Catatan Popular

Sabtu, 26 Mac 2011

ILMU TAUHID : PENGENALAN MUDAH


Petikan : Bermula Mu’alim yang bernama [Abdul Karim bin Muhammad Nur] menyusun sebuah kitab yang menjadi pegangan seluruh murid beliau yang ditulis menggunakan huruf jawi (Arab Melayu), mudah-mudahan Allah meredhai dan mengizinkan hamba mengutarakannya dalam forum ini tanpa melanggar adab.
Bismillahirrahmanirrahiim…
Adapun Mubadi ilmu tauhid itu sepuluh perkara:
1. Nama ilmu ini yaitu ilmu Tauhid, ilmu Kalam, ilmu Sifat, ilmu Ussuluddin, ilmu ‘Aqidul Iman
2. Tempat ambilannya : yaitu diterbitkan daripada Qur’an dan Hadits
3. Kandungannya yaitu mengandung pengetahuan dari hal membahas ketetapan pegangan kepercayaan kepada Tuhan dan kepada rasul-rasulNya, daripada beberapa simpulan atau ikatan kepercayaan dengan segala dalil-dalil supaya diperoleh I’tikad yang yakin (kepercayaan yang putus/Jazam sekira-kira menaikkan perasaan/Zauk untuk beramal menurut bagaimana kepercayaan itu.
4. Tempat bahasannya atau Maudu’nya kepada empat tempat:
a. Pada Zat Allah Ta’ala dari segi sifat-sifat yang wajib padanya, sifat-sifat yang mustahil padaNya dan sifat-sifat yang harus padaNya.
b. Pada zat rasul-rasul dari segi sifat-sifat yang wajib padanya, sifat-sifat yang mustahil padanya dan sifat-sifat yang harus padanya
c. Pada segala kejadian dari segi jirim dan jisim dan aradh sekira-kira keadaannya itu jadi petunjuknya dan dalil bagi wujud yang menjadikan dia
d. Pada segala pegangan dan kepercayaan dengan kenyataan yang didengar daripada perkhabaran rasul-rasul Allah seperti hal-hal surga dan neraka dan hari kiamat
5. Faedah ilmu ini yaitu dapat mengenal Tuhan dan percaya akan rasul dan mendapat kebahagian hidup didunia dan hidup di akhirat yang kekal.
6. Nisbah ilmu ini dengan lain-lain ilmu, yaitu ilmu ini ialah ilmu yang terbangsa kepada agama islam dan yang paling utama sekali dalam agama islam.
7. Orang yang menghantarkan ilmu ini atau mengeluarkannya yaitu, yang pertama mereka yang menghantarkan titisan ilmu tauhid dengan mendirikan dalilnya untuk menolak perkataan meraka yang menyalahi ialah dari pada ulama-ulama yang mashur yaitu Imam Abu Al hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur At Maturidi tetapi mereka pertama yang menerima ilmu tauhid daripada Allah Ta’ala ialah nabi Adam alaihissalam, dan yang akhir sekali Nabi Muhammad SAW.
8. Hukumnya, yaitu fardhu ‘ain bagi tiap-tiap orang yang mukallaf laki-laki atau perempuan mengetahui sifat-sifat yang wajib, yang mustahil dan yang harus pada Allah Ta’ala dengan jalan Ijmal atau ringkasan begitu juga bagi rasul-rasul Allah dan dengan jalan tafsil atau uraian
9. Kelebihannya yaitu semulia-mulia dan setinggi-tinggi ilmu daripada ilmu yang lain-lain, karena menurut haditsnya nabi: Inallahata’ala lam yafrid syai’an afdola minattauhid wasshalati walaukana syai’an afdola mintu laf tarodohu ‘ala malaikatihi minhum raakitu wa minhum sajidu, artinya, Tuhan tidak memfardukan sesuatu yang terlebih afdhol daripada mengEsakan Tuhan. Jika ada sesuatu terlebih afdhol daripadanya niscaya tetaplah telah difardhukan kepada malaikatnya padahal setengah daripada malaikatnya itu ada yang ruku’ selamanya dan setengah ada yang sujud selamanya dan juga ilmu tauhid ini jadi asal bagi segala ilmu yang lain yang wajib diketahui dan lagi karena mulia , yaitu Zat Tuhan dan rasul dan dari itu maka jadilah maudu’nya semulia-mulia ilmu dalam agama islam.
10. Kesudahan ilmu ini yaitu dapat membedakan antara I’tikad dan kepercayaan syah dengan yang batil dan dapat pula membedakan antara yang menjadikan dengan yang dijadikan atau antara yang Qadim dengan yang muhadasNya
Ilmu Tauhid
Adapun pendahuluan masuk pada menjalankan ilmu tauhid itu berhimpun atas tiga perkara:
1. Khawas yang lima yaitu, Pendengar, Penglihat, Pencium, Perasa lidah dan Penjabat
2. Khabar Mutawatir, yaitu khabar yang turun menurun. Adapun khabar mutawatir itu dua bahagi:
a. Khabar Mutawatir yang datang daripada lidah orang banyak
b. Khabar Mutawatir yang datang daripada lidah rasul-rasul
3. Kandungannya yaitu mengandung pengetahuan dari hal membahas ketetapan pegangan kepercayaan kepada Tuhan dan kepada rasul-rasulNya, daripada beberapa simpulan atau ikatan kepercayaan dengan segala dalil-dalil supaya diperoleh I’tikad yang yakin (kepercayaan yang putus/Jazam sekira-kira menaikkan perasaan/Zauk untuk beramal menurut bagaimana kepercayaan itu.
Aqal
Adapun ‘Aqal itu dua bahagi :
1. ‘Aqal Nazori, yaitu aqal yang berkehendak kepada fikir dan keterangan.
2. ‘Aqal Doruri, yaitu aqal yang tiada berkehendak kepada fikir dan keterangan.
Adapun Hukum ‘Aqal itu tiga bahagi:
1. Wajib ‘Aqal, yaitu barang yang tiada diterima oleh aqal akan tiadanya maka wajib adanya (Zat, Sifat dan Af’al Allah)
2. Mustahil ‘Aqal, yaitu barang yang tiada diterima oleh aqal akan adanya maka mustahil adanya (Segala kebalikan daripada sifat yang wajib, sekutu)
3. Harus ‘Aqal, yaitu barang yang diterima oleh akal akan adanya atau tiadanya (Alam dan segala isinya yang baharu/diciptakan)
Mumkinun (Baharu Alam)
Adapun yang wajib bagi ‘Alam mengandung empat perkara:
1. Jirim, yaitu barang yang beku bersamaan luar dan dalam seperti, batu, kayu, besi dan tembaga
2. Jisim, yaitu barang yang hidup memakai nyawa tiada bersamaan luar dalam seperti manusia dan binatang
3. Jauhar Farad, barang yang tiada boleh dibelah-belah atau dibagi-bagi seperti asap, abu dan kuman yang halus-halus
4. Jauhar Latief, yaitu Jisim yang halus seperti ruh, malaikat, jin, syaiton dan nur
Wajib bagi Jirim, Jisim, Jauhar Farad dan Jauhar Latief bersifat dengan empat sifat:
1. Tempat, maka wajib baginya memakai tempat seperti kiri atau kanan, atas atau bawah, hadapan atau belakang
2. Jihat, maka wajib baginya memakai jihat seperti utara atau selatan, barat atau timur, jauh atau dekat
3. Berhimpun atau bercerai
4. Memakai ‘arad, yaitu gerak atau diam, besar atau kecil, panjang atau pendek dan memakai rasa seperti manis atau masam, masam atau tawar dan memakai warna-warna seperti hitam atau putih, merah atau hijau dan memakai bau-bauan seperti harum atau busuk
Hukum Adat Thobi’at
Adapun yang wajib bagi hukum adat Thobi’at yang dilakukan didalam dunia ini sahaja, seperti makan, apabila makan maka wajib kenyang sekedar yang dimakan begitu juga api apabila bersentuh dengan kayu yang kering maka wajib terbakar, dan pada benda yang tajam yang apabila dipotongkan maka wajib putus atau luka.
Dan begitu juga pada air apabila diminum maka wajib hilang dahaga sekedar yang diminum. Adapun yang mustahil pada adat Thobi’at itu tiada sekali-kali seperti makan tiada kenyang, minum tiada hilang dahaga, dipotong dengan benda yang tajam tiada putus atau luka dan dimasukkan didalam api tiada terbakar. Akan tetapi yang mustahil pada adat itu sudah berlaku pada nabi Ibrahim as di dalam api tiada terbakar dan pada nabi Isma’il as dipotong dengan pisau yang tajam diada putus atau luka .
Adapun yang mustahil pada adat itu jika berlaku pada rasul-rasul dinamakan Mu’jizat, jika berlaku pada nabi-nabi dinamakan Irhas, jika pada wali-wali dinamakan Karamah, dan jika pada orang yang ta’at dinamakan Ma’unah dan jika berlaku pada orang kafir atau orang fasik yaitu ada empat macam:
1. dinamakan Istidraj pada Johirnya bagus dan hakikat menyalahi
2. dinamakan Kahanah yaitu pada tukang tenung
3. dinamakan Sa’uzah yaitu pada tukang sulap mata
4. dinamakan Sihir yaitu pada tukang sihir
Mohon ampunan dan RedhaMu yaa Allah,…
Itulah yang telah terdahulu banyak hamba ungkapkan (terlanjur) di topik-topik yang ada dalam BSC ini, untuk selanjutnya hamba, Insya Allah, akan memohon izin dahulu kepada Mu’alim hamba, sebab ada beberapa huraian penting yang hamba wajib meminta izin dahulu pada beliau, diantaranya: Hukum Syara’, Hakikat Makrifat beserta huraian dalil bagi Sifat-Sifat yang wajib bagi ‘aqal tentang keTuhanan:
-Sifat Nafsiyah
-Sifat Salbiyah
-Sifat Ma’ani
-Sifat Ma’nawiyah
lalu dibahagi menjadi dua bahagi:
-Sifat Istighna (28 Aqa’id)
-Sifat Iftikhor (22 Aqa’id)
yang menghasilkan faham hakikat nafi mengandung isbat, isbat mengandung nafi (50 Aqa’id), lalu berlanjut pada huraian Sifat-sifat bagi Rasul, ditambah empat perkara rukun iman (18 Aqa’id), menghasilkan penjelasan aqa’idul iman yang 5 (lima jenis), aqa’idul iman 50, aqa’idul iman 60, aqa’idul iman 64, aqa’idul iman 66 dan aqa’idul iman 68.
Baharulah disimpulkan menjadi 4 rukun Syahadat dan adab-adabnya, serta menjelaskan penjelasan zikir, serta makna asma ALLAH
InsyaAllah….
MA’RIFAT
Adapun hakikat Ma’rifat itu berhimpun atas tiga perkara:
1. ‘Itikad Jazam, yaitu ‘Itikad yang putus tiada syak, dzon dan waham
2. Muwafikulilhaq, yaitu Muafakat dengan yang sebenarnya mengikut Al Qur’an dan Hadits
3. Mu’addalil yaitu beserta dalil
Adapun Dalil itu dua bahagi:
1. Dalil naqal (naqli), yaitu Al Qur’an dan Hadits.
2. Dalil aqal (aqli), yaitu aqal kita
Adapun dalil wujud Allah Ta’ala pada orang awam yaitu Baharu alam seperti firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an : Allahu khaliqu kullu syai’in, artinya: Allah Ta’ala yang menjadikan tiap-tiap sesuatu
Adapun Hakikat Ma’rifat orang yang Khawas :
1. ‘Itikat jazam, tiada syak, dzon dan waham
2. Muwafakat ilmunya, aqalnya dan hatinya dengan jalan Ilham Ilahi
3. Dalil pada dirinya, seperti firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an: wa fii amfusikum afala tubsiruun, artinya: pada diri kamu tiadakah kamu lihat, dan juga Hadits Rasullullah, Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu, artinya barang siapa mengenal dirinya bahwasanya mengenal Tuhannya.
Adapun Hakikat Ma’rifat orang yang Khawasul khawas:
1. I’tikad jazam, tiada sak, dzon dan waham
2. Muwafakat Ilmunya, aqalnya dan hatinya dengan jalan kasaf Ilahi terkaya ia daripada dalil yakni tiada berkehendak lagi kepada dalil (Aqal dhoruri) terus ia ma’rifat kepada Allah Ta’ala.
Adapun Ma’rifat itu tiga martabat:
1. Ilmul yaqin, yaitu segala Ulama
2. ‘Ainul yaqin, yaitu segala Aulia
3. Haqqul yaqin, yaitu segala Anbiya

ILMU TAUHID -AWALLUDDIN MAKRIFATULLAH


Ilmu tauhid adalah ilmu yang penting… sangat penting… malah yang terpenting! Gagal ilmu tauhid bererti gagallah yang lain-lain. Tapi dalam dunia hari ini, pelajaran ilmu tauhid semakin terpinggir. Sebahagian besar para pendakwah sendiri mengabaikan ilmu ini dengan hanya mengambil yang asas sahaja. Mereka rasakan ‘yang asas’ itu sudah mencukupi lalu mereka tumpukan usaha mereka kepada gerak kerja dakwah. Apabila kita mendengar percakapan mereka ataupun kita membaca tulisan-tulisan mereka, barulah kita sedar yang mereka bermasalah dalam tauhid. Malangnya…. mereka sendiri tidak sedar yang tauhid mereka bermasalah. Kalau tauhid para pendakwah sendiri banyak yang bermasalah, kita yang orang awam ini bagaimana?
Tentulah lebih banyak masalahnya! Sebab itulah para ulama terdahulu sangat menekankan ilmu tauhid.

PENGENALAN AWAL
Persoalan mentajdid diri, keluarga, masyarakat dan umat sering diutarakan dalam blog-blog website. Saranan-saranan baru, saranan-saranan pemulihan dan saranan-saranan ‘meningkatkan keberkesanan’ silih berganti menghiasi muka depan tetapi hal ehwal akidah kurang disentuh. Sebahagian pelayar mungkin tertanya-tanya, mana tulisan tentang tauhid? Bukankah ia persoalan asas lagi utama?
Bukanlah niat kita untuk mengetepikan urusan teratas dalam agama ini tetapi ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang terpaksa kita teliti. Memang banyak individu dan perkumpulan yang mendakwa sedang berjuang hari ini sebenarnya masih kabur dalam persoalan akidah dan mereka tidak menyedarinya.
Sebahagiannya menyangkakan cukuplah ‘ilmu tauhid’ sebagaimana yang dihidangkan oleh orang atasan mereka.
Sebahagiannya pula ‘tertolak’ beberapa sudut penting ilmu tauhid tanpa disedari kerana menyangkakan hal itu bukan sebahagian daripada ilmu tauhid ataupun kurang penting.
Sebahagiannya lagi tidak mahu ambil tahu pun, cukup sekadar dia tahu yang Tuhannya Allah dan dia menyembah Allah selama ini. Sangkaan-sangkaan sebegini sebenarnya SANGAT BERBAHAYA menurut pandangan orang-orang yang faham.
Sebab itulah asas ilmu tauhid mesti dibereskan terlebih dahulu bersesuaian dengan ungkapan “Awwaluddin maghrifatullah”- Awal agama ialah mengenal Allah. Kalau Tuhan tidak dikenal, kepada siapa kita berabdi selama ini? Ke mana hala perjuangan kita selama ini? Kita menyembah Allah ataupun kita tersembah ‘makhluk’ yang kita sangka Allah? Ataupun kita tersembah Allah yang kita sekutukan dengan makhluk? Bagaimana kita hendak tahu dengan pasti?
“Supaya janganlah kamu menyembah (berabdi kepada) selain Allah.” (Hud: 2)
Berbicara lantang tentang hukum-hakam agama memang baik. Berjuang bersungguh-sungguh untuk mendapatkan daulah juga sangat baik. Demikianlah halnya dalam memperjuangkan idea-idea jemaah, ekonomi, tajdid fiqh, dakwah, hiburan Islam, kemajuan teknologi dan lain-lain. Tapi selama ini sedarkah kita setara mana KETAUHIDAN kita kepada Khaliq? Ada yang berpendapat cukuplah dengan ‘asas’. Apakah ‘asas’ yang kita faham itu benar-benar asas untuk lulus dengan baik dalam mentauhidkan Allah ataupun ia sekadar ‘asas kepada asas’?
Tulisan di bawah disampaikan dalam gaya bahasa yang paling mudah agar dapat difahami oleh ‘orang atasan’ mahupun ‘orang bawahan’, seolah-olah berbicara saja lagaknya. Hal ini dilakukan kerana kita tidak mahu ada yang tersalah faham. Sangat besar bahayanya jika berlaku sedemikian.
Satu perkara yang sangat penting untuk kita faham ialah… contoh-contoh yang dibuat untuk menerangkan isi kandungan ilmu tauhid ini umumnya tidak ada yang tepat 100%. Hal ini berlaku kerana kita membicarakan Allah iaitu Khalik sedangkan contoh-contohnya kita ambil daripada alam makhluk. Mana mungkin contoh-contoh daripada alam makhluk dapat menceritakan hal Khalik dengan tepat 100%!
“Dan tidak ada suatu apa pun yang setara dengan-Nya.” (Al-Ikhlas : 4)
“Tiada suatu apapun yang standing dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)
Semoga penjelasan asas ini dapat membuka minda kita bersama.

PENGENALAN KEDUA
Ilmu tauhid adalah ilmu yang penting… sangat penting… malah yang terpenting! Gagal ilmu tauhid bererti gagallah yang lain-lain. Tapi dalam dunia hari ini, pelajaran ilmu tauhid semakin terpinggir. Sebahagian besar para pendakwah sendiri mengabaikan ilmu ini dengan hanya mengambil yang asas sahaja. Mereka rasakan ‘yang asas’ itu sudah mencukupi lalu mereka tumpukan usaha mereka kepada gerak kerja dakwah. Apabila kita mendengar percakapan mereka ataupun kita membaca tulisan-tulisan mereka, barulah kita sedar yang mereka bermasalah dalam tauhid. Malangnya…. mereka sendiri tidak sedar yang tauhid mereka bermasalah. Kalau tauhid para pendakwah sendiri banyak yang bermasalah, kita yang orang awam ini bagaimana?
Tentulah lebih banyak masalahnya!
Sebab itulah para ulama terdahulu sangat menekankan ilmu tauhid. Kata mereka, “Awaluddin maghrifatullah”- Awal agama ialah mengenal Allah. Permulaan agama ialah dengan mengenal Allah.
Ilmu-ilmu yang utama dalam agama Islam ini ada tiga iaitu
ilmu tauhid,
ilmu fiqh dan
ilmu tasauf.
Ringkasnya tauhid-fiqh-tasauf. Setiap satunya ada beberapa nama lain. Contohnya, ada orang sebut ilmu kalam, ilmu syariat dan ilmu akhlak. Banyak nama tapi sebenarnya menceritakan benda yang sama. Jadi, tak perlulah kita berbahas tentang nama ataupun istilah, nanti akan membuang masa.
Ketiga-tiga ilmu ini tidak boleh dipisahkan. Semua orang mesti berusaha untuk belajar dan memahami ketiga-tiganya setakat yang termampu. Kita tidak boleh ‘ambil dua tolak satu’. Kita juga tentulah lebih tidak boleh ‘ambil satu tolak dua’. Ketiga-tiganya umpama batu tungku yang digunakan untuk melapik kawah.
Bolehkah kawah diletakkan di atas dua tungku sahaja? Jawapannya ‘tidak boleh’, ataupun lebih tepat lagi ‘hampir-hampir mustahil” boleh.
Kalau satu tungku? Lagilah tak boleh! Akan terbaliklah kawah.
Samalah misalannya dalam hal menembak musuh. Untuk menembak musuh dengan senapang, mestilah ada tiga perkara utama iaitu tukang tembak (manusia), senapang dan peluru. Seandainya tidak ada salah satu perkara di atas, perlakuan ‘menembak musuh’ tidak akan berlaku.
Ada manusia ada senapang tapi tak ada peluru. Boleh tembak? Tak boleh.
Ada manusia ada peluru, tak ada senapang. Boleh tembak? Tak boleh juga.
Ada senapang ada peluru tapi tak ada manusia. Boleh tembak? Tak boleh juga.
Ketiga-tiganya mesti ada untuk membolehkan perlakuan ‘menembak musuh’ berlaku.
Tapi orang sekarang ni pandai. Dia kata ‘ada peluru ada senapang tapi tak ada manusia” boleh tembak. Macam mana? Kita programkan senapang tu guna komputer. Apabila komputer berjaya mengesan penceroboh, secara automatik senapang akan mencari sasaran dan melepaskan peluru!
Memang betul, tapi kita kena tanya balik- yang programkan komputer tu siapa dia? Bukankah manusia juga?
Jadi, tetap mesti kena ada ketiga-tiganya baru senapang tadi boleh menembak.
Kita bagi contoh lagi, supaya faham betul-betul.
Untuk suap makanan ke mulut, kena ada sekurang-kurangnya tiga perkara utama. Satu- makanan. Dua- tangan. Tiga- mulut.
Katakanlah ada makanan ada tangan, tapi tak ada mulut. Macam mana? Ke mana makanan nak dihalakan? Kalau makanan itu dihalakan ke ketiak, ia tidak dinamakan suap. Kalau makanan itu dihalakan ke pusat, ia juga tidak dinamakan suap. Kalau makanan itu disumbatkan ke telinga, adakah kita sebut ‘suap”? Tidak kan?. Ia dinamakan ‘suap’ apabila makanan tadi dihalakan ke mulut. Selain itu tidaklah dinamakan ‘suap’. OK?
Baik. Ada makanan ada mulut tapi tak ada tangan. Jadi tak ‘suap’? Tidak.
Ada tangan ada mulut… tak ada makanan. ‘Suap’ ke tu? Tak jugak.
Kesimpulannya, untuk ‘suap’… mesti ada ketiga-tiganya sekali iaitu makanan, tangan dan mulut.
Tauhid ialah tahu, kenal dan faham Tuhan. Fiqh ialah cara-cara berabdi ataupun beribadah kepada Tuhan. Tasauf pula ialah pemurnian kepada tauhid dan fiqh tadi, untuk mencantikkan lagi tauhid dan fiqh.
Contohnya- orang hendak menjala ikan.
Sebelum kita pergi menjala ikan kita kenalah tahu, kenal dan faham yang mana jala dan yang mana tempat ada ikan. Jangan pula nanti kita bawa cangkul ataupun joran ataupun senapang untuk menjala ikan. Ataupun kita pergi menjala di kolam renang, kolah bilik air, kubang kerbau dan sebagainya. Untuk itu kita kena belajar yang mana jala dan tempat mana ada ikan yang boleh dijala. Inilah tauhid ataupun usuluddin. Disebut juga ilmu usul dalam agama.
Setelah kita tahu apa itu jala dan di mana ada ikan, kenalah ada CARA-CARA menangkap ikan menggunakan jala. Cara-cara inilah yang kita katakan fiqh ataupun syariat. Kita belajar pula cara menjala.
Ada orang lempar jala yang kembangnya berbentuk bujur. Ada yang tak terkembang. Ada yang bentuk huruf lapan. Ada yang bulat cantik kembangnya. Dengan itu kenalah belajar pula pemurnian untuk mencantikan lagi kembang jala itu. Ini dinamakan tasauf.
Apabila ketiga-tiga ilmu ini dipelajari dan dikuasai, barulah boleh mendapat ikan, barulah mudah mendapat ikan.
MAKSUD ILMU TAUHID
Kita masuk kepada definisi ataupun takrif ilmu tauhid.
Apakah ilmu tauhid? Banyak takrif yang dibuat oleh para ulama. Ada yang sebut Ilmu Kalam, ada yang sebut Ilmu Usuluddin, ada yang sebut Ilmu Aqa’idul Iman dan sebagainya. Masalahnya… yang mana satu yang lebih mudah untuk difaham oleh orang awam macam kita. Jadi saya rumuskan satu takrif yang saya rasa paling mudah difaham oleh kita iaitu…
ilmu tauhid ialah ilmu untuk tahu, ilmu untuk kenal dan ilmu untuk faham Tuhan.
“Permudahkanlah, jangan menyulitkan.”
Apakah ilmu tauhid?
Ilmu untuk tahu, kenal dan faham Tuhan. Itulah ilmu tauhid.
Mengapa kita mesti belajar ilmu tauhid?
Supaya kita dapat tahu, faham dan kenal Tuhan.
Apa tujuan belajar ilmu tauhid?
Tujuannya untuk kita tahu Tuhan, kenal Tuhan, faham Tuhan.
Apa akan jadi kalau kita tidak belajar ilmu tauhid?
Kemungkinan besar kita tidak tahu Tuhan, tidak kenal Tuhan dan tidak faham Tuhan.
Apa risikonya jika kita tidak tahu, tidak kenal dan tidak faham Tuhan?
Risikonya- kemungkinan besar segala amal ibadah kita tidak diterima oleh Tuhan. Hal ini terjadi kerana kita tersalah sembah! Salah sembah, sia-sialah amal ibadah kita.
“Berapa banyak orang yang berdiri (mengerjakan solat sedangkan) daripada solat itu (mereka mendapat) hanya penat dan lelah.” (An-Nasa’i & Ahmad)
“Berapa banyak orang yang berpuasa (sedangkan) daripada puasanya itu (mereka mendapat) hanya lapar dan dahaga.” (An-Nasa’i & Ibnu Majah)
BEZA ANTARA TAHU, KENAL DAN FAHAM
Apa beza antara ‘tahu Tuhan’, ‘kenal Tuhan’ dan ‘faham Tuhan’?
Mula-mula kita kena faham maksud tahu, kenal dan faham dulu. Ketiga-tiganya berbeza. Kenal lebih tinggi daripada tahu, dan faham adalah lebih tinggi daripada kenal. Yang paling atas ialah faham, kemudian kenal dan kemudian barulah tahu.
Biasanya disebut ilmu yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin. Ada juga yang menambah kepada satu tingkat lagi iaitu kamal yaqin.
Contoh.
Seorang pelancong dari Barat yang datang ke Malaysia diberitahu tentang sambal tumis ikan bilis. Sebelum ini dia tidak pernah dengar pun masakan bernama ‘sambal tumis ikan bilis’. Ketika diberitahu, itulah kali pertama dia TAHU adanya masakan yang disebut ‘sambal tumis ikan bilis’.
Ilmu peringkat ini dinamakan ilmu peringkat TAHU ataupun ILMU YAQIN - tahu cerita tetapi tidak pernah melihat dan belum pernah merasa.
Kemudian si pelancong diajak makan tengah hari mengikut hidangan orang-orang Melayu. Dalam hidangan itu ada sambal tumis ikan bilis. Orang tempatan menunjukkan kepadanya, “This is sambal tumis ikan bilis”. Itulah kali pertama si pelancong melihat sambal tumis ikan bilis. Dilihatnya sebagai sejenis masakan lauk berkuah, berwarna merah dan ada ikan-ikan kecil di dalamnya.
Ilmu peringkat ini dinamakan ilmu peringkat KENAL ataupun AINUL YAQIN- tahu cerita dan sudah melihat tetapi belum merasa.
Seterusnya si pelancong dipersilakan menjamah hidangan bersama sambal tumis ikan bilis. Barulah dirasanya pedas, manis, masin, lemak, masam dan lain-lain adunan rasa sambal tumis petai itu. Itulah sambal tumis sebenar.
Ketika ini ilmunya berada di peringkat FAHAM ataupun disebut HAQQUL YAQIN- sudah tahu cerita, sudah disaksikan dan sudah dirasa/ dialami.
Contoh kedua…
Datang beberapa orang beritahu kepada kita ada pokok tumbang merentang jalan raya. Kita hanya tahu ada pokok tumbang daripada cerita mereka dan kita belum melihat pokok tumbang itu. Ilmu peringkat ini adalah ilmu peringkat TAHU ataupun ILMU YAQIN sahaja.
Kemudian kita pergi melihat pokok yang tumbang itu. Memang betullah ada sebatang pokok besar tumbang merentang jalan raya, kita lihat dengan mata sendiri. Ilmu peringkat ini adalah ilmu peringkat KENAL ataupun AINUL YAQIN sahaja, sudah melihat tapi belum tahu hal ehwal ketumbangan pokok itu.
Kemudian kita menyelidik perihal pokok tumbang itu hingga kita faham bagaimana ia boleh tumbang, bila ia tumbang, apa yang menyebabkannya tumbang, apa akibat daripada tumbangnya itu, benarkah ia tumbang dan lain-lain. Ketika ini ilmu kita adalah di peringkat FAHAM ataupun HAQQUL YAQIN.
Contoh ketiga…
Para sahabat berdakwah hingga ke negara China. Mereka perkenalkan Tuhan kepada orang-orang China- “Tuhan kita ada satu sahaja iaitu Allah”. Ada orang-orang China yang percaya. Ketika ini iman mereka adalah di peringkat TAHU ataupun ILMU YAQIN sahaja. Mereka baru tahu Siapa yang sepatutnya disembah tetapi belum tahu bagaimana keadaan Yang Disembah itu.
Orang yang belajar ilmu Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rubbubiyyah sahaja biasanya sampai ke peringkat ini.
Kemudian orang-orang China tadi belajar hingga mereka tahu keadaan Yang Disembah itu. Mereka tahu Allah itu sedia ada sejak awal, tidak boleh mati, tidak terpengaruh dengan warna, ruang, arah, bentuk dan tempat, menguasai segala-galanya, tidak sama dengan makhluk, menciptakan syurga dan neraka, mencipta semua makhluk, memberi wahyu dan sebagainya. Mereka juga tahu sifat-sifat yang mustahil bagi Allah. Iman peringkat ini adalah iman peringkat KENAL ataupun AINUL YAQIN. Melalui kajian ataupun pembelajaran mereka, mereka sudah menyaksikan bukti-bukti tentang Yang Disembah itu tetapi belum ‘MENYAKSIKAN’ Yang Disembah itu sendiri. Peringkat ini dinamakan FAHAM ataupun HAQQUL YAQIN.
(* Perkataan ‘MENYAKSIKAN’ Yang Disembah dalam ayat tadi adalah istilah sufi yang tidak dapat dihurai dengan perkataan. Ia tidaklah sama dengan perkataan ‘menyaksikan’ sebagaimana yang biasa kita guna. Harap maklum)
Orang yang belajar Tauhid Sifat 20 biasanya sampai ke peringkat ini.
Peringkat seterusnya, mereka yang dikurniakan kebolehan oleh Allah dapat pula ‘MENYAKSIKAN’ Allah, ataupun ‘MEMANDANG WAJAH ALLAH’ ataupun ‘MERASAI SENDIRI’ Allah. Inilah yang dikatakan beriman kepada Allah hingga ke tahap Haqqul Yaqin.
(* Perkataan-perkataan berhuruf besar adalah istilah sufi yang tidak dapat dihurai dengan perkataan melainkan pemahaman. Maksud perkataan-perkataan itu tidaklah sama dengan maksud perkataan-perkataan yang biasa kita gunakan)
Orang yang belajar ilmu tasauf atau ilmu hakikat BOLEH mencapai peringkat ini.
Sebab itu ada ungkapan berbunyi:
Ahli fiqh menemui Allah dengan jalan mengkaji dalil-dalil al-Quran.
Ahli ilmu kalam menemui Allah dengan jalan berfikir
Dan ahli tasauf menemui Allah dengan jalan ‘MERASA SENDIRI’.
Manakah yang terbaik?
Yang terbaik ialah yang mengambil ketiga-tiga jalan dan menguasai ketiga-tiganya.
Jadi, dengan penerangan ringkas lagi dhaif itu tadi, diharap dapatlah memahamkan para pembaca akan perbezaan antara tahu, kenal dan faham. Seterusnya dapat pula memahamkan pembaca akan perbezaan antara ilmu yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin.

BAHAYA JIKA TIDAK MENGENAL ALLAH
Penduduk sebuah kampung hendak mengadakan kenduri. Mereka bercadang untuk menyembelih empat ekor kerbau. Masalahnya, kerbau-kerbau itu dilepaskan hidup secara liar di dalam hutan. Beratus ekor tinggal di hutan itu. Pendek kata, masuk-masuk hutan saja akan terus terjumpa kerbau. Mereka bersepakat mengerahkan empat orang pemuda yang diajar menggunakan senapang berpeluru pelali untuk mendapatkan kerbau-kerbau itu. Keempat-empat pemuda ini dberi masa dua puluh empat jam sahaja. Siapa yang paling awal berjaya melalikan kerbau, akan dapat hadiah istimewa.
Pemuda A mengambil senapang lalu terus pergi entah ke mana dalam keadaan dia tidak tahupun binatang apa yang penduduk kampung mahu, di mana lokasinya dan bagaimana sifat-sifatnya serta apa sifat-sifat yang mustahil bagi seekor kerbau. Dapatkah dia membawa pulang kerbau yang dimaksudkan? 99.99% pasti dia tidak akan dapat kerbau kerana dia tidak tahu pun binatang apa yang dimaksudkan oleh penduduk kampung. Setelah sehari semalam berjalan baru dia terperasan, “Eh, orang kampung suruh aku tembak binatang apa ya?”
Rakannya Pemuda B tahu penduduk kampung mahukan seekor binatang bernama kerbau dan dia tahu binatang itu tinggal liar di dalam hutan. Masalahnya, dia tidak pernah melihat, tidak pernah tahu dan tidak pernah belajar bagaimana rupa dan sifat-sifat kerbau. Yang dia tahu, ada binatang bernama kerbau dan binatang itu tinggal di dalam hutan. Itu saja. Ada kemungkinan tak dia akan dapat menembak kerbau? Besar kemungkinan tidak kerana dia tidak pernah tahu kerbau itu bagaimana. Boleh jadi dia akan menembak ayam hutan, ular sawa, rusa, monyet , babi dan sebagainya yang disangkakannya kerbau.
Ini ilmu peringkat TAHU.
Pemuda C pula, walaupun tidak pernah melihat kerbau tetapi ada belajar tentang sifat-sifat kerbau. Diketahuinya kerbau itu berkaki empat, bersuara menguak, mendengar dan bertelinga, bertanduk, biasanya berwarna kelabu, suka berkubang, badannya besar, bentuknya macam lembu, melihat dan matanya besar, ada ekor dan sebagainya. Sifat-sifat mustahil bagi kerbau pun diketahuinya iaitu mustahil rupa kerbau itu seperti kucing, mustahil bersuara seperti manusia, mustahil boleh terbang, mustahil boleh memanjat pokok, mustahil berdiri di atas satu kaki dan sebagainya. Bagaimana? Ada kemungkinan tak Pemuda C akan memperolehi seekor kerbau? Ya, tentu. Kemungkinan besar dia akan menembak kerbau dan bukannya binatang-binatang lain.
Ini ilmu peringkat KENAL.
Pemuda D pula sudah ‘menyaksikan’ kerbau sedari kecil. Dia sendiri membela beberapa ekor kerbau di rumahnya. Setiap hari dia ‘berinteraksi’ dengan kerbau-kerbaunya. Dimandikannya, diberus badan, ditunggangnya di sawah, diubatnya jika ada penyakit ataupun tercedera, dipeluk dan sebagainya. Ariflah dia akan hal ehwal hamba Allah yang bernama kerbau itu. Bagaimana? Ada kemungkinankah dia mendapat seekor kerbau di hutan itu? Pasti! Pasti jika tiada apa-apa aral lain yang melintang. Betul tak?
Ini ilmu peringkat FAHAM ataupun MENYAKSIKAN.
Ringkasnya:
Pemuda A pasti tidak dapat kerbau.
Pemuda B kemungkinan besar tidak dapat kerbau.
Pemuda C kemungkinan besar dapat kerbau.
Pemuda D pasti dapat kerbau.
Contoh ini kita hendak gunakan untuk memahami betapa pentingnya tahu Allah, kenal Allah dan faham Allah.
Pemuda Alif tidak tahu apa itu ‘Tuhan’, tidak tahupun Tuhan itu memang wujud. Adakah dia menyembah Tuhan selama hari ini? Pasti dia tidak menyembah Tuhan bahkan tidak menyembah apa-apa, sebab dia tidak tahupun yang Tuhan itu memang wujud. Sampai bila-bila pun dia tidak akan mendapat Allah. Samalah seperti Pemuda A tadi. Sampai bila-bila pun dia tidak akan mendapat kerbau kecualilah dia belajar tentang kerbau ataupun menyaksikan sendiri rupa kerbau.
Inilah risiko yang dihadapi oleh mereka yang tidak pernah ambil tahu tentang Tuhan, tidak pernah belajar agama kerana mereka tidak pernah TAHU, KENAL dan FAHAM Tuhan.
Pemuda Ba pula tahu Tuhan itu ada dan nama bagi Tuhan ialah Allah. Itu saja yang diketahuinya. Dia tidak tahupun sifat-sifat Tuhan ada tidak tahu juga sifat-sifat yang mustahil bagi Tuhan. Adakah B menyembah Allah selama hari ini? Belum tentu! Ada kemungkinan dia tersembah selain daripada Allah yang disangkakannya sebagai Tuhan. Samalah nasibnya macam Pemuda B tadi yang mngkin tertembak ayam hutan, ular sawa, rusa, monyet , babi dan sebagainya yang disangkakannya kerbau. Hal inilah yang kita takut!
Inilah risiko yang dihadapi oleh mereka yang belajar setakat Tauhid Rubbubiyyah dan Tauhid Uluhiyyah sahaja. Mereka hanya tahu ‘Tuhan itu ada” dan ‘Tuhan yang sebenar ialah Allah”. Itu saja. Mereka tidak tahu apa sifat-sifat Tuhan dan apa sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, ringkasnya mereka tidak belajar Sifat 20 ataupun ilmu yang setara dengannya. Ada kemungkinan mereka akan tersembah selain Allah, sama ada tersembah makhluk ataupun tersembah Allah yang bercampur dengan makhluk.
Ringkasnya, boleh jadi mereka tidak mengEsakan Allah yang menjadikan tauhid mereka rosak. Ini kerana mereka TIDAK KENAL dan TIDAK FAHAM Tuhan, hanya setakat TAHU Tuhan sahaja.
Pemuda Ta tahu Tuhan itu ada dan nama bagi Tuhan ialah Allah, sama seperti Pemuda Ba. Selain itu dia juga pernah belajar dan faham Allah itu bagaimana. Diketahuinya apa sifat-sifat bagi Allah dan apa sifat-sifat yang msutahil bagi Allah. Ringkasnya, dia belajar dan khatam ilmu Sifat 20 ataupun yang setara dengannya. Adakah dia menyembah Allah selama hari ini? Ya, kemungkinan besar dia menyembah Allah, iaitu Tuhan yang sebenar. Sangat kecil risikonya untuk dia tersembah selain daripada Allah. Samalah seperti Pemuda C tadi. Hampir-hampir mustahil Pemuda C akan tertembak selain daripada kerbau. Hampir-hampir mustahil juga Pemuda Ta akan tersembah selain daripada Allah, sama ada tersembah makhluk ataupun tersembah Allah yang bersekutu dengan makhluk.
Orang jenis ini ialah mereka yang sudah menguasai ilmu Sifat 20 ataupun yang setara dengannya. Ringkasnya, tauhid orang yang menguasai Sifat 20 adalah lebih selamat daripada tauhid mereka yang belajar Tauhid Uluhiyyah sahaja. Ini kerana mereka sudah TAHU dan KENAL Tuhan, c uma belum MENYAKSIKAN-NYA (FAHAM) saja lagi.
Pemuda Tha seorang yang ‘ahli’ dalam tasauf dan Ilmu Hakikat. Dia ‘menyaksikan’ sendiri Allah. Adakah dia menyembah Allah selama hari ini? Pasti! Ada kemungkinankah dia tersembah selain daripada Allah? Mustahil! Samalah seperti mustahilnya Pemuda D tersalah tembak selain daripada kerbau. Setiap hari dia bergelumang dengan kerbau, mustahil dia akan sengaja menembak tupai, beruang, kumbang, kala jengking, landak dan sebagainya yang disangkakannya kerbau.
Orang jenis ini ialah mereka yang sudah menguasai Ilmu Hakikat (kita tidak maksudkan ilmu hakikat yang sesat). Mereka TAHU, KENAL dan FAHAM (menyaksikan) Tuhan. Ini peringkat paling selamat.
Kita beri contoh lagi supaya betul-betul faham.
Empat pemuda Orang Asli hendak pergi berburu ke sebuah lembah. Tok Batin maklumkan kepada mereka bahawa di lembah itu ada tuhan mereka iaitu sebatang pokok cengal daripada sepuluh batang pokok cengal. Pokok cengal yang menjadi tuhan mereka itu ialah pokok cengal yang paling tua sekali. Sesiapa yang pergi ke sana mestilah menyembah dan sujud sebanyak tujuh kali kepada tuhan mereka itu.
Pemuda pertama datang lewat dan tidak sempat mendengar penerangan Tok Batin. Apabila dia tiba di lembah itu, adakah dia akan menyembah apa-apa? Tentu tidak sebab dia tidak tahupun di lembah itu ada tuhan mereka dan tuhan mereka itu ialah pokok cengal yang paling tua. Pemuda ini TIDAK TAHU, TIDAK KENAL dan TIDAK FAHAM,.
Pemuda kedua tahu di lembah itu ada tuhan mereka dan tuhan mereka itu ialah pokok cengal yang paling tua. Malangnya dia tidak tahu yang mana satu pokok cengal, apakah sifat-sifat pokok cengal dan apakah sifat-sifat yang mustahil bagi pokok cengal. Apabila dia tiba di lembah itu, pastikah dia bersujud kepada tuhan mereka iaitu pokok cengal yang paling tua? Besar kemungkinannya dia akan bersujud kepada selain pokok cengal. Jika dia bersujud kepada pokok cengal pun, kemungkinan besar dia sujud kepada pokok cengal yang bukan tuhan mereka.
Pemuda ini sekadar tahu tuhan mereka ada dan tuhan mereka ialah pokok cengal yang tertua di lembah itu. Samalah dengan orang yang belajar Tauhid Uluhiyyah- dia tahu Tuhan itu ada dan Tuhan yang sebenar ialah Tuhan yang Ilah iaitu Allah. Ini ilmu peringkat TAHU.
Pemuda ketiga tidak pernah melihat pokok cengal, namun begitu dia pernah belajar sifat-sifat pokok cengal dan sifat-sifat yang mustahil bagi pokok cengal. Oleh kerana dia tahu sifat-sifat pokok cengal, tahulah dia bagaimana keadaan pokok yang lebih muda dan keadaan pokok yang lebih tua. Sampai di lembah itu, berjayakah dia bersujud kepada tuhan mereka iaitu pokok cengal yang paling tua? Kemungkinan besar dia akan berjaya.
Pemuda ini tahu membezakan antara Tuhan yang sebenar dengan yang lain. Samalah dengan orang yang belajar dan menguasai Sifat 20 ataupun ilmu yang setara dengannya. Ini ilmu peringkat KENAL.
Pemuda keempat pula sudah menyaksikan sendiri pokok cengal tertua yang menjadi tuhan mereka itu. Setiap hari dia melalui lembah itu untuk mencari madu dan petai. Dapatkah dia bersujud kepada tuhan mereka? Sudah tentu! Adakah dia akan tersilap sembah dengan bersujud kepada pokok-pokok lain? Mustahil. Ini ilmu peringkat FAHAM atau MENYAKSIKAN.