Catatan Popular

Khamis, 27 Disember 2012

TOKOH SUFI KALSIK HARITS AL MUHASIBI KE 2: PENJAGA BATIN DARI BASRAH



Ia sufi besar dan intelektual produktif. Pergaulannya yang luas dengan berbagai pemikir menghasilkan analisis menyeleruh.
Tentang al-Muhasibi, sufi besar Al-Imam Al-Qusyairi berkata: “Ia sufi yang tiada tandingannya dalam hal kemutlakan keilmuan, kesalehan. Pergaulan dan kekayaan pengetahuannya.”
Siapa sebenarnya Al-Muhasibi, sehingga Al-Qusyairi begitu mengaguminya? Warisan apa yang ia tinggalkan buat generasi kaum muslimin masa kini?

Nama lengkapnya Abu Abdillah Al-Haris ibnu Asad Al-Basri Al-Muhasibi. Lahir pada abad ke-2 Hijriyah (165 H/781 di Basrah, Irak. Ia dibesarkan dalam keluarga yang berada baik secara harta benda maupun intelektual.
Dengan mudah ia pun pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu, dan di sana pula ia berkembang menjadi seorang intelektual. Ia menulis banyak kitab, meliputi berbagai ilmu pengetahuan seperti tafsir, hadis, fikh sampai tasawwuf. Sementara pergaulannya yang luas dengan berbagai kalangan menghasilkan karya-karya dengan sudut pandang yang luas dan mendalam. Apalagi ia berguru kepada banyak ulama yang beberapa diantaranya sangat terkenal, seperti Imam Syafi’i, Yazid bin Harun, dan sebagainya.
Mula-mula ia mempelajari fikih, hadis dan tafsir. Dengan cepat murid yang cerdas ini menguasai cabang-cabang ilmu tersebut, bahkan belakangan ia dikenal sebagai ahli hadits pada zamannya. Para guru hadisnya, Syekh Hasyim Syureh bin Yunus, Yazid bin Harun, Abu an-Nadar, dan Junaid bin Daud. Sementara guru Fikihnya, Imam Syafi’i, Abi Ubaid Qasim bin Salim, dan Qadi Abu Yusuf.
Dalam menuntut ilmu ia tidak membatasi diri hanya pada ilmu agama, melainkan juga ilmu politik dan sosial. Tidak heran jika gurunya begitu banyak, sementara pergaulannya dengan para ilmuan berbagai disiplin ilmu di Baghdad cukup luas. Ia juga sering berdiskusi dengan para ahli ilmu kalam dari berbagai aliran seperti kalangan Khawarij, Muktazilah, dan Murji’ah. Ia cukup terbuka dan dapat mencerna setiap pola pikir berbagai aliran, baik yang tradisional maupun modern.
Belakangan ia menyusun suatu pendekatan yang relatif lebih baru dalam ilmu filsafat, yakni mendekatkan relasi antara rasionalisme dan teologi. Tapi setelah melakukan studi lebih mendalam, dan menganalisis beberapa aliran yang dikenalnya dengan baik, akhirnya ia menentang aliran-aliran yang dianggapnya sesat, seperti Khawarij, Jahmiyah, dan Muktazilah. Hebatnya, ia bukan sekedar menentang, melainkan juga mendasarkan pandangannya pada argumen yang kuat dengan tujuan untuk mencari kebenaran.
Bukan hanya dengan para ilmuan, Al-Muhasibi juga mengamati para Zahid – orang yang melakukan Zuhud, lebih mementingkan ibadah ketimbang sekedar kehidupan duniawi. Ia misalnya menelaah kehidupan para sufi Syaqiq al-Balkhi, Ma’ruf al-Kharqi, Bisir al-Hafi, Dzun Nun al-Misri, dan Sirri as-Saqati, termasuk para sufi sebelumnya seperti Hasan Al-Basri, Ibrahim bin Adham, Daud At-Ta’i, dan Fudlali bin iyad.

Mempengaruhi Ghazali

Karena luasnya pengetahuan yang menjadi perhatiannya, tidak heran jika pengaruh Al-Muhasibi sangat terasa sampai sekarang. Hal itu tampak dalam beberapa karya para ulama sesudahnya, seperti Syekh Abu Said al-Kharraz dalam kitab Al-Sidq, Syekh Al-Hakim Al-Tirmidzi dalam al-Maknunah, Syekh Al-Imam Al-Musthafa bin Kamaluddin al-Bakri dalam kitab Al-Ara’is al-Qudsiyah al-Muhasyahah al-Dasais al-Nafsiyah, Abu Zaid ad-Dabusi dalam kitab Al-Amad al-Aqsa dan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Begitu besar pengaruhnya pada para ulama dan intelektual, sehingga mereka memujinya, seperti Al-Imam as-Sya’rani dalam kitab Thabaqat Qubra, “Al-Muhasibi termasuk ulama yang piawai dalam ilmu Dzahir (ilmu pengetahuan umum), ilmu Ushul (ilmu agama), dan ilmu Muamalah (ilmu sosial). Ia menulis beberapa karya terkenal yang tidak tertandingi pada masanya. Dia adalah guru besar para ulama Baghdad saat itu. Sementara sejarawan besar Ibnu Khaldun menulis:
“Al-Muhasibi menghimpun dalam dirinya sejumlah ilmu pengetahuan seperti Fikih, Tasawuf dan llmu-ilmu akhirat.”
Tasawuf memang telah melejitkan nama Al-Muhasibi dalam jajaran intelektual dan sufi. Ada sebuah ungkapan tentang kepeduliannya pada dunia tasawuf, katanya, “Telah berlalu waktu selama 30 tahun, dan selama itu aku telah mendengar sesuatu dalam kepalaku. Kemudian telah berlalu pula masa 30 tahun, dan selama itu aku tidak pernah mendengar sesuatu kecuali dari Allah SWT.
Maksudnya ia telah bergumul dengan berbagai analisis pemikiran selama 30 tahun, kemudian beralih kepada ilmu tasawuf dengan menyucikan batin dan mempertajam hati agar dapat mendengar bisikan suci dari Allah SWT, karena kesungguhan inilah kalangan tasawuf menggelarinya AL-MUHASIBI (orang yang mawas diri terhadap aktivitas batin sendiri).
Sebagai pakar dengan latar belakang fikih dan hadits yang kuat, tasawufnya pun erat berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis, dan tidak mau melanggar batas-batas syari’at. Selain itu karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu kalam ia sangat mengunggulkan akal, selaras dengan hadits Rasulullah SAW:
“Allah SWT tidak menerima shalat seseorang, puasanya, hajinya, umrahnya, sedekahnya, jihadnya, dan berbagai kebaikannya, jika ia tidak memahaminya.”
Berkaitan dengan ilmu tasawuf, banyak sekali nasihatnya, salah satunya tentang rasa sedih.
“Rasa sedih ada beberapa macam: Sedih karena kehilangan sesuatu yang sangat disenangi, Sedih karena khawatir tentang apa yang akan terjadi esok, Sedih karena merindukan yang didambakan tapi tidak tercapai, Sedih karena mengingat betapa diri menyimpang dari ajaran Allah SWT.”
Katanya pula:
“Manusia yang baik ialah yang akheratnya tidak terpengaruh oleh dunianya, dan tidak meninggalkan dunia sama sekali karena akheratnya. Sebaik-baiknya sikap ialah tahan menderita karena kesukaran dan kesakitan, sedikit marah, belas kasihan, indah tutur katanya, serta lemah lembut. Orang yang zalim akan mendapatkan azab meski dipuji orang. Orang yang dizalimi selamat meski di cela orang. Orang yang selalu merasa cukup termasuk orang kaya meski ia lapar, sedang orang yang merasa kecewa termasuk orang Faqir meski dia punya harta melimpah.”

Isnin, 24 Disember 2012

KITAB AL-KALIMAT KE 2: IMAN SUMBER KEBAHAGIAAN DAN NIKMAT

KARYA BADIUZZAMAN SAID NURSI DALAM KITABNYA “RISALAH NUR”

Iman adalah Sumber Kebahagiaan dan Nikmat serta Pandangan
Mukmin dan Kafir Terhadap Dunia
  
“Yang beriman kepada hal ghaib.”
Jika engkau ingin mengetahui kadar kebahagiaan dan kenikmatan
yang terdapat dalam iman serta kadar kelezatan dan kelapangan yang
terdapat di dalamnya, perhatikan cerita singkat berikut ini:
Pada suatu hari dua orang lelaki keluar melakukan perjalanan untuk
rekreasi dan bisnis. Salah seorang di antara mereka yang memiliki
watak egois dan bernasib malang pergi ke suatu tempat, sementara yang
lain yang taat dan bahagia pergi ke tempat berbeza.

Orang egois dan sombong yang pesimis itu mendatangi satu daerah
yang menurutnya sangat buruk dan sial sebagai balasan atas sikap pesimisnya.
Bahkan ke mana pun pergi ia melihat orang-orang lemah yang
fakir yang berteriak meminta tolong akibat pukulan orang-orang yang
kejam dan bengis. Ia melihat kondisi yang memilukan dan menyedihkan
tersebut pada setiap tempat yang ia kunjungi. Sehingga dalam
pandangannya seluruh kerajaan telah menjadi seperti tempat ratapan
umum. Ia merasa satu-satunya obat bagi keadaannya yang menyedihkan
dan gelap itu adalah mabuk. Akhirnya ia buat dirinya mabuk agar
tidak merasakan keadaan yang sedang menimpa. Pasalnya, setiap orang
di negeri itu tampak baginya sebagai musuh yang sedang menantikannya
atau orang asing yang tidak bersahabat dengannya. Batinnya terus
tersiksa lantaran melihat sejumlah jenazah menakutkan dan anak-anak
yatim yang menangis putus asa.

Adapun orang kedua yang taat, yang mengabdi kepada Allah, dan
yang mencari kebenaran memiliki akhlak terpuji. Dalam perjalanannya
ia menjumpai sebuah kerajaan yang baik yang dalam pandangannya
sangat indah dan menakjubkan. Orang saleh tersebut melihat dalam
kerajaan yang ia masuki sejumlah pesta mengagumkan dan festival yang
demikian indah. Pada setiap sisi ia melihat kegembiraan dan suka-cita
serta pada setiap tempat ia melihat mihrab tempat zikir. Bahkan ia melihat
setiap orang yang tinggal di kerajaan itu sebagai sahabat akrab yang
dicinta. Kemudian ia melihat pada pesta pembebasan tugas bagaimana
seluruh kerajaan memperlihatkan yel-yel kegembiraan lewat teriakan
yang disertai kalimat pujian dan sanjungan. Ia juga mendengar suara
orkestra yang sedang menampilkan lagu-lagu semangat yang disertai
takbir dan tahlil dengan penuh bahagia dan bangga untuk mereka yang
digiring menuju medan pengabdian dan keprajuritan.
Orang pertama yang merasa sial sibuk dengan penderitaannya dan
penderitaan semua manusia, sementara orang kedua yang bahagia dan
optimis bergembira bersama dengan kegembiraan seluruh manusia. Di
samping itu, ia mendapat bisnis yang baik dan penuh berkah sehingga
bersyukur dan memuji Tuhan.
Ketika pulang ia bertemu dengan orang pertama tadi dan bertanya
tentang keadaannya. Setelah mengetahui segala hal tentangnya ia berkata,
“Wahai pulan, engkau telah menjadi gila. Rasa sial yang tertanam
dalam jiwamu terpantul dalam kondisi lahiriahmu sehingga engkau
menganggap semua senyuman sebagai ratapan dan tangisan serta pembebasan
tugas sebagai perampasan. Karena itu, sadarlah dan bersihkan
kalbumu agar selubung keruh tersebut hilang dari matamu, sehingga
engkau bisa melihat hakikat. Pasalnya, pemilik dan penguasa kerajaan
ini sangat adil, kasih sayang, kuasa, mengatur dan mencipta. Kerajaan
yang demikian tinggi dan mulia ini lewat jejak yang terlihat oleh penglihatanmu
tidak mungkin seperti berbagai gambaran yang diberikan oleh
ilusimu.”

Setelah itu, orang malang tadi mulai sadar dan menyesal. Ia berkata,
“Ya, aku telah dibuat gila akibat banyak mabuk. Semoga Allah meridhaimu.
Engkau telah menyelamatkan diriku dari neraka penderitaan.”
Wahai diri, ketahuilah bahwa orang pertama itu adalah orang kafir
atau orang fasik yang lalai. Dunia ini dalam pandangannya seperti
tempat ratapan umum, sementara seluruh makhluk hidup laksana para
yatim yang menangis karena terpukul akibat perpisahan. Manusia dan
hewan dianggap sebagai makhluk liar tanpa ada yang mengembala dan
memilikinya di mana ia tercabik-cabik oleh cengkeraman ajal. Lalu benda-
benda besar seperti gunung dan lautan diibaratkan seperti jenazah
yang tak bergerak dan mayat yang menakutkan. Tentu saja ilusi yang
menyakitkan tersebut yang bersumber dari sikap kufur dan sesat membuat
pemiliknya tersiksa.

Adapun orang kedua, ia adalah orang mukmin yang mengenal
Penciptanya dengan baik dan percaya kepada-Nya. Dalam pandangannya,
dunia ibarat tempat zikir kepada Allah SWT, aula tempat pengajaran
dan pelatihan semua manusia dan hewan, serta medan ujian bagi
jin dan manusia. Sementara seluruh kematian yang dialami oleh hewan
dan manusia merupakan bentuk pembebasan tugas. Mereka yang telah
menyelesaikan tugas hidup berpisah dengan dunia yang fana ini dalam
kondisi gembira. Pasalnya, mereka dipindahkan ke alam lain yang tidak
dihiasi oleh kerisauan guna memberikan ruang bagi para petugas baru
yang datang untuk melaksanakan tugas mereka.

Selanjutnya seluruh anak yang lahir entah itu hewan ataupun manusia
laksana rombongan mobilisasi militer yang menerima senjata
berikut sejumlah tugas dan kewajiban. Setiap entitas tidak lain merupakan
pekerja dan prajurit yang gembira serta petugas yang istikamah dan
ridha. Lalu suara dan gema yang terdengar di seluruh penjuru dunia
merupakan bentuk zikir dan tasbih dalam melaksanakan tugas, bentuk
syukur dan tahlil sebagai pemberitahuan bahwa ia telah selesai dikerjakan,
atau dendang yang bersumber dari kerinduan dan kecintaan terhadap
pekerjaan yang ada.

Jadi, seluruh entitas dalam pandangan mukmin merupakan pelayan
yang bersahabat, pekerja yang akrab, dan tulisan indah Tuhannya
Yang Maha Pemurah dan Pemiliknya Yang Maha Penyayang. Demikianlah,
lewat keimanannya banyak sekali hakikat yang sangat halus, mulia,
dan nikmat semacam itu yang tampak.

Jadi, iman benar-benar berisi benih maknawi yang berasal dari
Pohon tuba surga. Sebaliknya, kekufuran menyimpan benih maknawi
yang diembuskan oleh pohon zakum jahanam. Karena itu, keselamatan
dan kedamaian hanya terdapat dalam Islam dan iman.
Maka itu, kita harus selalu mengucap, “Alhamdulillah atas karunia
agama Islam dan kesempurnaan iman.”

FUTUHUL GHAIB KE 44 PETANDA MAQAM RUHANI: (SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI)



AJARAN KEEMPAT PULUH EMPAT

Sesungguhnya doa orang yang berpengetahuan ruhani kepada Allah Yang Maha kuasa lagi Maha agung, tak dikabulkan, dan setiap janji yang dibuat kepadanya tak dipenuhi, agar ia tak hancur kerana keterlalu-optimisan. Sebab setiap keadaan atau maqam ruhani mempunyai ketakutan dan harap. Dengan demikian, orang yang berpengetahuan ruhani mengalami kedekatan dengan-Nya, sehingga ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah. Maka permohonan (sang pengabdi) agar doanya diterima dan janji kepadanya dipenuhi, bertentangan dengan jalan dan keadaannya.

Ada dua sebab untuk ini. Pertama ia tak diatasi oleh harapan dan khayal diri melalui rencana tinggi Allah, dan lupa akan kebaikannya dalam penghampirannya kepada Allah, sehingga ia hancur. Kedua, hal itu sama dengan menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Sebab tak satu pun di dunia ini sepenuhnya bebas dari dosa, kecuali para Nabi. Kerana inilah, Ia tak selalu mengabulkan doanya dan tak memenuhi janji kepada sang pengabdi, agar ia tak meminta sesuatu pun atas dorongan hawa nafsunya tanpa mematuhi perintah-perintah-Nya, yang di dalamnya terletak kemungkinan kesyirikan, dan dalam setiap keadaan, langkah dan maqam sang salik banyak kemungkinan berbuat kesyirikan. Tetapi bila doanya selaras dengan perintah, maka hal itu mendekatkan manusia kepada Allah, semisal salat, puasa, kewajiban-kewajiban lainnya, sunnah serta kewajiban tambahan, sebab dalam hal-hal ini ada kepatuhan kepada perintah.

FUTUHUL GHAIB KE 43 ANTARA TANDA TERSIRAT : (SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI)



AJARAN KE EMPAT PULUH TIGA

Barangsiapa meminta sesuatu dari manusia, bererti ia tak tahu akan Allah, lemah iman, lemah pengetahuan tentang hakikat, dan tak sabar; sedang barangsiapa tak meminta, bererti ia amat tahu akan Allah, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, kuat imannya, kian bertambah pengetahuan tentang-Nya dan ketakwaan kepada-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung.

FUTUHUL GHAIB KE 42 BAHAGIA DAN DUKA (SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI)



AJARAN KE EMPAT PULUH DUA

Keadaan ruhani manusia itu: bahagia dan duka. Bila duka, maka timbul kecemasan, keluhan, ketaksenangan, pencomelan, penyalahan terhadap perilaku buruk, dosa kerana menyekutukan sang Pencipta dengan makhluk dan sarana-sarana duniawi, dan akhirnya kekafiran. Bila bahagia, ia menjadi korban kerakusan, kehinaan hawa nafsu. Bila nafsu diperturutkan, ia pun menginginkan yang lainnya dan meremehkan kurnia yang dimilikinya; maka ia tak menghargai kurnia-kurnia ini dan meminta kurnia yang lebih baik lagi, sehingga hal ini menempatkannya dalam rangkaian kesulitan yang tak berakhir di dunia ini atau di akhirat, sebagaimana dikatakan:
"Sesungguhnya siksaan paling pedih iaitu bagi pengupayaan yang bukan bahagiannya."

Maka, bila ia dirundung kesulitan yang dikehendaki hanyalah sirnanya kesulitan itu. Ia menjadi lupa akan segala kurnia, dan tidak menghendaki sesuatupun dari hal ini. Bila ia dikurniai kebahagiaan hidup, maka ia kembali menjadi sombong, rakus, membangkang terhadap Tuhannya dan tenggelam dalam dosa. Ia pun lupa akan kesengsaraannya ini dan bencana, yang korbannya adalah dia.

Maka segeralah ia menjadi lebih buruk daripada kala ia diharu-biru aneka musibah dan kesulitan sebagai hukuman atas dosa-dosanya, agar ia terjauhkan dari hal-hal ini dan menahannya dari perbuatan dosa di kemudian hari, setelah kemudahan dan kesenangan tak mengubahnya, tetapi keselamatannya terletak dalam musibah dan kesulitan.

Andai ia berlaku baik, setelah bencana berlalu darinya, teguh dalam kepatuhan, bersyukur dan menerima nasibnya dangan senang hati, maka hal itu lebih baik baginya di dunia ini dan di akhirat. Maka, hidupmu akan kian bahagia.

Nah, barangsiapa menginginkan keselamatan hidup di dunia ini dan di akhirat, maka ia harus senantiasa bersabar, pasrah, menghindar dari mengeluh kepada orang, dan memperolehi kebutuhannya dari Tuhannya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, dan membuatnya sebagai kewajiban untuk mematuhi-Nya, harus menantikan kemudahan dan sepenuhnya mengabdi kepada-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung. Ia, betapa pun, lebih baik ketimbang seluruh makhluk-Nya.

Maka Pencabutan oleh-Nya menjadi kurnia, Penghukuman-Nya menjadi rahmat, musibah dari-Nya menjadi ubat, janji-Nya terpenuhi. Kemurahan-Nya merupakan kenyataan yang ada. Kata-Nya merupakan suatu kebajikan. Tentu, firman-Nya, di kala Ia menghendaki sesuatu, hanyalah ucapan terhadapnya "Jadi," maka jadilah ia. Maka, seluruh tindakan-Nya baik, bijak dan tepat, kecuali bahawa Ia menyembunyikan pengetahuan tentang ketepatan-Nya dari hamba-hamba-Nya, padahal Ia sendiri begini. Maka, lebih baik dan layak bagi para hamba untuk berpasrah dan mengabdi kepada-Nya, iaitu dengan menunaikan perintah-perintah-Nya, menghindari larangan-larangan-Nya, menerima ketentuan-Nya dan mencampakkan belaian makhluk - sebab hal ini merupakan sumber segala ketentuan, menguatnya mereka dan dasar mereka; dan berdiamlah atas sebab dan masa (kejadian-kejadian), dan jangan menyalahkan gerak dan diam-Nya. Pernyataan ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, yang dikutip oleh Ata bin Abbas.

Katanya:
"Ketika aku berada di belakang Rasulullah (saw), beliau berkata kepadaku, "Anakku, jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka Allah akan menjagamu; jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka kau akan mendapati-Nya di depanmu.' "

Nah, jika kau memerlukan pertolongan, mintalah kepada-Nya. Pena menjadi kering setelah menuliskan segala yang akan terjadi. Dan jika hamba-hamba Allah berupaya keras memberimu sesuatu yang tak Allah tentukan bagimu, maka mereka takkan mampu melakukannya. Jika hamba-hamba Allah berupaya keras merugikanmu, padahal Allah tak menghendakinya, maka mereka takkan berhasil.

Nah, jika kau dapat bertindak berdasarkan perintah-perintah Allah dengan sepenuh iman, lakukanlah. Tapi, jika kau tak mampu melakukan yang demikian, maka, tentu, lebih baik bersabar atas apa yang tak kau sukai, sembari mengingat bahawa di dalamnya banyak kebaikan. Ketahuilah, bahawa pertolongan Allah datang melalui kesabaran dan keredhaan, dan dalam kesulitan itu ada kemudahan. Maka, hendaklah para mukmin menjadikan hadis ini sebagai cermin bagi hatinya, sebagai pakaian lahiriah dan ruhaniah, sebagai slogan, dan hendaklah berlaku dengannya dalam segala gerak dan diamnya, agar selamat di dunia ini dan di akhirat, dan semoga mendapatkan kemuliaan darinya, dengan kasih-sayang Allah, Yang Maha mulia.