Catatan Popular

Khamis, 29 November 2012

PERMATA SUFI (1) : MEMULAI BERTASAWWUF


Pada hakikatnya siapakah mursyid yang akan ”menghampiri” kita adalah semata-mata kehendak Allah Azza wa Jalla.  Pesan kami jika pembaca dalam penantian mursyid, berhati-hatilah jika seseorang mempromosikan dirinya sebagai mursyid bagi anda namun sebaliknya jangan pernah menganggap remeh seorang muslimpun yang dijumpai karena bisa jadi beliau adalah mursyid anda.

Baiklah sambil menanti mursyid, berikut adalah tips atau langkah-langkah awal dalam bertasawuf
Bertauhidlah dengan cara menjadikan Allah Azza wa Jalla sebagai pihak pertama yang dikomunikasikan segala permasalahan, cobaan, kebutuhan dan keinginan kita, termasuk atas segala kenikmatan  yang telah Allah ta’ala berikan dalam bentuk bersyukur.  Begitupula kita komunikasikan kebutuhan dan keinginan bertasawuf kepada Allah ta’ala.

Teguhkan tujuan hidup kita adalah untuk sampai kepada Allah Azza wa Jalla sedangkan surgaNya adalah keniscayaan/kepastian bagi mereka yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya.
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” ( QS An Nisaa’ [4]:175 )

Sampai kepada Allah Azza wa Jalla , sehingga dapat berkumpul dengan Rasulullah dan para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan para Sholihin.  Ikutilah jalan mereka yang termasuk orang-orang yang telah Allah Azza wa Jalla berikan nikmat.

(iaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:7 )

Shiddiqin adalah orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul
Syuhada adalah orang-orang yang mati syahid

Sholihin adalah orang-orang sholeh atau muslim yang terbaik atau muslim yang Ihsan (muhsin), muslim yang dapat melihat Allah ta’ala dengan hati/keimanan atau muslim yang selalu yakin bahwa Allah ta’ala melihat perbuatan.

Allah Azza wa Jalla telah memberikan ni’mat kepada mereka dan setelah mereka merasakan kematian, mereka hidup di sisi Allah Azza wa Jalla, sesuai dengan kehendak Allah menempatkan mereka dan mereka masih mendapatkan rezeki atau kehendakNya.

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)

Imam al-Baihaqi telah membahas sepenggal kehidupan para nabi. Ia menyatakan dalam kitab Dalailun Nubuwwah: “Para nabi hidup di sisi Tuhan mereka seperti para syuhada.“
Jadi tujuan kita bertasawuf karena Allah ta’ala semata atau agar kita sampai kepadaNya dan berkumpul dengan mereka yang telah menerima ni’mat dari Allah Azza wa Jalla.
Berikut langkah-langkah untuk memulai bertasawuf sampai Allah Azza wa Jalla menetapkan mursyid (pembimbing) bagi kita.

Mulailah dengan pembersihan diri, bertobatlah kepada Allah Azza wa Jalla

Bersikap tawaduk, merendah serta memohon maaf dan ampunan, apakah kita telah melakukan dosa atau tidak. Jika kita melakukan kesalahan atau dosa, akuilah segera dan mintalah ampunan, karena orang yang bertobat dari dosa laksana orang tidak berdosa. Semua manusia pasti melakukan kesalahan. Tak ada yang lepas sepenuhnya dari dosa. Namun yang paling penting, jagalah diri kita agar tidak terus berkubang dosa.

Nasehat Syaikh Ibnu Athoillah dalam al-Hikam,
Adakalanya Dia bukakan pintu ketaatan untukmu, tetapi tidak membukakan pintu penerimaan. Adakalanya Dia menetapkanmu berbuat dosa, tetapi itu menjadi sebab kau sampai kepada-NyaMaksiat yang melahirkan rasa hina dan papa lebih baik daripada ketaatan yang melahirkan kecongkakan dan kesombongan.

Setelah pembersihan diri dengan bertobat kemudian buktikan syahadat kita dengan menegakkan sholat wajib 5 waktu, zakat,  puasa dan berhaji jika mampu.
Jadikan sholat wajib 5 waktu bukan sebuah beban namun rasakan sebagai wujud Ar Rahmaan dan Ar Rahiim nya Allah Azza wa Jalla dalam bentuk peluang bagi kita untuk dapat berkomunikasi denganNya, 5 kali sehari. Kitalah yang membutuhkan sholat.
Raihlah ridho Allah ta’ala dengan sholat wajib 5 waktu dengan tepat waktu dan di masjid bagi pria. Karena sesungguhnya bagi yang tidak sholat berjamaah ke masjid tanpa alasan yang berarti dan mereka yang tidak sholat wajib 5 waktu tepat waktu tanpa alasan yang berarti adalah mereka yang mengharapkan maafnya Allah ta’ala. Sedangkan kita butuh ridho Allah ta’ala agar kita sampai kepadaNya.
Disetiap selesai sholat wajib 5 waktu, berdzikir dan berdoalah. Dalam berdzikir sebaiknya diawali istighfar, syahadah, sholawat dan dzikir sebagaimana Rasulullah anjurkan kemudian akhiri dengan doa yang menunjukkan keinginan kita bertasawuf  agar sampai kepadaNya. 

Berdoalah seperti “Ilahi Anta Maqsudi Waridhoka Matlubi“, Tuhan hanya Engkaulah yang kumaksud dan ridhoMu yang kuharap. dan ditambah berdoa dengan redaksi sesuai keinginan sendiri seperti “Ya Allah ampunkanlah dosa kami, Bimbinglah kami dengan kasih sayangMu, untuk sampai kepadaMu“. .

Setelah seluruh perkara yang Allah Azza wa Jalla  wajibkan berikut niat dan doa kita laksanakan maka lanjutkan untuk meraih cintanya Allah Ar Rahmaan dan Ar Rahiim dengan amalan-amalan sunnah agar kita sampai kepadaNya dengan derajat  kekasih Allah (Wali Allah).

Dari Abu Huriroh rodhi Allahu ta’ala ‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah ta’ala berfirman, barang siapa memusuhi wali-Ku maka aku izinkan untuk diperangi. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan, jika dia meminta perlindungan pada-Ku, akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari)

Ikutilah amalan-amalan sunnah sebagaimana para ulama kita terdahulu contohkan yakni para Wali Songo yang mengajak kita untuk mentaati Allah ta’ala dan RasulNya.

Nasehat  mereka tertuang dalam  syair lagu ”OBAT HATI”

Obat hati ada lima perkara.
Yang pertama, baca Qur’an dan maknanya
Yang kedua, shalat malam dirikanlah
Yang ketiga, berkumpulah dengan orang saleh
Yang keempat, perbanyaklah berpuasa
Yang kelima, dzikir malam perpanjanglah.


Yang pertama, baca Qur’an dan Maknaya

Untuk bertasawuf atau menjadi orang khusus (yang dicintai Allah ta’ala) , bacalah Al-Qur’an dengan maknanya. Jadikanlah Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam kita melakukan segala aktivitas. Pergunakanlah terjemahan Al-Qur’an dan lebih baik dengan tafsir.

Yang kedua, Sholat malam dirikanlah

“Dan pada sebagian malam tahajudlah kamu, sebagai ibadah tambahan bagimu, semoga Rabbmu mengangkat derajatmu ke tempat yang paling terpuji.” (QS Al Isro’ [17]:79 )
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS Al Muzzammil [73]:6 )
Rasulullah SAW. bersabda: “Kerjakan sholat malam, sebab hal itu adalah kebiasaan orang-orang sholeh sebelum kamu, juga sebagai suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai penebus keburukan-keburukanmu, dan pencegah dosa.” (HR Tirmidzi)


Yang ketiga, berkumpulah dengan orang sholeh

Untuk bertasawuf atau menjadi orang sholeh maka kitapun harus memperbanyak berkumpul dengan orang sholeh.
“ar-ruuhu junnudun mujannadah “

“Ruh itu kelompok (berbala) yang mengelompok atau teman yang ditemankan.” (HR Bukhari)


Kalau kita berkumpul dengan orang-orang sholeh, maka kita akan menjadi orang sholeh. Orang sholeh seperti penjual minyak wangi – kata Nabi. Jadi orang sholeh itu akan menyemprotkan wangi-wangiannya ke sekelilingnya. Jadi sekitarnya akan menjadi wangi karenanya. Oleh karena itu dekat-dekatlah kita kepada penjual minyak wangi sebab kalaupun toh tidak mampu membeli kita akan memperoleh bau wanginya.
Berkumpul adalah melihat dan mendengar. Termasuk berkumpul dengan orang sholeh jika kita membaca tulisan/buku-buku yang ditulis oleh orang sholeh. Hindari membaca buku yang ditulis oleh  Dukhala ‘Ilmi yakni ahli ilmu (ulama) namun bukan ahli bidang tasawuf.

Selain bergaul dengan orang sholeh, kita upayakan meninggalkan pergaulan dengan orang yang tidak sholeh seperti
  1. Tinggalkan menonton sinetron TV yang berisikan atau mempertunjukkan sifat-sifat orang yang tidak sholeh seperti marah, sombong, dengki, iri, hasut dll. Menonton sinetron TV seperti itu pada hakikatnya kita bergaul dengan orang tidak sholeh.
  2. Tinggalkan menonton infotainment yang berisikan membicarakan keburukan orang lain (ghibah).
  3. Tidak menonton acara yang memperlihatkan gaya hidup yang bukan berzuhud. Sedangkan berzuhud adalah gaya hidup yang dicintai Allah ta’ala.
Yang keempat, perbanyaklah berpuasa

“Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu dengan Tuhannya” (HR Bukhari).
Dari Sahl dari Nabi bersabda : Sesungguhnya dalam surga terdapat sebuah pintu yang bernama Ar Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat, dan selain mereka tidak akan masuk melaluinya. ….(Hadist riwayat Bukhari dan Muslim)
Lakukanlah puasa sunnah Senin-Kamis, sepanjang tahun jika kesempatan memungkinkan.

Yang kelima, dzikir malam perpanjanglah.

Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS Al Ahzab [33]:41 )

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [QS Ar Rad [13]:28 ]

Hal yang sebaiknya dilakukan sebelum dalam berdzikir adalah harus diawali dengan bertawasul atau diawali beberapa dzikir Iaitu istighfar, syahadah, laahaulaa , sholawat dstnya..

Dizkrullah adalah alat atau sarana  kita untuk mi’raj kepada Allah Azza wa Jalla atau untuk sampai kepada Allah Azza wa Jalla.  Sebaik-baiknya dzikir atau sebaik-baiknya mi’raj adalah sholat.  Inilah yang dimaksud perkataan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, bahwa Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin,  “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“

Demikianlah tips dari kami untuk memulai bertasawuf, dalam perjalanannya nanti, jika dikehendaki Allah Azza wa Jalla datanglah mursyid yang ditetapkanNya.

Tulisan ini kita akhiri dengan firman Allah swt yang terkait dengan jiwa, yang Ertinya

“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku” QS (Al Fajr [89] 27-30 )

RISALAH SOAL JAWAB HAKIKAT TASAWWUF (1)



SOALAN
Apakah tujuan sebenar tasawwuf?

JAWAPAN

Tujuan sebenar tasawwuf mengikut pandangan Syeikh Abd al-Hafiz Faraghli Ali al-Qarani daripada risalahnya Mabadi’ al- Tasawwuf al-Islami. Antara lain beliau berkata: “Tasawwuf akan bertambah kuat kalau kita menggunakannya atau menjadikan orang-orangnya sebagai contoh, sama ada dari sudut kepahlawanan atau kemuliaan bagi mengangkat martabat umat ini.”

Oleh itu, kita tidak boleh menjadikan khususiyat yang diamalkan oleh syeikh-syeikh tarikat sebagai amalan kepada orang ramai. Hal ini termasuklah keinginan bertajarrud, tidak berkahwin dan beruzlah, yakni mengasingkan diri. Semua keadaan ini khusus bagi orang yang tertentu sahaja dan tidak boleh dijadikan penghayatan untuk orang awam. 

Di samping itu, keadaan yang khusus dan ganjil tidak pernah diwajibkan kepada orang ramai untuk diamalkan. Abu Talib al-Makki, pengarang kitab Qut al-Qulub berkata di dalam kitabnya, Bisyr bin al-Harith berkata tentang Ahmad bin Hanbal: “Sesungguhnya kelebihan Ahmad bin Hanbal atasku pada tiga perkara iaitu: Menuntut yang halal untuk dirinya dan untuk orang lain tetapi aku hanya untuk diriku sendiri, dia berkahwin tetapi aku tidak berkahwin, dia menjadi imam untuk semua orang tetapi aku berseorangan.”

Sekiranya kita lihat kepada tarikat sufiah sekarang ini, kita dapati beribu-ribu orang pemuda berada di bawah benderanya. Pemuda adalah harapan dan senjata ummah. Kekuatan mereka mampu membangkitkan kemajuan umat ini. Hal ini merupakan satu cabaran kepada syeikh-syeikh tariqat untuk memberi harapan kepada pemuda-pemuda tersebut kekuatan rohani yang sebenar dan menjadikan mereka satu tenaga yang besar dan aktif.

KITAB AS SYA'RANI : MENGHINDARI RIYA’ (SYEIKH ABDUL WAHHAB AS-SYA;RANI)



Oleh Syeikh Abdul Wahhab As-Sya'rani (Tokoh Sufi Mesir)

PEDOMAN 1

MENGHINDARI RIYA'

Orang yang ingin mencapai Tuhan harus menghindarkan diri dari riya'.
"Riya adalah racun yang mematikan dan melebur pahala", kata Ibrahim 
Al-Matbuli. Riya mensia-siakan pahala amal dan mematikan hati.

Termasuk tanda-tanda riya, adalah menganggap enak dalam melakukan
ibadah. Ini bertentangan dengan watak asli manusia. Manusia, pada umumnya,
tidak akan menganggap enak dalam melakukan ibadah, kecuali bila perbuatan
tersebut sesuai dengan seleranya. Bila tidak, pelaksanaan ibadah akan terasa
sangat berat.Termasuk riya' adalah melakukan amal untuk Allah tapi --masih--
dikerjakan dengan tujuan-tujuan lain.

Abdul Qodir Ad-Dasthuthi, "Murnikantujuan amalmu hanya kepada Allah). 
Jangan ringankan masalah ini dengan membaurkannya bersama hasrat-
hasrat nafsumu. Bila tidak, amal ibadahmu akanrusak".

Pendorong amal perbuatan manusia biasanya ada dua; kepentingan dunia
dan akherat. Ini sesungguhnya juga termasuk jalan menuju riya yang sangat sulit
dihindarikan. Bila kepentingan akherat mengalahkan kepentingan duniawi,
berarti amalnya masih bercampur dengan riya. Namun, sebahagian ulama
menyatakan, kepentingan akherat yang mengalahkan kepentingan duniawi masih
sama artinya pekerjaan yang melulu didorong oleh kepentingan duniawi. Ertinya,
amal tersebut tidak termaafkan; tidak diterima.

Contoh perbuatan yang didorong kepentingan ukhrowi dan duniawi.
Misalnya, seseorang punya kepentingan dengan pembesar. Kebetulan pembesar
tersebut melakukan sholat jamaah di suatu masjid pada barisan terdepan. Orang
itupun melakukan jamaah di masjid yang sama dan pada barisan terdepan.
Niatnya, selain untuk memenuhi kewajiban, juga agar kepentingannya dengan
pembesar tersebut dapat tercapai.

Jelas, niat ibadahnya bukan sedekar untuk Tuhan; masih ada tujuan tujuan
lain. Bahkan tujuan lain yang bersifat duniawi justru tampak lebih
dominan. Karena itu, para ulama menyatakan, mentauhidkan niat adalah wajib,
agar manusia tidak terpengaruh; boleh menyatukan fikiran dan hatinya hanya
untuk berhubungan kepada Tuhan.

Contoh lain, orang yang melakukan ibadah agar dapat dekat kepada Tuhan.
Ini seperti melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk mencari upah. Ini juga
termasuk riya yang sangat halus. Sedemikian, sehingga para ulama menyatakan,
penyakit ibadah ini sangat sulit dirasakan. Terkadang ada orang yang telah
melakukan ibadah demikian lama dan mencapai kedudukan di sisi Tuhan. Akan
tetapi, kemudian ditolak, "Kembalilah! Kamu bukan termasuk ahli ibadah".

Sesungguhnya, ibadah yang benar adalah melakukan amal perbuatan 
semata-mata hanya untuk memenuhi perintah dan hak-hak Allah swt.

Contoh lain dari riya adalah orang yang mengaku punya kedudukan
tertentu di sisi Tuhan, padahal ia sebenarnya belum mencapai derajat itu. Atau,
telah mencapai derajat yang dikatakan namun belum boleh diberitahukan.
Pengakuan ini akan mendatangkan siksaan dan menghalangi orang tersebut dari
kedudukan yang diklaimnya. Selamanya, ia tidak akan bisa mencapai derajat yang
dikatakan.

Yang lain lagi adalah merasa senang bila amalnya dapat dilihat orang.
Perasaan ini adalah penyakit yang sangat berbahaya.  

Menurut Abu Hasan As-Syadzili, amal yang disertai perasaan senang 
seperti ini tidak boleh menambahkedudukannya di sisi Tuhan, melainkan 
justru mendatangkan murka dan semakinmenjauhkan dari-Nya.
Persoalan ini jarang disadari dan dimengerti oleh manusia. Karena itu, para
ulama mewajibkan seseorang untuk senantiasa merahasiakan amal perbuatan
baiknya, sehingga ia kuat dan siap untuk melakukan perbuatan dengan ikhlas.

Terkadang memang ada seseorang yang melakukan perbuatan tertentu sehingga
dia dipuji masyarakat; dan dia tidak menghendaki pujian itu. Dengan itu, ia
mengira bahwa dirinya sudah termasuk orang yang ikhlas. Maka, hal inipun
termasuk juga riya'.

Atau, ada orang yang menolak pemberian demi menjaga kehormatan
dirinya. Dia kemudian dipuji masyarakat. Ia sendiri tidak menghendaki pujian itu,
tetapi kemudian memperhatikannya. Maka perbuatan inipun kembali kepada riya',
walau pada asalnya tidak ada maksud demikian.
Contoh model riya lain yang samar adalah meninggalkan amal ibadahkarena manusia. 

Fudail ibn Iyadh berkata;
“Meninggalkan amal karena manusia adalah riya dan melakukan amal karena
manusia adalah syirik. Apa yang dinamakan ahlas adalah kamu menjaga dari
keduanya".

Maksudnya, orang yang hendak melakukan ibadah kemudian diurungkan
karena khawatir pujian manusia, maka itu termasuk riya’. Sebab, ia berarti telah
meninggalkan sesuatu karena manusia; bukan karena Allah. Akan tetapi, bila
meninggalkan ibadah tersebut untuk kemudian melakukannya di tempat yang sepi
agar tidak diketahui orang maka itu adalah lebih baik. Namun, untuk ibadah ibadah
wajib, atau bila orang yang bersangkutan termasuk pembesar atau pemuka
masyarakat yang selalu diikuti, maka hal itu lebih baik dilakukan secara terang 
terangan.
Contoh lain dari riya adalah menceritakan kebaikan-kebaikan dimasa lalu,
tanpa ada maksud-maksud tertentu yang boleh dibenarkan menurut agama.
Sesungguhnya, mengungkap kembali kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan
dimasa lalu tanpa ada tujuan yang boleh dibenarkan, boleh merubah amal tersebut
dalam bentuk riya.

Ali al-Khowash menyatakan, jangan sampai seseorang mengungkit-ungkit
kembali atau menceritakan amal baik yang pernah dilakukan. Sebab, hal itu sama
artinya dengan riya. Ia boleh melebur pahala amalnya yang telah lalu. Namun,
kesalahan ini bisa dipulihkan; dengan taubat. Bila seseorang bertaubat dengan
benar dan sungguh-sungguh, maka amal yang telah dilakukan akan kembali
menjadi amal yang sah, dengan kehendak Allah.

Termasuk bentuk riya lain yang amat samar adalah menghentikan senda
gurau yang diperbolehkan agama, karena munculnya orang yang disegani.

Fudail ibn Iyadh berkata, "Seandainya dikabarkan padaku bahwa seorang 
pemimpintinggi akan datang, kemudian aku merapikan rambut dan jenggotku,
sungguh akutakut bahwa hal itu akan menyebabkan aku ditulis sebagai orang 
yang munafiq".

Karena itu, hendaknya seseorang tidak menghentikan senda-guraunya yang
diperbolehkan agama hanya karena masuknya orang yang disegani, kecuali dengan
niat baik. Sesungguhnya, terbukanya rahasia seseorang ditangan pemimpin atau
orang yang disegani adalah lebih baik daripada berlaku munafiq.
Yang termasuk riya halus yang lain lagi, adalah menundukkan kepala dan
berlaku khusyuk karena munculnya seseorang. 

Ali Al-Khowash berkata,"Bila seorang pemimpin datang dan kalian sedang bertasbih, 
maka jangan kamu teruskan bacaan tasbihmu kecuali dengan niat baik. Hati-hatilah, 
jangan bersendagurau melupakan Allah, tetapi buru-buru membaca tasbih begitu
seseorang yang disegani muncul. Tanpa didasari niat baik, maka perbuatan seperti
itu justru akan menghancurkan semua amal perbuatan".