untuk dapat berkat, kata mereka lagi. Akhirnya dengan hati yang sungguh berat, Syeikh Abdul Qadir bersetuju.

Tazkirah Syeikh Abdul Qadir ringkas dan pendek sahaja.
Dia berkata:
Tuan-tuan dan para hadirin sekelian. Tuhan tuan-tuan semua berada di bawah tapak kaki saya.

Dengan itu, majlis terkejut dan menjadi gempar dan riuh rendah.Para hadirin terasa terhina dan tidak puas hati. Bagaimanakah seorang Syeikh yang dihormati ramai dan terkenal dengan ilmu dan kewarakannya boleh berkata begitu terhadap Tuh
an mereka. Ini sudah menghina Tuhan. Mereka tidak sanggup Tuhan mereka dihina sampai begitu rupa.

Mereka sepakat hendak melaporkan perkara itu kepada pemerintah. Apabila pemerintah dapat tahu, diarahnya kadhi untuk menyiasat dan mengadili Syeikh Abdul Qadir dan jika diadapati bersalah, hendaklah dihukum pancung.

Pada hari pengadilan yang dibuat di khalayak ramai,  Syeikh Abdul Qadir dibawa untuk menjawab tuduhan.

Kadhi bertanya,
Benarkah pada sekian tempat, tarikh dan masa sekian, Tuan Syeikh ada berkata di khalayak ramai bahawa tuhan mereka ada di bawah tapak kaki Tuan Syeikh?

Dengan tenang Syeikh Abdul Qadir menjawab, Benar, saya ada kata begitu.

Kadhi bertanya lagi, Apakah sebab Tuan Syeikh berkata begitu?

Jawab Syeikh Abdul Qadir , Kalau tuan
kadhi mahu tahu, silalah lihat tapak kaki saya.

Maka kadhi pun mengarahkan pegawainya mengangkat kaki Syeikh Abdul Qadir untuk dilihat tapak kakinya.
Ternyata ada duit satu dinar yang melekat di tapak kakinya. Kadhi tahu Syeikh Abdul Qadir seorang yang kasyaf.

Fahamlah kadhi bahawa Syeikh Abdul Qadir mahu mengajar bahawa semua orang yang beribadah pada malam yang berkenaan itu sebenarnya tidak beribadah kerana Tuhan. Tuhan tidak ada dalam ibadah mereka.
Hakikatnya, mereka tetap bertuhankan dunia yang duit satu dinar itu menjadi lambang dan simbolnya.

Kalau di zaman Syeikh Abdul Qadir Jailani pun manusia sudah hilang Tuhan dalam ibadah mereka, apatah lagi di zaman ini. Itu dalam ibadah. Kalau dalam hidup seharian, sudah tentu Tuhan tidak langsung diambil kira.

HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Menyembunyikan Kebaikan


Emir Hasan, seorang Raja Ngeara  Algeria, suatu ketika memerintahkan rakyatnya untuk tidak menyalakan lentera ataupun perapian untuk satu malam

Emir Hasan, seorang Pangeran Aljazair, suatu ketika memerintahkan rakyatnya untuk tidak menyalakan lentera ataupun perapian untuk satu malam.
Rakyat yang tidak berani membantah mengikuti saja titah sang pangeran. Seketika, daerah kekuasaan Emir Hasan menjadi gelap gulita dan hanya disinari sinar rembulan.
Namun, Emir Hasan melihat pijar temaram dari sebuah rumah di kejauhan. Merasa heran dan marah karena perintahnya tak dituruti, Emir Hasan mengajak sang pengawal mendatangi rumah tersebut dengan menyamar.
Emir Hasan mengganti jubah kebesarannya dengan baju khas musafir.
Dengan hati-hati, ia menyusuri jalanan desa menuju rumah yang masih menyalakan lentera tersebut. Tak berapa lama, ia dan pengawalnya sampai di depan rumah tersebut.
Emir Hasan segera mengetuk pintu rumah itu.
Seorang perempuan tua kemudian membukakan pintu. Demi melihat tamunya itu, ia menggeleng pelan.
"Bukannya aku tak mau menerimamu di sini, wahai musafir. Tetapi, aku adalah seorang wanita yang berkekurangan." Wanita ini mengira tamunya adalah seorang musafir yang meminta pertolongan.
"Aku dan kawanku sudah kemalaman. Izinkanlah kami menginap di sini barang semalam saja. Sebelum Subuh, kami segera pergi melanjutkan peijalanan." Emir Hasan memaksa si nyonya rumah.
"Terserah dirimu sajalah. Masuklah."
"Terima kasih."
Masuklah Emir Hasan ke dalam rumah wanita tersebut. Alangkah terkejutnya ia mendapati keadaan rumah tersebut. Rumah itu hampir tak ada perabotan, layaknya sebuah rumah. Hanya tampak sehelai selimut tipis untuk alas tidur keempat putranya.
Melihat sang tamu yang keheranan, wanita tadi menjelaskan keadaannya, "Aku adalah seorang janda dengan keempat putra.
Malam ini, Raja menyuruh kami mematikan semua sumber cahaya. Namun, aku bersikeras menyalakan perapian ini.
Setidaknya, cahaya ini dapat menghangatkan anak-anakku yang sedang meringkuk kelaparan."
Tampak oleh Emir Hasan bahwa keempat lelaki kecil itu tengah menangis sambil memegangi perutnya.
"Sudah berapa lama mereka seperti ini?" tanya sang Raja.
"Sudah empat hari, Tuan."
Emir Hasan bukan main terkejutnya. Ia tak menyangka masih ada rakyatnya yang hidup kekurangan.

Ketika Subuh menjelang, ia segera berpamitan dan diam-diam kembali menuju istananya. Ia mengutus perdana menteri untuk membawa berkantong-kantong gandum dan pakaian untuk diberikan kepada si janda miskin dan keempat anaknya. Tak lupa, ia juga berpesan untuk menyembunyikan identitinya sebagai Raja.
Sijandayang terheran heran menerima bantuan yang demikian banyaknya, mengucap syukur dan mendoakan si dermawan.


"Sebaiknya, saat memberi sedekah, hanya kita dan Allah jualah yang mengetahuinya agar tidak menimbulkan ria"

HIMPUNAN KISAH ORANG BERTAQWA Buah Iman


Semasa pemerintahan Sayidina Umar Al Khattab r.a., ada seorang lelaki bernama Hassan. Suatu hari dia keluar dari kampungnya dengan menunggang seekor unta untuk membuat satu perjalanan yang jauh.Setelah lama menunggang, dia keletihan lalu turun dari untanya dan bersandar disebatang pokok lalu tertidur.

Setelah sedar dari tidurnya didapati untanya tidak ada. Dia terburu-buru mencari untanya. Dalam keadaan cemas dan bimbang itu Hassan terjumpa untanya, tetapi telah mati. Alangkah terkejutnya Hassan.

"Pakcik yang membunuhnya," kata seorang tua yang berada disitu. "Tetapi bukan sengaja. Unta ini memakan tanaman pakcik, jadi pakcik lontar dengan batu kecil. Kena betul-betul di kepalanya. Tiba-tiba unta itu rebah lalu mati."

Hassan dalam keadaan bingung kerana terkejut dari tidur, tiba-tiba mencabut pedangnya dan dihayun ke arah orang tua itu dan terpenggallah leher dari badan.

Hassan seakan-akan baru tersedar dari mimpi dan menyesal yang amat sangat. Hassan lalu mencari keluarga simati dan menceritakan segala-galanya. Dua orang anak lelaki kepada orang tua itu terus membawa Hassan kepada Amirul Mukminin hari itu juga. Hassan dihadapkan ke mahkamah pengadilan dengan dihadiri beberapa orang Sahabat, pembicaraan pun dijalankan.

Setelah mendengar pengakuan Hassan sendiri, Sayidina Umar selaku hakim telah menjatuhkan hukum bunuh ke atas Hassan. Mendengar itu Hassan berkata; "Demi Allah, saya lebih sanggup dibunuh didunia daripada mendapat hukuman Neraka di Akhirat. Tapi, wahai Amirul Mukminin, saya minta ditangguhkan hukuman beberapa hari kerana saya hendak pulang memberi tahu keluarga saya tentang perkara ini. Mereka semua belum tahu dan kerana jauhnya dari sini tentu mereka tidak akan tahu kalau saya tidak memberitahunya."

Sayidina Umar tidak dapat memperkenannya kalau tidak ada penjamin. Walaupun Hassan merayu, tetapi Sayidina Umar tetap bertegas.

Akhirnya seorang Sahabat bernama Abu Zar bangun dan berkata, "Sekalipun saya tidak kenal saudara Hassan, namun atas nama Sahabat Rasulullah, saya minta tuan hakim memperkenankan permohonan Hassan. Jika sekiranya Hassan tidak datang pada hari akan dijatuhkan hukuman, maka biarlah saya yang dihukum."

Dengan jaminan itu, maka Hassan pun dibenarkan pulang ke kampungnya. Sampai di rumah, Hassan terus memberitahu keluarganya tentang apa yang berlaku dan berkata, "Biarlah saya jalani hukuman di dunia dari hukuman di Akhirat."

Menangislah ibubapa dan anak isterinya.Tetapi Hassan tidak lemah semangat, terus dipacunya kuda menuju ketempat pengadilan. Dia lebih takut kpd Allah dan cintakan Akhirat lebih dari anak isteri.

Dipertengahan jalan, tiba-tiba tali kekang kudanya putus. Hassan cemas kalau-kalau dengan itu dia terlewat sampai. Bagaimanapun dengan susah payah, Hassan dapat membetulkan tali kekang kudanya dan akhirnya dapat meneruskan perjalanannya tetapi sudah lewat. Di padang tempat hukuman hendak dijatuhkan kerana kelewatan Hassan, semua menanti sangat cemas. Mereka cemaskan Abu Zar yang terpaksa menggantikan tempat Hassan.

Dalam suasana kecemasan yang memuncak, tiba-tiba berbalam-balam dikejauhan semua yang hadir nampak kuda pacuan berlari kencang menuju ketempat itu. Setelah yakin Hassan yang datang mereka bertempik, "Allahu Akbar!Allahu Akbar!"

Suasana tiba-tiba bertukar menjadi sedih dan terharu. Betapa jujurnya anak muda Hassan memegang janjinya sekalipun nyawa akan melayang.

Sebaik turun dari kudanya, Hassan mengadap tuan hakim dan berkata, "Demi Allah, saya tidak berniat untuk menempah kelewatan ini.Tali kuda saya putus di tengah padang pasir. Puas saya usahakan mencari tali untuk menyambungnya. Alhamdulillah, saya dapat dan selamat tiba ke sini, tuan hakim." Kemudian katanya lagi, "Sebelum saya dibunuh, izinkan saya bersembahyang dua rakaat."

Sayidina Umar pun membenarkan. Dalam doa akhirnya, Hassan berdoa; "Ya Allah, ampunkan keterlanjuranku di dunia dan di Akhirat." Selesai menyapu muka, Hassan pun mengadap menyerahkan dirinya untuk menjalani hukuman bunuh. Tetapi pada saat genting itu, tiba-tiba kedua-dua beradik anak simati mengadap tuan hakim dan berkata, "Kami telah menyaksikan kejujuran dan keikhlasan saudara Hassan dan telah kami saksikan juga keberanian dan kasih sayang Abu Zar, juga telah kami saksikan ketegasan dan keadilan Amirul Mukminin menjalankan hukuman Tuhan. Hasilnya, kami memperolehi kekuatan untuk meredhakan kematian ayah kami dengan memaafkan saudara kami Hassan. Lepaskanlah saudara Hassan daripada hukuman, wahai Amirul Mukminin."

Mendengar itu sekali lagi padang itu bergema dengan laungan, Allahu Akbar! Allahu Akbar!"

Mereka semua bersyukur kerana terampunnya seorang saudara mereka dari hukuman di dunia dan di Akhirat, insyaAllah.

Banyak yang dapat kita pelajari dari peristiwa bersejarah itu.

* Dari seorang tua yg berani mengaku salah hingga menemui kematian.
* Kemudian Hassan yg lebih berani mengakui kesalahannya dan menyerahkan dirinya untuk dibunuh.
* Abu Zar yang berjiwa `sahabat` dan sanggup mati kerananya.
* Tuan hakim yang tegas dan adil.
* Akhir sekali dua beradik yang berhati mulia merela dan memaafkan pembunuh ayah mereka.

Dengan hati yang beriman dan berkasih sayang, manusia dizaman sahabat telah menempa satu sejarah yang agung. Dengan hati-hati yang beriman, mereka telah berjaya mengangkat Islam setinggi-tingginya sesuai dengan sifatnya. Dengan itu mereka bukan sahaja telah menguasai dunia, tetapi sedang menikmati kesenangan dan kerehatan di Alam Barzakh dan akan Allah anugerahkan Syurga. Itulah nasib orang yang bernama mukmin yang sebenar.

Sekarang Allah taqdirkan giliran kita untuk menentukan nasib dan maruah diri. Semoga kita menggunakan peluang ini sebaik-baiknya menuruti jejak langkah mereka yang mulia lagi diredhai.